Anda di halaman 1dari 15

Kapita Selekta Sejarah

Kelompok 1

Nama Kelompok:

– Salsabilla Rhamadanti (2019 1550 0010)


– Nurul Azizah (2019 1550 0020)
– Nurzufaisah (2019 1550 0011)
– Afifah Zhafirah Balqis (2019 1550 0039)
– Eka Andi Warniti (2019 1550 0055)
– Sinta Rokyyana Manurung (2019 1550 0074)
– Alya Alief Utami (2019 1550 0085)

1) Menjelaskan proses masuk dan berkembangnya Hindu-Budha ke Indonesia.


Masuknya agama Hindu Budha ke Indonesia secara pasti belum diketahui. Tetapi pada
tahun 400 M dipastikan agama Hindu-Budha telah berkembang di Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan penemuan prasasti pada Yupa di Kalimantan Timur. Prasasti tersebut
menunjukkan bahwa telah berkembang kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dengan
adanya kerajaan pada tahun 400 M, berarti agama Hindu Budha masuk ke Indonesia
sebelum tahun tersebut.
Terdapat beberapa pendapat atau teori tentang pembawa agama Hindu Budha ke
Indonesia. Teori-teori itu adalah sebagai berikut .
 Teori Brahmana, menyatakan bahwa penyebaran pengaruh Hindu ke Indonesia
dibawa kaum Brahmana.
 Teori ksatria, menyatakan bahwa penyebar pengaruh Hindu ke Indonesia adalah
orang-orang India yang berkasta ksatria. Di Indonesia mereka kemudian
mendirikan kerajaan-kerajaan serta menyebarkan agama Hindu.
 Teori Waisya, menyatakan bahwa penyebar agama Hindu ke Indonesia adalah
orang-orang india yang berkasta Waisya. Para penyebaran pengaruh Hindu itu
terdiri atas para pedagang dari India.
 Teori Arus Balik, menyatakan bahwa para penyebar pengaruh Hindu ke Indonesia
adalah orang-orang Indonesia sendiri. Mereka mula-mula diundang atau datang
sendiri ke India untuk belajar Hindu. Setelah mengusai ilmu tentang agama
Hindu, mereka kemudian kembali ke Indonesia dan menyebarkan pengaruh Hindu
di Indonesia.

Keempat teori tentang penyebaran agama Hindu ke indonesia tersebut masing-masing


memiliki kebenaran dan kelemahannya. Kaum Ksatria dan Waisya, tidak memiliki
kemampuan menguasai Kitab Suci Weda. Sementara kaum Brahmana tidak dibebani
untuk menyebarkan agama Hindu walaupun mereka dapat membaca kitab suci Weda.
Kaum Brahmanapun memiliki pantangan menyeberangi laut. Yang paling mungkin
adalah, orang-orang Indonesia datang belajar ke India untuk mempelajari agama Hindu,
kemudian merekalah yang menyebarkan agama tersebut ke Indonesia. Penyebaran ini
menjadi lebih efektif, karena orang-orang Indonesia jauh lebih memahami mengenai
kondisi sosial, adat dan budaya negerinya sendiri.

Sumber: Sudrajat. (2012). Sejarah Indonesia Masa Hindu-Budha.

2) Menjelaskan kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Budha di Indonesia.


