AKULTURASI
Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan munculnya Akulturasi.
Akulturasi merupakan perpaduan 2 budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat
hidup berdampingan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari
kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak
diterima begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian dengan kondisi
kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli. Hal ini disebabkan
karena:
1. Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga
masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan
Indonesia.
2. Kecakapan istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau local genius merupakan
kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah
unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu hanya bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di
Indonesia. Perpaduan budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih terpelihara
sampai sekarang. Akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan kebudayaan
asing sesuai dengan kebudayaan Indonesia.
Seni Bangunan
Seni bangunan tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni asli
bangsa Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan
akulturasi budaya bangsa Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman
megalitikum yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu
Budha. Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam benda yang
ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga berfungsi sebagai makam bukan
semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha, hanya jadi tempat pemujaan
dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah ditanam di sekitar candi dalam bangunan
stupa.
Sistem Kalender
Diadopsi dari sistem kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat dengan adanya
Penggunaan tahun Saka di Indonesia. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka yang
dimulai tahun 78 M (merupakan tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja Kanishka I
dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari.
Yupa
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di
wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah
satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan
sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu
Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang
ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini
diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M
dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada
di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari
Kerajaan Salakanagara.
1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan
kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan
Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti
tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan
penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman
pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan
gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada
masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim
kemarau.
3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang
yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten,
berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
Kisah suksesi raja-raja Tumapel versi Pararaton diwarnai pertumpahan darah yang dilatari
balas dendam. Ken Arok mati dibunuh Anusapati (anak tirinya). Anusapati mati dibunuh
Tohjaya (anak Ken Arok dari selir). Tohjaya mati akibat pemberontakan Ranggawuni (anak
Anusapati). Hanya Ranggawuni yang digantikan Kertanagara (putranya) secara damai.
Sementara itu versi Nagarakretagama tidak menyebutkan adanya pembunuhan antara raja
pengganti terhadap raja sebelumnya. Hal ini dapat dimaklumi karena Nagarakretagama
adalah kitab pujian untuk Hayam Wuruk raja Majapahit. Peristiwa berdarah yang menimpa
leluhur Hayam Wuruk tersebut dianggap sebagai aib.
Persia
Para pedagang Persia menyebarkan Islam dengan beberapa bukti antar lain:
Arab
Para pedagang Arab banyak menetap di pantai-pantai kepulauan Indonesia, dengan bukti
antara lain:
1. Menurut al Mas’udi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas Arab dari Oman,
Hidramaut, Basrah, dan Bahrein untuk menyebarkan islam di lingkungannya, sekitar
Sumatra, Jawa, dan Malaka.
2. munculnya nama “kampong Arab” dan tradisi Arab di lingkungan masyarakat, yang
banyak mengenalkan islam.
China
Para pedagang dan angkatan laut China (Ma Huan, Laksamana Cheng Ho/Dampo awan ,
mengenalkan islam di pantai dan pedalaman Jawa dan sumatera, dengan bukti antar lain :
1. Gedung Batu di semarang (masjid gaya China).
2. Beberapa makam China muslim.
3. Beberapa wali yang dimungkinkan keturunan China.
Dari beberapa bangsa yang membawa Islam ke Indonesia pada umumnya menggunakan
pendekatan cultural, sehingga terjadi dialog budaya dan pergaulan social yang penuh
toleransi (Umar kayam:1989)
1. VOC
VOC merupakan kongsi dagang Belanda yang mempunyai wilayah di Hindia Timur. Pengurusnya
terdiri dari 6 orang yang disebut “Bewindhebbers der VOC”, ditambah 17 orang pengurus harian
yang disebut Heeren XVII. VOC juga memiliki hak khusus yang diberikan parlemen Belanda:
-Membuat perjanjian dengan raja2 setempat
-Menyatakan perang dan perdamaian
-Membuat senjata & benteng
-Mencetak uang
-Mengangkat & memberhentikan pegawai
-Mengadili perkara
Pada tahun 1609, Pieter Both ditugaskan sebagai Gubernur Jendral VOC di Ambon. Misi utamanya
adalah untuk memimpin VOC menghadapi persaingan dengan pedagang Eropa. Ketika Jan
Pietersoon Coen diangkat sebagai gubernur jenderal, pusat kekuasaan dipindahkan ke Jayakarta.
Selain melakukan monopoli, VOC juga menjalankan system pemerintahan tidak langsung (indirect
rule). Tidak berlangsung lama, VOC akhirnya dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. dengan
factor-faktor berikut:
-Banyak pegawai VOC korupsi karena gajinya rendah
-VOC tidak mampu bersaing dengan inggris (EIC) dan Perancis (FIC)
-Walaupun rugi, pemegang saham tetap diberi dividen
-Perang Belanda melawan Inggris
-Jatuhnya kongsi dagang VOC di India & adanya kebebasan pelayaran Inggris ke Indonesia
2. Penjajahan Prancis-Belanda
Di Eropa sedang dalam suasana Perang Koalisi satu (1792-1797). Belandapun kalah sehingga
membuat rajanya, Willem V, meminta perlindungan dari Inggris. Napoleon Bonaparte, pemimpin
Prancis kemudian menempatkan Louis Napoleon untuk memimpin Belanda. Louis kemudian
mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda sejak 1808. Tugas
utamanya adalah untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Pada masa pemerintahannya,
Daendels banyak mengeluarkan kebijakan kebijakan yang condong kepada kediktatoran. Contohnya,
pembangunan jalan Raya Pos (Groete Postweg) antara Anyer-Panarukan. Pembangunan jalan raya
itu melibatkan banyak tenaga dengan system rodi.
Kekuasaan sewenang-wenang yang diterapkan Daendels membuatnya ditarik kembali agar citra
Hindia Belanda tidak bertambah buruk. Tetapi penarikan Daendels membua dampak buruk.
Belandapun berhasil dikuasai Inggris. Dengan demikian berakhirlah penjajahan Prancis-Belanda
dengan ditandai oleh Kapitulasi Tuntang.
3. Penjajahan Iggris
Tahun 1811-1816, Indonesia berada di bawah kekuasaan Inggris. Thomas Stamford Raffles diangkat
sebagai wakil gubernur di Jawa dan bawahannya. Tujuan utama pemerintahan Raffles adalah
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu tindakannya yang popular adalah mencetuskan
system sewa tanah (landrent). Hal tersebut tidak membebani rakyat, namun kondisi di Eropa
membuat Thomas Stamford Raffles harus mengakhiri masa jabatannya di Indonesia. Perang koalisi
berakhir dengan kekalahan Prancis. Negara-negara yang menjadi lawan Prancis mengambil
keputusan bahwa sebagai benteng untuk menghadapi Prancis, Belanda harus kuat. Maka dari itu,
dalam Traktat London tahun 1824, ditetapkan bahwa Indonesia dikembalikan kepada Belanda.
4. Belanda
Untuk menangani berbagai persoalan di Indonesia yang baru saja dikembalikan ke Inggris,
pemerintah belanda mengirimkan sebuah komisi. Komisi tersebut terdiri dari Cornelis Th.Elout
sebagai ketua, dan A.A. Buyskes dan van der Capellen sebagai anggota. Setelah komisi dibubarkan,
van der Capellen diangkat sebagai gubernur jenderal. Dia melaksanakan pola konservatif, dalam arti
menerapkan kebijakan monopoli seperti VOC:
a. Masa Tanam Paksa
Ketika van den Bosch menjabat sebagai gubernur jenderal, pada tahun 1830 dia menciptakan
peraturan baru yang bernama ‘tanam paksa’ / cultuur stelsel. Tujuannya untuk mendapatkan untung
guna menutup deficit keuangan negri Belanda. Kemudian, latar belakang dilakukannya Tanam paksa
adalah:
- Defisit anggaran belanja negri belanda akibat Perang kemerdekaan Belgia dan perang
diponegoro
- Keadaan di Jawa yang tidak menguntungkan saat itu
- Perdagangan dan perusahaan belanda mengalami kemunduran
Pokok-pokok ketentuan Tanam paksa:
- Penduduk wajib menanami 1/5 tanahnya dengan tanaman yang ditentukan
pemerintah
- Tanah tersebut dibebaskan dari pajak
- Tanah tersebut dikerjakan selama 1/5 tahun
- Risiko penanaman ada pada pemerintah
- Hasil tanaman yang diwajibkan harus diangkat sendiri ke pabrik dan mendapat ganti
rugi
- Kelebihan hasil panen akan diganti oleh pemerintah
Waktu yang digunakan untuk menanam tanaman wajib tidak melebihi waktu menanam
padi
Tanam Paksa:
- Tanah yang ditanami lebih dari 1/5 lahan
- Tanah yang ditanami tanaman wajib masih terkena pajak
- Banyak petugas yang curang, berusaha mendapatkan hasil sebanyak-banyaknya
- Tanah yang ditanami tanaman wajib cenderung memilih tanah yang subur
Akibat penyimpangan:
1. Bagi Bangsa Indonesia
- Menimbulkan kesengsaraan
- Pemerintahan Belanda memberikan sanksi kepada petani yang meninggalkan tanahnya
sehingga makin sengsara
1. Bagi Belanda
- Memperoleh keuntungan yang sangat besar
- Timbul penentangan tanam paksa yang dicetuskan oleh golongan liberal dan golongan etis
b. Politik Liberal Kolonial
Golongan liberal berhasil menguasai parlemen sehingga mereka mempunyai peluang untuk
menciptakan undang-undang dasar guna membatasi kekuasaan raja. Pada tahun 1870 keluar
undang-undang de Waal:
1. Undang-undang Gula yang menyebutkan bahwa penanaman tebu harus dilakukan oleh
pengusaha swasta, tidak dengan system tanam paksa
2. Undang-undang Agraria, isinya menerangkan bahwa gubernur jenderal dan rakyat dilarang
menjual tanah kepada orang asing, tetapi dapat menyewakannya selama 75 tahun
Ini merupakan awal yang baik walaupun dalam kenyataannya semuanya untuk kepentingan
Pemerintahan Hindia Belanda.
b. Sosial Ekonomi
Eksploitasi ekonomi yang dilakukan bangsa Barat membawa berbagai dampak bagi bangsa
Indonesia. Munculnya monopoli dagang VOC menyebabkan mundurnya perdagangan
nusantara di panggung perdagangan internasional. Peranan syahbandar digantikan oleh
para pejabat Belanda.Kebijakan tanam paksa sampai sistem ekonomi liberal menjadikan
Indonesia sebagai penghasil bahan mentah. Eksportirnya dilakukan oleh bangsa Belanda,
pedagang perantara dipegang oleh orang timur asing terutama bangsa Cina dan bangsa
Indoensia hanya menjadi pengecer, sehingga tidak memiliki jiwa wiraswasta jenis tanaman
baru serta cara memeliharanya.
c. Budaya
- Tindakan pemerintah Belanda untuk menghapus kedudukan menurut adat penguasa
pribumi dan menjadikan mereka pegawai pemerintah, merutuhkan kewibawaan tradisional
penguasa pribumi.
- Upacara dan tatacara yang berlaku di istana kerajaan juga disederhanakan dengan
demikian ikatan tradisi dalam kehidupan pribumi menjadi lemah.
- Dengan merosotnya peranan politik maka para elit politik baik raja maupun bangsawan
mengalihkan perhatiannya ke bidang senibudaya. Contoh Paku Buwono V memerintahkan
penulisan serat Centhini, R.Ng Ronggo Warsito manyusun Kitab Pustakaraya Purwa,
Mangkunegara IV menyusun kitab Wedatama dan lain-lain.
Chou Singi-In
• Memsuki awal tahun 1943 Jepang mulai melemah. Mereka mengalami kekalahan
beruntun di berbagi front pertempuran. Pada tanggal 8 Januari 1943, Perdana Menteri Tojo
mengumumkan secara resmi bahwa Filipina dan Birma akan memperoleh kemerdekaannya
pada tahun itu juga, sedangkan mengenai Indonesia tidak disinggung sama sekali.
Pernyataan itu dapat menyinggung perasaan kaum nasionalis dan rakyat Indonesia
umumnya. Oleh karena itu, Perdana Menteri Tojo menganggap perlu mengirim Menteri
Urusan Asia Timur Raya, Aoki, ke Jakarta awal bulan Mei 1943. Aoki adalah Menteri Jepang
pertama kali yang ada di Indonesia.
Sehubungan dengan pertemuan tokoh-tokoh empat serangkai dengan Menteri Aoki itulah,
maka pada tanggal 7 Juli 1943, Tojo datang ke Jakarta.
b. Bidang Pendidikan
Pendidikan zaman Jepang mengalami perubahan secara drastis. Dimana sistem pengajaran
dan kurikulum disesuaikan dengan kepentingan perang. Siswa wajib mengikuti latihan dasar
kemiliteran. Jepang juga menanamkan semangat Jepang dan siswa wajib menghapal lagu
kebangsaan Jepang. Para guru diharuskan mengikuti kursus bahasa Jepang. Juga
diwajibkannya menggunakan bahasa Jepang dan Indonesia sebagai bahasa pengantar
disekolah untuk menggantikan bahasa Belanda. Melalui pendidikan, Jepang bermaksud
mencetak kader-kader yang akan mempelopori dan merealisasikan konsepsi ”Kemakmuran
Bersama Asia Timur Raya”.
c. Bidang Ekonomi
Pada pendudukan Jepang, kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang Jepang.
Jepang berusaha menguasai sumber bahan mentah untuk industri Jepang. Sebagian hasil
panen harus diserahkan kepada pemerintah. Rakyat diperbolehkan memiliki 40% hasil
panen mereka, 30%disetor kekoperasi dengan harga yang ditetapkan pemerintah dan sisa
30% disediakan untuk bibit dan harus disimpan dilumbung desa. Kadang-kadang semua itu
dirampas oleh Jepang sehingga rakyat hanya makan keladi yang gatal, ubi jalar atau bekicot
serta makanan lain yang tidak layak. Selain itu, Jepang juga mengharuskan kaum pria yang
muda dan sehat serta produktif untuk menjadi serdadu pekerja (Romusha). Akibatnya tidak
sedikit nyawa yang terenggut saat itu.
d. Bidang Budaya
Jepang sebagai negara fasis selalu berusaha untuk dapat menanamkan kebudayaannya.
