Anda di halaman 1dari 5

1.

Kehidupan Masyarakat Masa PraAksara di Indonesia

Kehidupan Masyarakat Masa PraAksara di Indonesia, pada awalnya masyarakat praaksara hidup


secara nomaden. Dalam perkembangannya, kehidupan mereka mengalami perubahan dari nomaden
menjadi semi nomaden.
Akhirnya mereka hidup secara menetap di suatu tempat, dengan tempat tinggal yang pasti. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat praaksara menggunakan beberapa jenis peralatan, baik
yang terbuat dari batu maupun logam. Oleh karena itu, masyarakat pra aksara telah menghasilkan alat
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Kehidupan Masyarakat Masa PraAksara di Indonesia, berdasarkan perkembangan kehidupan,
manusia praaksara terbagi menjadi tiga masa, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa
bercocok tanam, dan masa perundagian.

A. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan


Masa berburu dan mengumpulkan makanan masih sangat bergantung pada alam sekitarnya.
Daerah yang ditempati manusia pra aksara adalah daerah yang banyak menyediakan bahan makanan
dalam jumlah yang cukup dan mudah memperolehnya.
Daerah tersebut juga banyak dikunjungi oleh binatang, oleh karena itu manusia praaksara
mudah untuk berburu binatang. Manusia yang hidup pada zaman berburu dan mengumpulkan ini
diperkirakan semasa dengan zaman paleolithikum.
Secara geografis pada zaman ini masih banyak tergantung pada kondisi alam sekitar. Manusia
kadang harus menyesuaikan diri dan bertahan hidup sesuai dengan kondisi lingkungannya.
Daerah padang rumput, sungai dan danau merupakan tempat-tempat ideal bagi manusia
praaksara, karena disitulah akan tersedia air dan bahan makanan yang berlimpah sepanjang tahun.
Pada zaman itu, manusia praaksara menempati tempat tinggal sementara di gua-gua payung
yang dekat dengan sumber makanan seperti siput, kerang, ikan, air dan lain-lain.
Sedangkan untuk sumber penerangan mereka menggunakan api yang diperoleh dengan cara
mebenturkan sebuah batu dengan batu sehingga menimbulkan percikan api dan membakar bahan-
bahan yang mudah terbakar seperti serabut kelapa kering, lumut kering, rumput kering.

B. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana sangat tergantung pada alam. Mereka akan tetap tinggal ditempat tersebut selama bahan
makanan masih tersedia dengan cukup.
Namun ketika mereka telah kehabisan sumber makanan atau alam sekitarnya tidak lagi
menyediakan sumber makanan, maka mereka akan berpindah dan mencari tempat-tempat lain yang
sekiranya kaya akan bahan makanan.
Kehidupan yang selalu berpindah-pindah atau nomaden inilah ciri manusia praaksara pada
masa berburu. Hasil perburuan mereka kumpulkan untuk keperluan perpindahan tempat, sebelum
mereka mendapatkan tempat yang baru.

C. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
masih pada tingkatan sederhana sekali. Karena mereka hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat yang lain, maka mereka hidup secara berkelompok dan tersusun dalam keluarga-keluarga kecil.
Dalam satu kelompok ada seorang pemimpin kelompok. Pemimpin kelompok inilah yang
dalam perkembangan selanjutnya di sebut ketua suku. Ketua suku memimpin anggota kelompok untuk
berpindah pindah dan mencari tempat yang baru.
Anggota kelompok laki laki bertugas berburu hewan sedangkan yang perempuan bertugas
mengumpulkan makanan dari tumbuh-tumbuhan. Walaupun tidak ada pembagian kerja secara khusus
namun mereka selalu menjalankan tugas hidup secara alami.
D. Kehidupan Budaya
Kajian budaya dapat di lihat dari hasil karya mereka yang telah ia buat. Alat-alat pada zaman
praaksara dapat memberikan petunjuk bagaimana cara manusia pada masa itu hidup.
Pada tingkatan permulaan, cara pembuatan peralatan ditunjukkan pada kegunaannya lalu
ditingkatkan pada cara pembatannya. Karena peralatan manusia praaksara pada waktu itu terbuat dari
batu maka hasil budaya yang dikembangkan pada zaman tersebut adalah hasil budaya batu.
Sehingga tidak heran jika zaman tersebut terkenal dengan zaman batu. Diantara hasil budaya
batu yang pernah ditemukan antara lain; kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, serpih bilah,
dan lain-lain.
2. Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha
Sejarah Nusantara pada Era Kerajaan Hindu Buddha berkembang karena hubungan dagang
wilayah Nusantara dengan negara-negara dari luar, seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur
Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia pada periode tarikh Masehi. Agama ini dibawa oleh para
musafir dari India yang bernama Maha Resi Agastya. Maha Resi agastya ini di Jawa terkenal dengan
nama Batara Guru atau Dwipayana.[1] Ajaran Hindu yang berkembang di beberapa tempat di Nusantara
disebut dengan aliran Waiṣṇawa, yaitu suatu ajaran yang memuja Dewa Wiṣṇu sebagai dewa utama.
Ajaran ini dianut oleh kelompok-kelompok masyarakat di Situs Kota Kapur, Bangka, Situs Cibuaya,
Situs Karawang dan Situs Muarakaman, Kutai (pada sekitar abad ke- 5-7 M). Bukti adanya Agama
Hindu tampak pada prasasti Tuk Mas yang ditemukan di Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang,
Jawa Tengah, di lereng Gunung Merbabu yang diperkirakan berasal dari pertengahan abad ke-7 M.
Dalam ajaran Buddha, diketahui dianut oleh kelompok masyarakat Nusantara tepatnya di
Situs Batujaya, Situs Bukit Siguntang di Sumatera Selatan, dan Situs Batu Pait di Kalimantan Barat
pada sekitar abad ke-6-7 M.[2] Proses penyebaran agama Buddha dilakukan oleh para Dharmaduta
yang bertugas untuk menyebarkan Dharma atau ajaran Buddha ke seluruh dunia. Penyebaran agama
Buddha di Indonesia dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri yang belajar di India dan
menjadi Bhiksu kemudian menyebarkan ajarannya di Nusantara. Untuk di daerah pulau Jawa, agama
Buddha datang pada Abad ke-5 yang disebarkan oleh pangeran Khasmir (bernama Gunadharma). Pada
abad ke-9, penyebaran Agama Buddha dilakukan oleh pendeta-pendeta dari wilayah India yaitu
Gaudidwipa (benggala) dan Gujaradesa (Gujarat). Bukti tertua adanya pengaruh Buddha India di
Indonesia adalah dengan ditemukannya Arca Buddha dari perunggu di Sempaga, Sulawesi Selatan.
Antara abad ke 4 hingga abad ke 16 di berbagai wilayah nusantara berdiri berbagai kerajaan yang
bercorak agama Hindu dan Buddha.[3]
Sejak masuknya agama Hindu dan Buddha, masyarakat prasejarah Nusantara yang sebelumnya
memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme beralih memeluk agama Hindu dan Buddha.