a) Kerajaan Kutai
Di daerah Muarakaman tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur berdirilah
kerajaan pertama di Indonesia pada tahun 400 M. Kerajaan tersebut bernama
kerajaan Kutai. Sungai Mahakam dapat dilayari dari pantai sampai masuk ke
Muarakaman, sehingga baik untuk kegiatan perdagangan. Sungai yang cukup
besar tersebut masih ramai oleh lalu lintas air sejak masa praaksara hingga
sekarang.
Para ahli arkheologi dan sejarah mempelajari peninggalan berupa bangunan batu.
Bangunan tersebut disebut Yupa, yang berupa sebuah tugu peringatan. Artinya
bangunan tugu tersebut didirikan sebagai tanda adanya suatu peristiwa penting
misalnya upacara korban sedekah. Terdapat tujuh buah Yupa yang ditemukan di
daerah tersebut. Apa keistimewaan yupa yang ditemukan di Kalimantan Timur
tersebut? Pada salah satu Yupa, ditemukan prasasti. Dalam prasasti yupa terdapat
tulisan dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Berdasar bentuk hurufnya
para ahli yakin bahwa yupa dibuat sekitar abad ke-5 M. Dalam prasasti juga
menyebutkan silsilah raja-raja Kutai.
Salah satu dari yupa diterangkan bahwa Kudungga mempunyai putra bernama
Aswawarman. Aswawarman mempunyai tiga anak dan yang terkenal adalah
Mulawarman. Prasasti Yupa menunjukkan bahwa pendirian Yupa sebagai
perintah Raja Mulawarman. Beliau dipastikan seorang Indonesia asli. Kudungga
bukan pendiri kerajaan, tetapi anaknya yang bernama Aswawarman. Hal tersebut
disebut dalam Wamsakerta atau pendiri keluarga. Diperkirakan Aswawarman-lah
yang sudah menganut Hindu secara penuh sedang Kudungga belum.
Raja Mulawarman sebagai raja terbesar di Kutai yang memeluk agama Hindu-
Siwa. Beliau sangat dekat dengan kaum Brahmana dan rakyat, hal ini dibuktikan
dengan pemberian sedekah untuk upacara keagamaan. Upacara korban sapi juga
menunjukkan bahwa rakyat cukup hidup makmur, kehidupan keagamaan dijaga
dengan baik, dan rakyat sangat mencintai rajanya. Kehidupan ekonomi
masyarakat diperkirakan sebagian besar adalah sebagai petani dan pedagang.
Masyarakat Kutai sebelumnya tidak mengenal kasta. Setelah agama Hindu
masuk, maka mulailah pengaruh kasta masuk dalam lapisan masyarakat. Hal ini
dibuktikan dengan upacara Vratyastoma oleh Kudungga. Vratyastoma,
merupakan upacara penyucian diri untuk masuk pada kasta ksatria sesuai
kedudukannya sebagai keluarga raja.
Kelanjutan kerajaan Kutai setelah Mulawarman tidak menunjukkan tanda-tanda
yang jelas. Namun periode setelah abad V M, berkembanglah kerajaan-kerajaan
Hindu Budha di berbagai daerah lain Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pada
fase selanjutnya agama Hindu Budha berkembang pesat di berbagai daerah
Indonesia.
b) Kerajaan Tarumanegara.
Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan, para ahli meyakini letak pusat
Kerajaan Tarumanegara kira-kira di antara Sungai Citarum dan Cisadane. Dari
namanya, Tarumanegara dari kata taruma, mungkin berkaitan dengan kata tarum
yang artinya nila. Kata tarum dipakai sebagai nama sebuah sungai di Jawa Barat
yakni Sungai Citarum. Kebanyakan ahli yakin kerajaan ini pusatnya dekat kota
Bogor Jawa Barat.
Apa saja bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara? Bukti-bukti sebagian besar
berupa prasasti, terutama peninggalan raja terkenal Tarumanegara yang bernama
Raja Purnawarman. Prasasti-prasasti tersebut antara lain prasasti Ciaruteun,
prasasti Kebon Kopi, prasasti Tugu, Prasasti Lebak, prasasti Muara Cianten, dan
prasasti Pasair Awi. Prasasti-prasasti itu umumnya bertulis huruf Pallawa dan
menggunakan bahasa Sansekerta.
– Prasasti Ciaruteun
Di dekat muara tepi Sungai Citarum, ditemukan prasasti yang dipahat
pada batu. Pada prasasti tersebut terdapat gambar sepasang telapak kaki
Raja Purnawarman. Sepasang telapak kaki tersebut Raja Purnawarman
diibaratkan sebagai telapak kaki Dewa Wisnu.
– Prasasti Kebon Kopi
Prasasti Kebon Kopi terdapat di Kampung Muara Hilir, Kecamatan
Cibung-bulang, Bogor. Pada prasasti ini ada pahatan gambar tapak kaki
gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata (gajah kendaraan
DewaWisnu).
– Prasasti Jambu
Di sebuah perkebunan jambu, Bukit Koleangkok, kira-kira 30 km sebelah
barat Bogor ditemukan pula prasasti. Karena ditemukan di perkebunan
Jambu, sehingga dinamakan Prasasti Jambu. Disebutkan dalam prasasti
bahwa Raja Purnawarman adalah raja yang gagah, pemimpin yang
termasyhur, dan baju zirahnya tidak dapat ditembus senjata musuh.
Prasasti ini menggambarkan bagaimana kebesaran Raja Purnawarman.
– Prasasti Tugu
Ternyata prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara menyebar di
berbagai tempat. Salah satunya adalah prasasti yang ditemukan di Desa
Tugu, Cilincing, Jakarta. Prasasti ini diberi nama Prasasti Tugu, yang
menerangkan tentang penggalian saluran Gomati dan Sungai
Candrabhaga.
– Prasasti Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Bogor.
– Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten ditemukan di daerah Bogor.
– Prasasti Lebak
Prasasti Lebak ditemukan di tepi Sungai Cidanghiang, Kecamatan
Muncul, Banten Selatan. Prasasti ini menerangkan tentang keperwiraan,
keagungan, dan keberanian Purnawarman sebagai raja dunia.

