Anda di halaman 1dari 54

Asal Mula Perkembangan Agama Buddha

di Indonesia
ASAL MULA PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI INDONESIA

Indonesia merupakan negara yang dianggap strategis, karena terletak diantara dua benua dan dua
samudera. Hal itu yang menyebabkan pada zaman dahulu Indonesia di jadikan sebagai jalur
pelayaran yang strategis antara India ke China ataupun sebaliknya, banyaknya pedagang China dan
India melalui Indonesia menyebabkan adanya pengaruh kebudayaan baik dari India maupun dari
China. Para pedagang itu juga tidak semata-mata melakukan perdagangan di wilayah Nusantara,
akan tetapi mereka juga berperan dalam proses penyebaran agama pada saat itu khususnya Hindu
dan Buddha. Hindu merupakan agama yang dianggap sebagai agama paling tinggi kedudukannya
saat itu, karena mereka mengenal system kasta sehingga yang bisa mempelajarinya hanyalah
kalangan tertentu saja. Sedangkan Buddha merupakan agama yang tidak mengenal kasta, sehingga
dapat menyebar dengan merata tanpa memandang suatu kalangan atau pun kasta tertentu. Masuknya
agama Buddha di Indonesia itu sekitar awal abad pertama atau saat dimulainya perdagangan melalui
jalur laut, namun itu hanyalah perkiraan kedatangan para pedagang dari India atau pun dari China.
Sedangkan bukti-bukti yang menyebutkan adanya orang Indonesia yang memeluk agama Budha itu
sekitar adab ke-4 M.

Ditemukan Prasasti dan Ruphang Buddha (Abad ke-4) Sebuah Prasasti berasal dari abad ke-4 dekat
bukit meriam di Kedah, sebuah lempengan batu berwarna ditemukan di satu puing rumah bata yang
diperkirakan mungkin merupakan kamar bhiksu Buddha. Lempengan batu itu berisi 2 syair Buddhist
dalam bahasa Sanskerta ditulis dengan huruf abjad Pallawa tertua. Tulisan yang kedua dari
lempengan batu tersebut berbunyi : Karma bertambah banyak karena kurang pengetahuan dharma
Karma menjadi sebab tumimbal lahir Melalui pengetahuan dharma menjadikan akibat tiada karma
Dengan tiada karma maka tiada tumibal lahir. Bukti-bukti tertua dikatakan sekitar tahun 400 M., di
Kalimantan Timur, dilembah-lembah Sungai Kapuas Mahakam dan Rata, terdapat tanda-tanda lain
dari pengaruh India terlihat dalam bentuk patung Buddha dalam gaya Gupta.

Sebelum abad ke-5, di Kedah Sulawesi, Jawa Timur dan Palembang, patung-patung Buddha gaya
Amaravati ditemukan (ini dihubungkan dengan tempat-tempat tertua, Amarawati di Sungai Kitsna
kira-kira 80 mil dari pantai timur India, adalah negeri aliran besar patung Buddha yang berkembang
dari tahun 150 sampai 250 M.), namun adanya negara Buddha di daerah-daerah itu belum ada yang
mengetahui tentang kemungkinannya. Sebuah kerajaan bernama Kan-to-li juga disebut oleh orang-
orang tionghoa. Tahun 502 seorang Raja Buddha telah memerintah di sana dan tahun 519 putra raja
Vijayavarman mengirim utusan ke Tiongkok. Kerajaan ini diperkirakan berada di Sumatera.

Kerajaan Srivijaya (Sriwijaya) merupakan asal mula peranan kehidupan Agama Buddha di
Indonesia, dimulai pada zaman Srivijaya di Suvarnadvipa (Sumatera) pada abad ke-7. Berapa lama
Srivijaya telah ada sebelum itu masih merupakan suatu dugaan. Letak kerajaan Srivijaya di Sumatera
Selatan mungkin sekali di Minangatamwan di daerah pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Kampar
Kiri (sekitar Palembang).

Catatan-catatan berharga berupa prasasti-prasasti bila dikumpulkan menunjukkan adanya kerajaan


kerajaan Buddha di Palembang. Prasasti-prasasti itu adalah : Prasasti yang tertua ialah Prasasti
Kedukan Bukit (dekat Palembang) yang dapat dipastikan tahun Saka (=13 April 683) menceritakan
perjalanan suci Dapunta Hyang berangkat dari Minangatamwan. Prasasti yang ke-2 ialah Prasasti
Talang Tuo (dekat Palembang) yang memperingati dan pembuatan taman Criksetra (taman umum)
didirikan tahun 684 atas perintah Raja Dapunta Hyang Srijayanaca sebagai kebajikan Buddha untuk
kemakmuran semua makhluk. Semua harapan dan doa dalam prasasti itu jelas sekali menunjukkan
sifat Agama Buddha Mahayana. Prasasti yang ke-3 didapatkan di Telaga Batu tidak berangka tahun.
Di Telaga Batu banyak didapatkan batu-batu yang bertuliskan Siddhayatra (=Perjalanan Suci yang
berhasil) dan dari Bukit Siguntang di sebelah Barat Palembang ditemukan sebuah arca Buddha dari
batu yang besar sekali berasal dari sekitar abad ke-6. Prasasti ke-4 dari Kotakapur (Bangka) dan
yang ke-5 dari Karang Berahi (daerah Jambi hulu), keduanya berangka tahun 686 M.

I-Tsing dua kali datang ke Srivijaya I-Tsing (634-713) seorang pendeta Buddha dari negeri
Tiongkok yang terkenal dalam perjalanannya ke India pada tahun 671. Dia mengatakan, dia berlayar
dari negeri Tiongkok ke Srivijaya dengan kapal saudagar Persia. Pelayaran selanjutnya ke India
dengan kapal Raja Srivijaya. Di Srivijaya sebelum pergi ke India ia belajar bahasa Sansekerta
selama 6 bulan. Ini membuktikan betapa pentingnya Srivijaya sebagai pusat untuk mempelajari
Agama Buddha Mahayana pada waktu itu. Ia mengatakan di Srivijaya ada lebih dari 1000 biksu,
aturan dan tata upacara mereka sama dengan di India demikian juga Agama Buddha Mahayana yang
ada di negeri Tiongkok.

Tahun 685 I-Tsing setelah belajar selama 10 tahun di Universitas Buddha Nalanda di Benggala, ia
kembali ke Srivijaya dan tinggal di sana sekitar 4 tahun untuk menterjemahkan teks Agama Buddha
dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Mandarin. Ia juga mencatat Vinaya dari Sekte Sarvastivada.
Tahun 689 karena keperluan mendesak akan alat-alat tulis dan pembantu, ia pulang ke Canton
Selatan, kemudian ia kembali ke Srivijaya dengan 4 orang teman dan tinggal di sana untuk
merampungkan memoirnya tentang Agama Buddha pada masanya. Memoir ini diselesaikan dan
dikirim ke Tiongkok tahun 692, dan tahun 695 ia kembali ke Tiongkok. Bersamaan waktu dengan I-
Tsing juga teman-temannya dari Tiongkok sebanyak 41 bhiksu yang mahasiswa datang belajar
Agama Buddha Mahayana di Srivijaya. Adalah sangat disayangkan bahwa tidak terdapat
peninggalan buku-buku Agama Buddha Mahayana dari Zaman Srivijaya sebagai pusat pendidikan
Agama Buddha yang bernilai internasional pada masa itu.

Selain kerajaan Srivijaya, masih banyak kerajaan-kerajaan lain yang bercorak Buddha di Indonesia.
Seperti kerajaan Tarumanegara, Mataram kuno, dan lain sebagainya. Semua kerajaan itu berperan
dalam proses perkembangan agama Buddha di Nusantara, pengaruh India pada masa kerajaan-
kerajaan itu sangat terasa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya bangunan-bangunan peribadatan
seperti candi-candi dan sebagainya. Agama Buddha di masa itu memang sedikit banyak terpengaruh
oleh agama Buddha dari negeri asalnya tersebut, karena corak dari patung Buddha tersebut
mencirikan patung-patung Buddha di India.

Namun pada perkembangannya sampai saat ini, pangaruh India kian memudar. Justru pengaruh dari
negeri Tionghoa-lah yang paling mendominasi Agama Buddha sampai saat ini, terbukti dari bentuk
patung, tempat sembahyangnya maupun seluruh ornamen dalam Agama Buddha saat ini lebih
didominasi unsur Tionghoa ketimbang dari India. Hal ini disebabkan oleh banyaknya orang
Tionghoa yang Bergama Buddha yang berdagang di Nusantara sejak zaman dahulu, sehingga proses
perkembangan agama Buddha lebih banyak di dominasi oleh kebudayaan orang Tionghoa
ketimbang dari India.

Menurut kami Agama Buddha itu sampai di Indonesia pada awalnya berasal dari India, akan tetapi
dalam perkembangannya agama Buddha lebih di dominasi oleh pengaruh China. Pada saat ini pula
orang-orang yang memeluk agama Buddha di Indonesia kebanyakan adalah orang-orang
Keturunan China, dibandingkan dengan orang-orang Keturunan India maupun masyarakat
Pribumi sendiri

1. MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA


2. Agama Hindu diperkirakan masuk ke wilayah Indonesia sekitar awal abad ke empat.
Agama hindu sendiri meruPakan agama yang pertama di kenal di Indonesia. cara penyebaran
agama ini juga tidak lepas dari pengaruh perdagangan, karena penyebaran tersebut dilakukan
oleh para pedagang India yang sedang berdagang dan bermukim di Indonesia.
3. Teori masuknya Hindu ke Indonesia Ada beberapa teori yang menyatakan masuknya
agama Hindu ke Indonesia yaitu: 1. Teori Brahmana 2. Teori Ksatria 3. Teori Waisya 4.
Teori Sudra 5. Teori Arus Balik
4. Teori Brahmana Teori Brahmana di kemukakan oleh Van Leur. Yang berisikan bahwa
agama Hindu dibawa oleh para pendeta ke Indonesia. Pendapatnya dibuktikan dengan adanya
kitab weda, karena para brahmana lah yang mengetahui kitab tersebut.
5. Teori Ksatria Teori ini dikemukakan oleh Prof. Dr. J.I. Moens yang mengungkapkan
bahwa Indonesia pernah mengalami penjajahan bangsa India dan yang menaklukkannya
adalah golongan ksatria. Karena itu, melalui proses penjajahan tersebut, budaya Hindu-
Buddha masuk ke Indonesia.
6. Teori Waisya Teori ini dikemukakan oleh N.J. Krom yang mengungkapkan bahwa
golongan pedagang memiliki peranan dalam menyebarkan kebudayaan India di Indonesia
melalui perkawinan antara pedagang dan wanita Indonesia.
7. Teori Arus Balik Teori ini dikemukakan oleh F.D.K. Bosch bahwa banyak orang
Indonesia yang sengaja datang ke India untuk berziarah dan belajar agama Hindu- Buddha.
Setelah kembali ke Indonesia, mereka menyebarkan agama tersebut. Agama Hindu
merupakan agama yang pertama kali masuk ke wilayah Indonesia.
8. Berdasarkan bukti-bukti sejarah diperoleh informasi bahwa masuknya Hindu ke Indonesia
pada abad ke-5 M. Di antara buktinya diperoleh dari prasasti Kerajaan Kutai di Kalimantan
Timur dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Baratyang ditemukan menggunakan bahasa
Pallawa dari India Selatan. Hal tersebut menandakan bahwa pengaruh agama Hindu mulai
menyebar dan dipakai di wilayah Indonesia.
9. Gambar Prasasti Dari prasasti Kerajaan Kutai di Kalimantan Dari Kerajaan Tarumanegara
di Jawa Barat
10. Adapun Informasi dan bukti permulaan masuknya agama Buddha ke Indonesia dapat
dilihat dari beberapa patung Buddha yang ditemukan di beberapa tempat di Indonesia, di
antaranya yang ditemukan di Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur.
11. Patung-patung Buddha yang ditemukan mirip dengan Kesenian Amarawati dari India
Selatan yang bercirikan mengenakan jubah sederhana menutupi pundak sebelah kiri seperti
halnya seorang pendeta. Tidak semua wilayah Indonesia mendapat pengaruh dari agama
Hindu-Buddha. Di antara daerah yang tidak ikut terpengaruh adalah wilayah Maluku, Irian
Jaya, dan sebagian wilayah Nusa Tenggara.

PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA PENGARUH HINDU-BUDHA DI


INDONESIA
17

Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat
peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan
ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung
melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat
Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua samudera, serta berada di
dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu:

1. Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,
2. Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,
3. Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan
4. Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.

Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional


menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang memberikan
pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Ada beberapa hipotesis yang
dikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia.

1. Hipotesis Brahmana

Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran
budaya Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia untuk
menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung hipotesis ini adalah Van
Leur.

2. Hipotesis Ksatria

Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum
ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan antargolongan di
dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang, lantas meninggalkan
India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang
kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu pula
terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. F.D.K. Bosch adalah salah seorang
pendukung hipotesis ksatria.

3. Hipotesis Waisya

Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang
telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak
berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka
peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom adalah salah satu pendukung
dari hipotesis waisya.

4. Hipotesis Sudra

Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan
golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan mengikuti
kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi andil dalam
penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.

Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar
agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut
Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya.
Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.

Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya
Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Bukti tertua
pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di daerah Sempaga
(Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca
yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut merupakan
barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama Buddha. Selain itu,
banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang
disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan
Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.
Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah mengubah dan menambah
khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.

1. Agama

Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan animisme
dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Buddha
sejak berinteraksi dengan orang-orang India. Budaya baru tersebut membawa perubahan pada
kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan bentuk
tempat peribadatan.

2. Pemerintahan

Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-
kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang
terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-
kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.

3. Arsitektur

Salah satu tradisi megalitikum adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut berpadu
dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita memperhatikan Candi
Borobudur, akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas yang berundak-undak. Hal ini
menjadi bukti adanya paduan budaya India-Indonesia.

4. Bahasa

Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian


besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan
hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau
kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu Pancasila,
Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.

5. Sastra
Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra.
Karya sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya kitab-
kitab itu memacu para pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. Karya-karya sastra
yang muncul di Indonesia adalah:

1. Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,


2. Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan
3. Negarakertagama, karya Mpu Prapanca.

Agama Hindu

Agama Hindu berkembang di India pada tahun 1500 SM. Sumber ajaran Hindu terdapat dalam
kitab sucinya yaitu Weda. Kitab Weda terdiri atas 4 Samhita atau himpunan yaitu:

1. Reg Weda, berisi syair puji-pujian kepada para dewa.


2. Sama Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci.
3. Yajur Weda, berisi mantera-mantera untuk upacara keselamatan.
4. Atharwa Weda, berisi doa-doa untuk penyembuhan penyakit.

Di samping kitab Weda, umat Hindu juga memiliki kitab suci lainnya yaitu:

1. Kitab Brahmana, berisi ajaran tentang hal-hal sesaji.


2. Kitab Upanishad, berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.

Agama Hindu menganut polytheisme (menyembah banyak dewa), diantaranya Trimurti atau
Kesatuan Tiga Dewa Tertinggi yaitu:

1. Dewa Brahmana, sebagai dewa pencipta.


2. Dewa Wisnu, sebagai dewa pemelihara dan pelindung.
3. Dewa Siwa, sebagai dewa perusak.

Selain Dewa Trimurti, ada pula dewa yang banyak dipuja yaitu Dewa Indra pembawa hujan yang
sangat penting untuk pertanian, serta Dewa Agni (api) yang berguna untuk memasak dan upacara-
upacara keagamaan. Menurut agama Hindu masyarakat dibedakan menjadi 4 tingkatan atau kasta
yang disebut Caturwarna yaitu:

1. Kasta Brahmana, terdiri dari para pendeta.


2. Kasta Ksatria, terdiri dari raja, keluarga raja, dan bangsawan.
3. Kasta Waisya, terdiri dari para pedagang, dan buruh menengah.
4. Kasta Sudra, terdiri dari para petani, buruh kecil, dan budak.

