Anda di halaman 1dari 7

1.

BAGAIMANA PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA HINDU DAN


BUDHA

Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia


Agama Hindu dan Budha berasal dari India. Kedua agama tersebut masuk dan dianut oleh penduduk di berbgai wilayah
nusantara pada waktu yang hampir bersamaan, sekitar abad ke empat, bersamaan dengan mulai berkembangnya
hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina. Sebelum pengaruh Hindu dan Budha masuk ke Indonesia,
diperkirakan penduduk Indonesia menganut kepercayaan dinamisme dan
animisme.

Agama Budha disebarluaskan ke Indonesia oleh para bhiksu, sedangkan mengenai pembawa agama Hindu ke Indonesia
terdapat 4 teori sebagai berikut :
Teori ksatria (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para ksatria)
Teori waisya (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para pedagang yang berkasta waisya)
Teori brahmana (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para brahmana)
Teori campuran (masuknya agama Hindu disebarkan oleh ksatria, brahmana, maupun waisya)
Bukti tertua adanya pengaruh India di Indonesia adalah ditemukannya Arca Budha dari perunggu di Sempaga, Sulawesi
Selatan. Antara abad ke 4 hingga abad ke 16 di berbagai wilayah nusantara berdiri berbagai kerajaan yang bercorak agama
Hindu dan Budha.

HINDU

Masuknya Agama Hindu ke Indonesia merupakan masa yang sangat panjang. Agama Hindu yang merupakan Agama yang
muncul di daratan India, masuk ke Indonesia melalui beberapa cara. Menurut sejarah, Masuknya Agama Hindu ke
Indonesia tidak lepas dari aktivitas dagang antara pedagang India dan Pedagang-pedagang di nusantara.

Agama Hindu diperkirakan masuk ke wilayah Indonesia sekitar awal abad ke-4. Agama hindu sendiri merupakan agama
yang pertama di kenal di Indonesia. Cara penyebaran agama ini juga tidak lepas dari pengaruh perdagangan, karena
penyebaran tersebut dilakukan oleh para pedagang India yang sedang berdagang dan bermukim di Indonesia

Masuknya agama Hindu ke Indonesia dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala
pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan
Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang
menyatakan bahwa: Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman.
Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk
memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan Vaprakeswara.

Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman
prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang
Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah.
Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan
diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten,
Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.

Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa Raja Purnawarman adalah Raja
Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan
dengan tapak kaki Dewa Wisnu

Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa
Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa
Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan
Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti
Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih
muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi,
Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf
Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra
Sengkala berbunyi: Sruti indriya rasa, Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu
dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.

Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8
Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi,
merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu
berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota
Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara
besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para
Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan
Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua
kerajaan Hindu di Jawa Timur.

Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri
Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian
sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah
kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia.

Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban
agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab
Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari
(tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari
sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.

Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar
meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan
perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci
Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.

Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad
ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura
Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang
berasal dari abad ke-8.

Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan
datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup
besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui
Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam
Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan
sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.

Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad
ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem
Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha
(Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian
pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu
(Klungkung).

Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan


sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita
Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja,
Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun
1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar
dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23
Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan
Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu.
Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis
keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu
Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.

BUDHA

Indonesia merupakan negara yang dianggap strategis, karena terletak diantara dua benua dan dua samudera. Hal itu yang
menyebabkan pada zaman dahulu Indonesia di jadikan sebagai jalur pelayaran yang strategis antara India ke China ataupun
sebaliknya, banyaknya pedagang China dan India melalui Indonesia menyebabkan adanya pengaruh kebudayaan baik dari
India maupun dari China. Para pedagang itu juga tidak semata-mata melakukan perdagangan di wilayah Nusantara, akan
tetapi mereka juga berperan dalam proses penyebaran agama pada saat itu khususnya Hindu dan Buddha. Hindu
merupakan agama yang dianggap sebagai agama paling tinggi kedudukannya saat itu, karena mereka mengenal system
kasta sehingga yang bisa mempelajarinya hanyalah kalangan tertentu saja. Sedangkan Buddha merupakan agama yang
tidak mengenal kasta, sehingga dapat menyebar dengan merata tanpa memandang suatu kalangan atau pun kasta
tertentu. Masuknya agama Buddha di Indonesia itu sekitar awal abad pertama atau saat dimulainya perdagangan melalui
jalur laut, namun itu hanyalah perkiraan kedatangan para pedagang dari India atau pun dari China. Sedangkan bukti-bukti
yang menyebutkan adanya orang Indonesia yang memeluk agama Budha itu sekitar adab ke-4 M.