Salah satu cara Jepang adalah kebiasaan menghormat kearah matahari terbit. Hal ini berarti
bahwa cara menghormat tersebut merupakan salah satu tradisi Jepang untuk menghormati
kaisarnya yang dianggap keturunan Dewa Matahari.
f. Militer
Demi untuk memenuhi kepentingan perang Asia Timur Raya yang memerlukan banyak
tentara. Pemerintah Jepang berusaha mengerahkan porensi rakyat Indonesia dengan
membentuk pendidikan semi-militer dan militer, seperti : Seinendan, Keobodan, Heiho dan
PETA. Meskipun pengerahan tersebut dilaksanakan untu kepentingan Jepang, namun
bangsa Indonesia mendapat keuntungan besar dari proses pendidikan militer ini. Hal ini
terasa gunanya, kelak pada saat bangsa Indonesia menghadapi sekutu dan Belanda yang
akan menjajah kembali Indonesia tahun 1945 – 1949.
g. Bahasa Indonesia
Jepang berusaha menghapus pengaruh barat di Indonesia. Antara lain dengan pelarangan
penggunaan Bahasa Belanda disekolah-sekolah dan pertemuan resmi. Bahasa yang dboleh
digunakan adalah bahasa Indonesia disamping bahasa Jepang. Demikian pula buku-buku
pelajaran maupun yang berbentuk sastra, menggunakan bahasa Indonesia.
2. Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata demos yang artinya rakyat, dan kratos yang berarti . Jadi,
demokrasi berarti pemerintahan “dari rakyat untuk rakyat”. Prinsip-prinsip yang mendasari
ide demokrasi adalah konstitusionalisme, kedaulatan rakyat, aparat yang
bertanggungjawab, jaminan kewajiban sipil, pemerintah berdasarkan undang-undang, dan
asas mayoritas Demokrasi sudah ada pada jaman Yunani kuno, yang dikenal dengan
demokrasi langsung, dimana rakyat seluruhnya bias langsung atau memutuskan suatu
perkara. Hal ini dimungkinkan karena saat itu di Yunani masih berbentuk negara-kota (polis)
yang penduduknya sekitar 30 orang per polis. Pada Revolusi Amerika tahun 1776 dalam
Declaration of Independence, menyatakan bahwa tidak ada kekuasaan yang adil tanpa
persetujuan rakyat
3. Liberalisme
Liberal berasal dari kata “liberty”, yang berarti kebebasan. Kebebasan dalam arti
kemerdekaan pribadi, hak untuk mendapatkan perlindungan, dan kebebasan dalam
menentukan sikap. Liberalisme adalah suatu aliran pemikiran yang mengharapkan kemajuan
dalam berbagai bidang atas dasar kebebasan individu yang dapat mengembangkan bakat
dan kemampuannya sebebas mungkin, Beberapa tokoh yang bisa dianggap sebagai
penganut dan yang mengembangkan paham liberalisme, yaitu:
a. John Locke. Menurut pendapatnya, negara terbentuk dari perjanjiann sosial antara
individu dengan yang hidup bebas dengan penguasa.
b. Montesquieu. Dalam bukunya spirit the law, terdapat pemisahan kekuasaan dalam
pemerintahan yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tujuannya agar terdapat pengawasan
antar lembaga agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang
4. Sosialisme
Sosialisme ialah paham yang menghendaki suatu masyarakat dibentuk secara kolektif (oleh
kita, untuk kita). Titik berat dari paham ini ada pada masyarakat, bukan individu. Dan dalam
hal ini sosialisme merupakan lawan dari liberalisme. Pada awalnya sosialisme muncul
sebagai reaksi atas liberalisme abad ke-19. Pendukung liberalisme adalah kelas menengah
(middle class), yang oleh Karl Marx disebut kaum “borjuis”. Kelas menengah ini adalah
memiliki industri, perdagangan dan memiliki pengaruh dalam masyarakat dan pemerintah.
Ketertindasan kaum buruh oleh para pemilik modal (kapital) menimbulkan reaksi golongan
kelas menengah, yang sampai sekarang dikenal dengan istilah gerakan sosialisme.
Tujuannya menghilangkan pertentangan antar kelas, kelas buruh dan pemodal. Oleh Marx,
sosialisme dikembangkan menjadi komunisme.
3. Indische Partij.
Indische Partij didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 .
Pendirinya adalah dr. E.F.E Douwes Dekker, dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar
Dewantara.
IP bertujuan mempersatukan bangsa Indonesia untuk mencapai
kemerdekaan. Tokoh-tokoh IP menyebarluaskan tujuannya melalui surat kabar.
Dalam waktu singkat IP mempunyai banyak anggota. Cabang-cabangnya tersebar diseluruh
Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda menganggap organisasi ini
membahayakan kedudukannya. Pada bulan Maret 1913 Pemerintah Hindia Belanda
melarang kegitan IP. Pada bulan Agustus tahun yang sama para pemimpin IP dijatuhi
hukuman pengasingan.
7 Agustus 1945
BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
9 Agustus 1945
Bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki dan akhirnya menyebabkan Jepang menyerah
kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua
BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu
Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan
dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
10 Agustus 1945
Sementara itu, di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa
Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap
memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan
sebagai hadiah Jepang. Syahrir memberitahu penyair Chairil Anwar tentang dijatuhkannya
bom atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk
menyerah. Syahrir mengetahui hal itu melalui siaran radio luar negeri, yang ketika itu
terlarang. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para
pendukung Syahrir.
12 Agustus 1945
Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta
dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada
Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari,
tergantung cara kerja PPKI.[1] Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
14 Agustus 1945
Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Syahrir mendesak agar
Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di
Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah
kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti
dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.
Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan
mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan
kekerasan. Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa
untuk dicetak dan dibagi-bagikan.
Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi
kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat
berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta
bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah
badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah'
dari Jepang.
15 Agustus 1945
Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di
Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke
tangan Belanda. Sutan Sjahrir, salah satu tokoh pemuda mendengar kabar ini melalui radio
BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda
mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun
golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan
darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan
muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh
Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan
pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh
konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di
Jalan Imam Bonjol. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas
keberhasilan mereka di Dalat.
16 Agustus 1945
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di
ruang makan di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Para penyusun teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks
proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik,
Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu
adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi
Indonesia itu diketik oleh Sayuti melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman
Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar
Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan
proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera
Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan
oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan
pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah
Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut.
Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang
Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera
berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka
tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang
dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat
mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan
Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil
keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar
negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian
terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI)
dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari otto iskandardinata dan persetujuan
dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden
dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Isi teks proklamasi :
Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun
2605.
Teks diatas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang
tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.
Sementara naskah yang sebenarnya hasil gubahan Muh. Hatta, A. Soebardjo, dan dibantu
oleh Ir. Soekarno sebagai pencatat. Adapun bunyi teks naskah otentik itu sebagai berikut:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, hari 17, bulan 8, tahun 45
Wakil2 bangsa Indonesia.
Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berjalan dengan lancar dan berhasil membentuk serta
mengesahkan UUD 1945, memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden serta
membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI). Dengan demikian, sejak tanggal 18 Agustus
1945, yaitu sehari setelah Indonesia merdeka, negara Republik Indonesia telah memiliki
system pemerintahan yang sah dan diakui oleh seluruh rakyat Indonesia.
BAB 1
PROKLAMASI KEMERDEKAAN DAN
PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN INDONESIA
A. PEMBENTUKAN BPUPKI
Pada tahun 1944 Saipan jatuh ke tangan Sekutu. Demikian halnya dengan pasukan Jepang di Papua
Nugini, Kepulauan Solomon dan Kepulauan Marshall, dipukul mundur oleh pasukan Sekutu. Dengan
demikian seluruh garis pertahanan Jepang di Pasifik sudah hancur dan bayang-bayang kekalahan
Jepang mulai nampak. Selanjutnya Jepang mengalami serangan udara di kota Ambon, Makasar,
Menado dan Surabaya. Bahkan pasukan Sekutu telah mendarat di daerah-daerah minyak seperti
Tarakan dan Balikpapan.
Dalam situasi kritis tersebut, pada tanggal 1 maret 1945 Letnan Jendral Kumakici Harada, pimpinan
pemerintah pendudukan Jepang di Jawa, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-
usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Cosakai). Pembentukan badan ini
bertujuan untuk menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka.
Pengangkatan pengurus ini diumumkan pada tanggal 29 April 1945. dr. K.R.T. Radjiman
Wediodiningrat diangkat sebagai ketua (Kaico). Sedangkan yang duduk sebagai Ketua Muda (Fuku
Kaico) pertama dijabat oleh seorang Jepang, Shucokan Cirebon yang bernama Icibangase. R.P.
Suroso diangkat sebagai Kepala Sekretariat dengan dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr. A.G.
Pringgodigdo.
B. SIDANG-SIDANG BPUPKI
Pada tanggal 28 Mei 1945 dilangsungkan upacara peresmian Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan bertempat di gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon (sekarang Gedung
Departemen Luar Negeri), Jakarta. Upacara peresmian itu dihadiri pula oleh dua pejabat Jepang,
yaitu : Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Ketujuh yang bermarkas di Singapura dan Letnan Jenderal
Nagano (Panglima Tentara Keenambelas yang baru). Pada kesempatan itu dikibarkan bendera
Jepang, Hinomaru oleh Mr. A.G. Pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera Sang Merah
Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa itu membangkitkan semangat para anggota dalam usaha
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Sidang BPUPKI
Persidangan BPUPKI untuk merumuskan Undang-undang Dasar diawali dengan pembahasan
mengenai persoalan “dasar” bagi Negara Indonesia Merdeka. Untuk itulah pada kata
pembukaannya, ketua BPUPKI, dr. Radjiman Wediodiningrat meminta pandangan para anggota
mengenai dasar Negara Indonesia merdeka tersebut. Tokoh yang pertama kali mendapatkan
kesempatan untuk mengutarakan rumusan Dasar Negara Indonesia Merdeka adalah Mr. Muh.
Yamin. Pada hari pertama persidangan pertama tanggal 29 Mei 1945, Muh. Yamin mengemukakan
lima “Azas Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan;
2. Peri Kemanusiaan;
3. Peri Ke-Tuhanan;
4. Peri Kerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat.
Dua hari kemudian pada tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Mr. Supomo mengajukan Dasar Negara
Indonesia Merdeka adalah sebagai berikut :
1. persatuan
2. kekeluargaan
3. keseimbangan
4. musyawarah
5. keadilan sosial
Keesokan harinya pada tanggal 1 Juni 1945 berlangsunglah rapat terakhir dalam persidangan
pertama itu. Pada kesempatan itulah Ir. Sukarno mengemukakan pidatonya yang kemudian dikenal
sebagai “Lahirnya Pancasila”. Keistimewaan pidato Ir. Sukarno adalah selain berisi pandangan
mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka, juga berisi usulan mengenai nama bagi dasar negara,
yaitu : Pancasila, Trisila, atau Ekasila. “Selanjutnya sidang memilih nama Pancasila sebagai nama
dasar negara. Lima dasar negara yang diusulkan oleh Ir. Sukarno adalah sebagai berikut :
1. Kebangsaan Indonesia;
2. Internasionalisme atau peri-kemanusiaan;
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial;
5. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Persidangan pertama BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945. Sidang tersebut belum
menghasilkan keputusan akhir mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka. Selanjutnya diadakan
masa “reses” selama satu bulan lebih.
Pada tanggal 22 Juni 1945 BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang beranggotakan 9 orang. Oleh
karena itu panitia ini juga disebut sebagai Panitia Sembilan. Anggota-anggota Panitia Sembilan ini
adalah sebagai berikut :
1. Ir. Sukarno
2. Drs. Moh. Hatta
3. Muh. Yamin
4. Mr. Ahmad Subardjo
5. Mr. A.A. Maramis
6. Abdulkadir Muzakkir
7. K.H. Wachid Hasyim
8. K.H. Agus Salim
9. Abikusno Tjokrosujoso.
Musyawarah dari Panitia Sembilan ini kemudian menghasilkan suatu rumusan yang menggambarkan
maksud dan tujuan pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Oleh Muh.Yamin rumusan itu diberi
nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Rumusan draft dasar negara Indonesia Merdeka itu
adalah :
1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2. (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5. (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada tanggal 10 Juli 1945 dibahas Rencana Undang-undang Dasar, termasuk soal pembukaan atau
preambule-nya oleh sebuah Panitia Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Sukarno
dan beranggotakan 21 orang. Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-undang Dasar
dengan suara bulat menyetujui isi preambule (pembukaan) yang diambil dari Piagam Jakarta.
Selanjutnya panitia tersebut membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar yang
diketuai Prof. Dr. Mr. Supomo dengan anggotanya Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subardjo, Mr.
A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim dan Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil ini
kemudian disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri dari Husein
Djajadiningrat, Agus Salim dan Supomo.
Persidangan kedua BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945 dalam rangka menerima laporan
Panitia Perancang Undang-undang Dasar. Ir. Sukarno selaku ketua panitia melaporkan tiga hasil,
yaitu :
1. Pernyataan Indonesia Merdeka;
2. Pembukaan Undang-undang Dasar;
3. Undang-undang Dasar (batang tubuh);
C. AKTIVITAS GOLONGAN MUDA
Angkatan Moeda Indonesia dan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia
Sebelum BPUPKI dibentuk di Bandung pada tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda
Seluruh Jawa yang diprakarsai Angkatan Moeda Indonesia. Organisasi itu sebenarnya dibentuk atas
inisitaif Jepang pada pertengahan 1944, akan tetapi kemudian berkembang menjadi suatu
pergerakan pemuda yang anti-Jepang. Kongres pemuda itu dihadiri oleh lebih 100 utusan pemuda,
pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa diantaranya Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto,
Harsono Tjokroaminoto serta sejumlah mahasiswa Ika Daigaku Jakarta. Kongres menghimbau para
pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan proklamasi
kemerdekaan yang bukan hadiah Jepang. Setelah tiga hari berlangsung kongres akhirnya
memutuskan dua buah resolusi, yaitu:
1. semua golongan Indonesia, terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dibawah
satu pimpinan nasional.
2. dipercepatnya pelaksanaan pernyataan kemerdekaan Indonesia. Walaupun demikian kongres pun
akhirnya menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang dalam usaha
mencapai kemerdekaan.
Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti utusan dari
Jakarta yang dipimpin oleh Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka bertekad
untuk menyiapkan suatu gerakan pemuda yang lebih radikal. Untuk itulah pada tanggal 3 Juni 1945
diadakan suatu pertemuan rahasia di Jakarta untuk membentuk suatu panitia khusus yang diketuai
oleh B.M. Diah, dengan anggotanya Sukarni, Sudiro, Sjarif Thajeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana,
Chairul Saleh, P. Gultom, Supeno dan Asmara Hadi.