Prasasti-prasasti di atas menunjukkan kebesaran Kerajaan Tarumanegara sebagai


kerajaan pengaruh Hindu Budha di Jawa. Dapat dikatakan bahwa Tarumanegara
merupakan kerajaan Hindu Budha terbesar pertama di Jawa.

c) Kerajaan Kaling
Kerajaan Kaling atau Holing, diperkirakan terletak di Jawa Tengah. Hal ini
didasarkan bahwa berita China tersebut menyebutkan bahwa di sebelah timur
Kaling ada Po-li (Bali sekarang), di sebelah barat Kaling terdapat To-po-Teng
(Sumatra), sedangkan di sebelah utara Kaling terdapat Chen-la (Kamboja) dan
sebelah selatan berbatasan dengan samudera. Di Kerajaan Keling, Agama Budha
berkembang pesat. Bahkan pendeta Cina bernama Hwining pernah datang di
Kaling dan tinggal selama tiga tahun untuk menerjemahkan kitab suci agama
Budha Hinayana ke dalam bahasa Cina. Dalam usaha menerjemahkan kitab itu
Hwi-ning dibantu oleh seorang pendeta Kaling bernama Jnanabadra.
d) Kerajaan Mataram
Di Jawa Tengah pernah berkembang kerajaan besar pada masa Hindu Buddha.
Namanya lebih dikenal dengan Mataram kuno. Nama Mataram kuno digunakan
untuk menunjuk Kerajaan Mataram pada masa pengaruh Hindu Budha. Sebab
pada perkembangan selanjutnya muncul Kerajaan Mataram yang juga berlokasi di
Jawa Tengah juga. Namun kerajaan yang muncul kemudian ini merupakan
kerajaan Mataram yang bercorak Islam.
e) Kerajaan Sriwijaya
pada sekitar abad ke-7, di pantai Sumatra Timur telah berkembang berbagai
kerajaan. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain Tulangbawang, Melayu, dan
Sriwijaya. Sriwijaya merupakan kerajaan yang berhasil berkembang mencapai
kejayaan. Pada tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan ekspansi ke daerah sekitar
Melayu. Sebagaimana halnya kerajaan-kerajaan Hindu Budha lainnya, prasasti
merupakan salah satu sumber sejarah utama. Prasasti-prasasti peninggalan
Kerajaan Sriwijaya sebagian besar ditulis dengan huruf Pallawa. Bahasa yang
dipakai Melayu Kuno.

f) Kerajaan Kediri.
Munculnya Kerajaan Kediri erat kaitannya dengan kelanjutan Kerajaan Panjalu
dan Jenggala. Panjalu di bawah Samarawijaya dan Jenggala di bawah Panji
Garasakan terjadi konflik. Akhirnya pada tahun 1052 terjadilah pertempuran
antara kedua kerajaan. Kerajaan Jenggala memenangkan pertempuran.
Selanjutnya Panjalu dan Jenggala di bawah pemerintahan Panji Garasakan (raja
Jenggala). Perkembangan berikutnya Kerajaan ini lebih dikenal dengan nama
Kerajaan Kediri dengan ibu kotanya di Daha.

Sudrajat. (2012). Sejarah Indonesia Masa Hindu-Budha.

