OM AWIGHNAMASTU
disebut acire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang
terampil melakukan pekerjaan tangan.
Zaman batu besar (Megalithikum)
Zaman ini disebut juga sebagai zaman megalithikum. Hasil kebudayaan Megalithikum, antara lain:
Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek
moyang.
Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek moyang Sarchopagus/keranda atau
peti mati (berbentuk lesung bertutup)
Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat
Kubur batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup
Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka
Sejarah Agama Hindu
Agama Hindu sebenarnya lahir tumbuh, dan berkembang dari tradisi atau alam pikiran
ajaran kitab weda. Penganutnya ajaran weda ini adalah suku bangsa Arya. Sekitar tahun
1500 SM suku bangsa Arya memasuki wilayah India. Diperkirakan mereka memasuki India
melalui Celah Kaiber secara bergelombang. Sejarah Agama Hindu pertama-tama dimulai
kali suku arya mendiami Lembah Indus dan mendesak suku bangsa Dravida. Perlu ktia ingat
bahwa bangsa dravida dikenal sebagai bangsa yang berhasil mengembangkan peradaban
yang cukup maju di Lembah Indus. Peradaban suku bangsa Dravida berpusat di Mohenjo
Daro dan Harappa. Karena terdesak suku bangsa Arya, peradaban Mohenjo Daro dan
Harappa mengalami kemunduran. Bangsa Arya kemudian menyebar ke berbagai wilayah,
misalnya ke Lembah Sungai Gangga dan Yamuna. Dalam penyebarannya itu suku bangsa
Arya ada yang melangsukan perkawinan dengan orang-orang Dravida sehingga terbentuklah
masyarakat dan generasi baru.
Agama Hindu di Indonesia
Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat
diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4
Masehi dengan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga
berkembang di Jawa
Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti
Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua
prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.Dari prasasti-
prasasti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa “Raja Purnawarman
adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani
dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu”
Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya
yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja
Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman
adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi
dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa
Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu.
Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda
dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri
Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar,
diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta
dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654
Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: “Sruti indriya rasa”, Isinya memuat
tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.
Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat
Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti
yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama
Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang
dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa
sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan
Kanjuruan. Candi Badut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai
peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan
bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa
Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah
Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu
yang setia.
Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-
1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu,
misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab
Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari
ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan
pada jaman kerajaan Singosari.
Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit,
sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa
gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya
candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku
Negarakertagama.
Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali
diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti- prasasti,
juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama
dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama
Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana.
Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada
jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad
Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. .
Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan
kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan
Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama
Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia
Teori-teori Masuknya Agama Hindu ke Indonesia
Kehadiran Agama Hindu di Indonesia menimbulkan pembaharuan yang besar, seperti
berakhirnya jaman prasejarah Indonesia. Perubahan dari religi uno ke dalam kehidupan
beragama dengan memuja Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan kitab Suci Veda dan juga
munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Mengenai masuknya agama Hindu
di Indonesia, ada beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut. Teori-teori yang dimaksud
antara lain:
Teori Brahmana
Teori Brahmana di kemukakan oleh Van Leur. Van Leur
berpendapat bahwa Agama Hindu di bawa oleh para Brahmana atau
para pendeta ke Indonesia ia berpendapat seperti itu karena para
Brahmana lah yang mengetahui kitab weda.
Teori Ksatria
Teori ke satria ini dikemukan oleh F.D.K Bosch dan
C.C. Berg. Mereka mengatakan bahwa Agama Hindu di bawa oleh
para prajurit India yang ingin menaklukan Indonesia lalu
menyebarkan agama hindu.
Teori Waisya
Teori Waisya di kemukakan oleh Krom . Menurut Krom, Agama
Hindu masuk ke Indonesia di bawa oleh para pedagang atau
golongan waisya, Buktinya banyak pedagang dari India yang
berdagang di indonesia lalu mereka menyebarkan agama hindu di
Indonesia.
Teori Sudra
Dari seluruh teori tersebut, teori Brahmana adalah teori yang paling dapat diterima karena:
Agama hindu dalam kehidupan di masyarakat segala upaacra keagamaan
cenderung dimonopoli oleh kaum Brahmana sehingga hanyalah Brahmana yang
mungkin menyebarkan agama Hindu.
Prasasti yang ditemukan di Indonesia berbahasa Sansekerta yang merupakan bahasa
kitab suci dan upacara keagamaan, bukan bahasa sehari-hari sehingga
hanya dimengerti oleh Kaum Brahmana.
Bukti-bukti Monumental Peninggalan Prasejarah dan
Sejarah Perkembangan Agama Hindu di Indonesia
Berikut ini beberapa jenis alat dari masa praaksara yang pernah ditemukan di Indonesia.
Kapak Genggam
Kapak genggam diperkirakan merupakan alat yang digunakan oleh manusia jenis Pithecanthropus untuk berburu.
Kapak ini digunakan dengan cara digenggam.
Alat Serpih
Alat ini digunakan oleh manusia purba untuk menusuk, memotong dan melubangi kulit binatang. Alat ini terbuat dari
batu. Diperkirakan, alat ini merupakan serpihan dari batu yang dibuat sebagai kapak genggam.
Kapak Persegi
Kapak persegi merupakan alat yang terbuat dari batu dan digunakan oleh manusia untuk mencangkul, memahat, dan
berburu.
adalah meja yang terbuat dari batu, diperkirakan digunakan sebagai tempat menyimpan sesaji untuk sesembahan
manusia prasejarah.
Kapak Lonjong
Kapak lonjong merupakan kapak yang bentuknya lonjong. Pangkal kapak tersebut lebar dan
tajam, sedang ujungnya runcing dan diikatkan pada gagang. Alat ini terbuat dari batu yang telah
diasah hingga halus.
Menhir
Menhir merupakan tugu batu yang tinggi. Diperkirakan menhir digunakan sebagai tempat
pemujaan oleh manusia prasejarah.
Dolmen
Dolmen adalah meja yang terbuat dari batu, diperkirakan digunakan sebagai tempat menyimpan
sesaji untuk sesembahan manusia prasejarah.
Sarkofagus
Sarkofagus adalah peti mati yang terbuat dari batu.
Arca
Arca adalah batu yang dibentuk hingga menyerupai makhluk hidup tertentu.
Bejana Perunggu
Bejana perunggu adalah benda yang terbuat dari perunggu. Bentuknya mirip dengan gitar
spanyol tanpa gagang.
Kapak Corong
Kapak corong adalah kapak yang terbuat dari perunggu dan bentuk bagian atas mirip dengan
corong.
Peninggalan Sejarah Hindu di Indonesia
Materi akan dilanjutkan pada Hari Kamis, 26 Agustus 2021