Pertemuan semacam itu diadakan lagi pada tanggal 15 Juni 1945, yang menghasilkan pembentukan
Gerakan Angkatan Baroe Indonesia. Dalam prakteknya kegiatan organisasi itu banyak dikendalikan
oleh para pemuda dari Asrama Menteng 31. Tujuan dari gerakan itu, seperti yang tercantum di
dalam surat kabar Asia Raja pada pertengahan bulan Juni 1945, menunjukkan sifat gerakan yang
lebih radikal sebagai berikut :
1. mencapai persatuan kompak di antara seluruh golongan masyarakat Indonesia;
2. menanamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang
berdaulat;
3. membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4. mempersatukan Indonesia bahu-membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan itu
bermaksud untuk mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri.
Gerakan Rakyat Baroe
Gerakan Rakyat Baroe dibentuk berdasarkan hasil sidang ke-8 Cuo Sangi In yang mengusulkan
berdirinya suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan semangat cinta kepada tanah air dan
semangat perang. Pembentukan badan ini diperkenankan oleh Saiko Shikikan yang baru, Letnan
Jenderal Y. Nagano pada tanggal 2 juli 1945. Susunan pengurus pusat organisasi ini terdiri dari 80
orang. Anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia dan bangsa Jepang, golongan Cina, golongan
Arab dan golongan peranakan Eropa. Tokoh-tokoh pemuda radikal seperti Chairul Saleh, Sukarni,
B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supeno, Adam Malik, S.K. Trimurti,
Sutomo dan Pandu Kartawiguna diikutsertakan dalam organisasi tersebut.
Tujuan pemerintah Jepang mengangkat wakil-wakil golongan muda di dalam organisasi itu adalah
agar pemerintah Jepang dapat mengawasi kegiatan-kegiatan mereka. Sumobuco Mayor Jenderal
Nishimura menegaskan bahwa setiap pemuda yang tergabung di dalamnya harus tunduk
sepenuhnya kepada Gunseikanbu (pemerintah militer Jepang) dan mereka harus bekerja dibawah
pengawasan pejabat-pejabat pemerintah. Dengan demikian berarti kebebasan bergerak para
pemuda dibatasi, sehingga timbullah rasa tidak puas. Oleh karena itulah, tatkala Gerakan Rakyat
Baroe ini diresmikan pada tanggal 28 Juli 1945, tidak seorang pun pemuda radikal yang bersedia
memduduki kursi yang telah disediakan. Sehingga nampak semakin tajam perselisihan paham antara
golongan tua dan golongan muda tentang cara melaksanakan pembentukan negara Indonesia
Merdeka.
D. PEMBENTUKAN PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pemerintah pendudukan Jepang
membentuk PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai). Sebanyak 21 anggota PPKI yang terpilih tidak hanya
terbatas pada wakil-wakil dari Jawa yang berada di bawah pemerintahan Tentara Keenambelas,
tetapi juga dari berbagai pulau, yaitu : 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatera, 2 wakil dari
Sulawesi, seorang dari Kalimantan, seorang dari Sunda Kecil (Nusatenggara), seorang dari Maluku
dan seorang lagi dari golongan penduduk Cina. Ir. Sukarno ditunjuk sebagai ketua PPKI dan Drs.
Moh. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketuanya. Sedangkan Mr. Ahmad Subardjo ditunjuk sebagai
penasehatnya.
Kepada para anggota PPKI, Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto menegaskan bahwa para anggota
PPKI tidak hanya dipilih oleh pejabat di lingkungan Tentara Keenambelas, akan tetapi oleh Jenderal
Besar Terauci sendiri yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Dalam rangka pengangkatan itulah, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga tokoh Pergerakan
Nasional, yaitu Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat. Pada tanggal 9
Agustus 1945 mereka berangkat menuju markas besar Terauci di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam
pertemuan di Dalat pada tanggal 12 Agustus 1945 Jenderal Besar Terauci menyampaikan kepada
ketiga tokoh itu bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah persiapannya
selesai oleh PPKI. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.
Ketika ketiga tokoh itu berangkat kembali menuju Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang
telah dibom atom oleh Sekutu di kota Hirosima dan Nagasaki. Bahkan Uni Soviet mengingkari
janjinya dan menyatakan perang terhadap Jepang seraya melakukan penyerbuan ke Manchuria.
Dengan demikian dapat diramalkan bahwa kekalahan Jepang akan segera terjadi. Keesokan harinya,
pada tanggal 15 Agustus 1945 Sukarno-Hatta tiba kembali di tanah air. Dengan bangganya Ir.
Sukarno berkata : “Sewaktu-waktu kita dapat merdeka; soalnya hanya tergantung kepada saya dan
kemauan rakyat memperbarui tekadnya meneruskan perang suci Dai Tao ini. Kalau dahulu saya
berkata ‘Sebelum jagung berbuah, Indonesia akan merdeka : sekarang saya dapat memastikan
Indonesia akan merdeka, sebelum jagung berbuah.” Perkataan itu menunjukkan bahwa Ir. Sukarno
pada saat itu belum mengetahui bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
E. PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA GOLONGAN TUA DAN GOLONGAN MUDA
Berita tentang kekalahan Jepang, diketahui oleh sebagian golongan muda melalui radio siaran luar
negeri. Pada malam harinya Sutan syahrir menyampaikan berita itu kepada Moh. Hatta. Syahrir juga
menanyakan mengenai kemerdekaan Indonesia sehubungan dengan peristiwa tersebut. Moh. Hatta
berjanji akan menanyakan hal itu kepada Gunseikanbu. Setelah yakin bahwa Jepang telah menyerah
kepada Sekutu, Moh. Hatta mengambil keputusan untuk segera mengundang anggota PPKI.
Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Jalan
Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat dilaksanakan pada tanggal 15 agustus 1945, pukul 20.30 waktu
Jawa. Rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh itu menghasilkan keputusan “ kemerdekaan Indonesia
adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantungkan pada orang dan negara lain.
Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya
diharapkan diadakan perundingan dengan golongan muda agar mereka diikutsertakan dalam
pernyataan proklamasi.”
Keputusan rapat itu disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada pukul 22.30 waktu Jawa kepada Ir.
Sukarno di rumahnya, Jl. Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Kedua utusan tersebut segera
menyampaikan keputusan golongan muda agar Ir. Sukarno segera memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Tuntutan Wikana yang disertai ancaman bahwa akan
terjadi pertumpahan darah jika Ir. Sukarno tidak menyatakan proklamasi keesokan harinya telah
menimbulkan ketegangan. Ir. Sukarno marah dan berkata “Ini leher saya, seretlah saya ke pojok itu
dan sudahilah nyawa saya malam ini juga, jangan menunggu sampai besok. Saya tidak bisa
melepaskan tanggungjawab saya sebagai ketua PPKI. Karena itu saya tanyakan kepada wakil-wakil
PPKI besok”. Ketegangan itu juga disaksikan oleh golongan tua lainnya seperti : Drs. Moh. Hatta, dr.
Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Iwa Kusumasumantri.
Dalam diskusi antara Darwis dan Wikana, Moh. Hatta berkata, “Dan kami pun tak dapat ditarik-tarik
atau didesak supaya mesti juga mengumumkan proklamasi itu. Kecuali jiak Saudara-saudara
memang sudah siap dan sanggup memproklamasikan. Cobalah! Saya pun ingin melihat kesanggupan
Saudara-saudara !” Utusan itu pun menjawab “Kalau begitu pendirian Saudara-saudara berdua,
baiklah ! Dan kami pemuda-pemuda tidak dapat menanggung sesuatu, jika besok siang proklamasi
belum juga diumumkan. Kami pemuda-pemuda akan bertindak dan menunjukkan kesanggupan yang
saudara kehendaki itu!”
F. PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Sekitar pukul 12.00 kedua utusan meninggalkan halaman rumah Ir. Sukarno dengan diliputi perasaan
kesal memikirkan sikap dan perkataan sukarno-Hatta. Sesampainya mereka di tempat rapat, mereka
melaporkan semuanya. Menanggapi hal itu kembali golongan muda mengadakan rapat dini hari
tanggal 16 Agustus 1945 di asrama Baperpi, Jalan Cikini 71, Jakarta. Selain dihadiri oleh para pemuda
yang mengikuti rapat sebelumnya, rapat ini juga dihadiri juga oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dr.
Muwardi dari Barisan Pelopor dan Shudanco Singgih dari Daidan PETA Jakarta Syu. Rapat ini
membuat keputusan “menyingkirkan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota dengan tujuan
untuk menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang”. Untuk menghindari kecurigaan dari pihak
Jepang, Shudanco Singgih mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan rencana tersebut.
Rencana ini berjalan lancar karena mendapatkan dukungan perlengkapan Tentara PETA dari
Cudanco Latief Hendraningrat yang pada saat itu sedang menggantikan Daidanco Kasman
Singodimedjo yang sedang bertugas ke Bandung. Maka pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30
waktu Jawa sekelompok pemuda membawa Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota menuju
Rengasdengklok, sebuah kota kawedanan di pantai utara Kabupaten Karawang. Alasan yang mereka
kemukakan ialah bahwa keadaan di kota sangat genting, sehingga keamanan Sukarno-Hatta di dalam
kota sangat dikhawatirkan. Tempat yang dituju merupakan kedudukan sebuah cudan (kompi)
tentara PETA Rengasdengklok dengan komandannya Cudanco Subeno.
Sehari penuh Sukarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Kewibawaan yang besar dari kedua
tokoh ini membuat para pemuda segan untuk melakukan penekanan lebih jauh. Namun dalam suatu
pembicaraan berdua dengan Ir. Sukarno, Shudanco Singgih beranggapan Sukarno bersedia untuk
menyatakan proklamasi segera setelah kembali ke Jakarta. Oleh karena itulah Singgih pada tengah
hari itu kembali ke Jakarta untuk menyampaikan rencana proklamasi kepada kawan-kawannya.
Sementara itu di Jakarta para anggota PPKI yang diundang rapat pada tanggal 16 agustus memenuhi
undangannya dan berkumpul di gedung Pejambon 2. Akan tetapi rapat itu tidak dapat dihadiri oleh
pengundangnya Sukarno-Hatta yang sedang berada di Rengasdengklok. Oleh karena itu mereka
merasa heran. Satu-satu jalan untuk mengetahui mereka adalah melalui Wikana salah satu utusan
yang bersitegang dengan Sukarno-Hatta malam harinya. Oleh karena itulah Mr. Ahmad Subardjo
mendekati Wikana. Selanjutnya antara kedua tokoh golongan tua dan tokoh golongan muda itu
tercapai kesepakatan bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di Jakarta. Karena adanya
kesepakatan itu, maka Jusuf Kunto dari golongan muda bersedia mengantarkan Mr. Ahmad Subardjo
bersama sekretarisnya, Sudiro (Mbah) ke Rengasdengklok. Rombongan ini tiba pada pukul 18.00
waktu Jawa. Selanjutnya Ahmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawa bahwa
Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada keesokan harinya tanggal 17 Agustus 1945
selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan adanya jaminan itu, maka komandan kompi PETA
Rengasdengklok, Cudanco Subeno bersedia melepaskan Ir. Sukarno dan Drs. Moh Hatta kembali ke
Jakarta.
G. PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI
Rombongan tiba kembali di Jakarta pada pukul 23.30 waktu Jawa. Setelah Sukarno dan Hatta singgah
di rumah masing-masing rombongan kemudian menuju ke rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam
Bonjol No. 1, Jakarta (sekarang Perpustakaan Nasional). Hal itu juga disebabkan Laksamana Tadashi
Maeda telah menyampaikan kepada Ahmad Subardjo (sebagai salah satu pekerja di kantor
Laksamana Maeda) bahwa ia menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya.
Sebelum mereka memulai merumuskan naskah proklamasi, terlebih dahulu Sukarno dan Hatta
menemui Somubuco (Kepala Pemerintahan Umum) Mayor Jenderal Nishimura, untuk menjajagi
sikapnya mengenai Proklamasi Kemerdekaan. Mereka ditemani oleh Laksamana Maeda, Shigetada
Nishijima dan Tomegoro Yoshizumi serta Miyoshi sebagai penterjemah. Pertemuan itu tidak
mencapai kata sepakat. Nishimura menegaskan bahwa garis kebijakan Panglima Tentara
Keenambelas di Jawa adalah “dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu berlaku ketentuan bahwa
tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi merubah status quo (status politik Indonesia). Sejak tengah
hari sebelumnya tentara Jepang semata-mata sudah merupakan alat Sekutu dan diharuskan tunduk
kepada sekutu”. Berdasarkan garis kebijakan itu Nishimura melarang Sukarno-Hatta untuk
mengadakan rapat PPKI dalam rangka proklamasi kemerdekaan.
Sampailah Sukarno-Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi membicarakan
kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Akhirnya mereka hanya mengharapkan pihak Jepang
tidak menghalang-halangi pelaksanaan proklamasi yang akan dilaksanakan oleh rakyat Indonesia
sendiri. Maka mereka kembali ke rumah Laksamana Maeda. Sebagai tuan rumah Maeda
mengundurkan diri ke lantai dua. Sedangkan di ruang makan, naskah proklamasi dirumuskan oleh
tiga tokoh golongan tua, yaitu : Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo. Peristiwa ini
disaksikan oleh Miyoshi sebagai orang kepercayaan Nishimura, bersama dengan tiga orang tokoh
pemuda lainnya, yaitu : Sukarni, Mbah Diro dan B.M. Diah. Sementara itu tokoh-tokoh lainnya, baik
dari golongan muda maupun golongan tua menunggu di serambi muka.
Ir. Sukarno yang menuliskan konsep naskah proklamasi, sedangkan Drs. Moh. Hatta dan Mr Ahmad
Subardjo menyumbangkan pikiran secara lisan. Kalimat pertama dari naskah proklamasi merupakan
saran dari Mr. Ahmad Subardjo yang diambil dari rumusan BPUPKI. Sedangkan kalimat terakhir
merupakan sumbangan pikiran dari Drs. Moh. Hatta. Hal itu disebabkan menurut beliau perlu
adanya tambahan pernyataan pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignty). Sehingga naskah
proklamasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan dengan tjara seksama dan dalam
tempoh jang sesingkat-singkatnja
Djakarta, 17 – 8 –‘05
Wakil-2 bangsa Indonesia,
Pada pukul 04.30 waktu Jawa konsep naskah proklamasi selesai disusun. Selanjutnya mereka menuju
ke serambi muka menemui para hadirin yang menunggu. Ir. Sukarno memulai membuka pertemuan
dengan membacakan naskah proklamasi yang masih merupakan konsep tersebut. Ir. Sukarno
meminta kepada semua hadirin untuk menandatangani naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa
Indonesia. Pendapat itu diperkuat oleh Moh. Hatta dengan mengambil contoh naskah “Declaration
of Independence” dari Amerika Serikat. Usulan tersebut ditentang oleh tokoh-tokoh pemuda.