A. Eksistensi Kerajaan Hindu-Buddha


Agama Buddha pertama kali masuk ke Nusantara sekitar pada abad ke-2 Masehi. Hal tersebut
dibuktikan dengan penemuan patung Buddha dari perunggu di daerah Jember dan Sulawesi Selatan.
Pengenalan agama Buddha di Nusantara berasal dari laporan seorang pengelana Cina bernama Fa
Hsien pada awal abad ke 5 Masehi. [4] Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak
Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara.[5] Kemudian dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai
abad ke-16. Selain Kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan Sunda, masih banyak pula kerajaan lain
bercorak Hindu-Buddha, seperti Kerajaan Mataram Kuno.[6]
Selanjutnya, muncul dua kerajaan besar, yakni Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Pada
masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.[7] Pada
sekitar tahun 670 M, Penjelajah Tiongkok yang bernama I-Tsing mengunjungi ibu kota
daerah Palembang. Pada puncak kejayaannya, kekuasaan Sriwijaya mencapai daerah Jawa
Tengah dan Kamboja. Pada abad ke-14 terdapat satu kerajaan Hindu di Jawa Timur yang bernama
Kerajaan Majapahit. Antara tahun 1331-1364,, Patih Majapahit yang bernama Gajah Mada berhasil
memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir
seluruh Semenanjung Melayu.
B. Warisan Kebudayaan Hindu Buddha
Sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat prasejarah Nusantara telah memiliki
kebudayaan yang cukup maju. Selanjutnya, warisan dari Kerajaan Hindu dan Buddha yang pernah ada
di Nusantara membentuk berbagai inspirasi hasil karya budaya di Nusantara. Salah satu contohnya
ialah karya sastra India yang dibawa ke Indonesia, yakni wiracarita Ramayana, Mahabarata, dan karya
sastra lainnya. Adanya kedua kitab itu juga memacu beberapa pujangga Nusantara untuk
menghasilkan karyanya sendiri, seperti Empu Dharmaja dari kerajaan Kediri yang menyusun Kitab
Smaradhahana, Empu Sedah dan Empu Panuluh dari kerajaan Kediri yang menelurkan karya Kitab
Bharatayuda, Empu Tanakung yang membuat Kirab Lubdaka, Empu Kanwa yang memiliki karya
Kitab Arjunawiwaha, Empu Triguna dengan Kitab Kresnayana-nya, Empu Panuluh yang menulis
Kitab Gatotkacasraya, Empu Tantular yang membuat Kitab Kitab Sotasoma, dan Empu Prapanca yang
masyhur dengan magnum opusnya yang berjudul Kitab Negarakertagama.[8]Dengan demikian, cerita
dari karya sastra yang muncul pada masa Hindu Buddha ini menjadi sumber inspirasi bagi
pewayangan Indonesia.
Selain karya sastra, sistem politik dan pemerintahan pun diperkenalkan oleh orang-orang India dan
membuat masyarakat yang pada awalnya hidup dalam kelompok-kelompok kecil menjadi bersatu dan
membentuk sebuah kekuasaan yang lebih besar dengan pemimpin tunggal berupa seorang raja. Karena
pengaruh hal ini, beberapa kerajaan Hindu-Buddha seperti Kerajaan Sriwijaya, Majapahit,
Tarumanegara, dan Kutai akhirnya dapat muncul di Nusantara.[9]
Tidak hanya karya sastra dan sistem politik saja yang berkembang pada masa Hindu Buddha di
Nusantara, banyak pula hasil karya manusia masa lalu yang menandakan sejarah berkembangnya
Hindu-Buddha di Nusantara. Beberapa di antaranya ialah adanya alat-alat dan benda sarana ritual yang
salah satunya berbentuk arca yang memiliki beberapa bentuk yang dapat dikenali dari beberapa tanda
khusus (laksana), posisi atau sikap tertentu, dan wahana atau binatang yang dianggap menjadi
kendaraan seorang dewa.[10]

C. Runtuhnya Era Kerajaan Hindu-Buddha


Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-13 Masehi melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak
Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatra dan Demak di Jawa.[11] Munculnya
kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit,
sekaligus menandai akhir dari era Hindu-Buddha ini.

3. Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Indonesia

Agama Islam pertama kali lahir di Mekkah, Arab Saudi. Para pemeluknya menyebarkan agama
Islam lewat berbagai jalur. Salah satu teori menyebutkan bahwa agama Islam di Indonesia masuk
lewat jalur perdagangan. Ketika Islam menyebarkan agama dan kebudayaannya ke Indonesia,
prosesnya cenderung berjalan dengan damai. Karena itu, raja hingga rakyat biasa menerimanya dengan
hangat.
Selain perdagangan, ada saluran lain yang menyebabkan agama Islam dapat masuk dan
berkembang di Indonesia. Saluran tersebut di antaranya adalah saluran perkawinan, pendidikan, dan
seni budaya.
Ada teori-teori yang menyebutkan tentang asal penyebar Islam di Indonesia, yaitu teori Gujarat,
teori Arab, dan teori Persia.
Teori Gujarat ini diajukan oleh kalangan sejarawan Belanda, seperti Jan Pijnappel, Snouck
Hurgronje, dan Jean Piere. Menurut teori ini, penyebar Islam di Indonesia berasal dari Gujarat (India)
antara abad ke-7 hingga abad ke-13 M. Kalangan yang berperan khususnya adalah para pedagang.
Sejak abad ke-7, mereka telah memeluk Islam dan di tengah kegiatannya berdagang, mereka turut
mengenalkan agama Islam, termasuk di Indonesia.
Sementara itu, teori Arab diajukan oleh Jacob Cornelis van Leur dan Buya Hamka. Teori ini
menyebutkan bahwa pengaruh Islam dibawa langsung oleh pedagang Arab sekitar abad ke-7. Teori
Arab didukung dengan adanya pemukiman Islam di Barus, pesisir barat Sumatera, di abad ke-7. Ada
pula nisan pada makam wanita di Gresik, Jawa Timur, yang ditulis dengan huruf Arab bergaya Kufi.
Teori lainnya adalah teori Persia yang didukung oleh Hoesein Djajadiningrat. Teori ini
berpendapat bahwa pengaruh Islam di Indonesia dibawa masuk oleh orang-orang Persia sekitar abad
ke-13. Argumen yang diajukan oleh teori ini adalah terdapat kesamaan budaya dan tradisi yang
berkembang antara masyarakat Persia dan Indonesia, seperti peringatan 10 Muharram, kesamaan
ajaran sufi, kesamaan seni kaligrafi pada nisan makan, dan terdapat perkampungan Leran yang sempat
menjadi perintis penyebaran Islam di Jawa.
Perkembangan agama Islam di Indonesia semakin pesat dengan berdirinya kerajaan-kerajaan
Islam. Perkembangan kerajaan Islam di Indonesia berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-18.
Kerajaan tersebut dapat dibagi berdasarkan lokasi pusat pemerintahan mereka, yaitu di Sumatera,
Jawa, Sulawesi, dan Maluku.
Kerajaan Islam yang didirikan pertama kali adalah Kerajaan Perlak. Bukti sejarah yang
menunjukkan terdapat masyarakat dan kerajaan Islam dilaporkan oleh Marco Polo dari Venesia yang
singgah di Kerajaan Perlak dalam perjalanan pulang ke Italia tahun 1292. Di perlak, Marco Polo juga
menjumpai adanya penduduk yang telah memeluk Islam dan pedagang Islam dari India yang
menyebarkan agama Islam.
Menyusul Kerajaan Perlak, berdiri pula Kerajaan Samudra Pasai. Bukti sejarah adanya kerajaan ini
ditulis oleh Ibnu Batutah, seorang utusan kerajaan Delhi ke Tiongkok. Dalam perjalanan dari India ke
Tiongkok, Ibnu Batutah singgah di Samudra Pasai dan mengunjungi istana Sultan Malik Az-Zahir.
Dari hasil kunjungannya ke kerajaan Islam di Samudra Pasai, diketahui bahwa Samudra Pasai
merupakan pelabuhan penting tempat kapal-kapal India dan Tiongkok berlabuh.
Selain kedua kerajaan tersebut, kerajaan Islam lain yang pernah berdiri di Indonesia di antaranya
adalah Kerajaan Demak, Kerajaan Banten, Kerajaan Mataram, Kerajaan Makassar, Kerajaan Ternate,
Kerajaan Tidore, dan Kerajaan Aceh Darussalam.

4. Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Eropa di Indonesia


A. Latar Belakang Kedatangan Bangsa Eropa ke Indonesia
Indonesia dikenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah. Rempah-rempah dicari bangsa
Eropa karena manfaatnya sebagai penghangat dan bisa dijadikan pengawet makanan. Selain
karena harganya yang mahal, memiliki rempah-rempah juga menjadi simbol kejayaan seorang raja
pada saat itu. Dari faktor-faktor tersebut, banyak bangsa Eropa yang berusaha untuk menemukan
daerah penghasil rempah-rempah, salah satunya Indonesia.

Portugis
Bartholomeus Diaz melakukan penjelajahan samudra dan sampai di Tanjung Harapan, Afrika
Selatan, pada 1488. Penjelajahan lalu diteruskan Vasco da Gama yang sampai di Gowa (India) pada
1498, lalu pulang ke Lisboa, Portugal, dengan membawa rempah-rempah.
Portugis pun semakin gigih dalam mencari sumber rempah-rempah. Untuk itu, Portugis
melanjutkan ekspedisi ke timur yang dipimpin Alfonso d’Albuquerque untuk menguasai Malaka. Ia
berhasil menguasai Malaka sebagai pusat perdagangan rempah-rempah di Asia Tenggara pada 10
Agustus 1511.

Spanyol
Orang Spanyol yang pertama kali melakukan penjelajahan samudra adalah Christopher
Columbus. Pada 1492, ia berlayar ke arah barat melewati Samudra Atlantik, hingga akhirnya tiba di
benua Amerika. Saat itu, Columbus berpikir kalau dia telah sampai di daerah yang ditujunya, yaitu
India. Karena itulah Columbus lalu menamakan penduduk lokal yang ia temui sebagai warga Indian.