3) Menjelaskan pengaruh Hindu-Budha pada kehidupan masyarakat Indonesia dalam bidang


agama, politik, sosial, budaya dan pendidikan.
 Perkembangan pendidikan di Indonesia dapat dilihat sejak zaman Hindu-Budha
pada abad ke-5 M. Sejak zaman itu, perkembangan yang terjadi menjadi
gambaran bahwa pendidikan telah berlangsung sesuai dengan tuntutan zaman
yang berbeda-beda dengan penyesuaian ideologi, tujuan, serta pelaksanaannya.
Pada masa itu, pendidikan sangat erat kaitannya dengan keagamaan. Munculnya
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh persentuhan kebudayaan antara daerah Nusantara dengan India sebagai
tempat kelahiran kedua agama tersebut. Persentuhan kebudayaan ini terjadi
sebagai salah satu akibat dari hubungan yang dilakukan antara orang-orang India
dengan orang-orang yang ada di Nusantara, terutama karena daerah Nusantara
merupakan jalur perdagangan strategis yang menghubungkan antara India dan
Cina. Masuknya pengaruh kebudayaan India yang terjadi karena hubungan
dagang dengan India telah menimbulkan perubahan keadaan sosial-budaya
masyarakat setempat. Masuknya agama dan kebudayaan dari india yaitu Hindu
Budha ke Indonesia memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan
kebudayaan di Indonesia, seperti seni bangunan, seni rupa dan relief, sistem
pemerintahan, sistem kepercayaan dan lain-lain. Hal ini lambat laun para ketua
adat di negeri kita masa itu berusaha menyamai raja di India. Para ketua adat
berkeinginan untuk dinobatkan atau menobatkan diri menjadi raja-raja lokal.
Struktur sosial yang pada awalnya bersifat tidak mengenal stratifikasi sosial yang
tegas juga turut berubah. Dengan adanya hal tersebut, maka timbullah dua
golongan manusia, yaitu: golongan yang dijamin dan golongan yang menjamin.
Rakyat jelata berstatus sebagai yang menjamin, sedangkan raja dengan para
pegawainya berstatus sebagai yang dijamin. Sebagaimana terdapat stratifikasi
sosial berdasarkan kasta di India, yakni: kasta Brahmana, Ksatria, Waisa, Syudra,
dan Paria. Walaupun stratifikasi sosial semacam itu tidak berlaku secara
menyeluruh di dalam masyarakat kita (misal: bagi penganut animisme, dinamisme
dan Budha yang juga telah ada saat itu), namun batas kelas sosial diantara yang
dijamin dan yang menjamin tampak jelas terlihat. Menurut para ahli, pada abad ke
5 Masehi telah dimulailah zaman sejarah di negeri Indonesia. Hal ini ditandai
Landasan Historis dengan ditemukannya tulisan huruf Palawa bahasa Sansekerta
sebagai tulisan tertua oleh para ilmuwan sejarah di dekat Bogor dan Kutai. Sistem
pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia sepenuhnya bermuatan agama
semenjak periode awal berkembangnya agama Hindu-Budha di Indonesia.
Pelaksanaan pendidikan keagamaan Hindu-Budha berada di padepokan-
padepokan, pertapaan, pura dan keluarga. Ajaran Hindu-Budha ini memberikan
corak praktik pendidikan di Kerajaan Kutai (Pulau Kalimantan), Kerajaan
Tarumanegara hingga Majapahit (Pulau Jawa), Kerajaan Sriwijaya (Pulau Bali
dan Sumatera). yang diterapkan di Indonesia tidak terlalu keras seperti sistem
kasta yang ada di India. Adapun beberapa materi-materi yang dipelajari ketika
pendidikan keagamaan Hindu-Budha berlangsung, yaitu teologi (ilmu agama),
bahasa dan sastra (ilmu kecakapan), ilmu-ilmu kemasyarakatan (ilmu sosial),
ilmu-ilmu eksakta (ilmu perbintangan), ilmu pasti yaitu (perhitungan waktu, seni
bangunan, seni rupa), dsb. Proses belajar mengajar diselenggarakan di sebuah
mandala. Para murid diberikan pengajaran bahasa Sanskreta dari India, mengingat
pengaruh Hindu-Buddha tersebut berasal dari India. Dengan metode yang masih
sederhana para murid diajarkan membaca dan menulis. Mereka tinggal di asrama
yang berada satu komplek dengan tepat mereka belajar. Hal ini dimaksudkan agar
guru bisa memantau perkembangan para murid dan agar tercipta hubungan dekat
antar mereka.Pendidik/Guru.Kaum Brahman yaitu kaum ulama
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Mereka mempelajari dan
mengajarkan ilmu-ilmu Theologi, sastra, bahasa, dan ilmu-ilmu kemasyarakatan.
Berdasarkan agama Hindu, untuk membentuk manusia baru diperlukan adanya
guru yang menyebarluaskan pengetahuan baru. Sehingga sistem kasta Hal ini
dilakukan agar kegiatan belajar mengajar bisa berjalan dengan intensif. Pada
periode akhir berkembangnya pendidikan pada masa Hindu-Budha, pola
pendidikan dilakukan oleh para guru pengajar di padepokan-padepokan tidak lagi
bersifat kolosal dalam kompleks, dengan jumlah murid relatif terbatas dan bobot
materi pembelajaran yang bersifat religius dan spiritual. Tidak hanya sekedar
menuntut ilmu, para murid juga harus bias bekerja demi memenuhi kebutuhan
sehari-hari merka sendiri. Berdasarkan hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa
pada masa pendidikan keagamaan Hindu-Budha pengelola pendidikan adalah
kaum Brahmana, bersifat tidak formal, dapat mengundang guru untuk datang ke
istana, dan pendidikan kejuruan dilakukan secara turun-temurun melalui jalur
kastanya masing-masing.