Selain 4 kasta tersebut terdapat pula golongan pharia atau candala, yaitu orang di luar kasta yang
telah melanggar aturan-aturan kasta.
Orang-orang Hindu memilih tempat yang dianggap suci misalnya, Benares sebagai tempat
bersemayamnya Dewa Siwa serta Sungai Gangga yang airnya dapat mensucikan dosa umat
Hindu, sehingga bisa mencapai puncak nirwana.

Agama Buddha

Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama di India pada tahun 531 SM. Ayahnya seorang
raja bernama Sudhodana dan ibunya Dewi Maya. Buddha artinya orang yang telah sadar dan ingin
melepaskan diri dari samsara.

Kitab suci agama Buddha yaitu Tripittaka artinya Tiga Keranjang yang ditulis dengan bahasa Poli.
Adapun yang dimaksud dengan Tiga Keranjang adalah:

1. Winayapittaka : Berisi peraturan-peraturan dan hukum yang harus dijalankan oleh umat
Buddha.
2. Sutrantapittaka : Berisi wejangan-wejangan atau ajaran dari sang Buddha.
3. Abhidarmapittaka : Berisi penjelasan tentang soal-soal keagamaan.

Pemeluk Buddha wajib melaksanakan Tri Dharma atau Tiga Kebaktian yaitu:

1. Buddha yaitu berbakti kepada Buddha.


2. Dharma yaitu berbakti kepada ajaran-ajaran Buddha.
3. Sangga yaitu berbakti kepada pemeluk-pemeluk Buddha.

Disamping itu agar orang dapat mencapai nirwana harus mengikuti 8 (delapan) jalan kebenaran
atau Astavidha yaitu:

1. Pandangan yang benar.


2. Niat yang benar.
3. Perkataan yang benar.
4. Perbuatan yang benar.
5. Penghidupan yang benar.
6. Usaha yang benar.
7. Perhatian yang benar.
8. Bersemedi yang benar.

Karena munculnya berbagai penafsiran dari ajaran Buddha, akhirnya menumbuhkan dua aliran
dalam agama Buddha yaitu:

1. Buddha Hinayana, yaitu setiap orang dapat mencapai nirwana atas usahanya sendiri.
2. Buddha Mahayana, yaitu orang dapat mencapai nirwana dengan usaha bersama dan saling
membantu.
Pemeluk Buddha juga memiliki tempat-tempat yang dianggap suci dan keramat yaitu:

1. Kapilawastu, yaitu tempat lahirnya Sang Buddha.


2. Bodh Gaya, yaitu tempat Sang Buddha bersemedi dan memperoleh Bodhi.
3. Sarnath/ Benares, yaitu tempat Sang Buddha mengajarkan ajarannya pertama kali.
4. Kusinagara, yaitu tempat wafatnya Sang Buddha.

SEJARAH AGAMA HINDU DI INDONESIA


November 6th, 2010 | Author: kmhd

Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal


tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada
abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan
pada waktu itu yang menyatakan bahwa: Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan
yadnya oleh Mulawarman. Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan
yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan
Vaprakeswara.

Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya
jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja
Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur
kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang
di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun,
Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa
Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.

Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa Raja Purnawarman adalah
Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak
kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu

Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan
atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data
tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri
Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula
di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini
berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman.
Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan
Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.

Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai
huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi),
dengan Candra Sengkala berbunyi: Sruti indriya rasa, Isinya memuat tentang pemujaan terhadap
Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.

Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari
abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada
tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah.
Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan
ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai
huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea
Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para
pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi
Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan
Hindu di Jawa Timur.

Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri
Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa.
Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga
(yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang
setia.

Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai
pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya
Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana.
Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini
didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan
pada jaman kerajaan Singosari.

Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan
besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan
dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu
bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.

Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan
pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya
Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa
di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.

Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali.
Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh
Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat
disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan
Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan
adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau
dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai
akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa
Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya
Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra,
agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti
Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).

Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan


keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul
dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya
kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di
Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di
Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959
terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat
Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang
menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu.
Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan
Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama
Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Masuknya Agama Buddha di Indonesia

Masuknya agama Buddha di Indonesia diperkirakan lebih awal daripada agama Hindu. Dalam
penyebarannya, agam Buddha mengenal adanya misi penyebar agama yang disebut sebagai
Dharmadhuta. Penyebaran agama Buddha diperkirakan sudah terjadi sejak abad ke-2 sampai 5
Masehi.

Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya arca Buddha dari perunggu di Sempaga, Sulawesi Selatan,
pada abad kedua Masehi. Selain itu, juga ditemukan arca Buddha dari batu di bukit Siguntang
(Palembang), Sumatera Selatan.

Dalam perkembangannya, agama Buddha yang terbesar di Indonesia adalah aliran Buddha
Mahayana. Perkembangannya begitu pesat terutama pada masa kejayaan kerajaan Mataram Buddha
wangsa Syailendra dam Kerajaan Sriwijaya.

Masuknya Agama Hindu di Indonesia

Agama Hindu diperkirakan masuk ke Indonesia sejak awal abad pertama melalui hubungan dagang
dengan India. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya kegiatan perdagangan di sepanjang pantai
Kalimantan Timur, Bali, dan Jawa Barat. Selain itu, pengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha
di Indonesia juga dibuktikan dengan adanya prasasti yang ditemukan di Muara Karam, Kutai,
Kalimantan Timur.

Prasasti Muara Karam berbahasa Sanskerta dan berhuruf Pallawa. Masuknya agama Hindu disoroti
oleh beberapa ahli. Ada beberapa teori yang dikemukakan para ahli tentang golongan pembawa
pengaruh Hindu di Indonesia.
1. Teori Brahmana

Teori Brahmana dikemukakan oleh Van Leur. Van Leur menyatakan bahwa agama Hindu dibawa
oleh para pendeta. Teori ini dipakai dengan alasan para Brahmana adalah orang yang berhak
menyebarkan agama dan membaca kitab suci Hindu. Agama Hindu tidak se-demokratis agama Islam
yang memperbolehkan setiap umatnya membaca kitab suci dan menyebarkan ajaran. Sehingga
alasan ini cukup masuk akal bagi kalangan ilmuwan yang mendukung teori Brahmana.

2. Teori Ksatria

Teori Ksatria dinyatakan oleh Majundar dan C.C. Berg. Pendukung teori ksatria ini menyatakan
bahwa agama Hindu dibawa oleh golongan ksatria atau prajurit. Para prajurit India melakukan
ekspansi ke wilayah Nusantara. Di India sering terjadi peperangan antar kerajaan sehingga prajurit
yang kalah perang ini berimigrasi ke Indonesia. Di Indonesia, mereka mendirikan koloni-koloni
ketika menaklukkan suatu daerah.

3. Teori Waisya

Masuknya agama Hindu melalui teori Waisya didukung oleh N.J. Krom. Menurut pendukung teori
ini, mereka menyatakan bahwa masuknya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh golongan
pedagang. Hal ini didasarkan pada alasan telah terjadi kontak dagang antara India dengan Indonesia
sejak lama.

4. Teori Sudra

Menurut teori Sudra, penyebaran agama Hindu di Indonesia dilakukan oleh orang-orang India yang
berkasta sudra. Mereka adalah golongan budak yang melarikan di ke kepulauan di Nusantara dan
menyebarkan ajaran agama yang mereka anut di tempat pelarian.

5. Teori Arus Balik

Teori Arus Balik dikemukakan oleh F.D.K. Bosch. Ia menyatakan bahwa proses masuknya agama
dan kebudayaan Hindu di Indonesia melalui dua tahap. Tahap pertama, yaitu para brahmana dan
biksu India menyebar ke seluruh penjuru dunia untuk menyebarkan agama Hindu, termasuk ke
wilayah Indonesia. Tahap selanjutnya yaitu para penguasa daerah mengirimkan para biksunya untuk
belajar agama Hindu di India. Setelah itu mereka kembali ke Indonesia untuk mengajarkan ilmu
yang telah diperolehnya.
Gambar Ornamen Siluet Coklat

Jalur Penyebaran Agama Hindu dan Buddha

Pada umumnya para ahli cenderung berpendapat bahwa masuknya agama dan budaya Hindu dan
Buddha di Indonesia dibawa oleh para pedagang dan brahmana dari India atau China melalui jalur
laut dan darat. Jalur yang dipilih ada dua, yaitu:

1. Melalui jalur laut.

Pada pedagang dan brahmana yang datang ke Indonesia melalui jalur laut mengikuti rute dari India
menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, Indonesia, Kamboja, Vietnam, China, Korea,
dan Jepang.

2. Melalui jalur darat (jalur sutra).

Para penyebar agama dan kebudayaan Hindu-Buddha yang menggunakan jalur darat melalui jalur
sutra. Jalur sutra tersebut berangkat dari India ke Tibet terus ke utara hingga sampai di China, Korea,
dan Jepang. Ada juga yang melakukan perjalanan dari India Utara ke Bangladesh, Myanmar,
Thailand, Semenanjung Malaya, kemudian berlayar ke Indonesia.

Beranda
Wisata
Berita
Sekilas Pandang
Adat & Kebudayaan
Kalendar & Acara
Galeri Foto
Sejarah Hindu Indonesia
Sejarah agama Hindu pertama kalinya mulai berkembang di lembah Sungai Shindu di India. Di
lembah sungai ini para Rsi menerima wahyu dari "Sang Hyang Widhi" (Tuhan) dan diabadikan ke
dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah Sungai Sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar ke
seluruh pelosok dunia, yakni ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya
sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya ajaran Agama Hindu di
Indonesia. Seorang ahli Belanda bernama Krom, melalui teori Waisya di dalam bukunya yang
berjudul "Hindu Javanesche Geschiedenis", menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke
Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan pedagang
(Waisya) India. Pada tahun 1912, seorang ahli dari India bernama Mookerjee, menyatakan bahwa
masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India dengan armada
yang besar. Setelah sampai di pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun
kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat inilah mereka sering mengadakan
hubungan dengan India. Jalinan hubungan yang berlangsung selama itu maka terjadilah penyebaran
agama Hindu di Indonesia. Pendapat lain juga dikemukakan dua ilmuwan Belanda terkenal yaitu
Moens dan Bosch, yang menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya
terhadap penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan
Hindu yang dibawa oleh para rohaniawan Hindu India ke Indonesia.

Data peninggalan sejarah menyebutkan bahwa "Rsi Agastya" yang menyebarkan agama Hindu dari
India ke Indonesia. Data ini ditemukan sebagai bukti yang terdapat pada beberapa prasasti di pulau
Jawa dan lontar-lontar di pulau Bali, yang menyatakan bahwa Rsi Agastya menyebarkan agama
Hindu dari India ke Indonesia melalui Sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang.
Karena begitu besar jasa-jasa Rsi Agastya dalam penyebaran ajaran Agama Hindu, maka namanya
disucikan di dalam prasasti, antara lain Prasasti Dinoyo yang berada di Jawa Timur dan bertahun
Saka 628, dimana seorang patih raja yang bernama Gajahmada membuatkan pura suci untuk Rsi
Agastya, dengan maksud untuk memohon kekuatan suci dari beliau (Rsi Agastya). Dan Prasasti
Porong di Jawa Tengah bertahun Saka 785, juga menyebutkan keagungan serta kemuliaan jasa-jasa
Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka terdapat istilah atau julukan yang diberikan
untuk beliau, diantaranya Agastya Yatra yang artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak
mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Dan julukan Pita Segara, yang artinya
"Bapak dari Lautan" karena beliau yang mengarungi lautan luas demi untuk Dharma.

Masuknya agama Hindu ke Indonesia diperkirakan terjadi pada awal tahun Masehi. Hal ini diketahui
dengan adanya bukti tertulis atau peninggalan purbakala pada abad ke-4 Masehi dengan
ditemukannya 7 buah "yupa" peninggalan kerajaan Kutai di Kalimantan. Dari 7 buah yupa itu
didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada saat itu yang menyatakan bahwa:
"Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman". Keterangan
lain yang menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk
memuja Dewa Siwa, dan tempat itu disebut dengan "Vaprakeswara". Masuknya ajaran Hindu ke
Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang sangat besar, yaitu berakhirnya jaman prasejarah di
Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan agama yang memuja Tuhan Yang Maha
Esa dengan kitab Suci Weda, dan juga munculnya kerajaan-kerajaan yang mengatur kehidupan
agama pada suatu wilayah.

Selain di kerajaan Kutai (pulau Kalimantan), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai
abad ke-5 dengan ditemukannya 7 buah prasasti, yaitu prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir
Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti-prasasti tersebut tertulis dalam bahasa
Sansekerta dan memakai huruf Pallawa. Dari prasasti-prasasti tersebut didapatkan keterangan yang
menyebutkan bahwa "Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah
raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu". Bukti
lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut
Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Purnawarman di kerajaan Tarumanegara.
Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu
dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa.

Selanjutnya, agama Hindu juga berkembang di Jawa Tengah dengan terbukti adanya Prasasti
Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti tersebut berbahasa Sansekerta yang memakai huruf
Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti Tukmas ini menggunakan
atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, yang
diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi. Pernyataan lain disebutkan juga dalam Prasasti Canggal,
yang berbahasa Sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti ini dikeluarkan oleh Raja Sanjaya
pada tahun 654 Saka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala yang berbunyi: "Sruti indriya rasa".
Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa sebagai Tri
Murti. Adanya Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad
ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun
856 Masehi, juga merupakan bukti adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah.

Sedangkan di Jawa Timur, perkembangan agama Hindu dibuktikan dengan adanya Prasasti Dinaya
(Dinoyo) dekat Malang yang berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat
tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan
dilaksanakan oleh para ahli Weda, para Brahmana, para pendeta dan rakyatnya. Dea Simha adalah
salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Dan Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di
daerah Malang yang merupakan peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur. Pada tahun 929
hingga 947 Masehi, muncullah Mpu Sendok yang berasal dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri
Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa.
Kemudian sebagai pengganti Mpu Sendok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya muncullah
Airlangga yang memerintah Kerajaan Sumedang tahun 1019 hingga 1042 Masehi, yang merupakan
penganut agama Hindu yang setia. Setelah dinasti Isana Wamsa di Jawa Timur muncul kerajaan
Kediri pada tahun 1042 hingga 1222 Masehi, sebagai kerajaan yang mengemban agama Hindu. Pada
masa kerajaan ini banyak menghasilkan karya-karya sastra Hindu, seperti kitab-kitab Smaradahana,
Bharatayudha, Lubdhaka, Wrtasancaya dan Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari yang
jaya pada tahun 1222 hingga 1292 Masehi. Pada jaman kerajaan ini berdiri Candi Kidal, Candi Jago
dan Candi Singosari sebagai bukti peninggalan agama hindu. Pada akhir abad ke-13 berakhirlah
masa Singosari dan muncul Kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan terbesar yang meliputi seluruh
Nusantara. Masa keemasan Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan
keagamaan Hindu saat itu. Hal ini terbukti dengan adanya Candi Penataran sebagai bangunan suci
Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga dengan kemunculan buku Negarakertagama.
Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia

Agama Hindu dan Budha berasal dari India. Kedua agama tersebut masuk dan dianut oleh penduduk
di berbgai wilayah nusantara pada waktu yang hampir bersamaan, sekitar abad ke empat, bersamaan
dengan mulai berkembangnya hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina. Sebelum
pengaruh Hindu dan Budha masuk ke Indonesia, diperkirakan penduduk Indonesia menganut
kepercayaan dinamisme dan
animisme.