Ditemukan Prasasti dan Ruphang Buddha (Abad ke-4) Sebuah Prasasti berasal dari abad ke-4 dekat bukit meriam di Kedah,
sebuah lempengan batu berwarna ditemukan di satu puing rumah bata yang diperkirakan mungkin merupakan kamar
bhiksu Buddha. Lempengan batu itu berisi 2 syair Buddhist dalam bahasa Sanskerta ditulis dengan huruf abjad Pallawa
tertua. Tulisan yang kedua dari lempengan batu tersebut berbunyi : Karma bertambah banyak karena kurang
pengetahuan dharma Karma menjadi sebab tumimbal lahir Melalui pengetahuan dharma menjadikan akibat tiada karma
Dengan tiada karma maka tiada tumibal lahir. Bukti-bukti tertua dikatakan sekitar tahun 400 M., di Kalimantan Timur,
dilembah-lembah Sungai Kapuas Mahakam dan Rata, terdapat tanda-tanda lain dari pengaruh India terlihat dalam bentuk
patung Buddha dalam gaya Gupta.

Sebelum abad ke-5, di Kedah Sulawesi, Jawa Timur dan Palembang, patung-patung Buddha gaya Amaravati ditemukan (ini
dihubungkan dengan tempat-tempat tertua, Amarawati di Sungai Kitsna kira-kira 80 mil dari pantai timur India, adalah
negeri aliran besar patung Buddha yang berkembang dari tahun 150 sampai 250 M.), namun adanya negara Buddha di
daerah-daerah itu belum ada yang mengetahui tentang kemungkinannya. Sebuah kerajaan bernama Kan-to-li juga disebut
oleh orang-orang tionghoa. Tahun 502 seorang Raja Buddha telah memerintah di sana dan tahun 519 putra raja
Vijayavarman mengirim utusan ke Tiongkok. Kerajaan ini diperkirakan berada di Sumatera.

Kerajaan Srivijaya (Sriwijaya) merupakan asal mula peranan kehidupan Agama Buddha di Indonesia, dimulai pada zaman
Srivijaya di Suvarnadvipa (Sumatera) pada abad ke-7. Berapa lama Srivijaya telah ada sebelum itu masih merupakan suatu
dugaan. Letak kerajaan Srivijaya di Sumatera Selatan mungkin sekali di Minangatamwan di daerah pertemuan Sungai
Kampar Kanan dan Kampar Kiri (sekitar Palembang).

Catatan-catatan berharga berupa prasasti-prasasti bila dikumpulkan menunjukkan adanya kerajaan kerajaan Buddha di
Palembang. Prasasti-prasasti itu adalah : Prasasti yang tertua ialah Prasasti Kedukan Bukit (dekat Palembang) yang dapat
dipastikan tahun Saka (=13 April 683) menceritakan perjalanan suci Dapunta Hyang berangkat dari Minangatamwan.
Prasasti yang ke-2 ialah Prasasti Talang Tuo (dekat Palembang) yang memperingati dan pembuatan taman Criksetra (taman
umum) didirikan tahun 684 atas perintah Raja Dapunta Hyang Srijayanaca sebagai kebajikan Buddha untuk kemakmuran
semua makhluk. Semua harapan dan doa dalam prasasti itu jelas sekali menunjukkan sifat Agama Buddha Mahayana.
Prasasti yang ke-3 didapatkan di Telaga Batu tidak berangka tahun. Di Telaga Batu banyak didapatkan batu-batu yang
bertuliskan Siddhayatra (=Perjalanan Suci yang berhasil) dan dari Bukit Siguntang di sebelah Barat Palembang ditemukan
sebuah arca Buddha dari batu yang besar sekali berasal dari sekitar abad ke-6. Prasasti ke-4 dari Kotakapur (Bangka) dan
yang ke-5 dari Karang Berahi (daerah Jambi hulu), keduanya berangka tahun 686 M.

