NPM : 202133121217
Absen : 19
Kelas : Akuntansi D4
Soal
1. Dalam perkembangan sejarah semua Agama-agama mengalami pasang surut, begitu juga
dengan perkembangan dengan Agama Hindu, dari zaman prasejarah Brahmana,
Upanisad, dan sampai zaman Veda, khusus di Indonesia perkembangan Agama Hindu
dimulai pada waktu zaman kerajaan Kutai di Kalimantan timur, Sriwijaya di Sumatra
Selatan, dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa barat, Mataram di jawa Tengah, Singasari
dan Kediri di Jawa Timur sampai akhirnya di Bali. Jelaskan dengan bukti sejarah
peninggalan perkembangan Agama Hindu tersebut di atas sampai di Bali.
2. Sebelum agama masuk ke wilayah Indonesia semua suku, ras dan golongan sudah
mempunya cara untuk menghormati Tuhan dengan sebutan bermacam-macam, berbeda-
beda sesuai dengan keyakinannya. Tak terkecuali Agama Hindu di Bali, oleh karana itu
apa yang disebut dengan:
a. Animisme
b. Pantheisme
c. Totemisme
d. Monotheisme
3. Semua Agama memiliki dasar-dasar keyakinan yang merupakan Iman dan Taqwa, dalam
Agama Hindu disebut Sradha dan Bhakti. Sebutkan dan jelaskan dasar-dasar keimanan
dalam Agama Hindu (Pancasradha)
4. Kerangka dasar dalam Agama Hindu meliputi Tatwa, Susila, dan Upacara, ketiganya
memiliki hubungan dan kontribusi satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan
dalam mencapai tujuan hidup. Tatwa berisi tentang membahas ketuhanan, sedangkan
susila tentang baik buruk/moral/etika dan upacara adalah tentang ritual. Dalam ajaran
susila berisi ajaran tentang berpikir yang benar, berkata yang benar dan berbuat yang
benar. Coba sebutkan uraian dari pada Tri Kaya Parisudha tersebut.
5. Dalam Agama hindu sudah diatur fase serta pembabakan dalam tingkat kehidupan yang
disebut dengan catur asrama. Sebutkan dan jelaskan masing-masing asrama tersebut.
Jawaban
Kerajaan bercorak Hindu di Indonesia yang muncul pertama kali adalah Kerajaan Kutai yang
terletak di daerah Muara Kaman, lebih tepatnya di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Itulah alasan kerajaan ini dinobatkan sebagai kerajaan bercorak Hindu tertua di tanah air, karena
merupakan kerajaan pertama. Kutai, didirikan oleh Kudungga pada masa abad ke-44 Masehi, hal
tersebut dibuktikan dengan ditemukannya sebuah peninggalan berupa Yupa. Peninggalan
tersebut merupakan tiang batu yang digunakan untuk mengikat hewan korban yang akan
dipersembahkan kepada para Brahmana pemilik kasta tertinggi.
Raja-raja
Kudungga
Raja Kudungga merupakan raja pertama yang berkuasa di Kerajaan Kutai dan merupakan pendiri
kerajaan tersebut untuk pertama kalinya. Raja Kudungga memiliki nama yang berasal dari
bahasa lokal yang belum dipengaruhi oleh budaya luar. Hal tersebut membuktikan bahwa pada
masa kerajaan Kutai berdiri, kepercayaan Hindu baru masuk ke wilayahnya.
Aswawarman
Kekuasaan Kudungga dilanjutkan oleh putranya yaitu Raja Aswawarman yang diketahui dari
Yupa merupakan raja yang cakap dan kuat pada zamannya. Pada masa pemerintahan
Aswawarman, kerajaan Kutai mulai memperluas wilayah kekuasaan yang dibuktikan dengan
dilakukannya upacara Asmawedha pada masa tersebut.
Mulawarman
Selanjutnya kekuasaan diambil alih oleh Raja Mulawarman yang merupakan putra mahkota dari
Raja sebelumnya yaitu Aswawarman. Menurut sejarah, Raja Mulawarman merupakan raja
terbesar dari kerajaan Kutai karena pada masa pemerintahannya kerajaan ini mengalami
kemajuan dan kejayaan yang luar biasa.