Agama Budha disebarluaskan ke Indonesia oleh para bhiksu, sedangkan mengenai pembawa agama
Hindu ke Indonesia terdapat 4 teori sebagai berikut :

Teori ksatria (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para ksatria)


Teori waisya (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para pedagang yang berkasta waisya)
Teori brahmana (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para brahmana)
Teori campuran (masuknya agama Hindu disebarkan oleh ksatria, brahmana, maupun waisya)

Bukti tertua adanya pengaruh India di Indonesia adalah ditemukannya Arca Budha dari perunggu di
Sempaga, Sulawesi Selatan. Antara abad ke 4 hingga abad ke 16 di berbagai wilayah nusantara
berdiri berbagai kerajaan yang bercorak agama Hindu dan Budha. Kerajaan-kerajaan tersebut antara
lain:

A. Kerajaan Kutai

Prasasti Yupa (Sumber:http:wikipwdia.org)

Kerajaan Kutai atau Kerajaan Kutai Martadipura (Martapura) merupakan kerajaan Hindu yang
berdiri sekitar abad ke-4 Masehi di Muara Kaman, Kalimantan Timur. Diperkirakan kerajaan kutai
merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini dibangun oleh Kudungga. Diduga ia
belum menganut agama Hindu.

Peninggalan terpenting kerajaan Kutai adalah 7 Prasasti Yupa, dengan huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta, dari abad ke-4 Masehi. Salah satu Yupa mengatakan bahwa Maharaja Kundunga
mempunyai seorang putra bernama Aswawarman yang disamakan dengan Ansuman (Dewa
Matahari). Aswawarman mempunyai tiga orang putra. yang paling terkemuka adalah Mulawarman.
Salah satu prasastinya juga menyebut kata Waprakeswara yaitu tempat pemujaan terhadap Dewa
Syiwa.

B. Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegera di Jawa Barat hampir bersamaan waktunya dengan Kerajaan Kutai.
Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang
kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382 395). Maharaja Purnawarman adalah
raja Tarumanegara yang ketiga (395 434 M). Menurut Prasasti Tugu pada tahun 417 ia
memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km).

Dari kerajaan Tarumanegara ditemukan sebanyak 7 buah prasasti. Lima diantaranya ditemukan di
daerah Bogor. Satu ditemukan di desa Tugu, Bekasi dan satu lagi ditemukan di desa Lebak, Banten
Selatan. Prasasti-prasasti yang merupakan sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara tersebut adalah
sebagai berikut :

Prasasti Tugu

1. Prasasti Kebon Kopi,

2. Prasasti Tugu,

3. Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang,

4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor

5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor

6. Prasasti Jambu, Bogor

7. Prasasti Pasir Awi, Bogor.

C. Kerajaan Sriwijaya

Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak agama Budha. Raja yang pertamanya bernama Sri Jaya
Naga, sedangkan raja yang paling terkenal adalah Raja Bala Putra Dewa.

Letaknya yang strategis di Selat Malaka (Palembang) yang merupakan jalur pelayaran dan
perdagangan internasional.Keadaan alam Pulau Sumatera dan sekitarnya pada abad ke-7 berbeda
dengan keadaan sekarang. Sebagian besar pantai timur baru terbentuk kemudian. Oleh karena itu
Pulau Sumatera lebih sempit bila dibandingkan dengan sekarang, sebaliknya Selat Malaka lebih
lebar dan panjang. Beberapa faktor yang mendorong perkembangan kerajaan Sriwijaya menjadi
kerajaan besar antara lain sebagai berikut :

Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan Cina melintasi selat Malaka, sehingga membawa
keuntungan yang besar bagi Sriwijaya.
Keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akibat serangan kerajaan Kamboja memberikan
kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim (sarwajala) yang selama abad ke-
6 dipegang oleh kerajaan Funan.

Berdasarkan berita dari I Tsing ini dapat kita ketahui bahwa selama tahun 690 sampai 692, Kerajaan
Melayu sudah dikuasai oleh Sriwijaya. Sekitar tahun 690 Sriwijaya telah meluaskan wilayahnya
dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Hal ini juga diperkuat oleh 5 buah prasasti
dari Kerajaan Sriwijaya yang kesemuanya ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.
Prasasti-prasasti tersebut adalah sebagai beikut :

1. Prasasti Kedukan Bukit

2. Prasasti Talang Tuwo

3. Prasasti Kota Kapur


4. Prasasti Telaga Batu

5. Prasasti Karang Birahi

6. Prasasti Ligor

Selain peninggalan berupa prasasti, terdapat peninggalan berupa candi. Candi-candi budha yang
berasal dari masa Sriwijaya di Sumatera antara lain Candi Muaro Jambi, Candi Muara Takus, dan
Biaro Bahal, akan tetapi tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu andesit,
candi di Sumatera terbuat dari bata merah.

Beberapa arca-arca bersifat budhisme, seperti berbagai arca budha dan bodhisatwa Awalokiteswara
ditemukan di Bukit Seguntang, Palembang, Jambi, Bidor, Perak dan Chaiya.

Pada masa pemerintahan Bala Putra Dewa Sriwijaya menjadi pusat perdagangan sekaligus pusat
pengajaran agama Budha. Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak
peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang
melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India, pada
tahun 671 dan 695. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha
sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Pengunjung yang datang ke pulau ini
menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir kerajaan. Selain itu ajaran Buddha aliran
Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana juga turut berkembang di Sriwijaya.

Letak Sriwijaya strategis membawa keberuntungan dan kemakmuran. Walaupun demikian, letaknya
yang strategis juga dapat mengundang bangsa lain menyerang Sriwijaya. Beberapa faktor penyebab
kemunduran dan keruntuhan :

Adanya serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M.


Adanya serangan dari kerajaan Cola Mandala yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa.
Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275 1292.
Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai.
Adanya serangan kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada,
1477. Sehingga Sriwijaya menjadi taklukkan Majapahit.

D. Kerajaan Mataram ( Hindu-Budha )

Kerajaan Mataram diketahui dari Prasasti Canggal yang berangka tahun 732 Masehi yang ditulis
dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa pada mulanya
Jawa (Yawadwipa) diperintah oleh Raja Sanna. Setelah ia wafat Sanjaya naik tahta sebagai
penggantinya. Sanjaya adalah putra Sannaha (saudara perempuan Sanna).

Prasasti Mantyasih (Prasasti Kedu) yang di dikeluarkan oleh Raja Balitung pada tahun 907 memuat
daftar raja-raja keturunan Sanjaya, sebagai berikut :

1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya

2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran

3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan


4. Sri Maharaja Rakai Warak

5. Sri Maharaja Rakai Garung

6. Sri Maharaja Rakai Pikatan

7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi

8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang

9. Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung

Prasasti Kelurak, 782 M di desa Kelurak disebutkan bahwa Raja Dharanindra membangun arca
Majusri ( candi sewu). Pengganti raja Dharanindra, adalah Samaratungga. Samaratungga digantikan
oleh putrinya bernama Pramodawardhani. Dalam Prasasti Sri Kahulunan ( gelar Pramodawardhani)
berangka tahun 842 M di daerah Kedu, dinyatakan bahwa Sri Kahulunan meresmikan pemberian
tanah untuk pemeliharaan candi Borobudur yang sudah dibangun sejak masa pemerintahan
Samaratungga.

Pramodhawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Adik Pramodhawardhani,
Balaputradewa menentang pernikahan itu. Pada tahun 856 Balaputradewa berusaha merebut
kekuasaan dari Rakai Pikatan, namun usahanya itu gagal. Setelah pemerintahan Rakai Pikatan,
Mataram menunjukkan kemunduran. Sejak pemerintahan Raja Balitung banyak mengalihkan
perhatian ke wilayah Jawa Timur. Raja-raja setelah Balitung adalah :

1. Daksa (910 919). Ia telah menjadi rakryan mahamantri I hino (jabatan terttinggi sesudah raja) pada
masa pemerintahan Balitung.
2. Rakai Layang Dyah Tulodong (919 924)
3. Wawa yang bergelar Sri Wijayalokanamottungga (924 929)

Wawa merupakan raja terakhir kerajaan Mataram. Pusat kerajaan kemudian dipindahkan oleh
seorang mahapatihnya (Mahamantri I hino) bernama Pu Sindok ke Jawa Timur.

Kepindahan Kerajaan Mataram ke Jawa Timur

Pu Sindok yang menjabat sebagai mahamantri i hino pada masa pemerintahan Raja Wawa
memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur tersebut. Pada tahun 929 M, Pu Sindok naik tahta
dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmattunggadewa. la mendirikan dinasti
baru, yaitu Dinasti Isana. Pu Sindok memerintah sampai dengan tahun 947. Pengganti-penggantinya
dapat diketahui dari prasasti yang dikeluarkan oleh Airlangga, yaitu Prasasti Calcuta.

Berdasarkan berita Cina diperoleh keterangan bahwa Raja Dharmawangsa pada tahun 990 992 M
melakukan serangan terhadap Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1016, Airlangga datang ke Pulau Jawa
untuk meminang putri Dharmawangsa. Namun pada saat upacara pernikahan berlangsung kerajaan
mendapat serangan dari Wurawuri dari Lwaram yang bekerjasama dengan Kerajaan Sriwijaya.
Peristiwa ini disebut peristiwa Pralaya. Selama dalam pengassingan ia menyusun kekuatan. Setelah
berhasil menaklukkan raja Wurawari pada tahun 1032 dan mengalahkan Raja Wijaya dari Wengker
Pada tahun 1035 ia berhasil mengembalikan kekuasaan. Airlangga wafat pada tahun 1049 dan
disemayamkan di Parthirtan Belahan, di lereng gunung Penanggungan.
E. Kerajaan Kediri/Kadiri

Pada akhir pemerintahannya Airlangga kesulitan dalam menunjuk penggantinya, sebab Putri
Mahkotanya bernama Sanggramawijaya menolak menggantikan menjadi raja. la memilih menjadi
seorang pertapa. Maka tahta diserahkan kepada kedua orang anak laki-lakinya, yaitu Jayengrana dan
Jayawarsa. Untuk menghindari perselisihan di antara keduanya maka kerajaan di bagi dua atas
bantuan Pu Barada yaitu Jenggala dengan ibukotanya Kahuripan dan Panjalu dengan ibukotanya
Daha (Kadiri)

Sampai setengah abad lebih sejak Airlangga mengundurkan diri tidak ada yang dapat diketahui dari
kedua kerajaan itu. Kemudian hanya Kadiri yang menunjukkan aktifitas politiknya. Raja pertama
yang muncul dalam pentas sejarah adalah Sri Jayawarsa dengan prasastinya yang berangka tahun
1104 M. Selanjutnya berturut-turut raja-raja yang berkuasa di Kadiri adalah sebagai berikut :
Kameswara (1115 1130), Jayabaya (1130 1160), 1135), Sarweswara (1160 1170),
Aryyeswara (1170 1180), Gandra (1181), Srengga (1190-1200) dan Kertajaya (1200 1222).

Pada tahun 1222 terjadilah Perang Ganter antara Ken arok dengan Kertajaya. Ken Arok dengan
bantuan para Brahmana (pendeta) berhasil mengalahkan Kertajaya di Ganter (Pujon, Malang).

F. Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok. Dalam kitab Pararaton Ken Arok digambarkan sebagai
seorang pencuri dan perampok yang sakti, sehingga menjadi buronan tentara Tumapel. Setelah
mendapatkan bantuan dari seorang Brahmana, Ken Arok dapat mengabdi kepada Akuwu (bupati) di
Tumapel bernama Tunggul Ametung. Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok
menggantikannya sebagai penguasa Tumapel. Ia juga menjadikan Ken Dedes, istri Tunggul
Ametung, sebagai permaisurinya. Pada waktu itu Tumapel masih berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Kadiri.

Setelah merasa memiliki kekuatan yang cukup, Ken Arok berusaha untuk melepaskan diri dari
Kadiri. Pada tahun 1222 Ken Arok berhasil membunuh Kertajaya, raja Kadiri terakhir. Ia kemudian
naik tahta sebagai raja Singasari dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Girinda.

Tidak lama kemudian, Ken Dedes melahirkan seorang putra bernama Anusapati hasil pernikahannya
dengan Tunggul Ametung. Sedangkan dari istri yang lain, yaitu Ken Umang, Ken Arok mempunyai
seorang putra bernama Tohjaya. Pada tahun 1227, Ken Arok dibunuh oleh

Anusapati. Hal ini dilakukan sebagai balas dendam atas kematian ayahnya, Tunggul Ametung.
Anusapati mengantikan berkuasa di Singasari. Ia memerintah selama 21 tahun. Sampai akhirnya ia
dibunuh oleh Tohjaya, juga sebagai balas dendam atas kematian ayahnya.

Tohjaya naik tahta. Ia memerintah dalam waktu sangat singkat. Ia kemudian terbunuh oleh
Ranggawuni (putra Anusapati). Pada tahun 1248 Ranggawuni naik tahta dengan gelar Srijaya
Wisnuwardhana. Pada tahun 1254 Wisnuwardhana mengangkat putranya Kertanegara sebagai
Yuwaraja atau Raja Muda. Wisnuwardana wafat pada tahun 1268 di Mandragiri.

Pada tahun 1268 Kertanegara naik tahta. la merupakan raja terbesar kerajaan Singasari. Kertanegara
merupakan raja pertama yang bercita-cita menyatukan Nusantara. Pada tahun 1275, Kertanegara
mengirimkan Ekspedisi Pamalayu ke Sumatera (Jambi) dipimpin oleh Kebo Anabrang. Ekspedisi ini
bertujuan menuntut pengakuan Sriwijaya dan Malayu atas kekuasaan Singasari. Ekspedisi ini juga
untuk mengurangi pengaruh Kubilai Khan dari Cina di Nusantara.

Ekspedisi ini menimbulkan rasa khawatir raja Mongol tersebut. Oleh karena itu pada tahun 1289
Kubilai Khan mengirimkan utusan bernama Meng-chi menuntut Singasari mengakui kekuasaan
Kekaisaran Mongol atas Singasari. Kertanegara menolak tegas, bahkan utusan Cina itu dilukai
mukanya. Perlakukan tersebut dianggap sebagai penghinaan dan tantangan perang.

Untuk menghadapi kemungkinan serangan dari tentara Mongol pasukan Singasari disiagakan dan
dikirim ke berbagai daerah di Laut Jawa dan di Laut Cina Selatan. Sehingga pertahanan di ibukota
lemah. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak senang terhadap Kertanegara, diantaranya
Jayakatwang penguasa Kadiri dan Arya Wiraraja (bupati Madura). Pasukan Kadiri berhasil
menduduki istana dan membunuh Kertanegara.

G. Kerajaan Majapahit

Setelah Kertanegara terbunuh oleh Jayakatwang, 1292. Raden Wijaya menantu Kertanegara berhasil
melarikan diri ke Madura untuk minta bantuan Arya Wiraraja, bupati Sumenep. Atas nasihat Arya
Wiraraja, Raden Wijaya menyerahkan diri kepada Jayakatwang. Atas jaminan dari Arya Wiraraja,
Raden Wijaya diterima dan diperbolehkan membuka hutan Tarik yang terletak di dekat Sungai
Brantas. Dengan bantuan orang-orang Madura, pembukaan hutan Tarik dibuka dan diberi nama
Majapahit.