 Pengaruh Hindu – Budha dalam bidang politik.


Seiring pesatnya pengaruh hindu – Buddha kerajaan-kerajaan bercorak hindu-
budha muncul disekitar daerah pelabuhan atau sungai .kerajaan-kerajaan tersebut
antara lain kerajaan kutai, tarumanegara, sriwijaya, majapahit, mataram kuno,
kediri, singasari. dalam aspek politik, kebudayaan hindu memperkenalkan konsep
dewa raja, yaitu pimpinan tertinggi yang diyakini sebagai titisan dewa .konsep ini
melegimitasi (mengesahkan) kekuasaan seorang raja. Dari konsep itulah bangsa
Indonesia mulai mengenal sistem pemerintahan kerajaan dengan raja sebagai
pemimpin tertinggi.sebagi penguasa yang dipercaya sebagai titisan dewa, seorang
raja memiliki kewenagan penuh terhadap seluruh rakyat di wilayah
kerajaannya .sebaliknya, rakyat mempunyai kewajiban untuk memberikan
kesetiaan penuh terhadap raja tanpa menuntut upah, terdapat sistem pemerintahan
antara kerajaan hindu-buddha diwilayah Jawa timur, Jawa tengah bagian utara,
Jawa tengah bagian selatan. kerajaan-kerajaan diwilayah Jawa timur dan jawa
tengah bagian utara menerapkan sistem pemerintahan federal dimana Negara-
negara bagian yang berada diwilayah kekuasaanya memiliki otoritas penuh dan
diperlakukan secara sederajat dan demokratis.sementara itu, kerajaan-kerajaan
diwilayah Jawa tengah bagian selatan bersifat feodal dimana pusat kekuasaan dan
pemerintahan berada sepenuhnya ditangan raja.

 Pengaruh Hindu-budha dalam bidang sosial budaya.