Peninggalan-peninggalan Kerajaan Kutai
- Tujuh Buah Prasasti Yupa
Salah satu bukti kehadiran Kerajaan Kutai di Indonesia ditandai dengan
ditemukannya peninggalan prasasti yang berwujud Yupa. Yupa yang ditulis
menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta tersebut berbentuk seperti
tiang batu, yang digunakan untuk mengikat kurban untuk persembahan kepada
Dewa. Prasasti Yupa berisi tentang kehidupan politik, kehidupan sosial,
kehidupan berbudaya, dan kehidupan agama.
Pada prasasti tersebut, diceritakan bahwa Raja Mulawarman merupakan
cucu dari Raja Kudungga, raja pertama Kerajaan Kutai serta putra dari Raja
Aswawarman. Dituliskan bahwa Raja Mulawarman merupakan raja yang
tegas, kuat, sabar, sekaligus dermawan. Masih tentang kehidupan politik,
tertulis pula bahwa Kerajaan Kutai mengadakan Upacara Aswamedha, yakni
upacara pelepasan kuda untuk menentukan batas wilayah Kerajaan Kutai.
Upacara ini terjadi di masa pemerintahan Aswawarman.
Untuk kehidupan sosial, tercatat di Prasasti Yupa bahwa masyarakat sudah
banyak yang menganut agama Hindu, sehingga pola pengaturan kerajaan
kepada masyarakat sangat teratur seperti pemerintahan Kerajaan India.
Dituliskan pula bahwa kehidupan sosial masyarakat sudah berkembang serta
mulai menerima unsur kehidupan sosial dari India.
Prasasti Yupa dari aspek kehidupan berbudaya mencatat bahwa
masyarakat sudah sangat erat dengan agama Hindu, terutama karena pengaruh
kebudayaan Kerajaan Pallawa. Selain itu, Prasasti Yupa adalah hasil budaya
masyarakat Kutai yang diwariskan dari budaya nenek moyang Indonesia pada
jaman Megalithikum.
- Ketopong Sultan
Ketopong Sultan yaitu mahkota raja dari Kerajaan Kutai yang terbuat dari
bahan-bahan emas dengan berat 1,98 kg. Mahkota Ketopong Sultan
ditemukan sekitar tahun 1890 di daerah Muara Kaman, Kutai Kartanegara.
Hingga sekarang mahkota tersebut masih tersimpan rapi di Musem Nasional
Jakarta.
- Kalung Uncal
Kalung Uncal merupakan kelengkapan utama atribut Raja Kutai selain
Mahkota Emas (Ketopong Sultan) yang dipakai semenjak Kutai Martadipura
bisa dijajah dan ditaklukkan. Kalung Uncal ini adalah benda pusaka turun
menurun yang dipergunakan jika hendak melakukan penobatan Raja. Kalung
Uncal berbahan emas ini memiliki bobot 170 gram dengan hiasan liontin
berelief Kisah Ramayana.
- Kalung Ciwa
Peninggalan Kerajaan Kutai selanjutnya yaitu Kalung Ciwa. Kalung ini
ditemukan oleh warga di sekitar Danau Lipan, Muara Kaman pada 1890.
Hingga sekarang Kalung Ciwa ini masih dipakai sebagai perhiasan kerajaan
yang juga digunakan oleh raja ketika ada pesta pengangkatan raja baru.
- Kura-Kura Emas
Kura-Kura emas merupakan salah satu peninggalan sejarah dari Kerajaan
Kutai yang sekarang berada di Museum Mulawarman. Benda sebesar setengah
kepalan tangan ini merupakan salah satu persembahan pangeran yang berasal
dari Kerajaan China kepada Putri Sultai Kutai yang bernama Aji Bidara Putih.
Kura-kura emas ini terbuat dari emas 23 karat. Kura-kura emas ini merupakan
perwujudan Dewa Wisnu yang digunakan untuk melantik Raja Kutai.
Indrawarman (702 M)
Rudra Wikrama (728-742 M)
Sangramadhananjaya (775 M)
Dharanindra/Rakai Panangkaran (778 M)
Samaragrawira/Rakai Warak (782 M)
Dharmasetu (790 M)
Samaratungga/Rakai Garung (792 M)
Balaputradewa (856 M)
Setelah kerajaan Kutai, munculah kerajaan baru bernama Tarumanegara yang kini dipercaya
sebagai kerajaan Hindu tertua kedua di Indonesia. Nama Tarumanegara berasal dari dua kata
yaitu Taruma dan Negara yang keduanya memiliki arti sungai Citarum dan negara. Kerajaan ini
didirikan pada tahun 358 Masehi dan terletak di tepi Sunga Citarum, Banten. Menurut sejarah,
Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman yang sebelumnya merupakan
seorang raja yang berhasil meloloskan diri dari musuh ke Nusantara. Sebelum mendirikan
Tarumanagara, sang raja juga memiliki kerajaan di daerah lain.