Kemudian datanglah pasukan Tartar yang dikirim Kaisar Kubilai Khan untuk menghukum raja Jawa.
Walaupun sudah mengetahui Kertanegara sudah meninggal, tentara Tartar bersikeras mau
menghukum raja Jawa. Hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk membalas dendam kepada
Jayakatwang. Jayakatwang berhasil dihancurkan. Pada waktu tentara Tartar hendak kembali
kepelabuhan, Raden Wijaya menghancurkan tentaraTartar, Setelah berhasil mengusir tentara Tartar,
Raden Wijaya dinobatkan sebagai Raja Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana pada
tahun 1293.

Kertarajasa meninggal pada tahun 1309. Satu-satunya putra yang dapat menggantikannya adalah
Kalagamet. la dinobatkan sebagai raja Majapahit dengan gelar Sri Jayanagara. Ia bukanlah raja yang
cakap. Selain itu ia juga mendapatkan banyak pengaruh dari Mahapati. Akibatnya masa
pemerintahannya diwarnai dengan adanya beberapa kali pemberontakan.

Pemberontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan Kuti, pada tahun 1319. Kuti berhasil
menduduki ibukota Majapahit, sehingga Jayanagara harus melarikan diri ke desa Bedander yang
dikawal oleh pasukan Bhayangkari dipimpin oleh Gajah Mada. Pemberontakan Kuti ini berhasil
ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan. Pada
tahun 1328 Jayanagara mangkat dibunuh oleh tabib istana, Tanca. Tanca kemudian dibunuh oleh
Gajah Mada. Jayanagara tidak meninggalkan keturunan.

Karena Jayanagara tidak mempunyai keturunan, maka yang berhak memerintah semestinya adalah
Gayatri atau Rajapatni. Akan tetapi Gayatri telah menjadi bhiksuni. Maka pemerintahan Majapahit
kemudian dipegang oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan gelar Tribhuwana Tunggadewi
Jayawisnuwardhani. la menikah dengan Kertawardhana. Dari perkawinan ini lahirlah Hayam
Wuruk. Pada tahun 1331 terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta. Pemberontakan yang berbahaya
ini dapat ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Patih
Mangkubumi Majapahit. Pada saat pelantikan, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.

Pada tahun 1350 M, lbu Tribhuwanatunggadewi, Gayatri meninggal. Sehingga Tribhuwana turun
tahta. Penggantinya adalah putranya yang bernama Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanagara. Di
bawah pemerintahan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada sebagai Mahapatihnya, Majapahit
mencapai puncak kejayaannya. Dengan Sumpah Palapa-nya Gajah Mada berhasil menguasai seluruh
kepulauan Nusantara ditambah dengan Siam, Martaban (Birma), Ligor, Annom, Campa dan
Kamboja.

Pada tahun 1364, Patih Gajah Mada wafat ditempat peristirahatannya, Madakaripura, di lereng
Gunung Tengger. Setelah Gajah Mada meninggal, Hayam Wuruk menemui kesulitan untuk
menunjuk penggantinya. Akhirnya diputuskan bahwa pengganti Gajah Mada adalah empat orang
menteri.

Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389. Ia disemayamkan di Tayung daerah Berbek, Kediri.
Seharusnya yang menggantikan adalah puterinya yang bernama Kusumawardhani. Namun ia
menyerahkan kekuasaannya kepada suaminya, Wikramawardhana. Sementara itu Hayam Wuruk
juga mempunyai anak laki-laki dari selir yang bernama Bhre Wirabhumi yang telah mendapatkan
wilayah keuasaan di Kedaton Wetan (Ujung Jawa Timur). Pada tahun 1401 hubungan
Wikramawardhana dengan Wirabhumi berubah mejadi perang saudara yang dikenal sebagai Perang
Paregreg. Pada tahun 1406 Wirabhumi dapat dikalahkan di dibunuh. Tentu saja perang saudara ini
melemahkan kekuasaan Majapahit. Sehingga banyak wilayah-wilayah kekuasaannya melepaskan
diri.

1. Pengaruh Hindu dan budha di Indonesia

Berdasarkan ditemukannya bukti tulisan yang berhuruf pallawa dan Bahasa Sanseketa di kerajaan Kuta dan
Tarumanegara menujukkan pengaruh Hindu budha dan india yang sangat kuat dalam perkembangan sejarah
inonesia. tulisan tulisan tersebut mengubah bangsa indonesia memasuki babakan baru jaman sejarah, terutama
dengan ditemukannya prasasti tujuh yupa di kalimatan timur.

2. Masuknya Budaya Hindu Budha

Proses masuknya dan berkembangnya agama hindu dan budha ini melalui jalur perdagangan India, cina,
indonesia. pembawa agama agama Budha melalui misi penyiaran yang disebut Dharma Dhuta. sedangkan
pembawa agama Hindu ke indonesia antara lain golongan ksatria, Brahmana, sudra dan waisya.

B.Kehidupan Sosial Politik Ekonomi dan Kebudayaan di Indonesia pada Masa Kerajaan Hindu-Budah

1. Kerajaan Kutai

Kerjaan ini terletak di kalimatan timur dan tertua di indonesia. peninggalan bersejarah yang di temukan
adalah tujuh Buah Prasati yang di pahatkan di atas tiang bantu disebut YUPA. Prasasti ini berhuruf pallawa
dan berangka tahun 400M. Raja yang pernah memerintah kerajaan kutai adalah kudungga, Aswawarman,
Mulawarman. dengan ditemukannya prasasti tersebut bangsa indonesia memasuki babkan baru zaman sejarah.

2. Kerajaan Taruma Negara ( abad 5 M)


Kerajaan ini letaknya di sekitar Bogor, Jawa Barat. prasasti yang ditemukan semua berhuruf pallawa dan
berbahasa Sanseketa yaitu:

- prasasti tugu

- prasasti lebak

- prasasti pasir awi

- prasasti jambu

- prasasti muara ciaruten

prasasti kebon kopi

dari prasati di atas di katakan bhwa raja yang memerintah kerajaan Tarumanegara adalah Purnawarman,
seorang raja yang bijaksana dan sangat memperhatikan kemakmuran rakyatnya. sumber bukti lainnya adalah
kerajaan ini adalah berita dari seorang pendeta budha dan cina yang bernama fa hien.

3. Kerajaan Melayu

Mengenai kerajaan ini diperkirakan sekitar daerah jambi seorang raja yang sering disebut adalah
adityawarman. sementaramenurut berita cina, pendeta I-Tsing setelah belajar di Sriwijaya kemudian ia pergi
ke Moloyu.

4. Kerjaan Sriwijaya (7 M)

kerajaan sriwijaya ini terletak di palembang, sumatra selatan. bukti adanya kerajaan ini dengan ditemukannya
prasasti-prasasti yang berhuruf pallawa, yaitu : prasasti Talang Tuo, prasasti Kota Kapur, prasasti Karang
berahi, prasasti Kedukan Bukti dan prasasti Telaga Batu. dari prasasti proses tersebut diketahui bahwa
kerajaan sriwijaya beragam budha dan merupakan kerajaan yang besar dan makmur dengan ouncak kejayaan
pada masa raja balaputradewa.

5. Kerajaan Majapahit

terletak di desa Tarik Mojokerto, Jawa Timur. Pendiri kerajaan ini yaitu raden wijaya. pada masa
pemerintahan tri buwana tungga dewi diangkat seorang maha patih bernama Gajah Mada. penganti
pemeritahani ini adalah raja hayam wuruk yang dibantu oleh patih gajah mada dengan sumpah palapa dan
berhasil menyatukan nusantara di bawah kerajaan majapahit.

kerutuhan kerajaan majapahit anatara lain :

- adanya perkembangkan islam dari kerajaan demak

- banyak daerah kekuasaannya melepaskan diri

- lemahnya raja-raja pengganti hayam wuruk

- mundurnya perekonmian akibat perang saudara

- adanya perang paregreg / perang saudara

6. Kerjaan Bali
Dalam prasasti sanur yang berangka 914 M, diceritakan bahwa raja yang memerintah merupakan raja sri
baduga maharaja terjadi peristiwa perang Bubat antara majapahit dengan pajajaran.

7. kerajaan Kediri (abad 12 M)

Berdiri di daerah daha, kediri, jawa timur. raja yang terkenal raja jayabaya. sedangkan menurut sumber dari
cina bahwa kerajaan kediri merupakan kerajaan yang aman, tentram dam makmur.

8. Kerajaan Medang (abad 10 M)

terletak di sekitar sungai Brantas dekat kota jombang, jawa timur. kerajaan ini merupakan pindahan dari
kerajaan matram kuno yang mengalami kehancuran. pendiri kerajaan ini adalah mpu sindok yang menamakan
dirinya dinasti isyana.

9. Kerajaan Singosari (abad 13)

Muncul setelah adanya perang ganter 1222 M. dalam perang ini akhirnya raja kertajaya yang otoriter dari
kerajaan kediri kalah melawan para brahmana yang dibantu oleh ken arok. kerajaan kediri kalah dan
berdirilah kerajaan singosari dengan raja ken arok adan bergelar kertarejasa.

10. Kerajaan Mataram Kuno/Hindu (abad 8 M)

letak kerajaan ini dekat magelang, jawa tengah. hal ini dibuktikan dengan adanya prasasti canggal, yang
menceritakan bahwa kerajaan ini pernah di perintah oleh dinasti sanjaya dan dinasti syailendra.

11. Kerajaan Sunda

letak kerajaan di pakuan pajajaran kemudian pindah ke kawali. pada masa pemerintahan raja sri baduga
maharaja terjadi peristiwa perang bubaat antara majapahit dengan pajajaran.

C. Peningkatan Kebudayaan Terpenting

kebudayaan terpenting peninggalan Hindu-Budah meliputi :

1. Bangunan Candi

a. Jenis Candi di Indonesia, Yaitu Candi Hindu dan Budha

b. Fungsi Candi, yaitu dalam agama Hindu berfungsi sebagai tempat pemakaman dan fungsi menurut agama
Budha sebagai tempat upacara keagamaan

c. Kelompok candi berdasarkan langgamnya, yaitu :

- Candi Jawa Tengah bagian utara

- Candi Jawa Tengah bagian selatan

- Candi Jawa Timur

perbedaan bangunan candi Jawa Tengah dan Jawa Timur antara lain :

Candi jawa barat :


- Bangunan Candi terbuat dari batu bara

- Relief candi simbolis

- Atap candi seperti pohon cemara

- Arah candi menghadap ke barat

- Bentuk candi ramping dan tinggi

- Induk candi menjorok ke belakang

candi Jiwa Tengah :

- Bangunan candi terbuat dari batu andesit (batu kali)

- Relief candi realis

- Atap candi berundak-undak

- Arah candi menghadap ke timur

- Bentuk candi tambun

- Induk candi tepat di tengah

2. Patung Dewa

Dalam kebudayaan Hindu-Budha biasanya dewa diwujudkan dalam bentuk patung

3. Sastra

Hasil peninggalan bidang sastra antara lain Ramayana, Mahabarata, Barata Yuda dll.

4. Seni Ukir

Hasil pahatan dan ukiran nampak indah dan mengangumkan pada relief-relief bangunan candi.

5. Barang-barang logam

Barang atau benda yang terbuat dari logam dan perunggu yang indah di antaranya, arca, lampu gantung,
genta, mangkok, jambangan dan tempat dupa untuk upacara agama. dan masih banyak lagi peninggalan yang
berupa seni lainya.

D. Runtuhnya Kebudayaan Hinduh-Budah di Inonesia

Penyebab runtuhnya kerajaan yang bercorak Hindu-Budah antara lain :

a. Adanya perang Paragrag di Majapahit

b. Banyak daerah kekuasaan yang melepaskan diri kerajaan sriwijaya maupun Majapahit

c. Berkembangnya syiar agama Islam yang berhasil menarik simpati masyarakat


d. Kerajaan Islam Demak berkembang pesat, sementara Sumatra juga berkembang pesat kerajaan-kerajaan
yang bercorak Islam.

Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di


Indonesia
Written By Hafizul Hamdi on 14 Juni 2013 | 22:15

Candi Prambanan
Salah satu Candi Bercorak Hindu

Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia - Masuknya suatu kebudayaan asing ke dalam lingkup
suatu masyarakat dapat menimbulkantiga kemungkinan: kedua kebudayaan itu akan berakulturasi, berjauhan,
atau salah satu hancur. Akulturasi kebudayaan adalah pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang
melakukan kebudayaan baru. Dalam perkembangan kehidupan masyarakat Nusantara ketika terjalin
hubungan dagang antara India, Cina, dan Indonesia, terjadilah akulturasi budaya.

Akulturasi budaya Hindu-Buddha India dengan budaya asli Nusantara secara damai melahirkan budaya baru
yang disebut budaya Hindu-Buddha Nusantara. Menghadapi proses akulturasi tersebut, menurut para ahli,
bangsa Indonesia bersikap pasif maupun aktif. Pada awalnya bersikap pasif menerima ajaran-ajaran baru, di
kemudian hari aktif mencari ilmu hingga mengirim pelajarnya ke luar negeri dan mengundang brahmana dari
luar negeri untuk memberi pelajaran.

Proses akulturasi selama berabad-abad menimbulkan sinkretisme antara kedua agama tersebut dan unsur
budaya asli hingga lahirlah agama baru yang dikenal sebagai Syiwa Buddha. Sinkretisme adalah paham atau
aliran baru yang merupakan perpaduan dari beberapa paham untuk mencari keserasian dan keseimbangan.
Aliran ini berkembang pesat pada abad ke-13 M. Penganutnya, antara lain, Raja Kertanegara dan
Adityawarman.

Akulturasi budaya paling mudah kita lihat dalam bentuk kesenian, seperti seni rupa, seni sastra, dan seni
bangunan yang merupakan unsur kebudayaan material. Akulturasi budaya ini juga dapat kita saksikan dalam
upacara-upacara ritual. Pelaksanaan proses akulturasi tersebut dilakukan oleh para cendekiawan, agamawan,
arsitek, sastrawan istana maupun rakyat, dan para seniman.

1. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni bangunan

Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha dalam bidang arsitektur atau seni bangunan dapat kita lihat dengan jelas
pada candi-candi.

Ada perbedaan fungsi antara candi dalam agama Hindu dan candi dalam agama Buddha. Dalam agama
Hindu, candi difungsikan sebagai makam Adapun dalam agama Buddha, candi berfungsi sebagai tempat
pemujaan atau peribadatan.

Candi Borobudur
Salah Satu Candi Bercorak Buddha

Meski difungsikan sebagai makam, namun tidak berarti bahwa mayat atau abu jenazah dikuburkan dalam
candi. Benda yang dikuburkan atau dicandikan adalah macam-macam benda yang disebut pripih. Pripih ini
dianggap sebagai lambang zat jasmaniah yang rohnya sudah bersatu dengan dewa penitisnya.