I-Tsing dua kali datang ke Srivijaya I-Tsing (634-713) seorang pendeta Buddha dari negeri Tiongkok yang terkenal dalam
perjalanannya ke India pada tahun 671. Dia mengatakan, dia berlayar dari negeri Tiongkok ke Srivijaya dengan kapal
saudagar Persia. Pelayaran selanjutnya ke India dengan kapal Raja Srivijaya. Di Srivijaya sebelum pergi ke India ia belajar
bahasa Sansekerta selama 6 bulan. Ini membuktikan betapa pentingnya Srivijaya sebagai pusat untuk mempelajari Agama
Buddha Mahayana pada waktu itu. Ia mengatakan di Srivijaya ada lebih dari 1000 biksu, aturan dan tata upacara mereka
sama dengan di India demikian juga Agama Buddha Mahayana yang ada di negeri Tiongkok.

Tahun 685 I-Tsing setelah belajar selama 10 tahun di Universitas Buddha Nalanda di Benggala, ia kembali ke Srivijaya dan
tinggal di sana sekitar 4 tahun untuk menterjemahkan teks Agama Buddha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa
Mandarin. Ia juga mencatat Vinaya dari Sekte Sarvastivada. Tahun 689 karena keperluan mendesak akan alat-alat tulis dan
pembantu, ia pulang ke Canton Selatan, kemudian ia kembali ke Srivijaya dengan 4 orang teman dan tinggal di sana untuk
merampungkan memoirnya tentang Agama Buddha pada masanya. Memoir ini diselesaikan dan dikirim ke Tiongkok tahun
692, dan tahun 695 ia kembali ke Tiongkok. Bersamaan waktu dengan I-Tsing juga teman-temannya dari Tiongkok sebanyak
41 bhiksu yang mahasiswa datang belajar Agama Buddha Mahayana di Srivijaya. Adalah sangat disayangkan bahwa tidak
terdapat peninggalan buku-buku Agama Buddha Mahayana dari Zaman Srivijaya sebagai pusat pendidikan Agama Buddha
yang bernilai internasional pada masa itu.

Selain kerajaan Srivijaya, masih banyak kerajaan-kerajaan lain yang bercorak Buddha di Indonesia. Seperti kerajaan
Tarumanegara, Mataram kuno, dan lain sebagainya. Semua kerajaan itu berperan dalam proses perkembangan agama
Buddha di Nusantara, pengaruh India pada masa kerajaan-kerajaan itu sangat terasa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
bangunan-bangunan peribadatan seperti candi-candi dan sebagainya. Agama Buddha di masa itu memang sedikit banyak
terpengaruh oleh agama Buddha dari negeri asalnya tersebut, karena corak dari patung Buddha tersebut mencirikan
patung-patung Buddha di India.

Namun pada perkembangannya sampai saat ini, pangaruh India kian memudar. Justru pengaruh dari negeri Tionghoa-lah
yang paling mendominasi Agama Buddha sampai saat ini, terbukti dari bentuk patung, tempat sembahyangnya maupun
seluruh ornamen dalam Agama Buddha saat ini lebih didominasi unsur Tionghoa ketimbang dari India. Hal ini disebabkan
oleh banyaknya orang Tionghoa yang Bergama Buddha yang berdagang di Nusantara sejak zaman dahulu, sehingga proses
perkembangan agama Buddha lebih banyak di dominasi oleh kebudayaan orang Tionghoa ketimbang dari India.

Menurut kami Agama Buddha itu sampai di Indonesia pada awalnya berasal dari India, akan tetapi dalam
perkembangannya agama Buddha lebih di dominasi oleh pengaruh China. Pada saat ini pula orang-orang yang memeluk
agama Buddha di Indonesia kebanyakan adalah orang-orang Keturunan China, dibandingkan dengan orang-orang
Keturunan India maupun masyarakat Pribumi sendiri

2. SEBUTKAN TEORI MASUKNYA AGAMA HINDU KE INDONESIA

Berikut ini ada 5 teori tentang masuknya agama Hindu ke Indonesia.