a) Munculnya kasta, yang merupakan stratifikasi dimasyarakat yang terdiri
dari kasta Brahmana yang merupakan kasta tertinggi, ksatria, waisya dan
sudra.
b) Bahasa dan tulisan, dikenalnya bahasa sansekerta dan huruf pallawa yang
menandakan berakhirnya zaman paaksara di Indonesia.
c) Kepercayaan, dengan masuknya agama Hindu- budha di Indonesia maka
banyaklah penganut agama hindu- budha yang dahulunya belum mengenal
agama tapi mengenal kepercayaan animise,dinamisme dan totemisme.
d) Penaggalan, sebelum masyarakat mengenal penanggalan tentunya
mengandalkan tanda-tanda alam yaitu bintang dan turunnya
hujan,masyarakat mulai mengenal penanggalan dari india barat yg
menggunakan sistem peredaran bulan yang disebut sistem penanggalan
saka,sistem penanggalan ini digunakan sekitar abad ke 7 hingga abad ke
14 M.
e) Seni bangunan,Pengaruh Hindu – Budha dalam hal kebudayaan yang
sampai saat ini masih banyak kita jumpai adalah seni bangunan berupa
candi dan prasasti. Kedua seni bangunan tersebut sebetulnya sudah dirintis
oleh nenek moyang bangsa kita pada zaman megalithikum dalam rupa
punden berundak,menhir,dan arca batu.candi ada dua macam yaitu:
 candi bercorak hindu ciri-cirinya candi hindu terdiri dari tiga
bagian,yaitu Bhurloka,Bhurvaloka,dan suarloka.Bhurloka
merupakan bagian kaki candi yang menggambarkan kehidupan
dunia fana. Bhurvaloka meruoakan bagian tubuh candi yang
mengambarkan dunia penyucian. suarloka merupakan bagian atap
candi yang menggambarkan dunia para dewa.pada dinding-dinding
candi digambarkan relief yang menggambarkan
kerajaan,lingkungan,dan masyarakat pada masa itu.contoh candi
Indonesia bercorak hindu adalah candi prambanan ,candi
jajagu(jago),candi gedongsongo,candi dieng ,candi
penataran ,candi selogriyo,candi pringapus,candi singasari,candi
kidal,candi badut,candi jawi,candi sukuh,candi plaosan,dan candi
canggal.
 candi bercorak Buddha ciri-cirinya candi bercorak Buddha
berfungsi untuk memuja raja,contoh candi bercorak Buddha adalah
cari Borobudur ,candi sewu,candi kalasan,candi mendut,dan candi
pawon.candi ini juga mempunyai tiga tingkatan ,yaitu
kamadatu,Rupadatu,dan Arupadatu .kamadatu melambangkan
manusia ketika masih dalam kandungan seorang ibu .Rupadatu
melambangkan kehidupan manusia didunian fana.Arupadatu
melambangkan manusia ketika mencapai nirwana.Relief pada
dinding candi Buddha menggambarkan perbuatan manusia dan
hukumanya serta riwayat sidharta Gautama sejak lahir hingga
mencapai kesempurnaan yang disebut lalistavistara.
 Seni sastra, dapat menelusuri jejak sejarah berupa karya satra,
contohnya, Gatotkacasraya, karangan mpu panuluh , beri
kepahlawanan gatotkaca, Jangka jayabaya (ramalan jaya baya)
karya raja jaya baya dari kerajaan Kediri, Arjuna Wiwaha
karangan mpu kanwa, Arjuna wijaya karangan mpu tantular ,
Partayajna krestnayana karya mpu Triguna, Baratayudha karangan
mpu sedah dan mpu panuluh, Sumanasantaka karangan mpu
managuna , Writasancaya karangan mpu Tanakung, Hariwangsa
karangan mpu panuluh, dan Lubdakan karangan Mpu Tanakung.
 Toleransi beragama, ini tampak pada kerajaan majapahit dimana
terjadi toleransi antara penganut agama hindu dan budha demikian
pula dengan toleransi yang terjadi di kerajaan mataram lama antara
wangsa sanjaya dan wangsa syailendra.
 local genius ( Mengembangkan kebudayaan Hindu – Budha sesuai
budaya Indonesia ), masyarakat Indonesia tidak langsung saja
menerima pengaruh hindu- budha tapi terakulturasi dengan budaya
asli Indonesia contohnya kalau di India candi merupakan tempat
makan para raja tapi di Indonesia bukan hanya menjadi makan raja
melainkan juga sebagai tempat beribadah.

 Pengaruh Hindu-budha dalam bidang Agama.