Penjelajahan berikutnya dilakukan Magelhaens dari Spanyol ke barat daya. Melintasi Samudra
Atlantik sampai di ujung selatan Amerika, kemudian melewati Samudra Pasifik dan mendarat di
Filipina pada tahun 1521. Pelayaran Magelhaens berpengaruh bagi dunia ilmu pengetahuan karena
dirinya berhasil membuktikan bahwa bumi itu bulat. Penjelajahan Magelhaens kemudian dilanjutkan
Sebastian del Cano. Pada 1521, Sebastian del Cano berhasil berlabuh di Tidore, namun kedatangan
mereka dianggap melanggar Perjanjian Tordesillas. Untuk menyelesaikan permasalahan keduanya,
Portugis dan Spanyol melakukan Perjanjian Saragosa pada 1529.
Belanda
Pada 1596, Cornelis de Houtman berhasil mendarat di Banten. Sikap Belanda yang kurang
ramah dan berusaha memonopoli perdagangan di Banten membuat Sultan Banten saat itu marah.
Akibatnya, ekspedisi ini terbilang gagal. Sekitar 1598-1600, pedagang Belanda mulai berdatangan
kembali. Kedatangannya kali ini dipimpin Jacob van Neck. Ia berhasil mendarat di Maluku dan
membawa rempah-rempah. Keberhasilan van Neck menyebabkan semakin banyak pedagang Belanda
datang ke Indonesia.

Inggris
Masuknya bangsa Inggris ke Indonesia juga bertujuan mencari rempah-rempah. Tokoh
penjelajahnya adalah Sir Henry Middleton dan James Cook. Henry Middleton mulai menjelajah di
tahun 1604 dari Inggris menyusuri perairan Cabo da Roca (Portugal) dan Pulau Canary. Henry
Middleton lanjut menuju perairan Afrika Selatan hingga Samudra Hindia. Ia sampai di Sumatra, lalu
menuju Banten di akhir 1604. Ia berlayar ke Ambon (1605), lalu ke Ternate, serta Tidore, dan
mendapat rempah-rempah, seperti lada dan cengkeh. Sedangkan James Cook sampai ke Batavia tahun
1770, setelah dari Australia.

B. Perkembangan Kekuasaan Bangsa Eropa di Indonesia


Di antara bangsa-bangsa tersebut, Belanda merupakan negara yang cukup lama berada di
Indonesia. Hingga akhirnya mereka membuat perusahaan dagang di Indonesia. Meski telah bangkrut,
sampai sekarang, perusahaan ini tercatat sebagai salah satu perusahaan terkaya di dunia, lho! Ada yang
bisa menebak nama perusahaannya?
Vereenigde Oostindische Compagnie atau lebih dikenal dengan VOC merupakan perusahaan
dagang tersebut. VOC didirikan pada 20 Maret 1602 oleh Johan van Oldenbarnevelt.
Kepemimpinannya dipegang oleh 17 orang pemegang saham (Heeren Zeventien) yang berkedudukan
di Amsterdam. Tujuan pembentukannya adalah:
1) Menghindari persaingan sesama pedagang Belanda.
2) Memperkuat Belanda dalam persaingan dengan Bangsa Eropa lain.
3) Memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia.
Keberadaan VOC tidak hanya sebagai kongsi dagang, namun juga menjadi kekuatan politik.
VOC memiliki hak octrooi, yaitu monopoli perdagangan, mencetak mata uang sendiri, mengadakan
perjanjian, menyatakan perang dengan negara lain, menjalankan kekuasaan kehakiman, memungut
pajak, memiliki angkatan perang, dan mendirikan benteng. VOC pun memiliki beberapa kebijakan,
yaitu:
1. Contingenten: pajak wajib berupa hasil bumi yang langsung dibayarkan ke VOC.
2. Verplichte leverantie: penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditentukan
VOC. Kebijakan ini berlaku di daerah jajahan yang tidak secara langsung dikuasai VOC,
misalnya Kesultanan Mataram.
3. Ekstirpasi: menebang kelebihan jumlah tanaman agar produksinya tidak berlebihan,
sehingga harga dapat dipertahankan.
4. Pelayaran Hongi: Pelayaran dengan perahu kora-kora untuk memantau penanaman dan
perdagangan rempah-rempah oleh petani.

Pada tahun 1799, VOC bangkrut karena pegawai VOC banyak yang melakukan korupsi,
menanggung utang akibat perang, dan kemerosotan moral para pegawai. Dengan dibubarkannya VOC,
maka kekuasaannya di Indonesia kemudian diambil alih oleh pemerintah kerajaan Belanda yang saat
itu dikuasai Prancis.

Anda mungkin juga menyukai