Teori Brahmana

J.C Van Leur mengungkapkan bahwa penyebar agama Hindu di Indonesia adalah kaum brahmana yang diundang oleh para
pemimpin suku. Kedatangan para Brahmana ditujukan untuk melegitimasi kekuasaan para pemimpin suku tersebut. Jadi
menurut J.C Van Leur, kaum brahmanalah yang menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Hal ini didasarkan bahwa agama
Hindu bukalah agama yang demokratis bagi orang banyak. Yang mampu membaca bahasa sansekerta adalah kaum
brahmana. Sedangkan teori ini diragukan karena kaum Brahmana pantang untuk menyebrangi lautan. Padahal kita tahu
letak Indonesia dengan India harus melewati ribuan kilometer air laut.

Teori Ksatria

Ter Haar mengungkapkan bahwa masuknya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh kasta Ksatria. Di India zaman dahulu
sering terjadi pertikaian antar kaum ksatria. Para prajurit yang mengalami kekalahan pada akhirnya meninggalkan India dan
kemudian menyebar ke beberapa wilaya salah satunya Indonesia. Mereka inilah yang kemudian mendirikan koloni-koloni
baru sebagai tempat tinggal. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan kebudayaan Hindu. Namun teori
memiliki kelemahan yaitu tidak ada bukti tertulis bahwa pernah terjadi kolonialisasi India atas Indonesia.
Teori Waisya

N.J Krom mengungkapkan Teori Waisya, yaitu para pedaganglah yang menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Krom
menganalisa atas dasar, para pedaganglah (kaasta waisya) yang paling banyak datang ke Indonesia. Para pedagang India
yang ingin berdagang ke Cina, singgah di Indonesia. Kemudian mereka membentuk pemukiman India, bahkan banyak dari
meraka yang menikah dengan penduduk pribumi. Lewat interaksi itu mereka menyebarkan agama Hindu. Kelemahan teori
waisya yaitu apabila Hindu disebarkan oleh pedagang seharusnya agama Hindu hanya berkembang di daerah pesisir.
Sedangkan pada kenyataannya banyak kerajaan yang bercorak Hindu di daerah pedalaman.

Teori Sudra

Van Feber adalah bahwa : Orang India berkasta Sudra (pekerja kasar) menginginkan kehidupan yang lebih baik daripada
mereka tinggal menetap di India sebagai pekerja kasar bahkan tak jarang mereka dijadikan sebagai budak para majikan
sehingga mereka pergi ke daerah lain bahkan ada yang sampai ke Indonesia. Orang berkasta sudra yang berada pada kasta
terendah di India tidak jarang dianggap sebagai orang buangan sehingga mereka meninggalkan daerahnya pergi ke daerah
lain bahkan keluar dari India hingga ada yang sampai ke Indonesia agar mereka mendapat kedudukan yang lebih baik dan
lebih dihargai.

Teori Arus Balik

Coedes dan FDK Bosch mengungkapkan teori arus balik yaitu agama Hindu disebarkan oleh orang Indonesia sendiri. Sudah
banyak pedagang Indonesia yang berdagang di India. Selain berdagang mereka juga berinteraksi dengan penduduk India.
Sehingga mereka mengenal agama Hindu.

Dari beberapa teori yang diungkapkan di atas, para sejarawan menyimpulan bahwa yang menyebarkan agama Hindu ke
Indonesia adalah kaum Brahmana yang mendapatkan undangan dari Raja. Teori ini berhubungan dengan hanya kaum
Brahmana yang mengetahui isi dari kitab Weda. Agama Hindu dikenal dengan agama yang kurang begitu demokratis yang
begitu mensyakralkan tentang masalah penyebaran agama.

3. SEBUTKAN BUKTI TERTUA DARI BUDAYA HINDU

Yupa

Yupa adalah prasasti peninggalan kerajaan Kutai. Yupa merupakan salah satu bukti bahwa agama Hindu masuk ke
Indonesia adalah pada awal abad ke-4 Masehi. Yupa dibangun pada masa raja Mulawarman (Raja Kutai).