Pengaruh Hindu-Buddha terhadap aktifitas keagamaan di Indonesia tercermin
hingga kini. Kalian dapat merasakannya kini di Bali, pulau yang mayoritas
penduduknya penganut Hindu. Kehidupan sosial, seni, dan budaya mereka cukup
kental dipengaruhi tradisi Hindu. Jenazah seseorang yang telah meninggal
biasanya dibakar, lalu abunya ditaburkan k e laut agar “bersatu” kembali dengan
alam. Upacara yang disebut ngaben ini memang tidak diterapkan kepada semua
umat Bali-Hindu, hanya orang yang mampu secara ekonomi yang melakukan
ritual pembakaran mayat (biasa golongan brahmana, bangsawan, dan pedagang
kaya).
Selain Bali, masyarakat di kaki Bukit Tengger di Malang, Jawa Timur, pun masih
menjalani keyakinan Hindu. Meski sebagian besar masyarakat Indonesia kini
bukan penganut Hindu dan Buddha, namun dalam menjalankan praktik
keagamaannya masih terdapat unsur-unsur Hindu-Buddha. Bahkan ketika agama
Islam dan Kristen makin menguat, pengaruh tersebut tak hilang malah terjaga dan
lestari. Beberapa wilayah yang sebelum kedatangan Islam dikuasai oleh Hindu
secara kuat, biasanya tidak mampu dihilangkan begitu saja aspek-aspek dari
agama sebelumnya tersebut, melainkan malah agama barulah (Islam dan Kristen)
mengadopsi beberapa unsur kepercayaan sebelumnya. Gejala ini terlihat dari
munculnya beberapa ritual yang merupakan perpaduan  perpaduan antara Hindu-
Buddha, Hindu-Buddha, Islam, bahkan animisme-dinamisme. animisme-
dinamisme. Contohnya: Contohnya: ritual Gerebeg Maulud yang setiap tahun
diadakan di Yogyakarta, kepercayaan terhadap kuburan yang mampu memberikan
rejeki dan pertolongan, kepercayaan terhadap roh-roh, kekuatan alam dan benda
keramat seperti keris, patung, cincin, atau gunung. Ketika Islam masuk ke
Indonesia, kebudayaan Hindu-Buddha telah cukup kuat dan mustahil dapat
dihilangkan. Yang terjadi kemudian adalah akulturasi antara kedua agama
tersebut. Kita bisa melihatnya melihatnya pada acara kelahiran kelahiran bayi,
tahlilan tahlilan bagi orang meninggal, meninggal, dan nadran (ziarah). (ziarah).
Acara-acara berperiode seperti tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, tujuh
bulanan merupakan praktik kepercayaan yang tak terdapat dalam ajaran Islam
atau Kristen.
Perbedaan antara unsur-unsur agama yang berbeda dan bahkan cenderung
bertolak belakang itu, bukanlah halangan bagi masyarakat Indonesia untuk
menerima dan menyerap ajaran agama baru. Melalui kearifan lokal (local genius)
masyarakat Indonesia, agama yang asalnya dari luar (Hindu, Buddha, Islam,
Kristen) pada akhirn  pada akhirnya diterima sebagai ya diterima sebagai sesuatu
yang sesuatu yang tidak “asing” tidak “asing” lagi. Bila unsur agama tersebut
dirasakan cocok dan tak menimbulkan pertentangan dalam masyarakat, maka ia
akan disaring terlebih dahulu lalu diambil untuk kemudian dipadukan dengan
budaya yang lama; dan bila tak cocok maka unsur tersebut akan dibuang. Dengan
demikian, yang lahir adalah agama sinkretisme, yaitu perpaduan antardua unsur
agama dan kebudayaan yang berbeda sehingga menghasilkan praktik agama dan
kebudayaan baru tanpa
mempertentangkan perbedaan tersebut, malah mempertemukan persamaan
antarkeduanya. Jelaslah, dari dulu bangsa Indonesia telah mengenal keragaman
agama dan budaya (pluralisme) tanpa harus bertengkar.

Sumber:

Ade Muharani, H. (2021). Dampak Masuknya Hindu Budha Terhadap Pendidikan di


Indonesia. Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 3.

4) Menjelaskan alasan agama Hindu-Budha mudah di terima oleh masyarakat Indonesia.