Raja-raja
Jayasingawarman
Raja pertama dan merupakan pendiri kerajaan Tarumanegara yang memerintah selama 24 tahun
lamanya, mulai dari tahun 358 hingga tahun 382 Masehi. Sebelum menjadi raja di
Tarumanegara, Raja Jayasingawarman merupakan pewaris tahta di kerajaan Salakanagara untuk
menggantikan ayah mertuanya.
Namun, karena daerah kekuasaanya di serang oleh musuh maka sang raja memindahkan pusat
pemerintahan kerajaan di daerah pasundan dan berganti nama menjadi kerajaan Tarumanegara,
Dharmayawarman
Purnawarman
Purnawarman berkuasa dari tahun 395 hingga 434 Masehi sebagai raja ke-3 kerajaan
Tarumanegara sekaligus raja terbesar sepanjang sejarahnya. Raja Purnawarman menggantikan
posisi ayahnya yaitu Dharmayawarman dan memiliki gelar Sang Pramdara Saktipurusa. Di
bawah kepemimpinannya, Tarumanegara berhasil meraih zaman keemasan.
- Prasasti Jambu
Prasasti Jambu dikenal pula dengan sebutan Prasasti Pasir Koleangkak.
Pasalnya, prasasti ini ditemukan di bukit Koleangkak, perkebunan jambu.
Letaknya yakni 30 km sebelah barat dari kota Bogor. Prasasti ini ditemukan
oleh Jonathan Rigg pada 1854 dan terletak di atas Gunung Batutulis (Pasir
Koleangkak). Lokasi ditemukannya prasasti ini masuk ke dalam wilayah
perkebunan karet “Sadeng Djamboe” yang terletak di Desa Parakanmuncang,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.
Prasasti ini ditulis dengan huruf Pallawa dan Bahasa Sansekerta. Isi dari
prasasti ini adalah ”Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya,
adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termashur Sri
Purnawarman, yang sekali waktu (memerintah) di Tarumanegara dan yang
baju zirahnya yang terkenal tiada dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah
sepasang telapak kakinya, yang senantiasa berhasil menggempur musuh,
hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging musuh-
musuhnya”.
Raja-raja
- Candi Dieng
Kelompok Candi Dieng termasuk candi bercorak Hindu, yang letaknya
berada di Kecamatan Kejajar, berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara.
Candi yang tersebar di dataran tinggi Dieng terdiri atas beberapa candi yang
berdiri sendiri maupun candi yang membentuk satu kompleks kecil. Candi-
candi tersebut dinamai dengan nama tokoh-tokoh wayang, seperti Candi
Bima, Candi Arjuna, Candi Gatotkaca, Candi Puntadewa, Candi Srikandi, dan
Candi Semar. Tokoh yang membangun Candi Dieng belum dapat dipastikan,
hanya saja pembangunannya diperkirakan berlangsung antara abad ke-7
sampai abad ke-13.
- Prasasti Canggal
Prasasti Canggal dibuat tahun 654 Saka atau 732 Masehi. Prasasti ini
peninggalan Dinasti Sanjaya. Tulisan di atas prasasti menggunakan huruf
Pallawa dalam bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan tentang Raja Sanjaya
yang memerintahkan didirikannya sebuah lingga Siwa di atas Bukit
Kuntjarakunja. Disebutkan pula bahwa Jawadwipa (Pulau Jawa) yang kaya
akan hasil bumi diperintah oleh Raja Sannaha dan anaknya Raja Sanjaya. Di
masa kekuasaan mereka, wilayah Kerajaan Mataram Kuno diperluas
mencapai Bali.
- Prasasti Balitung
Prasasti Balitung disebut juga dengan prasasti Mantyasih atau prasasti
Kedu. Prasasti ini dibuat pada tahun 829 Saka atau 907 Masehi oleh Raja Diah
Balitung. Prasasti yang terbuat dari tembaga ini berisikan nama-nama raja
yang pernah memerintah Kerajaan Mataram Kuno selama Dinasti Sanjaya
berkuasa hingga masa Raja Diah Balitung. Selain itu, prasasti ini juga
mengisahkan Diah Balitung yang memberi hadiah lima patih yang dianggap
berjasa kepada kerajaan.
Kerajaan Hindu yang terkenal pada masanya adalah Kerajaan Singasari yang berdiri sekitar
tahun 1222 Masehi, tepat setelah terjadinya perang raja terakhir kerajaan Kediri yaitu Kertajaya
dengan Ken Arok. Pada saat perang berlangsung, Ken Arok berhasil menggulingkan kekuasaan
kerajaan Kediri. Kerajaan Singosari berdiri karena adanya dukungan dari para Brahmana juga.
Raja-raja
Ken Arok, pada masa pemerintahannya Raja Ken Arok lebih memilih untuk fokus
membersihkan namanya dengan mendirikan dinasti Girindrawangsa dari banyaknya
skandal yang beredar. Mulai dari membunuh Mpu Gandring, Tunggal Ametung dan
mengawini Ken Dedes dan memberontak terhadap Kerajaan Kediri.
Anusapati, raja kedua yang juga merupakan putra dari raja sebelumnya. Raja Anusapati
memiliki banyak sekali perilaku buruk. Ia sangat senang melakukan hal-hal yang
melanggar seperti sabung ayam, bahkan ia juga yang membunuh Ken Arok ayahnya
sendiri.
Tohjaya, raja setelah Anusapati ini merupakan anak Ken Arok juga. Ia merebut
kekuasaan Anusapati dengan cara membunuhnya dengan keris yang sama digunakan
untuk membunuh Ken Arok.
Wisnuwardhana/Ranggawuni, kedua raja tersebut memimpin kerajaan Singosari setelah
berhasil menggulingkan Tohjaya. Penggulingan raja sebelumnya dilakukan atas dasar
tuntutan terhadap hak kekuasaan bersama Mahisa Cempaka.
Kartanegara, Raja termuda di sepanjang sejarah kerajaan Singosari. Meskipun menjadi
raja saat usia muda, Kartanegara tergolong raja yang ulung namun totaliter. Kebijakan
yang diambil olehnya didukung oleh rakyat namun juga menimbulkan kebencian.
- Candi Jago
Lokasi candi terletak di Kabupaten Malang atau sekitar 22 KM ke arah
timur Kota Malang, tepatnya di Dusun Jago, Kecamatan Tumpang. Bagi
masyarakat setempat julukan terhadapat candi tersebut ialah Candi Cungkup
atau Candi Tumpang. Berdirinya candi ,dilatarbelakangi untuk menghormati
raja keempat Kerajaan Singosari, Sri Jaya Wisnuwardhana (1248-1268) oleh
anaknya yaitu, raja Kertanegara. Kemudian, dalam pupuh 41 gatra keempat
Negarakertagama tertulis bahwa Raja Wisnuwardhana menganut agama
Syiwa Budha, yakni aliran keagaaman campuran antara Hindu dan Budha.
- Candi Kidal
Candi Kidal terletak di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tepatnya di Desa
Rejokidal, Kecamatan Tumpang. Candi ini berjarak sekitar 20 kilometer ke
arah timur dari kota Malang. Dibangun pada 1248 Masehi, tak lama pasca
upacara pemakaman “Cradha” yang diadakan untuk Raja Anusapati. Ciri khas
atau keunikan dari Candi Kidal terletak pada ketiga relief cerita Garudeya
berbentuk fragmen yang dipahatkan pada kaki candi. Pada relief pertama
menunjukan gambar Garuda yang tengah menggendong 3 ekor ular besar,
relief kedua melukiskan Garuda dengan kendi di atas kepala, dan relief
terakhir Garuda menyangga seorang perempuan. Relief Garudeya ini
menggambarkan bakti Raja Anusapati kepada ibunya Kendedes.
- Prasasti Singasari
Prasasti Singhasari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari,
Kabupaten Malang, Jawa Timur dan sekarang disimpan di Museum Gajah.
Ditulis dengan Aksara Jawa. Prasasti ini ditulis untuk mengenang
pembangunan sebuah caitya atau candi pemakaman yang dimainkan oleh
Mahapatih Gajah Mada. Paruh pertama prasasti ini merupakan pentarikhan
tanggal yang sangat terperinci, termasuk pemaparan kedudukan benda-benda
angkasa. Paruh kedua mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu untuk
pariwara pembangunan sebuah caitya.
F. Kerajaan Kediri, Jawa Timur
Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan Hindu yang terletak diujung timur Pulau Jawa,
yaitu di provinsi Jawa Timur. Kerajaan Kediri muncul karena adanya perpecahan antara
Kerajaan Medang dengan ibukota Daha. Hal tersebut dikarenakan perebutan kekuasaan antara
kedua putra mahkota dari Raja Airlangga.
Raja-raja
Raja Jayawarsa, raja yang memimpin kerajaan Kediri untuk pertama kalinya. Hal ini
dibuktikan dengan adanya peninggalan berupa prasasti Sirah Keting (1104 M)
Raja Bameswara, pada masa kepemimpinannya Kerajaan Kediri berada di masa yang
stabil dan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya prasasti yang banyak memuat
tentang hal-hal mengenai keagamaan dan kepercayaan.
Prabu Jayabaya, raja yang menjadikan seluruh rakyat kerajaan Kediri makmur dengan
hasil perkebunan dan pertanian yang melimpah.
Raja Saweswara, raja kerajaan Kediri yang terkenal dengan ketaatan kepada agama dan
senang berbudaya.
Raja Aryeswara, berkuasa pada tahun 1171 Masehi dengan gelar Abhisekanya.
Raja Gandra, saat memimpin kerajaan Kediri terdapat hal unik yang ia lakukan, yaitu
memberikan gelar kepangkatan dalam istana dengan nama hewan.
Raja Kameswara, menurut sejarah pada masa kepemimpinannya kerajaan Kediri
mengalami perkembangan dan kemajuan yang pesat. Terbukti dari kitab yang ditemukan
yaitu kitab Smaradhana yang ditulis oleh Mpu Dharmaja.
Raja Kertajaya, pemerintahannya berlangsung selama 32 tahun lamanya dan sangat
terkenal dengan nama “Dandang Gendis”. Pada masa ini, kerajaan Kediri mulai terpuruk
karena hubungan sang Raja dengan kaum Brahmana juga memburuk. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya perang antara Raja dan Ken Arok.
- CandiPenataran
Candi Penataran terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok,
Kabupaten Blitar. Dibanding candi-candi di Jawa Timur lainnya, kompleks
Candi Penataran merupakan yang terluas dan terlengkap unsur-unsurnya.
Kompleks candi seluas 1,5 hektar ini terdiri dari tiga halaman. Pada halaman
ketiga, terdapat bangunan candi induk dengan ukuran terbesar. Di sebelah
selatan candi induk ini terdapat prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Srengga
dari Kerajaan Kediri. Isi prasasti tersebut adalah tentang peresmian sebuah
perdikan untuk kepentingan Sira Paduka Batara Palah (Candi Penataran).
- Kitab Bharatayudha
Kitab Bharatayudha ditulis pada zaman Raja Jayabaya, untuk memberikan
gambaran terjadinya perang saudara antara Panjalu melawan Jenggala. Perang
saudara tersebut digambarkan dengan perang antara Kurawa dan Pandawa
yang masing-masing merupakan keturunan Barata. Kitab Bharatayudha adalah
karangan Mpu Tantular dan Mpu Panuluh.
- Kitab Smaradhana
Kitab Smaradahana ditulis pada zaman Raja Kameswari oleh Mpu
Darmaja, yang terkenal dengan karyanya Cerita Panji. Isi kitab ini
menceritakan tentang sepasang suami istri, Smara dan Rati, yang menggoda
Dewa Syiwa yang sedang bertapa. Smara dan Rati akhirnya terkena kutukan
dan mati terbakar oleh api (dahana) karena kesaktian Dewa Syiwa. Akan
tetapi, mereka dihidupkan kembali dan menjelma sebagai Kameswara dan
permaisurinya.
G. Kerajaan Bali
Kerajaan Bali berdiri sekitar abad ke-10 hingga awal abad ke-20. Saat berdiri, Kerajaan Bali
berada di bawah kepemimpinan Dinasti Warmadewa. Saat itu, agama yang berkembang adalah
Buddha. Selang beberapa tahun kemudian, agama Hindu mulai masuk dan banyak dianut
warganya. Pusat dari kerajaan Bali terletak di Bedulu, Gianyar. Letak dari kerajaan Bali ini dekat
dengan Pulau Jawa bagian Timur. Keduanya memiliki kedekatan dalam hubungan kebudayaan,
termasuk ikatan dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Kepemimpinannya sangat dihormati dan
dicintai karena perhatiannya yang sangat besar kepada rakyat. Karena kemuliaannya, bahkan ia
dianggap sebagai penjelmaan dari kebenaran hukum. Ia juga membangun sebuah tempat
pertapaan (prasada) di Gunung Kawi yang lokasinya berdekatan dengan Istana Tampak Siring.
Bangunan tersebut memiliki ciri khas yang unik berupa pahatan menyerupai candi. Pada bagian
dasarnya terdapat gua pertapaan. Hingga saat ini, bangunan pertapaan tersebut masih terawat dan
dilestarikan dengan baik dan juga menjadi salah satu objek wisata yang kerap dikunjungi oleh
para wisatawan di Bali. Sepeninggalan Marakata, tahta kerajaan diwariskan kepada putranya
yang bernama Anak Wungsu mulai tahun 1049 hingga 1077. Anak Wungsu meninggalkan 28
buah prasasti dan merupakan prasasti terbanyak dibanding raja-raja yang sempat memimpin
sebelumnya. Anak Wungsu sendiri tidak memiliki keturunan. Ia wafat dan kemudian
didharmakan di daerah Gunung Kawi. Pada tahun 1430, Kerajaan Bali dipimpin oleh Raja
Dalem Bedahulu, sebelum kemudian dikuasai Gajah Mada dari Majapahit.
Raja-raja
Sri Kesari Warmadewi
Di dalam Prasasti Blanjong bertuliskan angka tahun 914 menyebutkan istana kerajaan
berada di wilayah Singhadwalawa.
Ratu Sri Ugrasena memimpin sejak tahun 915 hingga 942 dan istananya pada saat itu
didirikan di Singhamandawa. Selama masa kepemimpinannya, Ratu Sri Ugrasena
meninggalkan 9 buah prasasti. Prasasti tersebut secara keseluruhan berisi pembebasan
pajak pada daerah-daerah tertentu.
Jayasingha Warmadewa
Ada pro dan kontra mengenai Jayasingha Warmadewa. Ada yang mengatakan bahwa ia
bukan keturunan Tabanendra, sebab di tahun 960 M bersamaan dengan masa
kepemimpinan Tabanendra, Jayasingha Warmadewa telah menjadi raja. Kemungkinan
lainnya, ia adalah seorang putra mahkota yang telah diangkat menjadi raja sebelum
ayahnya turun takhta. Semasa pemerintahannya, ia membuat sebuat telaga atau
pemandian dari sumber suci di Desa Manukraya. Pemandian tersebut kini dikenal dengan
nama Tirta Empul yang letaknya berada di dekat Tampaksiring. Raja Jayasingha
Warmadewa memimpin kerajaan hingga tahun 975 Masehi.
Pada saat pemeritahan Udayana, Kerajaan Bali mencapai puncak kejayaan. Ia memimpin
kerajaan bersama sang permaisuri yang bernama Mahendradatta, seorang putri dari
seorang raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Sebelum Udayana diangkat
menjadi raja, banyak yang menduga bahwa beliau pernah berada di Jawa Timur karena
namanya tercatat dalam Prasasti Jalatunda. Pernikahan antara Udayana dan
Mahendradatta menjadikan pengaruh kebudayaan Jawa di Bali menjadi semakin
berkembang. Misalnya, bahasa Jawa Kuno mulai dipergunakan dalam penulisan prasasti.
Selain itu, pembentukan dewan penasihat mulai dilakukan seperti pada umumnya
pemerintahan kerajaan-kerajaan di Jawa.
Marakata
Anak Wungsu
Anak Wungsu bergelar Paduka Haji Anak Wungsu Nira Kalih Bhatari Lumah i Burwan
Bhatara Lumah i Banu Wka. Beliau adalah Raja Bali Kuno yang paling banyak
meninggalkan prasasti dengan jumlah lebih dari 28 buah prasasti dan telah tersebar di
Bali Utara, Bali Tengah, dan Bali Selatan.
- Prasasti Panglapuan
Prasasti Panglapuan adalah peninggalan kerajaan Bali yang berisi pesan
tentang para penguasa kerajaan seperti Udayana, Jayapangus dan Anak
Wungsu.