Karena mereka beranggapan bahwa sebagian tokoh-tokoh tua yang hadir adalah “budak-budak”
Jepang. Selanjutnya Sukarni, salah satu tokoh golongan muda, mengusulkan agar yang
menandatangani naskah proklamasi cukup Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Setelah usulan Sukarni itu disetujui, maka Ir. Sukarno meminta kepada Sajuti Melik untuk mengetik
naskah tulisan tangan Sukarno tersebut, dengan disertai perubahan-perubahan yang telah
disepakati. Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah ketikan Sajuti Melik, yaitu : kata
“tempoh” diganti “tempo”, sedangkan kata “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti dengan “Atas
nama bangsa Indonesia”. Perubahan juga dilakukan dalam cara menuliskan tanggal, yaitu “Djakarta,
17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05”. Sehingga naskah proklamasi ketikan Sajuti
Melik itu, adalah sebagai berikut :
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan dengan tjara seksama dan
dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05
Atas nama bangsa Indonesia,
Soekarno/Hatta
(tandatangan Sukarno)
(tandatangan Hatta)
Selanjutnya timbul persoalan dimanakah proklamasi akan diselenggarakan. Sukarni mengusulkan
bahwa Lapangan Ikada (sekarang bagian tenggara lapangan Monumen Nasional) telah dipersiapkan
bagi berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah Proklamasi. Namun Ir.
Sukarno menganggap lapangan Ikada adalah salah satu lapangan umum yang dapat menimbulkan
bentrokan antara rakyat dengan pihak militer Jepang. Oleh karena itu Bung Karno mengusulkan agar
upacara proklamasi dilaksanakan di rumahnya, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 dan disetujui oleh
para hadirin.
H. PELAKSANAAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945
Pada pukul 05.00 waktu Jawa tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin Indonesia dari golongan tua
dan golongan muda keluar dari rumah Laksamana Maeda. Mereka pulang ke rumah masing-masing
setelah berhasil merumuskan naskah proklamasi. Mereka telah sepakat untuk memproklamasikan
kemerdekaan pada pukul 10.30 waktu Jawa atau pukul 10.00 WIB sekarang. Sebelum pulang Bung
Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja di kantor berita dan pers, utamanya B.M. Diah
untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya ke seluruh dunia.
Pagi hari itu, rumah Ir. Sukarno dipadati oleh sejumlah massa pemuda yang berbaris dengan tertib.
Untuk menjaga keamanan upacara pembacaan proklamasi, dr. Muwardi (Kepala Keamanan Ir.
Sukarno) meminta kepada Cudanco Latief Hendraningrat untuk menugaskan anak buahnya berjaga-
jaga di sekitar rumah Ir. Sukarno. Sedangkan Wakil Walikota Suwirjo memerintahkan kepada Mr.
Wilopo untuk mempersiapkan pengeras suara. Untuk itu Mr. Wilopo dan Nyonopranowo pergi ke
rumah Gunawan pemilik toko radio Satria di Jl. Salemba Tengah 24, untuk meminjam mikrofon dan
pengeras suara. Sudiro yang pada waktu itu juga merangkap sebagai sekretaris Ir. Sukarno
memerintahkan kepada S. Suhud (Komandan Pengawal Rumah Ir. Sukarno) untuk menyiapkan tiang
bendera. Suhud kemudian mencari sebatang bambu di belakang rumah. Bendera yang akan
dikibarkan sudah dipersiapkan oleh Nyonya Fatmawati.
Menjelang pukul 10.30 para pemimpin bangsa Indonesia telah berdatangan ke Jalan Pegangsaan
Timur. Diantara mereka nampak Mr. A.A. Maramis, Ki Hajar Dewantara, Sam Ratulangi, K.H. Mas
Mansur, Mr. Sartono, M. Tabrani, A.G. Pringgodigdo dan sebagainya. Adapun susunan acara yang
telah dipersiapkan adalah sebagai berikut:
Pertama, Pembacaan Proklamasi;
Kedua, Pengibaran Bendera Merah Putih;
Ketiga, Sambutan Walikota Suwirjo dan Muwardi.
Lima menit sebelum acara dimulai, Bung Hatta datang dengan berpakaian putih-putih. Setelah
semuanya siap, Latief Hendraningrat memberikan aba-aba kepada seluruh barisan pemuda dan
mereka pun kemudian berdiri tegak dengan sikap sempurna. Selanjutnya Latif mempersilahkan
kepada Ir. Sukarno dan Moh. Hatta. Dengan suara yang mantap Bung Karno mengucapkan pidato
pendahuluan singkat yang dilanjutkan dengan pembacaan teks proklamasi.
Acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. S. Suhud mengambil bendera dari atas
baki yang telah disediakan dan mengikatkannya pada tali dengan bantuan Cudanco Latif
Hendraningrat. Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa dikomando para hadirin spontan
menyanyikan Indonesia Raya. Acara selanjutnya adalah sambutan dari Walikota Suwirjo dan dr.
Muwardi.
Berita proklamasi yang sudah meluas di seluruh Jakarta disebarkan ke seluruh Indonesia. Pagi hari
itu juga, teks proklamsi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Berita Domei,
Waidan B. Palenewen. Segera ia memerintahkan F. Wuz untuk menyiarkan tiga kali berturut-turut.
Baru dua kali F. Wuz menyiarkan berita itu, masuklah orang Jepang ke ruangan radio. Dengan
marah-marah orang Jepang itu memerintahkan agar penyiaran berita itu dihentikan. Tetapi Waidan
memerintahkan kepada F. Wuz untuk terus menyiarkannya. Bahkan berita itu kemudian diulang
setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran radio itu berhenti. Akibatnya, pucuk pimpinan
tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita itu. Dan pada hari Senin tanggal 20
Agustus 1945 pemancar itu disegel dan pegawainya dilarang masuk.
Walaupun demikian para tokoh pemuda tidak kehilangan akal. Mereka membuat pemancar baru
dengan bantuan beberapa orang tehnisi radio, seperti : Sukarman, Sutamto, Susilahardja dan
Suhandar. Sedangkan alat-alat pemancar mereka ambil bagian-demi bagian dari kantor betita
Domei, kemudian dibawa ke Jalan Menteng 31. Maka terciptalah pemancar baru di Jalan Menteng
31. Dari sinilah seterusnya berita proklamasi disiarkan.
Selain lewat radio, berita proklamasi juga disiarkan lewat pers dan surat selebaran. Hampir seluruh
harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.
MAKNA PROKLAMASI BAGI BANGSA INDONESIA
Pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 hari Jum’at dibacakan teks proklamasi kemerdekaan
Indonesia yang sebelumnya dilakukan pengibaran bendera Merah Putih dan sambutan Walikota
Soewiryo dan dr Muwardi. Peristiwa besar itu hanya berlangsung selama kurang lebih satu jam
dengan penuh khidmat, sekalipun sangat sederhana namun membawa perubahan yang luar biasa
dalam kehidupan bangsa Indonesia yaitu Indonesia bebas dari belenggu penjajah.
PEMBENTUKAN BADAN KELENGKAPAN NEGARA
Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI melakukan rapat yang membahas :
1. Penetapan dan pengesahan Pembukaan UUD 1945
2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
3. Pembentukan Badan Komite Nasional sebagai pembantu presiden
Pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI mengadakan rapat lanjutan yang menghasilkan :
1. Penetapan 12 menteri yang membantu tugas presiden
2. Membagi wilayah Indonesia menjadi 8 Propinsi
Pada tanggal 22 Agustus 1945 PPKI mengadakan rapat lanjutan yang menghasilkan :
1. Untuk menghadapi kekuatan Jepang dan Sekutu pemerintah Indonesia membentuk Badan
Kemanan Rakyat ( BKR ) pada tanggal 22 Agustus 1945 yang berada di bawah wewenang KNIP. Oleh
karena datangnya pasukan Sekutu dan NICA yang silih berganti sehingga pemerintah memutuskan
dibentuknya Tentara Keamanan Rakyat ( TKR ) pada tanggal 5 Oktober 1945.Pada tanggal 1 Januari
1946 diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat ( TKR ) lalu tanggal 26 Januari berubah menjadi
Tentara Republik Indonesia ( TRI ). Untuk menyempurnakan TRI maka pemerintah membentuk
Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) tanggal 7 Juni 1947.
BAB 2
PERKEMBANGAN EKONOMI POLITIK
PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN
KEADAAN EKONOMI-KEUANGAN PADA AWAL KEMERDEKAAN
A. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MEMBURUKNYA KEADAAN EKONOMI DAN KEUANGAN DI INDONESIA
PADA AWAL KEMERDEKAAN
Pada akhir pendudukan Jepang dan pada awal berdirinya Republik Indonesia keadaan ekonomi
Indonesia sangat kacau. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Inflasi yang sangat tinggi (Hiper-Inflasi).
Penyebab terjadinya inflasi ini adalah beredarnya mata uang pendudukan Jepang secara tak
terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4
milyar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan sebesar 1,6 milyar. Jumlah itu
kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki beberapa kota besar di Indonesia
dan meguasai bank-bank. Dari bank-bank itu Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 milyar
untuk keperluan operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat inflasi ini
adalah petani. Hal itu disebabkan pada zaman pendudukan Jepang petani adalah produsen yang
paling banyak menyimpan mata-uang Jepang.
Pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri, tidak dapat menghentikan peredaran mata uang
Jepang tersebut, sebab negara RI belum memiliki mata-uang baru sebagai penggantinya. Maka dari
itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI,
yaitu :
a. mata-uang De Javasche Bank;
b. mata-uang pemerintah Hindia Belanda;
c. mata-uang pendudukan Jepang.
Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI
yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-
daerah yang diduduki Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti uang Jepang yang
nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memproses tindakan
tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati,
yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang
baru.
Oleh karena itulah pada bulan Oktober 1946 Pemerintah RI, juga melakukan hal yang sama yaitu
mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang
Jepang. Untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan,
pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946. Bank Negara ini
semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono
Djojohadikusumo. Bank negara ini bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.
2. Adanya blokade ekonomi, oleh Belanda (NICA). Blokade laut ini dimulai pada bulan November
1945 ini, menutup pintu keluar-masuk perdagangan RI. Adapun alasan pemerintah Belanda
melakukan blokade ini adalah :
1. Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
2. Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya;
3. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.
Akibat dari blokade ini barang-barang dagangan milik pemerintah RI tidak dapat diekspor, sehingga
banyak barang-barang ekspor yang dibumihanguskan. Selain itu Indonesia menjadi kekurangan
barang-barang impor yang sangat dibutuhkan.
3. Kas negara kosong, pajak dan bea masuk sangat berkurang, sehingga pendapatan pemeritah
semakin tidak sebanding dengan pengeluarannya. Penghasilan pemerintah hanya bergantung
kepada produksi pertanian. Karena dukungan petani inilah pemerintah RI masih bertahan, sekali pun
keadaan ekonomi sangat buruk.
B. USAHA MENEMBUS BLOKADE EKONOMI
Usaha-usaha untuk menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh pihak Belanda dilaksanakan
oleh pemerintah dengan berbagai cara, diantaranya sebagai berikut :
1. Diplomasi Beras ke India
Usaha ini lebih bersifat politis daripada ekonomis. Ketika terdengar berita bahwa rakyat India sedang
ditimpa bahaya kelaparan, pemerintah RI segera menyatakan kesediaannya untuk membantu
pemerintah India dengan mengirimkan 500.000 ton beras, dengan harga sangat rendah. Pemerintah
bersedia melakukan hal ini karena diperkirakan pada musim panen tahun 1946 akan diperoleh
surplus sebesar 200.000 sampai 400.000 ton.
Sebagai imbalannya pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat
dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Keuntungan politik yang diperoleh oleh pemerintah RI adalah
dalam forum internasional India adalah negara Asia yang paling aktif membantu perjuangan
kemerdekaan RI.
2. Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri
Usaha untuk membuka hubungan langsung ke luar negeri, dilakukan oleh pihak pemerintah maupun
pihak swasta. Diantara usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengadakan kontak hubungan dengan perusahaan swasta Amerika (Isbrantsen Inc.). Usaha ini
dirintis oleh BTC (Banking and Trading Corporation), suatu badan perdagangan semi-pemerintah
yang dipimpin oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Dr. Ong Eng Die. Dalam transaksi pertama
pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor dari Indonesia seperti gula, karet,
teh, dan sebagainya. Kapal Isbrantsen Inc. yang masuk ke pelabuhan Cirebon adalah kapal Martin
Behrmann yang mengangkut barang-barang pesanan RI dan akan memuat barang-barang ekspor
dari RI. Akan tetapi kapal itu dicegat oleh kapal Angkatan Laut Belanda dan diseret ke pelabuhan
Tanjung Priuk dan seluruh muatannya disita.
b. Menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera dengan tujuan Singapura dan Malaysia. Oleh
karena jarak perairan yang relatif dekat, maka usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal
motor cepat. Usaha ini secara sistimatis dilakukan sejak tahun 1946 sampai dengan akhir masa
Perang Kemerdekaan. Pelaksanaan penembusan blokade ini dilakukan oleh Angkatan Laut RI dengan
dibantu oleh pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor.
Sejak awal tahun 1947 pemerintah RI membentuk perwakilan resmi di Singapura yang diberi nama
Indonesia Office (Indoff). Secara resmi Indoff ini merupakan badan yang memperjuangkan
kepentingan politik di luar negeri, namun secara rahasia juga berusaha menembus blokade dan
usaha perdagangan barter.
Kementerian Pertahanan juga membentuk perwakilannya di luar negeri yang disebut Kementerian
Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPLULN) yang dipimpin oleh Ali Jayengprawiro. Tugas pokok badan
ini adalah membeli senjata dan perlengkapan Angkatan Perang. Sebagai pelaksana upaya menembus
blokade ini yang terkenal adalah John Lie, O.P. Koesno, Ibrahim Saleh dan Chris Tampenawas.