Teori Brahmana (dikemukakan oleh J.C. Van Leur).
Inti dari teori ini adalah bahwa yang membawa masuk dan menyebarkan agama Hindu di
Indonesia adalah kaum brahmana dari India. Teori ini memang paling mudah diterima.
Menurut J.C. Van Leur beberapa alasan mengapa Agama Hindu disebarkan oleh
brahmana:
Agama Hindu adalah milik kaum Brahmana sehingga merekalah yang paling tahu dan
paham mengenai ajaran agama Hindu. Urusan keagamaan merupakan monopoli kaum
Brahmana bahkan kekuasaan terbesar dipegang oleh kaum Brahmana sehingga hanya
golongan Brahmana yang berhak dan mampu menyiarkan agama Hindu. Prasasti
Indonesia yang pertama menggunakan berbahasa Sansekerta, sedangkan di India sendiri
bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan upacara keagamaan Hindu. Bahasa
Sansekerta adalah bahasa kelas tinggi sehingga tidak semua orang dapat membaca dan
menulis bahasa Sansekerta. Di India hanya kasta Brahmana yang menguasai bahasa
Sansekerta sehingga hanya kaum Brahmana-lah yang dapat dan boleh membaca kitab
suci Weda. Karena kepala suku yang ada di Indonesia kedudukannya ingin diakui dan
kuat seperti raja-raja di India maka mereka dengan sengaja mendatangkan kaum
Brahmana dari India untuk mengadakan upacara penobatan dan mensyahkan kedudukan
kepala suku di Indonesia menjadi raja. Dan mulailah dikenal istilah kerajaan. Karena
upacara penobatan tersebut secara Hindu maka secara otomatis rajanya juga dinyatakan
beragama Hindu, jika raja beragama Hindu maka rakyatnyapun akan mengikuti rajanya
beragama Hindu. Ketika menobatkan raja kaum Brahmana pasti membawa kitab Weda
ke Indonesia. Sebelum kembali ke India tak jarang para Brahmana tersebut akan
meniggalkan Kitab Weda-nya sebagai hadiah bagi sang raja. Kitab tersebut selanjutnya
akan dipelajari oleh sang raja dan digunakan untuk menyebarkan agama Hindu di
Indonesia. Para brahmana sengaja didatangkan ke Indonesia karena raja yang telah
mengenal Brahmana secara khusus meminta Brahmana untuk mengajar di lingkungan
istananya. Dari hal inilah maka agama dan budaya India dapat berkembang di Indonesia.
Sejak itu mulailah secara khusus kepala suku-kepala suku yang lain yang tertarik
terhadap budaya dan ajaran Hindu mengundang kaum Brahmana untuk datang dan
mengajarkan agama dan budaya India kepada masyarakat Indonesia.
Sumber:
https://repository.dinus.ac.id/docs/ajar/SEJARAH_KEBUDAYAAN_INDONESIA_ZA
MAN_HINDU_BUDHA.doc

5) Mendeskripsikan peninggalan berupa artefak-artefak dari masa Hindu-Budha (sertakan


Gambar dan penjelasan singkat.

Artefak Bertulis

Prasasti adalah benda peninggalan sejarah yang berisi tulisan dari masa lampau. Tulisan itu
dicatat di atas batu, logam, tanah liat dan tanduk binatang. Prasasti peninggalan Hindu ditulis
dengan huruf palawa dan berbahasa sansekerta.
Zaman sejarah selain meninggalkan sisa kebudayaan berupa benda bertulis, juga meninggalkan
sisa kebudayaan berupa benda tak bertulis seperti sisa-sisa permukiman, bangunan, alat rumah
tangga, alat senjata, alat upacara keagamaan, dan berbagai bentuk dan jenis benda lain yang
digunakan dalam berbagai kegiatan manusia pada masa lampau. Dengan demikian zaman sejarah
telah mewariskan kepada kita berbagai jenis peninggalan baik yang bertulis maupun yang tidak
bertulis. Para ahli arkeologi dalam pengungkapan berbagai aspek kehidupan manusia pada masa
lampau itu bertumpu pada berbagai sumber, baik yang berupa sumber bertulis maupun sumber
tak bertulis, yang ditinggalkan oleh masa lampau. Sumber-sumber ini disebut benda arkeologi
atau benda purbakala. Semua sumber yang yang digunakan oleh para ahli sejarah maupun ahli
arkeologi pada umumnya termasuk dalam kelompok benda yang disebut cagar budaya, yaitu
benda-benda budaya yang harus dilestarikan dan dilindungi undang-undang karena mempunyai
nilai penting untuk sejarah, ilmu pengetahuan, agama dan kebudayaan pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai