Anda di halaman 1dari 17

PENINGGALAN KERAJAAN SRIWIJAYA BESERTA GAMBARNYA

Di sekitar tahun 425, agama Buddha sudah diperkenalkan di Sriwijaya lebih tepatnya di
Palembang dan sudah banyak para peziarah serta peneliti dari berbagai negara di Asia seperti
pendeta Tiongkok I Ching yang berkunjung ke Sumatera dalam perjalanan studinya ke
universitas Nalanda. Ia menulis jika Sriwijaya menjadi rumah bagi ribuan sarjana Budha. Berikut
ini kami berikan ulasan mengenai peninggalan Kerajaan Sriwijaya secara lengkap, silahkan
dilihat dibawah ini.

1. Prasasti Kota Kapur

Prasasti Kota Kapur yang merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya ini ditemukan di Pulau
Bangka bagian Barat yang ditulis dengan memakai bahasa Melayu Kuno serta aksara Pallawa.
Prasasti ini ditemukan oleh J.K Van der Meulen tahun 1892 dengan isi yang menceritakan
tentang kutukan untuk orang yang berani melanggar titah atau pertintah dari kekuasaan Raja
Sriwijaya. Prasasti ini kemudian diteliti oleh H.Kern yang merupakan ahli epigrafi
berkebangsaan Belanda yang bekerja di Bataviaasch Genootschap di Batavia. Awalnya ia
beranggapan jika Sriwijaya merupakan nama dari seorang raja. George Coedes lalu
mengungkapkan jika Sriwijaya adalah nama dari Kerajaan di Sumatera abad ke-7 Masehi yang
mrupakan Kerajaan kuat dan pernah berkuasa di bagian Barat Nusantara, Semenanjung Malaya
serta Thailand bagian Selatan.

2. Prasasti Ligor
Prasasti Ligor ditemuan di Nakhon Si Thammarat, wilayah Thailand bagian Selatan yang
memiliki pahatan di kedua sisinya. Pada bagian sisi pertama dinamakan Prasasti Ligor A atau
manuskrip Viang Sa, sementara di sisi satunya merupakan Prasasti Ligor B yang kemungkinan
besar dibuat oleh raja dari wangsa Sailendra yang menjelaskan tentang pemberian gelar Visnu
Sesawarimadawimathana untuk Sri Maharaja. Prasasti Ligor A menceritakan tentang Raja
Sriwijaya yang merupakan raja dari semua raja di dunia yang mendirikan Trisamaya Caitya
untuk Kajara. Sedangkan pada Prasasti Ligor B yang dilengkapi dengan angka tahun 775 dan
memakai aksara Kawi menceritakan tentang nama Visnu yang memiliki gelar Sri Maharaja dari
keluarga Śailendravamśa dan mendapatk julukan Śesavvārimadavimathana berarti pembunuh
musuh yang sombong sampai tak tersisa.

3. Prasasti Palas Pasemah

Prasasti Palas Pasemah ditemukan di pinggir rawa Desa Palas Pasemah, Lampung Selatan,
Lampung yang ditulis dengan memakai bahasa Melayu Kuno aksara Pallawa dan terdiri dari 13
baris tulisan. Isi dari prasasti ini menjelaskan tentang kutukan dari orang yang tidak mau tunduk
dengan kekuasaan Sriwijaya. Jika dilihat dari aksara, Prasasti Palas Pasemah ini diduga berasal
dari abad ke-7 Masehi.

4. Prasasti Hujung Langit

Prasasti Hujung Langit merupakan Prasasti dari Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan pada sebuah
desa bernama Desa Haur Kuning, Lampung dan juga ditulis dalam bahasa Melayu Kuno serta
aksara Pallawa. Isi dari prasasti ini tidak terlalu jelas sebab kerusakan yang terjadi sudah cukup
banyak, namun diperkirakan berasal dari tahun 997 Masehi dan isinya tentang pemberian tanah
Sima.

5. Prasasti Telaga Batu

Peninggalan Kerajaan Sriwijaya selanjutnya adalah prasasti telaga batu. Prasasti Telaga Batu
ditemukan di kolam Telaga Biru, Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang
tahun 1935 yang berisi tentang kutukan untuk mereka yang berbuat jahat di kedautan Sriwijaya
dan kini disimpan pada Museum Nasional Jakarta. Di sekitar lokasi penemuan Prasasti Telaga
Batu ini juga ditemukan Prasasti Telaga Batu 2 yang menceritakan tentang keberadaam sebuah
vihara dan pada tahun sebelumnya juga ditemukan lebih dari 30 buah Prasasti Siddhayatra yang
juga sudah disimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti Telaga Batu dipahat di batu andesit
dengan tinggi 118 cm serta lebar 148 cm.

Pada bagian atas prasasti ada hiasan 7 buah kepala ular kobra serta di bagian tengah terdapat
pancuran tempat mengalirnya air pembasuh. Tulisan pada prasasti ini memiliki 28 baris dengan
huruf Pallawa dan memakai bahasa Melayu Kuno. Secara garis besar, isi dari tulisan ini adalah
tentang kutukan untuk mereka yang berbuat kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan tidak mematuhi
perintah dari datu. Casparis lalu mengemukakan pendapat jika orang yang termasuk berbahaya
dan juga bisa melawan kedatuan Sriwijaya perlu untuk disumpah yakni putra raja (rājaputra),
menteri (kumārāmātya), bupati (bhūpati), panglima (senāpati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka
(nāyaka), bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hāji pratyaya), hakim (dandanayaka), ketua
pekerja/buruh (tuhā an vatak = vuruh), pengawas pekerja rendah (addhyāksi nījavarna), ahli
senjata (vāsīkarana), tentara (cātabhata), pejabat pengelola (adhikarana), karyawan toko
(kāyastha), pengrajin (sthāpaka), kapten kapal (puhāvam), peniaga (vaniyāga), pelayan raja
(marsī hāji), dan budak raja (hulun hāji).

Prasasti ini menjadi prasasti kutukan lengkap sebab juga dituliskan nama pejabat pemerintahan
dan menurut dugaan beberapa ahli sejarah, orang yang terulis di dalam prasasti juga tinggal di
Palembang yang merupakan ibukota kerajan. Sedangkan Soekmono beranggapan jika tidak
mungkin Sriwijaya berasal dari Palembang sebab adanya kutukan kepada siapa pun yang tidak
patuh pada kedatuan dan juga mengusulkan Minanga seperti yang tertulis pada prasasti Kedukan
Bukit yang diasumsikan berada di sekitar Candi Muara Tikus ibukota Sriwijaya.

6. Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan tanggal 29 November 1920 oleh M. Batenburg di Kampung
Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, lebih tepatnya di tepi Sungai
Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini memiliki ukuran 45 cm x 80 cm memakai
bahasa Melayu Kuno dan aksara Pallawa. Isi dari prasasti ini menceritakan tentang seorang
utusan Kerajaan Sriwijaya yakni Dapunta Hyang yang mengadakan Sidhayarta atau perjalanan
suci memakai perahu. Dalam perjalanan tersebut, ia didampingi dengan 2000 pasukan dan
berhasil menaklukan beberapa daerah lainnya dan prasasti tersebut kini juga tersimpan di
Museum Nasional Jakarta.

Di baris ke-8 prasasti ini ada unsur tanggal, akan tetapi pada bagian akhir sudah hilang yang
seharusnya diisi dengan bulan. Berdasarkan dari data fragmen prasasti No. D.161 yang
ditemukan pada situs Telaga Batu, J.G de Casparis serta M. Boechari diisi dengan nama bulan
Asada sehingga penangalan prasasti tersebut menjadi lengkap yakni hari e-5 paro terang bulan
Asada yang bertepatan dengan tanggal 16 Juni 682 Masehi. George Cœdès berpendapat jika
siddhayatra memiliki arti ramuan bertuah namun juga bisa diartikan lain. Dari kamus Jawa Kuno
Zoetmulder tahun 1995 berarti sukses dalam perjalanan dan bisa disimpulkan jika isi prasasti
adalah Sri Baginda yang naik sampan untuk melaksanakan penyerangan sudah sukses melakukan
perjalanan tersebut.

Dari Prasasti Kedukan Bukit ini diperoleh data yakni Dapunta Hyang yang berangkat dari
Minanga lalu menaklukan kawasan dimana ditemukan prasasti tersebut yakni Sungai Musi,
Sumatera Selatan. Dengan kemiripan bunyi, maka ada juga yang beranggapan jika Minanga
Tamwan merupakan Minangkabau yaitu eilayah pegunungan di hulu Sungai Batanghari.
Sebagian lagi berpendapat jika Minanga tidak sama seperti Melayu dan kedua wilayah tersebut
berhasil ditaklukan oleh Dapunta Hyang. Sedangkan Soekmono beranggapan jika Minanga
Tamwan berarti pertemuan 2 sungai sebab tawan memiliki arti temuan yaitu pertemuan dari
Sungai Kampar Kanan dengan Sungai Kampar Kiri di Riau yang merupakan wilayah di sekitar
Candi Muara Tikus.

7. Prasasti Talang Tuwo

Pada kaki Bukit Seguntang tepi bagian utara Sungai Musi, Louis Constant Westenenk yang
merupakan seorang residen Palembang menemukan sebuah Prasasti pada 17 November 1920.
Prasasti yang disebut dengan Talang Tuwo ini berisi tentang doa dedikasi yang menceritakan
aliran Budha yang dipakai pada masa Sriwijaya kala itu merupakan aliran Mahayana dan ini
dibuktikan dengan penggunaan kata khas aliran Budha Mahayana seperti Vajrasarira, Bodhicitta,
Mahasattva serta annuttarabhisamyaksamvodhi.

Prasasti ini masih dalam keadaan yang baik dan ditulis pada bidang datar berukuran 50 cm x 80
cm berangka 606 Saka atau 23 Maret 684 Masehi berbahasa Melayu Kuno dan ditulis dengan
aksara Pallawa. Prasasti ini memiliki 14 baris kalimat dan sarjana pertama yang sudha berhasil
menerjemahkan prasasti tersebut adalah Van Ronkel serta Bosh yang sudah dimuat pada Acta
Orientalia. Prasasti ini kemudian disimpan pada Museum Nasional Jakarta mulai tahun 1920.
Prasasti ini menceritakan tentang pembangunan taman oleh Raja Sriwijaya yakni Sri Jayanasa
yang dibuat untuk rakyat pada abad ke-7. Dalam prasasti tertulis jika taman berada di tempat
dengan pemandangan sangat indah dan lahan yang dipakai memiliki bukit serta lembah. Pada
dasar lembah juga mengalir sungai menuju Sungai Musi. Taman ini dinamakan Taman Sriksetra
yang juga ada dalam prasasti.

8. Prasasti Leiden

Prasasti Leiden juga menjadi peninggalan bersejarah Kerajaan Sriwijaya yang ditulis pada
lempengan tembaga dalam bahasa Sansekerta serta Tamil dan pada saat ini Prasasti Leiden ada
di museum Belanda dengan isi yang menceritakan tentang hubungan baik dari dinasti Chola dari
Tamil dengan dinasti Sailendra dari Sriwijaya, india Selatan.

9. Prasasti Berahi

Prasasti Berahi ditemukan oleh Kontrolir L.M. Berhout tahun 1904 di tepi Batang Merangin,
Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, kecamatan Pamenang, Merangin, Jambi. Seperti pada
Prasasti Telaga Batu, Prasasti Kota Kapur dan juga Prasasti Palas Pasemah dijelaskan tentang
kutukan untuk mereka yang melakukan kejahatan dan tidak setia dengan Raja Sriwijaya. Prasasti
ini tidak dilengkapi dengan tahun, akan tetapi bisa diidentifikasi memakai aksara Pallawa dan
bahasa Melayu Kuno dengan isi mengenai kutukan untuk orang yang tidak setia dan tidak tunduk
dengan Driwijaya seperti pada Prasasti Gunung Kapur dan Prasasti Telaga Batu.

Pak Natsir mengemukakan pendapat jika Prasasti Karang berahi ditemukan pada lokasi
berdekatan dengan struktur bata kuno yang sekarang digunakan sebagai lokasi pemakaman. Dari
cerita di Dusun Batu Bersurat, dulu Prasasti Karangberahi ditemukan oleh cucu Temenggung
Lakek pada tahun 1727 yang dimana pada masa tersebut, Dusun Batu Bersurat disebut dengan
Dusun Tanjung Agung. Anak Temenggung Lakek yang bernama Jariah lalu membawa batu
Prasasti Karangberahi ke masjid Asyobirin di dekat aliran Batang Merangin dan pada masa
Belanda, Batu Prasasti dipindahkan ke Kota Bangko dan ditempatkan di halaman kantor residen
yang saat ini digunakan sebagai Kantor Dinas Budpar Kabupaten Merangin. Saat masa
penjajahan Jepang, masyarakat Karang Berahi minta agar batu tersebut dikembalikan ke Desa
Karang Berahi dan dikabulkan oleh Jepang yang kemudian dikembalikan ke lingkungan masjid
Asobirin di tepi Batang Merangin.

10. Candi Muara Takus

Peninggalan Kerajaan Sriwijaya selanjutnya adalah Candi Muara Takus. Candi Muara Takus
terletak di Desa Muara Takus Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Riau, Indonesia yang
dikelilingi dengan tembok 74 x 74 meter terbuat dari batu putih ketinggian lebih kurang 80 cm.
Candi ini sudah ada sejak jaman keemasan Kerajaan Sriwijaya dan menjadi salah satu pusat
pemerintahan Kerajaan tersebut. Candi ini terbuat dari batu pasir, batu bata dan batu sungai yang
berbeda dengan candi kebanyakan di Jawa yang terbuat dari batu andesit. Bahan utama membuat
Candi Muara Takus ini adalah tanah liat yang diambil dari desa Pongkai.

11. Candi Muaro Jambi


Kompleks Candi Muaro Jambi merupakan kompleks candi terluas di Asia Tenggara yakni seluas
3981 hektar dan kemungkinan besar adalah peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya serta Kerajaan
Melayu. Candi Mauaro Jambi terletak di Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro nJambi,
Jambi, indonesia di tepi Batang Hari. Kompleks candi ini pertama kali dilaporkan pada tahun
1824 oleh letnan inggris bernama S.C. Crooke saat melakukan pemetaan daerah aliran sungai
untuk keperluan militer. Kemudian pada tahun 1975, pemerintah Indonesia melakukan
pemugaran serius dipimpin oleh R. Soekmono. Dari aksara Jawa Juno yang terdapat dari
beberapa lempengan yang juga ditemukan, seorang pakar epigrafi bernama Boechari
menyimpulkan jika candi tersebut merupakan peninggalan dari abad ke-9 sampai 12 Masehi.

Dalam kompleks candi ini terdapat 9 buah candi yang baru mengalami proses pemugaran yakni
Gedong Satu, Kembar Batu, Kotomahligai, Gedong Dua, Tinggi, Gumpung, Candi Astano,
Kembang Batu, Telago Rajo dan juga Kedaton. Dalam kompleks Candi Muaro Jambi tidak
hanya ditemukan beberapa buah candi saja, namun juga ditemukan parit atau kanal kuno buatan
manusia, kolam penampungan air dan juga gundukan tanah yang pada bagian dalamnya terdapat
struktur bata kuno. Dalam kompleks candi ini setidaknya terdapat 85 buah menapo yang dimiliki
oleh penduduk setempat.

12. Candi Bahal

Candi Bahal, Candi Portibi atau Biaro Bahal merupakan kompleks candi Buddha dengan aliran
Vajrayana yang ada di Desa Bahal, kecamatan Padang Bolak, Portibi, Kabupaten Padang Lawas,
Sumatera Utara.

Candi ini terbuat dari material bata merah yang pada bagian kaki candi terdapat hiasan berupa
papan berkeliling dengan ukiran tokoh yaksa berkepala hewan yang sedang menari. Wajah
penari tersebut memakai topeng hewan seperti upacara di Tibet dan diantara papan tersebut ada
hiasan berupa ukiran singa yang sedang duduk.

Candi ini juga sangat cocok untuk dijadikan destinasi saat anda berkunjung ke sumatera karena
keindahannya yang sangat mencolok. Selain itu anda juga dapat melestarikan budaya di
indonesia.
13. Gapura Sriwijaya

Gapura Sriwijaya terletak di Dusun Rimba, Kecamatan Dempo Tengah, Kota Pagar Alam,
Sumatera Selatan. Dalam situs Gapura Sriwijaya ini terdapat 9 Gapura akan tetapi sampai saat
ini baru ditemukan sebanyak 7 gapura saja. Keadaan gapura pada situs ini sudah dalam keadaan
roboh karena kemungkinan disebabkan oleh faktor alam seperti erosi, gempa dan lainnya.
Reruntuhan Gapura Sriwijaya ini berbentuk bebatuan segi lima memanjang dengan tanda
cekungan bentuk oval ke dalam pada salah satu bagian sisi batu. Tanda cekungan ini merupakan
pengunci supaya batu bisa disatukan atau ditempel.
Peninggalan Kerajaan Majapahit Beserta Gambarnya
Di bawah ini akan dijelaskan mengenai situs sejarah peninggalan Kerajaan Majapahit, baik
berupa candi, gapura, prasasti, arca, kitab dan situs arkeologi lain dalam sejarah Kerajaan
Majapahit.

Candi Tikus

Candi Tikus merupakan salah satu peninggalan kerajaan Majapahit. Letak Candi Tikus ada
di dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Candi Tikus
sebelumnya telah terkubur, namun ditemukan kembali sejak tahun 1914 dan kemudian dilakukan
pemugara pada era 80an.

Candi Bajang Ratu


Candi Bajang Ratu merupakan sebuah candi berbentuk gapura peninggalan Kerajaan Majapahit.
Letak Bajang Ratu ada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Bangunan
ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14 Masehi dan mulai dinamai Bajang Ratu sejak tahun
1915.

Candi Sukuh

Candi Sukuh terletak di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar yang ada
di provinsi Jawa Tengah. Dengan corak Hindu, candi ini juga jadi salah satu candi peninggalan
Majapahit. Struktur bangunan Candi Sukuh terdiri dari tiga teras.

Candi Brahu

Candi Brahu merupakan candi dalam kompleks situs arkeologi Trowulan sebagai salah satu
candi peninggalan Majapahit. Letak Candi Brahu ada di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong,
Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Candi ini dibangun bercorak Buddha dengan tinggi
mencapai 20 meter.

Candi Wringin Lawang

Candi Wringin Lawang adalah candi berbentuk gapura yang juga salah satu peninggalan
Majapahit. Letaknya ada di Desa Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Diperkirakan bangunan ini mulai dibangun pada abad ke-14 Masehi lalu.

Candi Ceto

Candi Ceto terletak di lereng Gunung Lawu pada Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten
Karanganyar. Diduga candi ini dibangun pada akhir masa kejayaan Kerajaan
Majapahit. Kompleks candi digunakan oleh penduduk setempat dan juga peziarah yang
beragama Hindu sebagai tempat pemujaan.
Candi Surawana

Candi Surawana merupakan candi bercorak Hindu yang terletak di Desa Canggu, Kecamatan
Pare, Kabupaten Kediri. Nama asli candi ini adalah Wishnubhawanapura. Dibangun pada abad
ke-14 oleh raja dari Kerajaan Wengker yang masih di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.

Candi Wringin Branjang

Candi Wringin Branjang merupakan candi yang terletak di Desa Gadungan, Kecamatan
Gandusari, Kabupaten Blitar. Bentuk atap candi menyerupai atap rumah biasa, dan diduga
bangunan candi ini merupakan tempat penyimpanan alat-alat upacara dari zaman kerajaan
Majapahit.
Candi Pari

Candi Pari terletak di Desa Pari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Sebagai salah satu
peninggalan Kerajaan Majapahit, candi ini dibangun untuk mengenang tempat hilangnya seorang
sahabat atau adik angkat dari salah satu putra Prabu Brawijaya dan istrinya yang menolak tinggal
di keraton Majapahit di kala itu.

Candi Kedaton

Candi Kedaton merupakan salah satu candi bercorak Hindu yang menjadi peninggalan Kerajaan
Majapahit. Letak candi ini berada di kompleks situs arkeologi di Kecamatan Trowulan,
Kabupaten Mojokerto. Candi ini memiliki struktur terbentuk dari pondasi batu bata merah.
Candi Minak Jinggo

Candi Minak Jinggo merupakan situs peninggalan Majapahit yang terletak di Dusun Unggahan,
Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Struktur candi ini menjadi satu-
satunya yang menggunakan batu andesit di semua kompleks situs di Trowulan.

Candi Grinting

Candi Grinting merupakan candi yang terletak di Dusun Grinting, Desa Karangjeruk, Kecamatan
Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. Sebagai salah satu peninggalan kerajaan Majapahit, candi ini
pertama kali ditemukan oleh pengrajin batu bata yang diperkirakan semacam pondasi lama.
Candi Jolotundo

Candi Jototundo merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit. Bentuk Candi Jolotundo
dikenal memiliki arsitektur bangunan yang sangat megah. Letaknya ada di Desa Seloliman,
Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto dengan bentuk petirtaan yang mengalirkan mata air.

Candi Gentong

Candi Gentong merupakan salah satu dari tiga candi yang berderet dengan arah bujur barat ke
timur yaitu Candi Gedong, Candi Tengah dan Candi Gentong. Kini hanya Candi Gentong yang
tersisar setelah dilakukan pemugaran sejak tahun 1995. Letaknya ada di Desa Telogo Gede,
Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto
Prasasti Kerajaan Majapahit :

 Prasasti Alasantan (939 Masehi), ditemukan di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan,


Kabupaten Mojokerto
 Prasasti Kamban (941 Masehi), ditemukan tertulis dalam bahasa Kawi
 Prasasti Hara-Hara (966 Masehi), dikenal juga sebagai prasasti Trowulan VI
 Prasasti Maribong (1264 Masehi), dikenal juga sebagai prasasti Trowulan II
 Prasasti Wurare (1289 Masehi), ditemukan di daerah Kandang Gajak di Desa Bejijong,
Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto
 Prasasti Kudadu (1294 Masehi), ditemukan di lereng Gunung Butak di wilayah
perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang.
 Prasasti Sukamerta (1296 Masehi), ditemukan di Gunung Penanggungan, dikenal juga
sebagai Prasasti Raden Wijaya.
 Prasasti Butulan (1298 Masehi), ditemukn di Kawasan Pegunungan Kapur Utara di
Kabupaten Gresik
 Prasasti Balawi (1305 Masehi), ditemukan di Desa Blawi di wilayah Kabupaten
Lamongan
 Prasasti Canggu (1358 Masehi), dikenal juga sebagai prasasti Trowulan I
 Prasasti Biluluk I (1366 Masehi), ditemukan di Kecamatan Bluluk, Kabupaten Lamongan
 Prasasti Karang Bogem (1387 Masehi), ditemukan di Kecamatan Bungah, Kabupaten
Gresik
 Prasasti Katiden (1392 Masehi), ditemukan di wilayah Kabupaten Malang
 Prasasti Biluluk II (1393 Masehi), ditemukan di Kecamatan Bluluk, Kabupaten
Lamongan
 Prasasti Biluluk III (1395 Masehi), ditemukan di Kecamatan Bluluk, Kabupaten
Lamongan
 Prasasti Lumpang (1395 Masehi), ditemukan di wilayah Kabupaten Malang dan dikenal
sebagai prasasti Katiden II
 Prasasti Waringin Pitu (1447 Masehi), ditemukan di wilayah Kabupaten Mojokerto
 Prasasti Marahi Manuk, ditemukan di wilayah Kabupaten Mojokerto
 Prasasti Parung, ditemukan di wilayah Kabupaten Mojokerto

Kitab Peninggalan Kerajaan Majapahit

 Kitab Negarakertama, dikarang oleh Empu Prapanca pada tahun 1365 Masehi
 Kitab Sutasoma, dikarang oleh Empu Tantular
 Kitab Arjunawiwaha, dikarang oleh Empu Tantular
 Kitab Kutaramanawa, dikarang oleh Gajah Mada
 Kitab Kunjakarna, tidak diketahui siapa pengarangnya
 Kitab Parthayajna, tidak diketahui siapa pengarangnya
 Kitab Pararaton, tidak diketahui siapa pengarangnya
 Kitab Sudayana, tidak diketahui siapa pengarangnya
 Kitab Ronggolawe, tidak diketahui siapa pengarangnya
 Kitab Sorandakan, tidak diketahui siapa pengarangnya
 Kitab Panjiwijayakarma, tidak diketahui siapa pengarangnya
 Kitab Usana Jawa, tidak diketahui siapa pengarangnya
 Kitab Usana Bali, tidak diketahui siapa pengarangnya
 Kitab Tantu Panggelaran, tidak diketahui siapa pengarangnya
 Kitab Calon Arang, tidak diketahui siapa pengarangnya

Nah itulah macam-macam peninggalan kerajaan Majapahit, baik yang berupa candi, prasasti,
kitab dan situs arkeologi lainnya.

Anda mungkin juga menyukai