Prasasti
Prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Hindu di antaranya: Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu,
dan Lebak. Prasasti-prasasti tersebut adalah peninggalan Kerajaan Tarumanegara.

Candi
Candi-candi peninggalan budaya Hindu antara lain Prambanan, Arjuna, Skrikandi, dan Badut. Semua candi-candi tersebut
dibuat pada saat kerajaan Hindu masih berkuasa di Indonesia .

Bukti tertua adanya pengaruh India di Indonesia adalah ditemukannya Arca Budha dari perunggu di Sempaga, Sulawesi
Selatan. Antara abad ke 4 hingga abad ke 16 di berbagai wilayah nusantara berdiri berbagai kerajaan yang bercorak agama
Hindu dan Budha

4. SEBUTKAN SALURAN MASUKNYA AGAMA HINDU DAN BUDHA

Jalur Penyebaran Agama Hindu dan Buddha


Pada umumnya para ahli cenderung berpendapat bahwa masuknya agama dan budaya Hindu dan Buddha di Indonesia
dibawa oleh para pedagang dan brahmana dari India atau China melalui jalur laut dan darat. Jalur yang dipilih ada dua,
yaitu:

1. Melalui jalur laut.

Pada pedagang dan brahmana yang datang ke Indonesia melalui jalur laut mengikuti rute dari India menuju Myanmar,
Thailand, Semenanjung Malaya, Indonesia, Kamboja, Vietnam, China, Korea, dan Jepang.

2. Melalui jalur darat (jalur sutra).

Para penyebar agama dan kebudayaan Hindu-Buddha yang menggunakan jalur darat melalui jalur sutra. Jalur sutra
tersebut berangkat dari India ke Tibet terus ke utara hingga sampai di China, Korea, dan Jepang. Ada juga yang melakukan
perjalanan dari India Utara ke Bangladesh, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, kemudian berlayar ke Indonesia.

5. APA SAJA BUKTI PENGARUH MASUKNYA AGAMA HINDU DAN BUDHA


. Pengaruh Kebudayaan Hindu & Budha
Perkembangan Hindu & Budha di nusantara tidak sekedar membawa perubahan dalam bidang keagamaan saja
melainkan juga berpengaruh pada kehidupan politik, sosial dan budaya.

Perubahan dalam bidang politik


Di bidang politik yang paling nyata adalah diperkenalkannya sistem kerajaan. Sebelumnya, kedudukan pemimpin dalam
masyarakat nusantara ialah orang yang dituakan oleh sesamanya.

Perubahan dalam bidang sosial


Masyarakat nusantara terbagi menjadi beberapa golongan sesuai dengan aturan kasta. Akan tetapi, sistem kasta yang
berlaku di nusantara tidaklah seketat di negara asalnya.

Perubahan dalam bidang kebudayaan


Pengaruh di bidang kebudayaan terutama berkaitan dengan penyelenggaraan upacara keagamaan, seperti upacara
sesajen, pembuatan relief, candi serta penggunaan bahasa sansekerta.

Warisan kebudayaan Hindu Budha


Arsitektur

Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah mengubah dan menambah khasanah budaya
Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.

Agama

Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.
Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Buddha sejak berinteraksi dengan orang-orang
India. Budaya baru tersebut membawa perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal tata krama, upacara-
upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan.

Pemerintahan

Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-kelompok kecil masyarakat
bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan
kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.

Arsitektur
Salah satu tradisi megalitikum adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut berpadu dengan budaya India
yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita memperhatikan Candi Borobudur, akan terlihat bahwa
bangunannya berbentuk limas yang berundak-undak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan budaya India-Indonesia.

Bahasa

Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar berhuruf Pallawa dan
berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan
bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu
Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.

Sastra

Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra. Karya sastra terkenal yang
mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya kitab-kitab itu memacu para pujangga Indonesia untuk
menghasilkan karya sendiri. Karya-karya sastra yang muncul di Indonesia adalah:

Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,

Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan

Negarakertagama, karya Mpu Prapanca

Anda mungkin juga menyukai