Selama tahun 1946 pelabuhan di Sumatera hanya Belawan yang berhasil diduduki Belanda. Karena
perairan di Sumatera sangatlah luas, maka pihak Belanda tidak mampu melakukan pengawasan
secara ketat. Hasil-hasil dari Sumatera terutama karet yang berhasil diselundupkan ke luar negeri,
utamanya ke Singapura, mencapai jumlah puluhan ribu ton. Selama tahun 1946 saja barang-barang
yang diterima oleh Singapura dari Sumatera seharga Straits $ 20.000.000,-. Sedangkan yang berasal
dari Jawa hanya Straits $ 1.000.000,-. Sebaliknya barang-barang yang dikirim ke Sumatera dari
Singapura seharga Straits $ 3.000.000,- dan dari Singapura ke Jawa seharga Straits $ 2.000.000,-.
C. USAHA-USAHA MENGATASI KESULITAN EKONOMI
Pada awal kemerdekaan masih belum sempat melakukan perbaikan ekonomi secara baik. Baru mulai
Pebruari 1946, pemerintah mulai memprakarsai usaha untuk memecahkan masalah-masalah
ekonomi yang mendesak. Upaya-upaya itu diantaranya sebagai berikut :
1. Pinjaman Nasional
Program Pinjaman Nasional ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. lr. Surachman dengan
persetujuan BP-KNIP. Pinjaman Nasional akan dibayar kembali selama jangka waktu 40 tahun. Besar
pinjaman yang dilakukan pada bulan Juli 1946 sebesar Rp. 1.000.000.000,00. Pada tahun pertama
berhasil dikumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000,00. Sukses yang dicapai ini menunjukkan
besarnya dukungan dan kepercayaan rakyat kepada Pemerintah RI.
2. Konferensi Ekonomi, Februari 1946
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, para gubernur dan para pejabat lainnya yang
bertanggungjawab langsung mengenai masalah ekonomi di Jawa. Konferensi ini dipimpin oleh
Menteri Kemakmuran, Ir. Darmawan Mangunkusumo. Tujuan konferensi ini adalah untuk
memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang
mendesak, seperti :
a. masalah produksi dan distribusi makanan
Dalam masalah produksi dan distribusi bahan makanan disepakati bahwa sistem autarki lokal
sebagai kelanjutan dari sistem ekonomi perang Jepang, secara berangsur-angsur akan dihapuskan
dan diganti dengan sistem desentralisasi.
b. masalah sandang
Mengenai masalah sandang disepakati bahwa Badan Pengawasan Makanan Rakyat diganti dengan
Badan Persediaan dan Pembagian Makanan (PPBM) yang dipimpin oleh dr. Sudarsono dan dibawah
pengawasan Kementerian Kemakmuran. PPBM dapat dianggap sebagai awal dari terbentuknya
Badan Urusan Logistik (Bulog).
c. status dan administrasi perkebunan-perkebunan
Mengenai masalah penilaian kembali status dan administrasi perkebunan yang merupakan
perusahaan vital bagi RI, konferensi ini menyumbangkan beberapa pokok pikiran. Pada masa Kabinet
Sjahrir, persoalan status dan administrasi perkebunan ini dapat diselesaikan. Semua perkebunan
dikuasai oleh negara dengan sistem sentralisasi di bawah pengawasan Kementerian Kemakmuran.
Konferensi Ekonomi kedua diadakan di Solo pada tanggal 6 Mei 1946. Konferensi kedua ini
membahas masalah perekonomian yang lebih luas, seperti program ekonomi pemerintah, masalah
keuangan negara, pengendalian harga, distribusi dan alokasi tenaga manusia. Dalam konferensi ini
Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta memberikan saran-saran yang berkaitan dengan masalah rehabilitasi
pabrik gula. Hal ini disebabkan gula merupakan bahan ekspor yang penting, oleh karena itu
pengusahaannya harus dikuasai oleh negara. Hasil ekspor ini diharapkan dapat dibelikan atau ditukar
dengan barang-barang lainnya yang dibutuhkan RI.
Saran yang disampaikan oleh Wakil Presiden ini dapat direalisasikan pada tanggal 21 Mei 1946
dengan dibentuknya Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN) berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 3/1946. Peraturan tersebut disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah No. 4
tahun 1946, tanggal 6 Juni 1946 mengenai pembentukan Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).
3. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada tanggal 19 Januari 1947
Pembentukan Badan ini atas inisiatif Menteri Kemakmuran, dr. A.K. Gani. Badan ini merupakan
badan tetap yang bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai
3 tahun. Sesudah Badan Perancang ini bersidang, A.K. Gani mengumumkan Rencana Pembangunan
Sepuluh Tahun. Untuk mendanai Rencana Pembangunan ini terbuka baik bagi pemodal dalam negeri
maupun bagi pemodal asing. Untuk menampung dana pembangunan tersebut pemerintah akan
membentuk Bank Pembangunan.
Pada bulan April 1947, Badan Perancang ini diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang
dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Moh. Hatta, sedangkan A.K. Gani sebagai wakilnya. Panitia ini
bertugas mempelajari, mengumpulkan data dan memberikan saran kepada pemerintah dalam
merencanakan pembangunan ekonomi dan dalam rangka melakukan perundingan dengan pihak
Belanda.
Semua hasil pemikiran ini belum berhasil dilaksanakan dengan baik, karena situasi politik dan militer
yang tidak memungkinkan. Agresi Militer Belanda mengakibatkan sebagian besar daerah RI yang
memiliki potensi ekonomi baik, jatuh ke tangan Belanda. Wilayah RI tinggal beberapa keresidenan di
Jawa dan Sumatera yang sebagian besar tergolong sebagai daerah minus dan berpenduduk padat.
Pecahnya Pemberontakan PKI Madiun dan Agresi Militer Belanda II mengakibatkan kesulitan
ekonomi semakin memuncak.
4. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (RERA) pada tahun 1948.
Program yang diprakarsai oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta ini, dimaksudkan untuk mengurangi
beban negara dalam bidang ekonomi, disamping meningkatkan efesiensi. Rasionalisasi ini meliputi
penyempurnaan administrasi negara, Angkatan Perang dan aparat ekonomi. Sejumlah satuan
Angkatan Perang dikurangi secara dratis. Selanjutnya tenaga-tenaga bekas Angkatan Perang ini
disalurkan ke bidang-bidang produktif dan diurus oleh Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
5. Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J. Kasimo. Pada dasarnya program ini
berupa Rencana Produksi Tiga Tahun, 1948-1950 mengenai usaha swasembada pangan dengan
beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Untuk mningkatkan produksi bahan pangan dalam
program ini, Kasimo menyarankan agar :
a. menanami tanah-tanah kosong di Sumatera timur seluas 281.277 ha.;
b. di Jawa dilakkan intensifikasi dengan menanam bibit unggul;
c. pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan;
d. disetiap desa dibentuk kebun-kebun bibit;
e. tranmigrasi.
6. Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
Organisasi yang dipimpin B.R. Motik ini, bertujuan untuk menggiatkan kembali partisipasi pengusaha
swasta. Dengan dibentuknya PTE juga diharapkan dapat dan melenyapkan individualisasi di kalangan
organisasi pedagang sehingga dapat memperkokoh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia.
Pemerintah menganjurkan agar pemerintah daerah usaha-usaha yang dilakukan oleh PTE. Akan
tetapi nampaknya PTE tidak dapat berjalan dengan baik. PTE hanya mampu mendirikan Bank PTE di
Yogyakarta dengan modal awal Rp. 5.000.000. Kegiatan PTE semakin mundur akibat dari Agresi
Militer Belanda.
Selain PTE perdagangan swasta lainnya yang juga membantu usaha ekonomi pemerintah adalah
Banking and Trading Corporation (Perseroan Bank dan Perdagangan).
BAB 3
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
DAN ANCAMAN DISINTEGRASI
A. PERJUANGAN KONFRONTASI
Setelah Indonesia merdeka tidak berarti Indonesia bebas dari segala bentuk penguasaan asing tapi
masih berhadapan dengan Belanda yang ingin mencoba kembali menananmkan kekuasaannya.
Belanda menggunakan berbagai macam cara untuk bisa kembali berkuasa seperti, membonceng
pada pasukan sekutu dan pembentukan Negara-negara boneka. Pembentukan Negara boneka
bertujuan untuk mengepung kedudukan pemerintah Indonesia atau mempersempit wilayah
kekuasaan RI. Setiap ada perjanjian selalu diingkari oleh Belanda. Belanda hanya mengakui wilayah
RI meliputi Jawa dan Sumatera yang di dalamnya berdiri
Negara-negara boneka bikinan Belanda.
Pada tanggal 1 Nopember 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat Politik dengan tujuan agar
kedaulatan RI diakui dan agar di Indonesia terbentuk dan berkembang partai Politik.Namun
kemauan itu diselewengkan dengan terjadinya pergeseran bentuk pemerintah dari bentuk Kabinet
Presidensial ke Kabinet parlementer.Sutan Syahrir terpilih sebagai Perdana Menterinya. Pemerintah
Sutan Syahrir berkeinginan mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui jalur diplomasi bukan
dengan kekuatan senjata. Hal inilah yang menimbulkan pro kontra terhadap strategi menghadapi
Belanda. Konflik ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk melancarkan Agresi militernya.
Pada tanggal 15 September 1945 sekutu masuk ke Indonesia dan membonceng NICA ( Belanda )
yang bertujuan untuk menjajah kembali Bangsa Indonesia sehingga terjadi
1. pertempuran Ambarawa,
2. Bandung Lautan Api,
3. Pertempuran di Sulaswesi Selatan,
4. Peristiwa Merah Putih di Minahasa,
5. Pertempuran Medan Area,
6. 5 Hari di semarang,
7. Puputan Margarana, dsb.
B. PERJUANGAN DIPLOMASI
PERJANJIAN LINGGARJATI
Untuk menghentikan tembak menembak antara RI-Belanda maka mulai 10 Nopember 1946
diadakan perundingan Linggajati (ditanda tangani 25 Maret 1947) yang isinya :
1. Belanda mengakui secara defakto wilayah RI atas Jawa, Sumatera dan MadurA
2. RI-Belanda akan membentuk NIS dengan nama RIS
3. RI-Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
4. Belanda harus meninggalkan wilayah RI selambat-lambatnya 1 Januari 1949.
Ternyata Belanda menghianati isi perjanjian tersebut dan melakukan Agresi Militer I tanggal 21 Juni
1947 sehingga mendapat reaksi PBB. Penghentian tembak menembak dilakukan tanggal 1 Agustus
1947 dan DK PBB membentuk KTN yang anggota-anggotanya :
1. Australia ( Wakil Indonesia ) : Richard Kirby
2. Belgia ( Wakil Belanda ) : Paul Van Zeeland
3. USA ( Penengah ) : Dr. Frank Graham
PERJANJIAN RENVILLE
Anggota KTN tersebut membantu pihak RI-Belanda untuk mengadakan perundingan di atas geladak
Kapal Amerika USS RENVILLE ( 8 Desember 1947 ) dan ditandatangani tanggal 17 Januari 1948 yang
isinya :
1. Belanda mengakui wilayah RI yang sedang diduduki ( Yogyakarta )
2. TNI harus hijrah ke daerah RI
3. RI merupakan bagian dari RIS
4. Dalam jangka waktu ± 6 bulan sampai 1 tahun akan diadakan pemilu untuk membentuk dewan
konstitusi RIS.
Namun tidak semua masyarakat Indonesia menyetujui isi perjanjian tersebut, seperti SM
Kartosuwiryo yang mendirikan DI / TII, Pemberontakan PKI Madiun ( Muso ) 1948. Belanda bertekad
untuk menghapus RI dan menghancurkan kekuatan TNI. Untuk iti Belanda melakukan Agresi militer II
tanggal 19 desember 1948. Belanda menyerbu Yogyakarta dan menawan presiden dan wapres serta
pemimpin politik lainnya. Sebelum itu presiden sempat mengirimkan kawat pada Syafrudin
Prawiranegara untuk membentuk PDRI di Sumatera. Apabila tidak sanggup maka diserahkan pada
Sudarsono, AA Maramis dan LN Palar untuk membentuk pemerintah pelarian RI di India.
PERJANJIAN ROEM-ROYEN
Pada tanggal 28 Januari 1948 DK PBB memutuskan penghentian operasi militer Belanda dan para
pemimpin RI yang ditawan harus dikembalikan. Pada tanggal 14 April 1949 diadakan perjanjian
ROOM ROYEN di bawah pengawasan UNCI ( perubahan dari KTN ) dan pada tanggal 7 Mei 1949
terjadi kesepakatan :
Pernyataan Delegasi Indonesia
1. Menghentikan perang gerilya
2. Bekerjasama mengembalikan keamanan
Pernyataan Delegasi Belanda
1. Menyetuji pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta
2. Menghentikan operasi militer serta membebaskan para pemimpin RI dan selekasnya mengadakan
KMB
KONFERENSI MEJA BUNDAR
KMB dilaksanakan di DENHAAG ( Negeri Belanda ) pada tanggal 22 Agustus 1949 sd 29 Oktober 1949
dengan hasil keputusan :
1. Belanda menyerahkan kedaulatan RI kepada RIS
2. Antara RIS dan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia- Belanda yang dikepalai oleh ratu
Belanda
3. Tentara Belanda akan ditarik mundur dan tentara KNIL akan dibubarkan
4. Masalah Irian Barat akan dibicarakan setahun setelah penyerahan kedaulatan.
Pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada RIS yang
wilayahnya bekas kekuasaan Belanda tanpa Irian Barat.
Penyerahan kedaulatan dilakukan di tiga tempat antara lain :
1. Amsterdam dilakukan oleh Ratu Belanda kepada PM RIS
2. Yogyakarta dilakukan oleh Pemerintah RI pada pemerintah RIS
3. Jakarta dilakukan oleh Wakil Tinggi Mahkota Belanda kepada RIS
Pembentukan Negara RIS ( 16 negara bagian ) berdasarkan isi KMB ternyata tidak disetujui oleh
masyarakat Indonesia dan dengan tegas mereka menuntut dibubarkannya RIS dan kembali pada
Negara Kesatuan RI mengingat Bahasa, bendera maupun hari Nasional sama dengan RI. Berdasarkan
hasrat dan desakan Rakyat Indonesia maka pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS dibubarkan dan
dibentuk NKRI dan saat itu juga Konstitusi RIS diganti dengan UUD Sementara RI dan bangsa
Indonesia segera memasuki era baru yaitu Demokrasi Liberal.
ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA
A. PKI MADIUN 1948
Munculnya PKI merupakan perpecahan pada tubuh SI ( Sarikat Islam ) yang mendapat pengaruh
ISDV ( Internasionalisme Sosialisme Democratise Vereeniging ) yang didirikan oleh HJFM. Snevliet
Dkk pada bulan Mei 1914 di Semarang yang pada bulan Desember diubah menjadi PKI. Pada tanggal
13 Nopember 1926 melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Belanda. Pada tanggal 18
September 1948 MUSO memimpin pemberontakan terhadap RI di Madiun. Tujuannya ingin
mengubah dasar negara Pancasila menjadi dasar negara komunis. Pemberontakan ini
menyebarhampir di seluruh daerah Jawa Timur namun berhasil di gagalkan dengan ditembak
matinya MUSO sedangkan Semaun dan Dharsono lari ke Rusia.
B. DI/TII
JAWA BARAT
Dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo karena tidak setuj terhadap isi perjanjian Renville.
Sewaktu TNI hijrah ke daerah RI ( Yogyakarta ) ia dan anak buahnya menolak dan tidak mau
mengakui Republik Indonesia dan ingin menyingkirkan Pancasila sebagai dasar negara. Untuk itu ia
memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia dengan nama Darul Islam
JAWA TENGAH
Dipimpin oleh Amir Fatah dan Kyai Sumolangu. Selama Agresi Militer Belanda ke II Amir Fatah diberi
tugas menggabungkan laskar-laskar untuk masuk dalam TNI. Namun setelah banyak anggotanya ia
beserta anak buahnya melarikan diri dan menyatakan bagian dari DI/TII.
SULAWESI SELATAN
Dipimpin oleh Abdul Kahar Muzakar. Dia berambisi untuk menduduki jabatan sebagai pimpinan
APRIS ( Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat ) dan menuntut aga45r Komando Gerilya
Sulawesi Selatan ( KGSS ) dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan
tersebut ditolak oleh pemerintah sebab hanya mereka yang memenuhi syarat saja yang akan
menjadi tentara maka terjadilah pemberontakan tersebut.
ACEH
Dipimpin oleh Daud Beureueh Gubernur Militer Aceh, karena status Aceh sebagai daerah Istimewa
diturunkan menjadi sebuah karesidenan di bawah propinsi Sumatera Utara. Ia lalu menyusun
kekuatan dan menyatakan dirinya bagian dari DI/TII. Pemberontakan ini dapat dihentikan dengan
jalan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh ( MKRA ).
KALIMANTAN SELATAN
Dipimpin oleh Ibnu Hajar, ia menyatakan dirinya bagian dari DI/TII dengan memperjuangkan
kelompok rakyat yang tertindas. Ia dan anak buahnya menyerang pos-pos kesatuan tentara serta
melakukan tindakan pengacauan yang pada akhirnya Ibnu Hajar sendiri ditembak mati.
APRA ( Angkatan Perang Ratu Adil )
Pemberontakan ini dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling bekas tentara KNIL. Tujuannya agar
pemerintah RIS dan negara Pasundan mengakui APRA sebagai tentara negara Pasundan dan agar
negara Pasundfan tidak dibubarkan/dilebur ke dalam NKRI.
ANDI AZIS
Beliau merupakan komandan kompi APRIS yang menolak kedatangan TNI ke Sulawesi Selatan karena
suasananya tidak aman dan terjadi demonstrasi pro dan kontra terhadap negara federasi. Ia dan
pasukannya menyerang lapangan terbang, kantor telkom, dan pos-pos militer TNI. Pemerintah
mengeluarkan ultimatum agar dalam tempo 4 x 24 jam ia harus mempertanggung jawabkan
perbuatannya.
RMS ( Republik Maluku Selatan )
Pemberontakan ini dipimpin oleh Dr. Christian Robert Stevenson Soumokil bekas jaksa agung NIT
( Negara Indonesia Timur ). Ia menyatakan berdirinya Republik Maluku Selatan dan
memproklamasikannya pada 25 April 1950. Pemberontakan ini dapat ditumpas setelah dibayar
mahal dengan kematian Letkol Slamet Riyadi, Letkol S. Sudiarto dan Mayor Abdullah.
PRRI/PERMESTA
Setelah Pemilu I dilaksanakan, situasi semakin memburuk dan terjadi pertentangan . Beberapa
daerah merasa seolah-olah diberlakukan secara tidak adil ( merasa dianaktirikan ) sehingga muncul
gerakan separatis di Sumatera yaitu PRRI
( Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia ) dipimpin oleh Kolonel Ahmad Husen dan
PERMESTA ( Piagam Perjuangan Rakyat Semesta ) di Sulawesi Utara dipimpin oleh D.J. Somba dan
Kolonel Ventje Sumual.
G 30 S/PKI 1965
Pada tanggal 30 September 1965 jam03.00 dinihari PKI melakukan pemberontakan yang dipimpin
oleh DN Aidit dan berhasil membunuh 7 perwira tinggi. Mereka punya tekad ingin menggantikan
Pancasila sebagai dasar negara dengan Komunis-Marxis. Setelah jelas terungkap bahwa PKI punya
keinginan lain maka diadakan operasi penumpasan :
1. Menginsyafkan kesatuan-keasatuan yang dimanfaatkan oleh PKI
2. Merebut studio RRI dan kantor besar Telkom dipimpin Kolonel Sarwo Edhy Wibowo dari RPKAD
3. Gerakan pembersihan terhadap tokoh-tokoh yang terlibat langsung maupun yang mendalanginya.
Akhirnya PKI dinyatakan sebagai partai terlarang dan tidak boleh lagi tersebar di seluruh wilayah
Indonesia berdasarkan SK Presiden yang ditanda tangani pengemban Supersemar Ltjen Soeharto
yang menetapkan pembubaran PKI dan ormas-ormasnya tanggal 12 Maret 1966.
BAB 4
PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA
DALAM UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN
DEMOKRASI LIBERAL (1950-1959)
Setelah adanya pengakuan kedaulatan oleh pemerintah Belanda melalui Konferensi Meja Bundar
tahun (KMB) 1949, Indonesia memasuki suatu periode baru, yang lebih dikenal dengan Masa
Demokrasi Liberal. pada masa ini, iklim politik dan kondisi perekonomian di Indonesia tidak berjalan
stabil. Seringnya pergantian kabinet akibat kebebasan berdemokrasi berpengaruh pada banyak
sektor hingga menyebabkan ancaman disintegrasi bangsa dan semakin merosotnya kondisi
perekonomian Indonesia menjadi bagian yang tak terpisahkan selama periode ini.
1. KABINET MASA DEMOKRASI LIBERAL
• KABINET NATSIR (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
* Dipimpin Oleh : Muhammad Natsir
* Program:
1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
2. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
*Hasil:
Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian
Barat.
*Kendala/Masalah yang dihadapi:
-Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).
-Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah
Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
*Berakhirnya kekuasaan kabinet:
Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD
dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu
menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan
mandatnya kepada Presiden.
• KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)
Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
*Dipimpin Oleh: Sukiman Wiryosanjoyo
*Program:
1. Menjamin keamanan dan ketentraman
1. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan
kepentingan petani.
2. Mempercepat persiapan pemilihan umum.
3. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah
RI secepatnya.
*Hasil:
Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir hanya saja terjadi perubahan
skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program Menggiatkan usaha
keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman
*Kendala/ Masalah yang dihadapi:
Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta
Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari
pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana
dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan
memperhatiakan kepentingan Amerika.
Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif
karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga
pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
Masalah Irian barat belum juga teratasi.
Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan
pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
*Berakhirnya kekuasaan kabinet:
Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik
dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus
mengembalikan mandatnya kepada presiden.
• KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam
biangnya.
*Dipimpin Oleh : Mr. Wilopo
*Program:
1. Program dalam negeri: Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD),
meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
2. Program luar negeri: Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian
Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
*Kendala/Masalah yang dihadapi:
Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport
Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi
penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua
itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak
seimbang.
Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai
alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan
membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI
sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel
Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri
pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam
parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel
Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.
Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya
parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan
agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.
Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang
dan mengecam kebijakan KSAD.
Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar
membubarkan kabinet.
Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke
Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan
pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap
miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para
petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak
mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani
terbunuh.
Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan
para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
*Berakhirnya kekuasaan kabinet:
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap
kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
• KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU.
*Dipimpin Oleh : Mr. Ali Sastroamijoyo
*Program:
1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4. Penyelesaian Pertikaian politik
*Hasil:
Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29
September 1955.
Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
*Kendala/Masalah yang dihadapi:
a. Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di
Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
b. Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh
TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang
Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet.
Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak
pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-
norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni
1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-
pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
c. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan
gejala membahayakan.
d. Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
e. Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik
kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.
* Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang
memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
e. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
* Dipimpin Oleh : Burhanuddin Harahap
* Program :
1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan
masyarakat kepada pemerintah.
2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat
terbentuknya parlemen baru
3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4. Perjuangan pengembalian Irian Barat
5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
* Hasil :
ü Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota
DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar
tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara
terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
ü Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-
Belanda.
ü Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer.
ü Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
ü Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai
Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
* Kendala/ Masalah yang dihadapi :
Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.
* Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak
menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk
kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
f. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
* Dipimpin Oleh : Ali Sastroamijoyo
* Program :
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka
panjang, sebagai berikut.
1. Perjuangan pengembalian Irian Barat
2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan
rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah,
• Pembatalan KMB,
• Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri
bebas aktif,
• Melaksanakan keputusan KAA.
* Hasil :
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and
investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
* Kendala/ Masalah yang dihadapi :
ü Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
ü Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan
sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan
Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di
Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
ü Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan
pembangunan di daerahnya.
ü Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal
pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada
orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat
melindungi pengusaha nasional.
ü Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo
menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa
mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.
* Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan
menyerahkan mandatnya pada presiden.
BAB 5
PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN ORDE BARU
MASA ORDE BARU
Secara resmi presiden Soekarno mengakhiri kekuasaan dan menyerahkan kepada Letjen Soeharto
pada tanggal 20 Februari 1967 yang dikukuhkan dalam Sidang Istimewa MPRS dengan ketetapan
MPRS No. XXXIII/MPRS/1967. sehingga secara resmi Indonesia memasuki masa pemerintahan Orde
Baru.
Soekarno-Soeharo
Hakikat Orde Baru
Tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diletakkan pada pelaksanaan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Landasan Orde Baru :
1. Landasan Ideal : Pancasila
2. Landasan Konstitusional : UUD 1945
3. Landasan Operasional : TAP MPRS/MPR
Beberapa ketetapan MPRS pada masa Orde Baru :
• TAP MPRS No. IV/MPRS/1966 dan TAP MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang pengukuhan tindakan
pengemban Supersemar yang membubarkan PKI beserta organisasi massanya.
• TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pelarangan faham dan ajaran Komunisme/Marxieme-
Leninisme di Indonesia
• TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan
Pancasila dan tertib hukum
Pembangunan nasional selalu berpatokan pada Trilogi Pembangunan yaitu :
v Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat
v Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
v Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Yang diterapkan dalam Delapan Jalur Pemerataan yaitu :
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, terutama sandang, pangan dan perumahan
2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
3. Pemerataan pembagian pendapatan
4. Pemerataan kesempatan kerja
5. Pemerataan kesempatan berusaha
6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususunya bagi generasi muda dan
kaum wanita
7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
Bahasan Lengkap Mulai Diplomasi Beras,
Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville,
sampai Konferensi Meja Bundar
Diplomasi beras tahun 1946 adalah diplomasi yang dilakukan Indonesia dalam
rangka memperoleh simpati internasional. Diplomasi ini terjadi antara Indonesia
dan India. Kedua negara ini merasa memiliki persamaan dalam hal nasib dan
sejarah.
Dampak yang ditimbulkan dari diplomasi beras ini adalah Indonesia semakin
mendapat simpati dunia internasional dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaannya dan mengusir Belanda.
2. Perundingan Linggarjati
Meski pun, memang Belanda pun juga mendapatkan keuntungan dari hasil
perundingan Linggarjati ini. Agar lebih jelas, berikut ini adalah beberapa
keputusan atau isi Perjanjian Linggarjati :
a) Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia meliputi Jawa, Madura,
dan Sumatra.
b) Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara
Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu
negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
c) Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia
Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Meski isi perjanjian telah diuraikan secara jelas, namun dalam perkembangan
selanjutnya, Belanda melanggar ketentuan perundingan tersebut. Pelanggaran
Belanda atas perjanjian linggarjati ini dilakukan dengan menjalankan agresi
militer Belanda I tanggal 21 Juli 1947.
4. Perundingan Renville
Dari pihak Belanda diwakili oleh Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Hasil perjanjian
Renville ini memberikan peluang kedaulatan bagi Indonesia, meski posisinya
semakin terdesak oleh Belanda. Berikut ini adalah isi perjanjian Renville tersebut
:
a) wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis van Mook),
b) Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai Republik
Indonesia Serikat terbentuk,
e) Pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah RI.
Meski isi perjanjian Renville ini sudah cukup jelas, namun sayang nasib dan
kelanjutan Perundingan Renville relatif sama dengan Perundingan Linggarjati.
Pada akhirnya, Belanda pun kembali melanggar perjanjian renville ini.
Di dalam konferensi Asia ini, hadir 19 negara termasuk utusan dari Mesir, Italia,
dan New Zealand. Beberapa wakil dari Indonesia antara lain Mr. Utoyo Ramelan,
Sumitro Djoyohadikusumo, H. Rosyidi, dan lain-lain.
Dampak dari berlangsungnya Konferensi Asia di New Delhi ini sangat jelas dan
positif bagi Indonesia. Dari konferensi ini, Indonesia semakin mendapat
dukungan internasional dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaannya
dari ancaman Belanda.
Agresi Militer Belanda II yang merupakan bentuk pelanggaran dari isi perjanjian
Renville ini menimbulkan reaksi yang cukup keras dari Amerika Serikat dan
Inggris, dan bahkan PBB. Reaksi ini pun tak lepas dari kepiawaian pada diplomat
Indonesia dalam memperjuangkan dan menjelaskan realita terjadinya agresi ini
pada PBB.
Salah satu diplomat handal Indonesia tersebut adalah L.N. Palar. Ia berhasil
menguraikan dengan sangat baik dan jelas sehingga PBB dan negara lain
mengerti kondisi Indonesia yang dirugikan oleh Belanda.
Dalam perundingan Roem Royen ini, PBB diwakili oleh Merle Cochran (Amerika
Serikat), delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan
delegasi Belanda dipimpin oleh van Royen. Dari nama perwakilan Roem dan
Royen inilah, perundingan ini kemudian disebut sebagai perundingan Roem-
Royen.
b. bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan
keamanan,
c. ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag untuk mempercepat
pengakuan kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat dengan tanpa syarat.
c. tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang
dikuasai oleh RI sebelum 19 Desember 1948
d. menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari RIS, dan
berusaha agar KMB segera diadakan sesudah RI kembali ke Yogyakarta.
Dari usulan kedua pihak tersebut, akhirnya diperoleh kesepakatan yang
ditandatangani sebagai isi perjanjian Roem Royen pada tanggal 7 Mei 1949. Isi
perjanjian Roem Royen tersebut adalah :
c. kedua belah pihak sepakat untuk menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar
(KMB) di Den Haag, Belanda.
Pertemuan dengan BFO ini dikenal dengan dengan sebutan Konferensi Inter-
Indonesia (KII) Tujuan KII adalah untuk menyamakan langkah dan sikap
sesama bangsa Indonesia dalam menghadapi Konferensi Meja Bundar
selanjutnya.
Keputusan yang cukup penting hasil dari konferensi ini adalah akan dilakukan
pengakuan kedaulatan tanpa ikatan politik dan ekonomi. Pada bidang
pertahanan diputuskan pula beberapa hal berikut :
a. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang
Nasional,
b. TNI menjadi inti APRIS, dan negara bagian tidak memiliki angkatan perang
sendiri.
Berikutnya, Indonesia dan Belanda melakukan KMB sebagai langkah nyata
dalam diplomasi untuk mencari penyelesaian sengketa antar kedua negara.
Kegiatan KMB dilaksanakan di Den Haag, Belanda tanggal 23 Agustus sampai 2
November 1949.
KMB dihadiri oleh delegasi dari Indonesia, BFO, Belanda, dan perwakilan UNCI.
Berikut adalah para delegasi yang hadir dalam KMB:
a. Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
Perundingan yang dilakukan dalam KMB memang cukup alot dan panjang.
Namun, pada akhirnya KMB dapat memberikan hasil berupa beberapa keputusan
berikut :
a. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
c. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun
setelah pengakuan kedaulatan RIS.
d. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia
Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
e. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan
beberapa orvet akan diserahkan kepada RIS.
f. Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang Tentara
Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa par
anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
Sebagai tindak lanjut dari KMB ini, pada tanggal 27 Desember 1949
dilaksanakan penandatanganan pengakuan kedaulatan Indonesia secara
bersamaan di Belanda dan di Indonesia.
Di negeri Belanda, Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Dress, Menteri
Seberang Lautan Mr. A.M.J. A. Sassen, dan Drs. Moh. Hatta, bersama
menandatangani naskah pengakuan kedaulatan.
Sedangkan di Jakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota
Belanda A.H.J. Lovink menandatangani naskah pengakuan kedaulatan.
Adapun beberapa dampak dan pengaruh KMB bagi rakyat Indonesia, yakni
sebagai berikut :
b. Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
c. Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
d. Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945
Awal terjadinya penjajahan oleh Jepang di Indonesia dimulai pada saat Jepang melakukan
penaklukan Asia Tenggara di tahun 1941 dan faksi dari Sumatra menerima bantuan pihak
Jepang untuk menjalankan rencana revolusi mereka terhadap pemerintahan Belanda. Satu
tahun setelahnya, pihak Jepang akhirnya berhasil menghabisi seluruh pasukan Belanda yang
ada di Indonesia. Apa yang dilakukan oleh prajurit Jepang kepada rakyat berbeda-beda
tergantung tempat tinggal dan status sosial mereka. Bagi mereka yang tinggal di daerah yang
dianggap strategis dalam perang, siksaan, perbudakan, hukuman mati, dan kejahatan perang
lainnya merupakan hal biasa. Yang paling sering menjadi target penganiayaan ini rata-rata
adalah orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda.
Latar Belakang yang Mendasari Penjajahan Jepang di Indonesia
Pada tahun 1941, pasukan Jepang melihat bahwa Amerika, Inggris, dan Belanda harus
diperangi bersamaan, apalagi karena Amerika melakukan embargo minyak yang amat mereka
butuhkan. Pada tahun itu, Admiral Isoroku Yamamoto mengembangkan strategi perang untuk
melakukan dua operasi besar-besaran. Operasi pertama adalah operasi yang dikenal sebagai
salah satu penyerangan yang terbesar dalam sejarah Perang Dunia II, penyerangan terhadap
basis Armada Pasifik Amerika Pearl Harbor yang terletak di kepulauan Hawaii. Operasi
kedua merupakan penyerangan atas Filipina dan Malaya atau Singapura yang kemudian
berlanjut ke Jawa.
Minggu pagi tanggal 7 Desember 1941 Jepang melancarkan seranggan rahasia ke Pearl
Harbor, ratusan pesawat pembom dan pesawat tempur Jepang diberangkatkan dalam dua
gelombang. Penyerangan ini berhasil mencederai daya tempur dan menewaskan ribuan
serdadu Amerika. Namun, tiga kapal induk Amerika Serikat selamat karena tidak sedang
berada di Pearl Harbor saat serangan berlangsung. Esoknya, pada tanggal 8 Desember 1941,
dewan kongres Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan perang terhadap Jepang yang
menjadi langkah awal mereka untuk ikut terlibat pada Perang Dunia Kedua.
Penyerangan tadi bagi pasukan Jepang hanyalah permulaan, karena pada bulan Januari
sampai dengan bulan Februari di tahun 1942, Jepang berhasil menduduki Filipina, Tarakan,
Balikpapan, Pontianak, Samarinda dan penaklukan terhadap Palembang dilakukan paling
akhir. Untuk melawan pasukan Jepang, sebuah komando gabungan yang diberi nama
ABDACOM atau American British Dutch Australian Command dibentuk oleh pasukan
Sekutu di Bandung dengan Jenderal Sir Archibald Wavell sebagai pemimpinnya. Pada
tanggal 5 Maret 1942, Batavia berhasil ditaklukan oleh Jepang dan Belanda secara resmi
menyerah pada tanggal 8 Maret 1942. Kejadian ini menandai awal sejarah penjajahan Jepang
di Indonesia.
Meskipun tujuan awal mereka memang untuk menduduki Indonesia, pihak Jepang membuat
propaganda untuk merebut hati rakyat pribumi. Slogan yang dikenal dengan semboyan 3A
tersebut berbunyi “Jepang pemimpin Asia, Jepang cahaya Asia, Jepang pelindung Asia.”
Karena zaman Jepang merupakan pemerintahan militer, tentara Jepang merubah Indonesia
menjadi tiga wilayah pengaturan, yaitu:
1. Tentara XVI bertugas untuk memerintah wilayah Jawa dan Madura dengan Jakarta sebagai
pusatnya.
2. Tentara XXV ditugaskan untuk memerintah Sumatra dengan Bukittinggi sebagai pusatnya.
3. Armada Selatan II dengan wilayah yang terdiri dari Kalimantan sampai Sulawesi termasuk
Nusa Tenggara, Maluku, Papua dengan Makassar sebagai pusatnya.
Para romusha diperlakukan layaknya bukan manusia. Dari pagi buta hingga senja, mereka
harus melakukan kerja kasar tanpa makan maupun perawatan yang menyebabkan kondisi
fisik mereka sangat lemah. Kondisi fisik yang lemah ini membuat mereka menjadi semakin
rentan akan berbagai jenis penyakit, bahkan hingga meninggal dunia di tempat. Seakan belum
cukup, pasukan Jepang juga memberi siksaan seperti cambukan, pukulan, dan menembak
para romusha yang berani melawan perintah mereka.
1. Seinendan : adalah organisasi pemuda yang berusia antara 15-25 tahun yang kemudian
diubah menjadi 14-22 tahun.
2. Keibodan : adalah barisan pembantu polisi Jepang dengan tugas kepolisian seperti
penjagaan lalu lintas. Anggotanya adalah pemuda dengan usia 20-35 tahun yang kemudian
berubah menjadi 26-35 tahun.
3. Heiho : merupakan pembantu prajurit Jepang yang anggotanya berumur antara 18-25
tahun. Untuk menjadi Heiho, seseorang harus berbadan sehat, berkelakuan baik, dan paling
tidak telah lulus Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar)
4. Pembela Tanah Air (PETA) : diprakarsai oleh Gatot Mangkupraja dan disahkan melalui
Osamu Seirei No.44 pada 3 Oktober 1943. Banyak anggota PETA yang kecewa pada
pemerintah pendudukan Jepang, mendorong pemberontakan PETA di Blitar pada tanggal 14
Februari 1945.
5. Fujinkai : Organisasi wanita yang anggotanya berusia minimal 15 tahun.
Perumusan pancasila oleh Soekarno, M. Yamin dan Soepomo. kalo kami menghapal yg mudah
adalah: M. Yamin (peri2 dan Kesejahteraan Rakyat), Soepomo (Sosialisasi Negara), Ir. Soekarno
(Kesejahteraan sosial).
Lebih baik dihapalkan semua dari masing-masing tokoh. Organisasi (Banyak keluar)
Organisasi yang ada sekitar kemerdekaan ada banyak, seperti PPKI, BPUPKI, 3 Serangkai, Taman
Siswa, Muhammadiyah. pokoknya organisasi tahun 1900++ sampai Indonesia Merdeka.
Kami sarankan untuk menghapal nama ketua, kapan dibentuknya, hasil sidang (terutama sidangnya
PPKI), anggota (terutama panitia 9).
Perjanjian
Biasanya perjanjian mengenai konflik dengan Belanda. mulai dari linggarjati, renville, roem royen,
KMB. Kalo ini kadang soal yg keluar menanyakan isi perjanjian, kadang menanyakan tempatnya
dimana kadang pula tokoh perjanjiannya siapa saja. Sama perjanjian menyerahnya Belanda tanpa
syarat ke jepang (perjanjian kalijati).
https://books.google.co.id/books?
id=C5SFAHkeXTAC&pg=PA21&dq=proklamasi+kemerdekaan+indonesia&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEw
jtg6uFscPWAhWBr48KHUOwAXw4HhDoAQgkMAA#v=onepage&q=proklamasi%20kemerdekaan
%20indonesia&f=false
"Operatie Product (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia
dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap
Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini
merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan
penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini
dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati.
Sedangkan Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak adalah operasi militer Belanda
kedua yang terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu
kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh
lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia di Sumatera yang dipimpin oleh Sjafrudin Prawiranegara.
Agresi militer Belanda I diawali oleh perselisihan Indonesia dan Belanda akibat perbedaan
penafsiran terhadap ketentuan hasil Perundingan Linggarjati. Pihak Belanda cenderung
menempatkan Indonesia sebagai negara persekmakmuran dengan Belanda sebagai negara induk.
Sebaliknya, pihak Indonesia tetap teguh mempertahankan kedaulatannya, lepas dari Belanda.
Mengepung ibu kota Republik Indonesia dan menghapus kedaulatan Republik Indonesia.
Semua tuntutan Belanda ditolak. Sementara itu keadaan keuangan Belanda sudah gawat,
dan kalau masalah Indonesia tidak cepat diselesaikan maka besar kemungkinan Belanda akan
bangkrut. Agresi militer pertama dilakukan Belanda berlatar dua pokok di atas, yaitu melenyapkan
Republik Indonesia sebagai negara merdeka dengan menghilangkan semua atribut kemerdekaannya,
dan keadaan keuangan Belanda yang sangat gawat.
Dalam serangan Belanda yang pertama itu mereka bermaksud hendak menduduki
Yogyakarta yang telah menjadi ibu kota perjuangan Republik Indonesia, dan menduduki daerah-
daerah yang penting bagi perekonomian Belanda, yaitu daerah-daerah perkebunan, ladang minyak
dan batu baik di Sumatera maupun di Jawa. Usaha ini untuk sebagian berhasil; mereka berhasil
menduduki daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, di Sumatera Timur, Palembang, Jawa Barat
dan Jawa Timur. Dari hasil penjualan produksi perkebunan-perkebunan yang masih terkumpul,
mereka mengharapkan mendapatkan uang sejumlah US$ 300 juta, sedangkan biaya agresi militer
diperhitungkan akan memakan US$ 200 juta, jadi masih ada ”untung” US$ 100 juta. Sasaran yang
satu lagi, yaitu menduduki Yogyakarta tidak tercapai, karena pada tanggal 4 Agustus 1947 Dewan
Keamanan memerintahkan penghentian tembak menembak. Selanjutnya PBB membentuk Komisi
PBB yang terdiri atas tiga negara: satu dipilih oleh Indonesia, satu oleh Belanda dan yang satu lagi
dipilih bersama. Komisi Tiga Negara ini terdiri atas Amreika Serikat, Australia dan Belgia. Sjahrir
memilih Australia, dan bukan India, karena India sudah dianggap oleh dunia sebagai pro Indonesia,
sedangkan Australia adalah negara bangsa kulit putih, yang dianggap lebih obyektif pendiriannya
dalam mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Perkiraan Belanda dengan mengadakan agresi militernya yang pertama meleset sama sekali;
karena tanpa diperhitungkan sejak semula, bahwa Dewan Keamanan PBB akan bertindak atas usul
India dan Australia. India dan Australia sangat aktif mendukung Republik di dalam PBB, di mana Uni
Soviet juga memberika dukungannta. Akan tetapi, peranan yang paling penting akhirnya dimainkan
oleh Amerika Serikat. Mereka yang menentukan kebijakan Belanda, bahkan yang lebih progresif di
antara mereka, merasa yakin bahwa sejarah dan pikiran sehat memberi mereka hak untuk
menetukan perkembangan Indonesia, tetapi hak ini hanya dapat dijalankan dengan menghancurkan
Republik terdahulu. Sekutu-sekutu utama negeri Belanda terutama Inggris, Australia, dan Amerika
(negara yang paling diandalkan Belanda untuk memberi bantuan pembangunan kembali di masa
sesudah perang) tidak mengakui hak semacam itu kecuali jika rakyat Indonesia mengakuinya, yang
jelas tidak demikian apabila pihak Belanda harus menyandarkan diri pada penaklukan militer.
Mereka mulai mendesak negeri Belanda supaya mengambil sikap yang tidak begitu kaku, dan PBB
menjadi forum umum untuk memeriksa tindakan-tindakan Belanda.
Untuk pertama kali sejak PBB didirikan pada tahun 1945, badan ini mengambil tindakan
mengentikan penyerangan militer di dunia dan memaksa agresor agar menghentikan serangannya.
Belanda yang menginginkan supaya masalah Indonesia dianggap sebagai suatu persoalan dalam
negeri antara Belanda dan jajahannya, telah gagal, dan masalah Indonesia-Belanda menjadi menjadi
masalah internasional. Kedudukan Republik Indonesia menjadi sejajar dengan kedudukan negara
Belanda dalam pandangan dunia umumnya.
Dampak yang diperoleh bangsa Indonesia akibat adanya agresi militer I oleh pihak Belanda
yaitu sempat dikuasainya beberapa daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, di Sumatera Timur,
Palembang, Jawa Barat dan Jawa Timur. Meski PBB telah turut membantu mengatasi agresi militer
yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia dengan diadakan penghentian tembak menembak, tidak
berarti bahwa tindakan militer Belanda langsung terhenti. Mereka terus-menerus mengadakan
gerakan pembersihan untuk mengamankan dareah-dareah yang telah didudukinya. Dalam gerakan
pembersihan ini sering pula terjadi tindakan kejam oleh pasukan Belanda, terutama di dareah-
daerah yang sudah mereka duduki namun tidak dapat dikuasai, umpamanya dareah sekitar
Krawang-Bekasi
Di sekitar Bekasi beroperasi pasukan kita yang dipimpin oleh Lukas Kustrayo. Setelah
pembentukan BKR ia langsung bergabung, dan pasukan yang dibentuknya beroperasi di sekitar
Bekasi. Setelah Belanda meyerang pada bulan Juli 1947 Lukas tetap beroperasi di sana dan tetap
menganggu kehadiran Belanda di daerah itu, juga setelah diadakan pengehentian tembak-
menembak. Kegiatan Lukas sangat menjengkelkan Belanda, sehingga Lukas diberi julukan ”Tijger van
West Jawa” (Harimau Jawa Barat). Belanda terus-menerus berusaha mengejar Lukas dan
pasukannya, tetapi selalu tidak berhasil. Setelah mereka mengetahui bahwa Lukas bermarkas di desa
Rawagede, mereka menyerbu desa itu pada tanggal 9 Desember 1947, dan lagi-lagi Lukas dan
pasukannya lolos. dalam kemarahan dan frustasi karena usaha mereka tidak berhasil, pasukan
Belanda menembaki rakyat desa Rawagede secara membabi buta dan membunuh 491 orang dewasa
dan anak-anak. Kekejaman Belanda ini tidak pernah kita ungkapkan ke dunia luar, karena pada
waktu itu memang kita tidak mempunyai aparat untuk melakukanya.
Kekejaman Belanda lain yang dapat disebut adalah pembantaian rakyat Sulawesi Selatan
pada bulan Januari 1948 oleh pasukan Kapten Wasterling, yang juga tidak pernah dihukum. Juga
peristiwa kapten api maut di Jawa Timur, ketika prajurit-prajurit Republik Indonesia yang tertawan
oleh Belanda diamsukkan dalam gerbong kereta api yang kemudian ditutup rapat tanpa ventilasi,
sehingga semua tawanan mati lemas karena kepanasan dan kehabisan udara.
Harus daikui, TNI mengalami pukulan berat berat saat agresi militer Belanda I itu. Akan
tetapi, kekalahan itu tidak menyurutkan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Ketika itulah perjuangan diplomasi memegang peranan penting. Tanpa kenal lelah, para tokoh
Indonesia di luar negeri membela kepentingan Indonesia. Mereka berusaha menunjukkan kepada
dunia internasional bahwa Indonesia layak dan mampu merdeka dan berdaulat.
Keberhasilan perjuangan diplomasi terbukti dari munculnya reaksi keras terhadap tindakan
agresi militer Belanda. India dan Australia mengajukan resolusi kepada Dewan Keamanan PBB.
Amerika Serikat menyerukan agar Indonesia dan Belanda menghentikan permusuhan Polandia dan
Uni Soviet mendesak agar pasukan Belanda ditarik dari wilayah RI. Di tengah reaksi dunia
internasional, pada tanggal 3 Agustus 1947, Belanda menerima resolusi Dewan Keamanan PBB untuk
menghentikan tembak-menembak.
Pada tanggal 18 September 1947, Dewan Keamanan PBB membentuk Commite of Good
Offices (Komite Jasa-jasa Baik). Komite itu kemudian terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara
(KTN). Anggota KTN terdiri atas wakil Australia, Richard Kiby, wakil Belgia, Paul van Zeeland, dan
wakil Amerika Serikat, Frank Graham. Terpilihnya Australia dalam KTN merupakan permintaan pihak
Indonesia, sedangkan terpilihnya Belgia merupakan permintaan pihak Belanda. Kemudian Australia
dan Belgia menentukan anggota KTN ketiga, yaitu Amerika Serikat.
Tugas pokok KTN adalah mecari penyelesaian damai terhadap masalah perselisihan antara
Indonesia dan Belanda. Untuk itu, KTN menawarkan perundingan kepada kedua negara. Amerika
Serikat mengusulkan tempat pelaksanaan perundingan yang di luar wilayah pendudukan Belanda
maupun wilayah Republik Indonesia. Tempat yang dimaksud adalah sebuah kapal AS bernama
Renville, yang sedang berlabuh di Tanjung Priok. Perundingan itu terkenal dengan sebutan
Perundingan Renville.
Dalam perundingan itu, delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan
delegasi Belanda dipimpin oleh Abdullah Wijoyoatmojo. Perundingan berlangsung alot karena baik
Indonesia maupun Belanda cenderung berpegang teguh pada pendirian masing-masing. Akhirnya,
pada tanggal 17 Januari 1948, hasil Perundingan Renville disepakati dan ditandatangani.
Daerah-daerah di belakang garis van Mook harus dikosongkan dari pasukan RI.
Belanda bebas membentuk negara-negara federal di daerah-daerah yang didudukinya dengan
melalui plebisit terlebih dahulu.
Dalam Uni Indonesia-Belanda, Negara Indonesia Serikat akan sederajat dengan Kerajaan Belanda.
Akibat Perundingan Renville, wilayah Indonesia yang diakui menjadi semakin sempit. Itulah
sebabnya, hasil Perundingan Renville mengundang reaksi keras dari kalangan partai politik, hasil
perundingan itu memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi. Bagi TNI, hasil prundingan itu
mengakibatkan harus ditinggalkannya sejumalh wilayah pertahanan yang telah susah payah
dibangun. Ketidakpuasan yang semakin memuncak terhadap hasil Perundingan Renville
mengakibatkan Kabinet Amir Starifuddin jatuh.
2. 3. Agresi Militer II
Adapun tujuan Belanda mengadakan Agresi Militer yang kedua ialah ingin menghancurkan
kedaulatan Indonesia dan mengusai kembali wilayah Indonesia dengan melakukan serangan militer
terhadap beberapa daerah penting di Yogyakarta sebagai ibu kota Indonesia pada saat itu. Pihak
Belanda sengaja membuat kondisi pusat wilayah Indonesia tidak aman sehingga akhirnya diharapkan
dengan kondisi seperti itu bangsa Indonesia menyerah dan bersedia menuruti ultimatum yang
diajukan oleh pihak Belanda. Selain itu bangsa Indonesia juga ingin menunjukkan kepada dunia
bahwa RI dan TNI-nya secara de facto tidak ada lagi.
2. 3. 3. Kronologis Terjadinya Agresi Militer II
Pelaksanaan hasil Perundingan Renville mengalami kemacetan. Upaya jalan keluar yang
ditawarkan oleh KTN selalu mentah kembali karena tidak adanya kesepakatan antara Indonesia dan
Belanda. Indonesia melalui Hatta (wakil presiden merangkap perdana menteri) tetap tegas
mempertahankan kedaulatan Indonesia, sementara Belanda terus berupaya mecari cara
menjatuhkan wibawa Indonesia. Saar ketegangan semakin memuncak Indonesia dan Belanda
mengirimkan nota kepada KTN. Nota itu sama-sama berisi tuduhan terhadap pihak lawan yang tidak
menghormati hasil Perundingan Renville. Akhirnya, menjelang tengah malam pada tanggal 18
Desember 1948, Wali Tinggi Kota Mahkota Belanda Dr. Beel mengumumkan bahwa Belanda tidak
terikat lagi pada hasil Perundingan Renville. Sementara itu keadaan dalam negeri sudah sangat
tegang berhubung dengan oposisi yang dilakukan oleh Front Demokrasi Rakyat (PKI dan sekutunya)
terhadap politik yang dijalankan oleh Kabinet Hatta. Oposisi ini meningkat setelah seorang tokoh
komunis kawakan, Muso, yang memimpin pemberontakan PKI tahun 1926, kembali ke Indonesia
dari Uni Soviet. Muso sejak mudanya memang selalu bersikap radikal dan ia yang mendorong PKI
untuk memberontak pada tahun 1926. Oposisi terhadap kabinet Hatta mencapai pucaknya ketika
Sumarsono, pemimpin Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia) mengumumkan pembentukan
pemerintahan Soviet di Madiun tanggal 18 September 1948. Pemberontakan ini segera ditumpas
pemerintah Republik. Belanda hendak mempergunakan pemberontakan PKI itu sebagai alasan yang
sangat baik untuk menyerang Republik dengan dalih membantu Republik melawan komunisme.
Dalam suasana genting, pemerintah RI mengadakan rapat kilat dan menghasilkan keputusan
darurat berikut.
Melalui radiogram, pemerintah RI memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk
membentuk Pemerintah Darurat RI (PDRI) di Sumatera.
Presiden dan wakil presiden RI tetap tinggal dalam kota dengan resiko ditangkap Belanda, agar dekat
dengan KTN (yang sekarang berada di Kaliurang).
Pimpinan TNI menyingkir keluar kota dan melancarkan perang gerilya dengan membentuk wilayah
pertahanan (sistem wehkreise) di Jawa dan Sumatera.
Setelah menguasai Yogyakarta, pasukan Belanda menawan presiden, dan sejumlah pejabat.
Soekarno diasingkan ke Prapat, Hatta ke Bangka, tetapi kemudian Soekarno dipindahkan ke Bangka.
Sementara itu, Jenderal Soedirman memimpin TNI melancarkan perang gerilya di kawasan luar kota.
Adanya Agresi Militer kedua yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia yaitu
mengakibatkan dihancurkannya beberapa bangunan penting di Yogyakarta, bahkan Yogyakarta yang
pada saat itu sebagai ibu kota Indonesia juga mampu dikuasai oleh Belanda. Selain itu presiden dan
wakil presiden beserta sejumalh pejabat pemerintah Indonesia berhasil ditawan kemudian
diasingkan oleh pihak Belanda.
Dengan melancarkan agresi militernya yang kedua, Belanda ingin menunjukkan kepada
dunia bahwa RI beserta TNI-nya secara de facto tidak ada lagi. Tujuan Belanda itu dapat digagalkan
oleh perjuangan diplomasi. Para pejuang diplomasi antara lain Palar, Sujatmoko, Sumitro, dan
Sudarpo yang berkeliling di luar negeri. Tindakan yang dilakukan dalam perjuangan diplomasi antara
lain sebagai berikut.
Menunjukkan pada dunia internasional bahwa agresi militer Belanda merupakan bentuk tindakan
melanggar perjanjian damai (hasil Perundingan Renville).
Meyakinkan dunia bahwa RI cinta damai, terbukti dari sikap, mentaati hasil Perundingan Renville
dan penghargaan terhadap KTN.
Membuktikan bahwa RI masih berdaulat dengan fakta masih berlangsungnya pemerintahan melalui
PDRI dan keberhasilan TNI menguasau Yogyakarta selama 6 jam (Serangan Oemoem 1 Maret).
Kerja keras perjuangan diplomasi mampu mengundang simapti internasional terhadap
Indonesia. Amerika Serikat mendesak Belanda untuk menarik mundur pasukannya dari wilayah RI
(dengan ancaman menghentikan bantuannya). Dewan Keamanan PBB mendesak Belanda untuk
menghentikan operasi militer dan membebaskan para pemimpin Indonesia. Desakan yang gencar
dari dunia internasional akhirnya dapat membuat Belanda mengakhiri militernya kedua.
Kabinet PDRI
Ketua (perdana menteri) merangkap menteri pertahanan dan penerangan: Syafruddin
Prawiranegara.
Menteri pendidikan dan kebudayaan merangkap menteri dalam negeri dan agam: Teuku Moh.
Hasan.
Menteri sosial dan perburuhan, pembangunan, organisasi pemuda dan keamanan: Sutan Rasyid.
Selama agresi militer II, Belanda terus menerus memprogandakan bahwa pemerintahan di
Indonesia sudah tidak ada lagi. Propaganda dapat digagalkan oleh PDRI. PDRI berhasil menunjukkan
kepada dunia internasional bahwa pemerintahan dalam tubuh RI masih berlangsung. Bahkan, pada
tanggal 23 Desember 1948, PDRI mampu memberikan instruksi lewat radio kepada wakil RI di PBB.
Isinya, pihak Indonesia sekaligus mengundang simapti internasional.
Atas dasar keberhasilan itu, para pemimpin PDRI sempat kecewa dengan tindakan para
pemimpin RI di Bangka yang mengadakan perundingan dengan Belanda tanpa sepengetahuan
mereka. Mereka juga tidak menyetujui hasil Perundingan Roem-Roijen yang cenderung melemahkan
wibawa Indonesia. Para pemimpin PDRI yakin bahwa kedudukan Indonesia telah kuat sehingga
mampu lebih banyak kepada Belanda.
PDRI menyerahkan keputusan mengenai hasil Perundingan Roem Roijen kepada kabinet, Badan
Pekerja KNIP, dan pimpinan TNI.
Pada hari itu juga, Syafruddin Prawiranegara menyerahkan mandat secara resmi kepada Wakil
Presiden Hatta.
Untuk menjamin terlaksananya penghentian agresi militer Belanda II, PBB membentuk
United Nations Commission for Indonesia (UNCI) atau Komisi PBB untuk Indonesia. Perundingan
mulai pada pertengahan April 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Roem, sedangkan
delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. van Roijen. Tokoh UNCI yang berperan dalam perundingan
adalah Merle Cohran dari Amerika Serikat. Perundingan banyak mengalami kemacetan sehingga
baru mencapai kesepakatan pada awal Mei 1949.
Pernyataan Indonesia
Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag untuk mempercepat pengakuan kedaulatan
kepada Negara Indonesia Serikat secara lengkap tanpa syarat.
Pernyataan Belanda
Menjamin penghentian operasi militer dan pembebasan semua tahanan politik.