Pripih ini diletakkan dalam peti batu di dasar bangunan, kemudian di atasnya dibuatkan patung dewa sebagai
perwujudan sang raja. Arca perwujudan raja itu umumnya adalah Syiwa atau lambang Syiwa, yaitu lingga.
Pada candi Buddha, tidak terdapat pripih dan arca perwujudan raja. Abu jenazah raja ditanam di sekitar candi
dalam bangunan stupa. Bangunan candi terdiri atas tiga bagian, yaitu kaki, tubuh, dan atap.

a. Kaki candi berbentuk persegi (bujur sangkar). Di tengah-tengah kaki candi inilah ditanam pripih.
b. Tubuh candi terdiri atas sebuah bilik yang berisi arca perwujudan. Dinding luar sisi bilik diberi relung
(ceruk) yang berisi arca. Dinding relung sisi selatan berisi arca Guru, relung utara berisi arca Durga, dan
relung belakang berisi arca Ganesha. Relung-relung untuk candi yang besar biasanya diubah.

c. Atap candi terdiri atas tiga tingkat. Bagian atasnya lebih kecil dan pada puncaknya terdapat lingga atau
stupa. Bagian dalam atap (puncak bilik) ada sebuah rongga kecil yang dasarnya berupa batu segi empat
dengan gambar teratai merah, melambangkan takhta dewa. Pada upacara pemujaan, jasad dari pripih
dinaikkan rohnya dari rongga atau diturunkan ke dalam arca perwujudan. Hiduplah arca itu menjadi
perwujudan almarhum sebagai dewa.

Bangunan candi di Indonesia yang bercorak Hindu, antara lain, candi Prambanan, candi Sambisari, candi Ratu
Boko, candi Gedongsongo, candi Sukuh, candi Dieng, candi Jago, candi Singasari, candi Kidal, candi
Panataran, candi Surawana, dan gapura Bajang Ratu. Bangunan candi yang bercorak Buddha, antara lain,
candi Borobudur, candi Mendut, candi Pawon, candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, dan candi Muara
Takus.

Beberapa peninggalan bangunan lain yang menyerupai candi sebagai berikut.

a. Patirtan atau pemandian, misalnya, patirtan di Jalatunda dan Belahan (lereng Gunung Penanggungan), di
candi Tikus (Trowulan), dan di Gona Gajah (Gianyar, Bali).

b. Candi Padas di Gunung Kawi, Tampaksiring. Di tempat ini terdapat sepuluh candi yang dipahatkan seperti
relief pada tebing-tebing di Pakerisan.

c. Gapura yang berbentuk candi dan memiliki pintu keluar masuk.

Contoh candi semacam ini adalah candi Plumbangan, candi Bajang Ratu, dan candi Jedong.

d. Jenis gapura lainnya yang berbentuk seperti candi yang dibelah dua untuk jalan keluar masuk.

Contoh candi semacam ini adalah candi Bentar dan candi Wringin Lawang.

2. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni rupa

Seni rupa Nusantara yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Buddha dari India adalah seni pahat
atau ukir dan seni patung. Seni pahat atau ukir umumnya berupa hiasan-hiasan dinding candi dengan tema
suasana Gunung Mahameru, tempat kediaman para dewa. Hiasan yang terdapat pada ambang pintu atau
relung adalah kepala kala yang disebut Banaspati (raja hutan). Kala yang terdapat pada candi di Jawa Tengah
selalu dirangkai dengan makara, yaitu sejenis buaya yang menghiasi bagian bawah kanan kiri pintu atau
relung.

Pola hiasan lainnya berupa daun-daunan yang dirangkai dengan sulur-sulur melingkar menjadi sulur gelung.
Pola ini menghiasi bidang naik horizontal maupun vertikal. Ada juga bentuk-bentuk hiasan berupa bunga
teratai biru (utpala), merah (padam), dan putih (kumala). Pola-pola teratai ini tidak dibedakan berdasarkan
warna, melainkan detail bentuknya yang berbeda-beda. Khususnya pada dinding candi di Jawa Tengah,
terdapat hiasan pohon kalpataru (semacam beringin) yang diapit oleh dua ekor hewan atau sepasang kenari.

Beberapa candi memiliki relief yang melukiskan suatu cerita. Cerita tersebut diambil dari kitab kesusastraan
ataupun keagamaan. Gaya relief tiap-tiap daerah memiliki keunikan. Relief di Jawa Timur bergaya mayang
dengan objek-objeknya berbentuk gepeng (dua dimensi). Adapun relief di Jawa Tengah bergaya naturalis
dengan lekukan-lekukan yang dalam sehingga memberi kesan tiga dimensi. Pada masa Kerajaan Majapahit,
relief di Jawa Timur meniru gaya Jawa Tengah dengan memberikan latar belakang pemandangan sehingga
tercipta kesan tiga dimensi.

Relief-relief yang penting sebagai berikut.

Relief candi Roro Jongrang


Yang Mengisahkan Cerita Ramayana

a. Relief candi Borobudur menceritakan Kormanibhangga, menggambarkan perbuatan manusia serta hukum-
hukumnya sesuai dengan Gandawyuha (Sudhana mencari ilmu).

b. Relief candi Roro Jonggrang menceritakan kisah Ramayana dan Kresnayana. Seni patung yang
berkembang umumnya berupa patung atau arca raja pada sebuah candi. Raja yang sudah meninggal
dimuliakan dalam wujud arca dewa.
Contoh seni patung hasil kebudayaan Hindu-Buddha kini dapat kita saksikan di candi Prambanan (patung
Roro Jonggrang) dan di Museum Mojokerto (Jawa Timur). Salah satu koleksi museum tersebut yang terindah
adalah patung Airlangga (perwujudan Wisnu) dan patung Ken Dedes.

3. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni sastra

Wiracarita atau kisah kepahlawanan India yang memasyarakat di Indonesia dan memengaruhi kehidupan serta
perkembangan sosial budaya adalah cerita Mahabharata dan Ramayana. Kitab Mahabharata terdiri atas
delapan belas jilid (parwa). Setiap jilid terbagi lagi menjadi beberapa bagian (juga disebut parwa) yang
digubah dalam bentuk syair. Cerita pokoknya meliputi 24.000 seloka. Sebagian besar isi kitab ini
menceritakan peperangan sengit selama delapan hari antara Pandawa dan Kurawa. Kata Mahabharatayudha
sendiri berarti peperangan besar antarkeluarga Bharata. Menurut cerita, kitab ini dihimpun oleh Wiyasa
Dwipayana. Akan tetapi, para ahli sejarah beranggapan bahwa lebih masuk akal jika kitab itu merupakan
kumpulan berbagai cerita brahmana antara tahun 400 SM sampai 400 M.

Kitab Ramayana dikarang oleh Walmiki. Kitab ini terdiri atas tujuh jilid (kanda) dan digubah dalam bentuk
syair sebanyak 24.000 seloka. Kitab ini berisi perjuangan Rama dalam merebut kembali istrinya, Dewi Sinta
(Sita), yang diculik oleh Rahwana. Dalam perjuangannya, Rama yang selalu ditemani Laksmana (adiknya) itu
mendapat bantuan dari pasukan kera yang dipimpin oleh Sugriwa. Selain itu, Rama juga dibantu oleh
Gunawan Wibhisana, adik Rahwana yang diusir oleh kakaknya karena bermaksud membela kebenaran
(Rama). Perjuangan tersebut menimbulkan peperangan besar dan banyak korban berjatuhan. Di akhir cerita,
Rahwana beserta anak buahnya gugur dan Dewi Sinta kembali kepada Rama.

Akulturasi di bidang sastra dapat dilihat pada adanya modifikasi cerita-cerita asli India dengan unsur tokoh-
tokoh Indonesia serta peristiwa-peristiwa yang seolah-olah terjadi di Indonesia. Contohnya adalah
penambahan tokoh punakawan (Semar, Bagong, Gareng, Petruk) dalam kisah Mahabharata. Bahkan, dalam
literatur-literatur keagamaan Hindu-Buddha di Indonesia sulit kita temukan cerita asli seperti yang ada di
negeri asalnya. Pengaruh kebudayaan India yang dipertahankan dalam kesusastraan adalah gagasan, konsep,
dan pandangan-pandangannya.

4. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap sistem pemerintahan

Salah satu contoh nyata pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia adalah perubahan sistem
pemerintahan. Sebelum pengaruh Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, struktur sosial asli masyarakat
Indonesia berbentuk suku-suku dengan pimpinannya ditunjuk atas prinsip primus inter pares. Setelah
pengaruh Hindu-Buddha masuk, sistem pemerintahan ini berubah menjadi kerajaan. Kepemimpinan lalu
diturunkan kepada keturunan raja. Raja dan keluarganya kemudian membentuk kalangan yang disebut
bangsawan.
Dalam perkembangannya, ada dua corak kerajaan berdasarkan budaya Hindu-Buddha. Kerajaan-kerajaan
bercorak Hindu, antara lain, Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Mataram Hindu (Mataram Kuno), Kahuripan
(Airlangga), dan Majapahit. Kerajaan Majapahit dikenal sebagai kerajaan Hindu terbesar. Adapun kerajaan-
kerajaan bercorak Buddha, antara lain, Kerajaan Holing (Kalingga), Melayu, Sriwijaya, dan Mataram
Buddha. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan Buddha terbesar di Indonesia.

5. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap sistem kepercayaan

Pada saat budaya Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, masyarakat masih menganut kepercayaan asli, yaitu
animisme dan dinamisme. Akibat adanya proses akulturasi, agama Hindu dan Buddha lalu diterima penduduk
asli. Dibandingkan agama Hindu, agama Buddha lebih mudah diterima oleh masyarakat kebanyakan sehingga
dapat berkembang pesat dan menyebar ke berbagai wilayah. Sebabnya adalah agama Buddha tidak mengenal
kasta, tidak membeda-bedakan manusia, dan menganggap semua manusia itu sama derajatnya di hadapan
Tuhan (tidak diskriminatif). Menurut agama Buddha, setiap manusia dapat mencapai nirwana asalkan baik
budi pekertinya dan berjasa terhadap masyarakat.

6. Sistem perdagangan dan transportasi

Kekayaan bumi Nusantara telah dikenal luas sejak dahulu. Kemenyan, kayu cendana, dan kapur barus dari
Indonesia telah dikenal di Cina menyaingi bahan wangi-wangian lainnya dari Asia Barat. Begitu pula
berbagai jenis rempah-rempah, seperti lada dan cengkeh, serta hasil-hasil kerajinan dan berbagai jenis
binatang khas yang unik. Awalnya, pedagang-pedagang dari India yang singgah di Indonesia membawa
barang-barang tersebut ke Cina.

Seiring dengan perkembangan perdagangan internasional, hubungan dagang antara Indonesia India Cina
pun berkembang . Wolters berpendapat bahwa perkembangan ini akibat dari sikap terbuka dan bersahabat
dengan orang asing serta penghargaan terhadap barang dagangan yang dibawa orang asing. Sikap ini pula
yang memungkinkan agama Hindu-Buddha dapat berkembang di Indonesia.

Dalam berbagai prasasti yang ditemukan, disebutkan bahwa pada abad ke-5 Masehi, bangsa Indonesia telah
mampu turut serta dalam perdagangan maritim internasional Asia. Perkembangan ini dipicu pula oleh
perkembangan teknologi transportasi pelayaran. I-Tsing, musafir dan pendeta Buddha dari Cina yang mampir
ke Indonesia pada abad ke-7 dalam perjalanannya ke India dengan menumpang kapal milik Sriwijaya,
mengatakan bahwa pada awalnya bangsa Indonesia memang telah akrab dengan dunia pelayaran, meski baru
terbatas pada pulau-pulau yang berdekatan.
Alat transportasi yang digunakan adalah kapal cadik berukuran kecil. Bersamaan dengan munculnya kerajaan-
kerajaan besar, seperti Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit, mulailah dikenal teknologi pembuatan kapal-
kapal yang lebih besar dan pelayaran yang dilakukan dapat menjangkau jarak yang lebih jauh. Bangsa
Indonesia jadi dapat berperan lebih aktif dalam perdagangan internasional dengan berlayar sendiri ke negara-
negara yang biasanya berdagang dengan Indonesia. Hal ini tergambar dalam relief candi Borobudur. Tiga
jenis kapal yang digambarkan dalam relief tersebut adalah perahu lesung, kapal besar tidak bercadik, dan
kapal bercadik.

7. Sistem penguasaan tanah

Tanah dalam lingkungan sebuah kerajaan secara umum menjadi milik kerajaan. Namun, pengolahan atau
pemanfaatan diserahkan kepada rakyat yang hidup dalam lingkup kerajaan tersebut. Hak pemanfaatan lahan
ini disebut hak anggaduh, artinya rakyat hanya dipinjami tanah oleh raja. Tanah garapan itu dapat
dipindahtangankan kepada rakyat lainnya dalam lingkup kerajaan yang sama dan hak anggaduh tersebut dapat
digunakan secara turun temurun. Akan tetapi, jika sewaktu-waktu raja memintanya kembali, misalnya, untuk
keperluan pendirian candi atau bangunan milik kerajaan atau suatu kepentingan umum lainnya, rakyat tidak
dapat menolak.

8. Sistem pajak

Pengembangan dan jaminan kelangsungan suatu kerajaan tentu memerlukan biaya. Biaya ini diambil dari
hasil perdagangan, pertanian, dan pungutan pajak kepada rakyat. Pajak dipungut oleh pejabat di tingkat
daerah dari desa-desa yang ada di wilayahnya. Setiap habis panen, pajak tersebut wajib diserahkan pada
kerajaan. Di tingkat pusat, ada petugas khusus yang bertugas mencatat luas tanah di wilayah kerajaan untuk
dijadikan dasar perhitungan penetapan pajak yang wajib dipungut. Rakyat diwajibkan untuk membayar pajak
tepat waktu.

9. Tenaga kerja

Tenaga kerja berasal dari rakyat. Dalam hal ini, rakyat merupakan abdinya yang harus menaati semua
perintahnya. Hal ini dikarenakan pada masa itu, kekuasaan raja merupakan kekuasaan tertinggi dan mutlak
sebab raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di bumi dan memerintah atas nama dewa. Oleh karena itu,
rakyat dituntut untuk bersikap setia kepada raja.

10. Perkembangan tradisi Hindu-Buddha


Pada masa berkembangnya agama Hindu-Buddha di Nusantara, tradisi Hindu-Buddha mengalami
perkembangan yang cukup pesat di wilayah Nusantara dalam berbagai sektor sebagai berikut.

a. Sistem struktur sosial masyarakat

Masuk dan berkembangnya agama Hindu di Indonesia memengaruhi sektor kehidupan masyarakat Indonesia,
termasuk sistem dan struktur sosial masyarakatnya. Pengaruhnya dapat dilihat melalui diterapkannya sistem
pembagian kasta pada masyarakat Indonesia. Sistem pembagian kasta di Indonesia tidak seperti yang ada di
India, akan tetapi merupakan sistem pengelompokan masyarakat melalui tingkatan tingkatan kehidupan
masyarakat dan berlaku turun temurun. Hal ini untuk menunjukkan status sosial dalam masyarakat Indonesia.
Sementara itu, di India perbedaan sistem kasta sangat mendasar sebab untuk membedakan status sosial antara
golongan Arya dan Dravida.

Pada masyarakat Indonesia yang mendapat pengaruh Buddha muncul pembagian kelompok masyarakat
bhiksu dan bhiksuni, yaitu kelompok masyarakat yang tinggal di wihara-wihara dan hidup mementingkan
rohani saja, tata kehidupan duniawi mulai ditinggalkan. Kelompok masyarakat yang lain adalah kelompok
masyarakat umum, yakni kelompok masyarakat yang masih mementingkan hidup duniawi. Sistem dan
struktur masyarakat Indonesia yang mendapat pengaruh Hindu-Buddha berkembang pada masa Kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Mataram. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim di mana kehidupan
rakyatnya banyak bergantung pada kelautan. Sriwijaya banyak menguasai jalur-jalur dan pusat perdagangan
maka Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar dan penting, karenanya menjadi kerajaan nasional yang pertama
di Nusantara.

Kerajaan Mataram Hindu terdiri atas daerah pusat yang dikenal dengan ibu kota kerajaan (tempat tinggal raja,
putra raja, kerabat dekat raja, serta pejabat tinggi kerajaan) dan daerah watak, yaitu daerah yang dikuasai para
rakai atau pamgat yang berkedudukan sebagai pegawai tinggi kerajaan yang berkedudukan turun-temurun.

b. Pemerintahan

Sebelum pengaruh Hindu ke Nusantara, bangsa Indonesia sudah mengenal sistem pemerintahan, yakni dari
seorang kepala suku dikenal bentuk kesukuan, seorang kepala suku menduduki jabatannya berdasarkan
kemampuan yang dimiliki, maka ia pemimpin yang dipilih oleh kelompok sukunya secara demokratis.
Mereka memiliki kelebihan dalam anggota kelompoknya.
Masuk dan berkembangnya agama Hindu dan Buddha di Indonesia membawa pengaruh yakni mulai lahirnya
kerajaan. Kerajaan Hindu pertama di Indonesia adalah Kerajaan Kutai dengan rajanya Mulawarman. Raja
berkuasa secara turun temurun sehingga keluarga raja memiliki kehormatan di tengah-tengah masyarakat
negara. Raja memiliki kekuasaan tunggal, tidak ada lembaga yang mampu menandingi kekuasaan raja.

c. Kesenian

Perkembangan bidang kesenian tampak sekali dalam seni bangunan, seni rupa, dan seni sastra.

1) Seni bangunan yakni adanya bangunan candi Hindu dan candi Buddha yang banyak ditemukan di
Nusantara. Dasar pembangunan candi berasal dari zaman megalitikum sehingga candi-candi yang ada di
Nusantara memiliki bentuk bangunan yang megah serta punden berundak seperti yang tampak pada candi
Borobudur.

2) Seni rupa, seni lukis yang masuk ke Nusantara berkembang, ditandai dengan ditemukannya patung Buddha
berlanggam Gandara di Kota Bangun Kutai, dan patung Buddha berlanggam Amarawati yang ditemukan di
Sulawesi, adanya hiasan perahu yang menunjukkan majunya seni di Nusantara saat itu serta pada dinding
candi Prambanan kita jumpai relief Ramayana.

3) Dalam bidang sastra, seni sastra Hindu banyak kita jumpai pada prasasti-prasasti serta kitab-kitab sastra.
Banyak prasasti di Nusantara menggunakan bahasa Sanskerta bahkan kitab-kitab sastra zaman Hindu
dominan menggunakan bahasa tersebut dan tulisan Palawa.

d. Perkembangan teknologi

Kemajuan teknologi sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Sebelum
pengaruh Hindu masuk ke Nusantara bangsa Indonesia sudah memiliki teknologi yang tinggi khususnya
dalam pembuatan alat kehidupan baik yang terbuat dari batu atau logam.

Setelah adanya pengaruh Hindu, teknologi semakin maju, misalnya pembuatan candi. Jika dibandingkan
dengan candi-candi di India maka candi di Indonesia jauh lebih megah dan kokoh seperti candi Borobudur,
candi Prambanan. Dengan demikian, bangsa Indonesia memiliki pengetahuan teknologi yang sudah tinggi.
e. Perkembangan pendidikan

Pendidikan berkembang pesat setelah adanya pengaruh Hindu, yakni masyarakat mendapat pendidikan yang
dilakukan para pendeta Hindu dan Buddha. Mereka ada yang berguru kepada pendeta dengan pergi ke rumah-
rumah pendeta atau berada di tempat khusus seperti wihara-wihara. Kaum Brahmana yang memberikan
pendidikan serta mengajarkan agama Hindu kepada masyarakat di daerah-daerah membuka tempat-tempat
pendidikan yang dikenal Pasraman. Di Pasraman inilah, masyarakat Indonesia mendapatkan berbagai
pengetahuan yang diajarkan para Brahmana.

Judul Materi : Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia

Sejarah dan Pengaruh Hindu-Budha di Indonesia

A. Ajaran Hindu dan Budha

1. Hindu

Agama Hindu pada merupakan sinkretisme (perpaduan) antara kepercayaan bangsa Dravida, yang
merupakan penduduk asli India, dengan bangsa Arya, yang merupakan bangsa pendatang dari Asia Tengah
yang berhasil menaklukkan bangsa Dravida sekitar tahun 1500 SM. Agama Hindu mempunyai konsep
politheisme yaitu menyembah banyak dewa. Tiga dewa utama dari umat Hindu adalah dewa Brahma (dewa
pencipta), dewa Wisnu (dewa pemelihara) dan dewa Syiwa (dewa perusak) yang ketiganya biasa disebut Tri
Murti. Salah satu pokok dalam ajaran Hindu adalah konsep reinkarnasi atau dilahirkan kembali sebagai
penebusan dosa karena masih banyaknya dosa dan kesalahan yang dilakukan di kehidupan sebelumnya. Jadi
tujuan dari manusia hidup di dunia adalah moksha atau tidak dilahirkan kembali dan tinggal di nirwana yang
penuh kenikmatan.

Agama Hindu berpedoman pada kitab suci Weda, Brahmana dan Upanisad.

a. Kitab Weda terdiri dari empat himpunan (Samhita).

1. Regweda, berisi puji-pujian terhadap dewa.

2. Samaweda,berisi nyanyian-nyanyian suci yang slokanya diambil dari Regweda.

3. Yayurweda, berisi penjelasan tentang sloka-sloka yang diambil dari Regweda.

4. Atharwaweda,berisi mantra-mantra yang digunakan untuk berbagai keperluan seperti (sihir, ilmu gaib,
mengusir penyakit, menghancurkan musuh, mengikat cinta, serta memperoleh kedudukan dan kekuasaan).

b. Kitab Brahmana adalah kitab suci yang terdiri keterangan tentang upacara sesaji.

c. Kitab Upanisad adalah kitab suci yang berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.
Dalam agama Hindu masyarakat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang mempunyai hak dan peranan yang
berbeda-beda, yaitu :

a. Kasta Brahmana, terdiri atas para pendeta.

b. Kasta Ksatria, terdiri atas para raja dan bangsawan.

c. Kasta Waisya, terdiri atas para pedagang dan kaum buruh menengah.

d. Kasta Sudra, terdiri atas para petani, buruh kecil dan budak.

Hari raya umat Hindu ialah Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi, Nyepi, dan Siwaratri.

2. Budha

Pada awalnya Budha merupakan salah satu aliran dalam agama Hindu yang disebut budhisme. Budhisme
dimunculkan dan dikembangkan oleh Sidharta Gautama sebagai protes atas ketidakadilan sistem kasta dalam
masyarakat Hindu, dimana kasta rendahan mengalami ketidakadilan. Sidharta sebenarnya masuk dalam kasta
ksatria karena merupakan putra dari Raja Sudhodana dari kerajaan Kapilawastu. Tetapi kemudian dia
meninggalkan semua kemewahan istana dan menjadi pertapa setelah dia melihat kehidupan di luar istana
yang sangat memprihatinkan. Dalam pertapaannya dia memperoleh bodhi dan disebut Sang Budha (yang
disinari).

Umat Budha mempunyai kitab suci yang disebut Tripitaka yang berarti tiga keranjang. Isi dari kitab
Tripitaka adalah :

a. Winayapitaka, berisi tentang peraturan dan hukum yang menentukan cara hidup para pemeluk agama Budha.

b. Sutrantapitaka, berisi wejangan sang Budha.

c. Abdidharmapitaka, berisi keterangan dan penjelasan tentang agama Budha.

Umat Budha meyakini bahwa manusia hidup di dunia berada dalam kesengsaraan (samsara), oleh karena
itu kesengsaraan dapat dihentikan dengan mengamalkan astavidha (delapan jalan) yaitu : Ajaran yang benar;
Niat yang benar; Perkataan yang benar; Perbuatan yang benar; Penghidupan (mata pencaharian) yang benar;
Usaha (daya upaya) yang benar; Perenungan yang benar; Samadi (bersemedi) yang benar.

Dalam perjalanannya, ajaran Budha terpecah menjadi 2 aliran yaitu :

a. Budha Hinayana (kendaraan kecil)

Aliran ini berpendapat bahwa setiap orang harus berusaha sendiri-sendiri untuk masuk nirwana tanpa
pertolongan orang lain. Hal itu sesuai dengan ajaran Budha pada awalnya.

b. Budha Mahayana (kendaraan besar)

Aliran ini berpendapat sebaiknya manusia berusaha bersama-sama dan saling membantu dalam mencapai
nirwana.

Umat Budha merayakan hari raya Triwaisak yaitu peringatan kelahiran, turunnya Bodhi dan kematian
Sang Budha.
B. Proses Masuknya Hindu-Budha di Indonesia

Proses masuknya kebudayaan Hindu dan Budha berlangsung sangat panjang. Keterlibatan berbagai pihak
sangatlah menentukan perkembangan kebudayaan ini. Mulai dari pedagang, tokoh agama bahkan hingga
orang biasa.

Menurut Van Leur dan Wolters, hubungan dagang Indonesia dan India lebih dahulu berkembang daripada
hubungan dagang yang dilakukan Indonesia dan Cina. Terlibatnya Indonesia dalam kegiatan perdagangan,
berakibat terjadinya akulturasi kebudayaan, terutama dengan budaya India, yaitu agama Hindu dan Budha.
Dari hubungan perdagangan tersebut, muncul beberapa teori mengenai proses masuknya budaya Hindu-
Budha ke Indonesia.

a. Teori Brahmana

Teori ini mengungkapkan bahwa kebudayaan Hindu dan Budha menyebar ke Indonesia di bawa kaum
brahmana. Kemungkinan teori ini adalah yang paling benar, hal ini terbukti dengan ditemukannya Yupa Kutai
yang menyebutkan bahwa penyebaran ajaran Hindu dilakukan melalui upacara keagamaan, dan hal ini hanya
dapat dilakukan oleh para brahmana. Pendukung teori ini adalah J.C. van Leur.

b. Teori Ksatria

Teori ini mengungkapkan bahwa agama Hindu dan Budha menyebar ke Indonesia karena pengaruh dari
para bangsawan. Hal ini dibuktikan dengan adanya koloni baru yang dibentuk orang India di Indonesia. Di
tempat barunya para bangsawan menyebarkan agama dan budaya Hindu-Budha. Pendukung teori ini adalah
C.C. Berg dan Majumdar.

c. Teori Waisya

Teori ini menyatakan bahwa proses masuknya kebudayaan Hindu-Budha melalui hubungan dagang
antara India dan Indonesia. Para pedagang dari India banyak yang menetap di Indonesia yang kemudian
jalinan hubungan itu telah membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran kebudayaan Hindu-Budha.
Pendukung teori ini diantaranya N. J. Krom dan Purbacaraka.

d. Teori Sudra

Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang terjadi di India telah menyebabkan golongan
Sudra menjadi orang buangan. Kemudian mereka meninggalkan India mengikuti kaum Waisya. Dengan
jumlah yang besar diduga golongan Sudralah yang memberi andil besar dalam penyebaran budaya/agama
Hindu ke nusantara.

e. Teori Arus Balik

Teori ini diungkapkan oleh F.D.K. Bosch, Bosch meyakini bahwa orang Indonesialah yang paling
berperan dalam penyebaran Hindu-Budha di nusantara. Setelah di awali orang-orang India, penduduk
Indonesia yang ingin tahu lebih dalam tentang ajaran Hindu-Budha langsung berlayar ke india untuk belajar.
Kemudian setelah pulang ke indonesia mereka menyebarkan apa yang sudah mereka pelajari. Teori berdasar
pada ditemukannya arca Budha di Sempaga, Sulawesi Selatan, yang sangat mirip dengan arca yang dibuat di
Amarawati (India).

C. Pengaruh Unsur Kebudayaan Hindu-Budha Terhadap Kehidupan Masyarakat Indonesia


1. Bidang agama

Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di nusantara telah menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Budha. Sejak
berinteraksi dengan orang-orang India budaya baru tersebut membawa perubahan pada beragama. Misalnya,
dalam hal tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan).

2. Bidang sosial

Dalam bidang ini kebudayaan India mempengaruhi pada sistem pemerintahan dan kemasyarakatan.
Dalam sistem ini kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah. Kepala suku
yang terbaik dan terkuat berhak menduduki kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan
seperti, Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, dan lain-lain.

3. Bidang seni

Pengaruh dari kebudayaan Hindu-Budha ini dapat berupa relief, sastra. Untuk seni relief banyak dijumpai
hiasan-hiasan pada dinding candi yang sesuai dengan unsur India. Di bidang seni sastra, terlihat pada
penggunaan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta pada prasasti-prasasti. Adanya cerita Mahabarata dan
Ramayana yang bersumber pada kebudayaan India. Selain itu adapun kitab-kitab yang dihasilkan oleh para
pujangga Indonesia seperti: Arjunawiwaha (Mpu Kanwa); Sutasoma (Mpu Tantular); Negarakertagama (Mpu
Prapanca).

4. Bidang bahasa

Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar


berhuruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa
Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sansekerta. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang
merupakan hasil serapan dari bahasa sansekerta, seperti: Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, dan
Parasamya Purnakarya Nugraha.

5. Bidang pendidikan

Dalam bidang ini kaum brahmana merupakan kelompok yang mempunyai pengaruh, karena yang
memberikan ilmu dalam masyarakat. I-Tsing mengungkapkan bahwa di Kerajaan Sriwijaya telah didirikan
sekolah setaraf perguruan tinggi yang menampung biarawan untuk belajar agama Budha.

Proses Masuk dan Berkembangnya Pengaruh


Hindu-Buddha di Indonesia

Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap
sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik.
Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu
lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang dua
benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu:
1. Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,
2. Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,
3. Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan
4. Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.

Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional menyebabkan
timbulnya percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang memberikan pengaruh kepada
Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang
proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia.

1. Hipotesis Brahmana
Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran budaya Hindu
di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia untuk menobatkan raja dan
memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung hipotesis ini adalah Van Leur.

2. Hipotesis Ksatria

Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum ksatria. Menurut
hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan antargolongan di dalam masyarakat. Para
prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang, lantas meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada
pula yang sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni
baru sebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu.
F.D.K. Bosch adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria.

3. Hipotesis Waisya

Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang telah berperan
dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa
beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya
Hindu. N.J. Krom adalah salah satu pendukung dari hipotesis waisya.

4. Hipotesis Sudra

Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan golongan sudra
menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan mengikuti kaum waisya. Dengan
jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke
Nusantara.

Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu
dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha. Setelah
memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori
Arus Balik.

Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya Hindu ke
Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Bukti tertua pengaruh budaya
India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat
dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para
ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk
bangunan suci agama Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan
Malayu kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu
menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.

Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah mengubah dan menambah khasanah
budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.

1. Agama

Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Buddha sejak
berinteraksi dengan orang-orang India. Budaya baru tersebut membawa perubahan pada kehidupan
keagamaan, misalnya dalam hal tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan.

2. Pemerintahan

Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-kelompok kecil
masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak atas
tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan
Sriwijaya.

3. Arsitektur

Salah satu tradisi megalitikum adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut berpadu dengan
budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita memperhatikan Candi Borobudur, akan
terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas yang berundak-undak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan
budaya India-Indonesia.

4. Bahasa

Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar berhuruf
Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia
memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil
serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya
Nugraha, dan sebagainya.

5. Sastra

Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra. Karya sastra
terkenal yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya kitab-kitab itu memacu para
pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. Karya-karya sastra yang muncul di Indonesia adalah:

1. Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,


2. Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan
3. Negarakertagama, karya Mpu Prapanca.

Agama Hindu
Agama Hindu berkembang di India pada tahun 1500 SM. Sumber ajaran Hindu terdapat dalam kitab
sucinya yaitu Weda. Kitab Weda terdiri atas 4 Samhita atau himpunan yaitu:

1. Reg Weda, berisi syair puji-pujian kepada para dewa.


2. Sama Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci.
3. Yajur Weda, berisi mantera-mantera untuk upacara keselamatan.
4. Atharwa Weda, berisi doa-doa untuk penyembuhan penyakit.

Di samping kitab Weda, umat Hindu juga memiliki kitab suci lainnya yaitu:

1. Kitab Brahmana, berisi ajaran tentang hal-hal sesaji.


2. Kitab Upanishad, berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.

Agama Hindu menganut polytheisme (menyembah banyak dewa), diantaranya Trimurti atau Kesatuan Tiga
Dewa Tertinggi yaitu:

1. Dewa Brahmana, sebagai dewa pencipta.


2. Dewa Wisnu, sebagai dewa pemelihara dan pelindung.
3. Dewa Siwa, sebagai dewa perusak.

Selain Dewa Trimurti, ada pula dewa yang banyak dipuja yaitu Dewa Indra pembawa hujan yang sangat
penting untuk pertanian, serta Dewa Agni (api) yang berguna untuk memasak dan upacara-upacara
keagamaan. Menurut agama Hindu masyarakat dibedakan menjadi 4 tingkatan atau kasta yang disebut
Caturwarna yaitu:

1. Kasta Brahmana, terdiri dari para pendeta.


2. Kasta Ksatria, terdiri dari raja, keluarga raja, dan bangsawan.
3. Kasta Waisya, terdiri dari para pedagang, dan buruh menengah.
4. Kasta Sudra, terdiri dari para petani, buruh kecil, dan budak.

Selain 4 kasta tersebut terdapat pula golongan pharia atau candala, yaitu orang di luar kasta yang telah
melanggar aturan-aturan kasta.
Orang-orang Hindu memilih tempat yang dianggap suci misalnya, Benares sebagai tempat bersemayamnya
Dewa Siwa serta Sungai Gangga yang airnya dapat mensucikan dosa umat Hindu, sehingga bisa mencapai
puncak nirwana.

Agama Buddha

Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama di India pada tahun 531 SM. Ayahnya seorang raja
bernama Sudhodana dan ibunya Dewi Maya. Buddha artinya orang yang telah sadar dan ingin melepaskan
diri dari samsara.

Kitab suci agama Buddha yaitu Tripittaka artinya Tiga Keranjang yang ditulis dengan bahasa Poli. Adapun
yang dimaksud dengan Tiga Keranjang adalah:

1. Winayapittaka : Berisi peraturan-peraturan dan hukum yang harus dijalankan oleh umat Buddha.
2. Sutrantapittaka : Berisi wejangan-wejangan atau ajaran dari sang Buddha.
3. Abhidarmapittaka : Berisi penjelasan tentang soal-soal keagamaan.
Pemeluk Buddha wajib melaksanakan Tri Dharma atau Tiga Kebaktian yaitu:

1. Buddha yaitu berbakti kepada Buddha.


2. Dharma yaitu berbakti kepada ajaran-ajaran Buddha.
3. Sangga yaitu berbakti kepada pemeluk-pemeluk Buddha.

Disamping itu agar orang dapat mencapai nirwana harus mengikuti 8 (delapan) jalan kebenaran atau
Astavidha yaitu:

1. Pandangan yang benar.


2. Niat yang benar.
3. Perkataan yang benar.
4. Perbuatan yang benar.
5. Penghidupan yang benar.
6. Usaha yang benar.
7. Perhatian yang benar.
8. Bersemedi yang benar.

Karena munculnya berbagai penafsiran dari ajaran Buddha, akhirnya menumbuhkan dua aliran dalam agama
Buddha yaitu:

1. Buddha Hinayana, yaitu setiap orang dapat mencapai nirwana atas usahanya sendiri.
2. Buddha Mahayana, yaitu orang dapat mencapai nirwana dengan usaha bersama dan saling membantu.

Pemeluk Buddha juga memiliki tempat-tempat yang dianggap suci dan keramat yaitu:

1. Kapilawastu, yaitu tempat lahirnya Sang Buddha.


2. Bodh Gaya, yaitu tempat Sang Buddha bersemedi dan memperoleh Bodhi.
3. Sarnath/ Benares, yaitu tempat Sang Buddha mengajarkan ajarannya pertama kali.
4. Kusinagara, yaitu tempat wafatnya Sang Buddha

Teori Masuknya Agama Hindu dan Buddha di Indonesia

A. TEORI MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA SERTA KEBUDAYAAN HINDU-BUDDHA KE INDONESIA


1.JalurPerdagangan India-Cina melalui Indonesia
Wilayah Indonesia terdiri atas pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh selat dan laut merupakan lalu
lintas utama penghubung antarpulau. Pelayaran ini dilakukan dalam rangka mendorong aktivitas
perdagangan. Pelayaran perdagangan yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia bukan hanya
dalam wilayah Indonesia saja, tetapi telah jauh sampai ke luar wilayah Indonesia. Posisi Indonesia yang
strategis di tengah-tengah jalur hubungan dagang Cina dengan Romawi, maka terjadilah hubungan dagang
antara kerajaan-kerajaan di Indonesia dan Cina beserta India.
2. Teori Masuk dan Berkembangnya Agama serta Kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia
Penyiaran Agama Hindu di Indonesia Proses masuknya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh kaum
pedagang, baik pedagang India yang datang ke Indonesia maupun pedagang dari wilayah Indonesia yang
berlayar ke India. Akan tetapi, di lain pihak terdapat beberapa teori yang berbeda tentang penye-baran
agama Hindu ke Indonesia. Pendapat atau teori tersebut di antaranya:
1. Teori Sudra, menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India
yang berkasta Sudra, karena mereka dianggap sebagai orang-orang buangan.
2. Teori Waisya, menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India
berkasta Waisya, karena mereka terdiri atas para pedagang yang datang dan kemudian menetap di salah
satu wilayah di Indonesia. Bahkan banyak di antara pedagang itu yang menikah dengan wanita setempat.
3. Teori Ksatria, menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India
berkasta Ksatria. Hal ini disebabkan terjadi kekacauan politik di India, sehingga para ksatria yang kalah
melarikan diri ke Indonesia. Mereka lalu mendirikan kerajaan-kerajaan dan menyebarkan agama Hindu.
4. Teori Brahmana, menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu dilakukan oleh kaum Brahmana.
Kedatangan mereka ke Indonesia untuk memenuhi undangan kepala suku yang tertarik dengan agama
Hindu. Kaum Brahmana yang datang ke Indonesia inilah yang mengajarkan agama Hindu kepada
masyarakat.
B. PERKEMBANGAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA
Tersebamya pengaruh Hindu dan Buddha di Indonesia menyebabkan terjadinya berbagai perubahan dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan-perubahan itu terlihat dengan jelas pada kehidupan
masyarakat Indonesia di berbagai daerah di Indonesia.

1. Fakta tentang Proses Interaksi Masyarakat di Berbagai Daerah dengan Tradisi Hindu-Buddha
Munculnya pengaruh Hindu-Buddha (India) di Indonesia sangat besar dan dapat terlihat melalui beberapa
hal seperti:
a. Seni Bangunan
Seni bangunan yang menjadi bukti berkembangnya pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia pada bangunan
Candi. Candi Hindu maupun Candi Buddha yang ditemukan di Sumatera, Jawa dan Bali pada dasarnya
merupakan perwujudan akulturasi budaya lokal dengan bangsa India. Pola dasar candi merupakan
perkembangan dari zaman prasejarah tradisi megalitikum, yaitu bangunan punden berundak yang
mendapat pengaruh Hindu-Buddha, sehingga menjadi wujud candi, seperti Candi Borobudur.

b. Seni Rupa/Seni Lukis


Unsur seni rupa atau seni lukis India telah masuk ke Indonesia. Hal ini terbukti dengan telah ditemukannya
area Buddha berlanggam Gandara di kota Bangun, Kutai. Juga patung Buddha berlanggam Amarawati
ditemu-kan di Sikendeng (Sulawesi Selatan). Seni rupa India pada Candi Borobudur ada pada relief-relief
ceritera Sang Buddha Gautama. Relief pada Candi Borobudur pada umumnya lebih menunjukkan suasana
alam Indonesia, terlihat dengan adanya lukisan rumah panggung dan hiasan burung merpati. Di samping itu,
juga terdapat hiasan perahu bercadik. Lukisan-lukisan tersebut merupakan lukisan asli Indonesia, karena
lukisan seperti itu tidak pernah ditemukan pada candi-candi yang ada di India. Juga relief Candi Prambanan
yang memuat ceritera Ramayana.
c. Seni Sastra
Seni sastra India turut memberi corak dalam seni sastra Indonesia. Bahasa Sanskerta sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan sastra Indonesia. Prasasti-prasasti awal menunjukkan pengaruh
Hindu-Buddha di Indonesia, seperti yang ditemukan di Kalimantan Timur, Sriwijaya, Jawa Barat, Jawa
Tengah. Prasasti itu ditulis dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa
d. Kalender
Diadopsinya sistem kalender atau penanggalan India di Indonesia merupakan wujud dari akulturasi, yaitu
dengan penggunaan tahun Saka. Di samping itu, juga ditemukan Candra Sangkala atau kronogram dalam
usaha memperingati peristiwa dengan tahun atau kalender Saka. Candra Sangkala adalah angka huruf
berupa susunan kalimat atau gambaran kata. Bila berupa gambar harus dapat diartikan ke dalam bentuk
kalimat.
e. Kepercayaan dan Filsafat
Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, bangsa Indonesia telah mengenal dan memiliki
kepercayaan, yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaannya itu bersifat animisme dan
dinamisme. Kemudian, masuknya pengaruh Hindu-Buddha, ke Indonesia mengakibatkan terjadinya
akulturasi. Masuk dan berkembangnya pengaruh terutama terlihat dari segi pemujaan terhadap roh nenek
moyang dan pemujaan dewa-dewa alam.
f . Pemerintahan
Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan.
Sistem pemerintahan kepala suku berlangsung secara demokratis, yaitu salah seorang kepala suku
merupakan pemimpin yang dipilih dari kelompok sukunya, karena memiliki kelebihan dari anggota
kelornpok suku lainnya. Akan tetapi, setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddha, tata pemerintahan
disesuaikan dengan sistem kepala pemerintahan yang berkembang di India. Seorang kepala pemerintahaii
bukan lagi seorang kepala suku, melainkan seorang raja, yang memerintah wilayah kerajaannya secara
turun-temurun (Bukan lagi ditentukan oleh kemampuan, melainkan oleh keturunan).

Pengaruh Kebudayaan Hindu dan Buddha di Indonesia


A. PENINGGALAN YANG UMUM

Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan sejarah
dalam berbagai bidang, antara lain sebagai berikut.

1. Bidang agama, yaitu berkembangnya agama Hindu-Buddha di Indonesia .Sebelum masuk pengaruh
India, kepercayaan yang berkembang di Indonesia masih bersifat animisme dan dinamisme. Masyarakat
pada saat itu melakukan pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan kekuatan-kekuatan benda-benda
pusaka tertentu serta kepercayaan pada kekuatan-kekuatan alam. Dengan masuknya pengaruh Hindu-
Buddha, kepercayaan asli bangsa Indonesia ini kemudian berakulturasi dengan agama Hindu-Buddha. Hal
ini terbukti dari beberapa upacara keagamaan Hindu-Buddha yang berkembang di Indonesia walaupun
dalam beberapa hal tidak seketat atau mirip dengan tata cara keagamaan yang berkembang di India.
Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam tatacara pelaksanaan upacara keagamaan mengalami proses
sinkretisme antara kebudayaan agama Hindu-Buddha dengan kebudayaan asli bangsa Indonesia.

2. Bidang politik dan pemerintahan, pengaruhnya terlihat jelas dengan lahirnya kerajaan-kerajaan bercorak
Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu-Buddha di Indonesia tampaknya
belum mengenal corak pemerintahan dengan sistem kerajaan. Sistem pemerintahan yang berlangsung
masih berupa pemerintahan kesukuan yang mencakup daerah-daerah yang terbatas. Pimpinan dipegang
oleh seorang kepala suku bukanlah seorang raja. Dengan masuknya pengaruh India, membawa pengaruh
terhadap terbentuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Kerajaan bercorak
Hindu antara lain Kutai, Tarumanagara, Kediri, Majapahit dan Bali, sedangkan kerajaan yang bercorak
Buddha adalah Kerajaan Sriwijaya. Hal yang menarik di Indonesia adalah adanya kerajaan yang bercorak
Hindu-Buddha yaitu Kerajaan Mataram lama.

3. Bidang pendidikan membawa pengaruh bagi munculnya lembaga-lembaga pendidikan. Meskipun


lembaga pendidikan tersebut masih sangat sederhana dan mempelajari satu bidang saja, yaitu keagamaan.
Akan tetapi lembaga pendidikan yang berkembang pada masa Hindu-Buddha ini menjadi cikal bakal bagi
lahirnya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. 17 bukti yang menunjukkan telah berkembangnya
pendidikan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, antara lain adalah:

a. Dalam catatan perjalanan I-Tsing, seorang pendeta yang berasal dari Cina, menyebutkan bahwa sebelum
dia sampai ke India, dia terlebih dahulu singgah di Sriwijaya. Di Sriwijaya I-Tsing melihat begitu pesatnya
pendidikan agama Buddha, sehingga dia memutuskan untuk menetap selama beberapa bulan di Sriwijaya
dan menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha bersama pendeta Buddha yang ternama di Sriwijaya,
yaitu Satyakirti. Bahkan I-Tsing menganjurkan kepada siapa saja yang akan pergi ke India untuk
mempelajari agama Buddha untuk singgah dan mempelajari terlebih dahulu agama Buddha di Sriwijaya.
Berita I-Tsing ini menunjukkan bahwa pendidikan agama Buddha di Sriwijaya sudah begitu maju dan
tampaknya menjadi yang terbesar di daerah Asia Tenggara pada saat itu.

b. Prasasti Nalanda yang dibuat pada sekitar pertengahan abad ke-9, dan ditemukan di India. Pada prasasti
ini disebutkan bahwa raja Balaputradewa dari Suwarnabhumi (Sriwijaya) meminta pada raja
Dewapaladewa agar memberikan sebidang tanah untuk pembangunan asrama yang digunakan sebagai
tempat bagi para pelajar agama Buddha yang berasal dari Sriwijaya. Berdasarkan prasasti tersebut, kita
bisa melihat begitu besarnya perhatian raja Sriwijaya terhadap pendidikan dan pengajaran agama Buddha
di kerajaannya. Hal ini terlihat dengan dikirimkannya beberapa pelajar dari Sriwijaya untuk belajar agama
Buddha langsung ke daerah kelahirannya yaitu India. Tidak mustahil bahwa sekembalinya para pelajar ini
ke Sriwijaya maka mereka akan menyebarluaskan hasil pendidikannya tersebut kepada masyarakat
Sriwijaya dengan jalan membentuk asrama-asrama sebagai pusat pengajaran dan pendidikan agama
Buddha.

c. Catatan perjalanan I-Tsing menyebutkan bahwa pendeta Hui-Ning dari Cina pernah berangkat ke Ho-
Ling (salah satu kerajaan Buddha di Jawa). Tujuannya adalah untuk bekerja sama dengan pendeta Ho-Ling
yaitu Jnanabhadra untuk menerjemahkan bagian terakhir kitab Nirwanasutra. Dari berita ini menunjukkan
bahwa di Jawa pun telah dikenal pendidikan agama Buddha yang kemudian menjadi rujukan bagi pendeta
yang berasal dari daerah lain untuk bersamasama mempelajari agama dengan pendeta yang berasal dari
Indonesia.

d. Pada prasasti Turun Hyang, yaitu prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Airlangga menyebutkan tentang
pembuatan Sriwijaya Asrama oleh Raja Airlangga. Sriwijaya Asrama merupakan suatu tempat yang
dibangun sebagai pusat pendidikan dan pengajaran keagamaan. 18. Hal ini menunjukkan besarnya
perhatian Raja Airlangga terhadap pendidikan keagamaan bagi rakyatnya dengan memberikan fasilitas
berupa pembuatan bangunan yang akan digunakan sebagai sarana pendidikan dan pengajaran.
e. Istilah surau yang digunakan oleh orang Islam untuk menunjuk lembaga pendidikan Islam tradisional di
Minangkabau sebenarnya berasal dari pengaruh Hindu-Buddha. Surau merupakan tempat yang dibangun
sebagai tempat beribadah orang Hindu-Buddha pada masa Raja Adityawarman. Pada masa itu, surau
digunakan sebagai tempat berkumpul para pemuda untuk belajar ilmu agama. Pada masa Islam kebiasaan
ini terus dilajutkan dengan mengganti fokus kajian dari Hindu-Buddha pada ajaran Islam.

4. Bidang sastra dan bahasa. Dari segi bahasa, orang-orang Indonesia mengenal bahasa Sanskerta dan
huruf Pallawa. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, seni sastra sangat berkembang terutama
pada aman kejayaan kerajaan Kediri. Karya sastra itu antara lain,
a. Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa yang disusun pada masa pemerintahan Airlangga.
b. Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh disusun pada aman kerajaan Kediri.
c. Gatotkacasraya, karya Mpu Panuluh disusun pada aman kerajaan Kediri.
d. Arjuna Wijaya dan Sutasoma, karya Mpu Tantular yang disusun pada aman kerajaan Majapahit.
e. Negarakertagama, karya Mpu Prapanca disusun pada aman kerajaan Majapahit.
f. Wretta Sancaya dan Lubdhaka, karya Mpu Tanakung yang disusun pada aman kerajaan Majapahit.
5. Bidang seni tari. Berdasarkan relief-relief yang terdapat pada candicandi, terutama candi Borobudur dan
Prambanan memperlihatkan adanya bentuk tari-tarian yang berkembang sampai sekarang. Bentuk-bentuk
tarian yang digambarkan dalam relief memperlihatkan jenis tarian seperti tarian perang, tuwung, bungkuk,
ganding, matapukan (tari topeng). Tari-tarian tersebut tampaknya diiringi dengan gamelan yang terlihat
dari relief yang memperlihatkan jenis alat gamelan yang terbatas seperti gendang, kecer, gambang, saron,
kenong, beberapa macam bentuk kecapi, seruling dan gong.

6. Seni relief pada candi yang kemudian menghasilkan seni pahat. Hiasan pada candi atau sering disebut
relief yang terdapat pada candi-candi di Indonesia didasarkan pada cerita-cerita epik yang berkembang
dalam kesusastraan yang bercorak Hindu ataupun Buddha. Pemilihan epik sebagai hiasan relief candi
dikenal pertama kali pada candi Prambanan yang dibangun pada permulaan abad ke-10. Epik yang tertera
dalam relief candi Prambanan mengambil penggalan kisah yang terdapat dalam cerita Ramayana. Hiasan
relief candi Penataran pada masa Kediri mengambil epik kisah Mahabharata. Sementara itu, kisah
Mahabharata juga menjadi epik yang dipilih sebagai relief pada dua candi peninggalan kerajaan Majapahit,
yaitu candi Tigawangi dan candi Sukuh.

7. Seni Arca dan Patung, sebagai akibat akulturasi budaya pemujaan arwah leluhur dengan agama
Hindu-Buddha maka beberapa keluarga raja diperdewa dalam bentuk arca yang ditempatkan di candi
makam. Arcaarca dewa tersebut dipercaya merupakan lambang keluarga raja yang dicandikan dan tidak
mustahil termasuk di dalamnya kepribadian dan watak dari keluarga raja tersebut. Oleh karena itu, arca
dewa tersebut sering diidentikkan dengan arca keluarga raja. Seni arca yang berkembang di Indonesia
memperlihatkan unsur kepribadian dan budaya lokal, sehingga bukan merupakan bentuk peniruan dari
India. Beberapa contoh raja yang diarcakan adalah Raja Rajasa yang diperdewa sebagai Siwa di candi
makam Kagenengan, Raja Anusapati sebagai Siwa di candi makam Kidal, Raja Wisnuwardhana sebagai
Buddha di candi makam Tumpang. Raja Kertanegara sebagai Wairocana Locana di candi makam Segala dan
Raja Kertarajasa Jayawardhana sebagai Harihara di candi makam Simping.
Patung-patung dewa dalam agama Hindu yang merupakan peninggalan sejarah di Indonesia, antara lain:
a. Arca batu Brahma.
b. Arca perunggu Siwa Mahadewa.
c. Arca batu Wisnu.
d. Arca-arca di Prambanan, di antaranya arca Lorojongrang.
e. Arca perwujudan Tribhuwanatunggadewi di Jawa Timur.
f. Arca Ganesa, yaitu dewa yang berkepala gajah sebagai dewa ilmu pengetahuan.

8. Seni pertunjukan, terutama seni wayang sampai sekarang merupakan salah satu bentuk seni yang masih
populer di kalangan masyarakat Indonesia. Seni wayang beragam bentuknya seperti wayang kulit, wayang
golek, dan wayang orang. Seni pertunjukan wayang tampaknya telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak
aman prasejarah.

9. Bidang seni bangunan merupakan salah satu peninggalan budaya Hindu-Buddha di Indonesia yang
sangat menonjol antara lain berupa candi dan stupa. Selain itu, terdapat pula beberapa bangunan lain yang
berkaitan erat dengan kehidupan keagamaan, seperti: ulan dan satra merupakan semacam pesanggrahan
atau tempat bermalam para pe iarah; sima adalah daerah perdikan yang berkewajiban memelihara
bangunan suci di suatu daerah; patapan adalah tempat melakukan tapa; sambasambaran yang berarti
tempat persembahan; meru merupakan bangunan berbentuk tumpang yang melambangkan gunung
Mahameru sebagai tempat tinggal dewadewa agama Hindu.

B. AWAL MULA DAN KERAJAAN-KERAJAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA

1.PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA SERTA KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA DI INDONESIA

Masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa perubahan kehidupan masyarakat Indonesia,
antara lain :

Semula belum mengenal tulisan (masa praaksara) menjadi mengenal tulisan dan memasuki zaman
sejarah (masa aksara).

Semula hanya mengenal dan menganut kepercayaan animisme dan dinamisme kemudian
mengenal dan menganut agama dan kebudayaan Hindu-Budha.

Semula hanya mengenal sistem kesukuan dengan kepala suku sebagai pemimpinnya menjadi
pengenal dan menganut sistem pemerintahan kerajaan dengan raja sebagai pimpinan
pemerintahan yang bercorak Hindu-Budha.

Teori masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha sebagai berikut.


Teori waisya, berpendapat bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu dibawa oleh golongan
pedagang (waisya). Mereka mengikuti angin musim (setengah tahun berganti arah) sehingga enam
bulan menetap di Indonesia dan menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu. Salah satu tokoh
pendukung hipotesis waisya adalah N.J.Krom.

Teori Ksatria, pembawa agama dan kebudayaan Hindu ialah golongan ksatria yang kalah perang
di India, kemudian lari ke Indonesia. Salah seorang pendukung hipotesis ksatria adalah C.C.Berg.

Teori Brahmana, pembawa agama dan kebudayaan hindu ke Indonesia ialah golongan Brahmana
yang diundang oleh raja raja Indonesia untuk menobatkan dengan upacara Hindu
(abhiseka=penobatan). Pendukung hipotesis ini adalah J.C.van Leur.

Teori nasional, bahwa bangsa Indonesia yang berdagang ke India pulang dengan membawa
agama dan kebudayaan Hindu atau sebaliknya orang-orang Indonesia (raja) mengundang
Brahmana kemudian Brahmana menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia.
Pendapat ini disebut teori arus balik. Pendukung teori ini adalah F.D.K.Bosch.

2. BERKEMBANGNYA KERAJAAN-KERAJAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA

AKULTURASI

Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan munculnya Akulturasi. Akulturasi merupakan


perpaduan 2 budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan saling
mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Hindu-
Budha yang masuk di Indonesia tidak diterima begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan
penyesuaian dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli. Hal
ini disebabkan karena:

1. Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga masuknya
kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.

2. Kecakapan istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau local genius merupakan kecakapan suatu
bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia.

Pengaruh kebudayaan Hindu hanya bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di Indonesia.
Perpaduan budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih terpelihara sampai sekarang. Akulturasi
tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan Indonesia.

Seni Bangunan
Seni bangunan tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni asli bangsa
Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan akulturasi budaya bangsa
Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman megalitikum yaitu bangunan punden
berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha. Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai
pula berbagai macam benda yang ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga berfungsi
sebagai makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha, hanya jadi tempat
pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah ditanam di sekitar candi dalam bangunan stupa.

Seni Sastra dan Aksara

Periode awal di Jawa Tengah pengaruh sastra Hindu cukup kuat.

Periode tengah bangsa Indonesia mulai melakukan penyaduran atas karya India.

Contohnya: Kitab Bharatayudha merupakan gubahan Mahabarata oleh Mpu Sedah dan Panuluh. Isi
ceritanya tentang peperangan selama 18 hari antara Pandawa melawan Kurawa. Para ahli berpendapat
bahwa isi sebenarnya merupakan perebutan kekuasaan dalam keluarga raja-raja Kediri.

Prasasti-prasasti yang ada ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Bahasa Sansekerta
banyak digunakan pada kitab-kitab kuno/Sastra India. Mengalami akulturasi dengan bahasa Jawa
melahirkan bahasa Jawa Kuno dengan aksara Pallawa yang dimodifikasi sesuai dengan pengertian dan
selera Jawa sehingga menjadi aksara Jawa Kuno dan Bali Kuno. Perkembangannya menjadi aksara Jawa
sekarang serta aksara Bali. Di kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang menjadi huruf Nagari.

Sistem Kalender

Diadopsi dari sistem kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat dengan adanya Penggunaan tahun Saka
di Indonesia. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka yang dimulai tahun 78 M (merupakan tahun
Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja Kanishka I dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari.

1. KERAJAAN KUTAI

Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri
sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai
Mahakam. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang
menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama
kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh.

Yupa
Prasasti Kerajaan Kutai
Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4.
Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah
Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh para
brahman atas kedermawanan raja Mulawarman. Dalam agama hindu sapi tidak disembelih seperti kurban
yang dilakukan umat islam. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan
Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya
menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Dapat diketahui bahwa menurut Buku Sejarah
Nasional Indonesia II: Zaman Kuno yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho
Notosusanto yang diterbitkan oleh Balai Pustaka halaman 36, transliterasi prasasti diatas adalah sebagai
berikut:

Nama-NamaRaja Kutai
Peta Kecamatan Muara Kaman

1. Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)

2. Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)

3. Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)

4. Maharaja Marawijaya Warman

5. Maharaja Gajayana Warman

6. Maharaja Tungga Warman

7. Maharaja Jayanaga Warman

8. Maharaja Nalasinga Warman

9. Maharaja Nala Parana Tungga

10. Maharaja Gadingga Warman Dewa

11. Maharaja Indra Warman Dewa

12. Maharaja Sangga Warman Dewa

13. Maharaja Candrawarman

14. Maharaja Sri Langka Dewa

15. Maharaja Guna Parana Dewa

16. Maharaja Wijaya Warman

17. Maharaja Sri Aji Dewa

18. Maharaja Mulia Putera


19. Maharaja Nala Pandita

20. Maharaja Indra Paruta Dewa

21. Maharaja Dharma Setia

2. KERAJAAN TARUMANEGARA

Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat
pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di
Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar
lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.

Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Lima di
Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan
dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun
382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan
Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.

Prasasti yang ditemukan

1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi
milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya,
Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya
menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai
Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa
pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari
bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman,
dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang
yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi
pujian kepada Raja Purnawarman.
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor

3. KERAJAAN MATARM KUNO


Awal berdirinya kerajaan
Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu)
adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa
Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti
yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu
maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11. Kerajaan Medang (atau sering
juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang
berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja
kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan
Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang
akhirnya runtuh pada awal abad ke-11. Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung
menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh
Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan jelas apa nama
kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawa sebelum dirinya,
bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas
dukungan ibunya, yaitu Sannaha, saudara perempuan Sanna.

4. KERAJAAN SRIWIJAYA

Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan banyak
memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand Selatan,
Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan pesisir Kalimantan. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti
"bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan"maka nama Sriwijaya
bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari
abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan
tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-
7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap
daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya serangan dari raja
Dharmawangsa Teguh dari Jawa pada tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari
Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya. Setelah
jatuh, kerajaan ini terlupakan dan keberadaannya baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 dari
sejarawan Perancis

5. KERAJAAN KEDIRI

Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun
1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.

Masa-masa awal Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang II (1044) yang
diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang saudara antara kedua kerajaan
sepeninggal Airlangga.

Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri
Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang sudah diketahui, sedangkan
urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah dapat diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti
yang ditemukan.

Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan
semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.

Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah
kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan
pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.

Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu
negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di
Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan
Sriwijaya.

6. KERAJAAN SINGASARI

Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari atau Singosari, adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur
yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah
Singosari, Malang.

Wangsa Rajasa yang didirikan oleh Ken Arok. Keluarga kerajaan ini menjadi penguasa Singhasari, dan
berlanjut pada kerajaan Majapahit. Terdapat perbedaan antara Pararaton dan Nagarakretagama dalam
menyebutkan urutan raja-raja Singhasari.

Menurut Pararaton adalah: Menurut Nagarakretagama adalah:

1. Ken Arok alias Rajasa Sang 1. Rangga Rajasa Sang


Amurwabhumi (1222 - 1247) Girinathaputra (1222 - 1227)
2. Anusapati (1247 - 1249) 2. Anusapati (1227 - 1248)
3. Tohjaya (1249 - 1250) 3. Wisnuwardhana (1248 - 1254)
4. Ranggawuni alias Wisnuwardhana 4. Kertanagara (1254 - 1292)
(1250 - 1272)
5. Kertanagara (1272 - 1292)
Kisah suksesi raja-raja Tumapel versi Pararaton diwarnai pertumpahan darah yang dilatari balas dendam.
Ken Arok mati dibunuh Anusapati (anak tirinya). Anusapati mati dibunuh Tohjaya (anak Ken Arok dari selir).
Tohjaya mati akibat pemberontakan Ranggawuni (anak Anusapati). Hanya Ranggawuni yang digantikan
Kertanagara (putranya) secara damai. Sementara itu versi Nagarakretagama tidak menyebutkan adanya
pembunuhan antara raja pengganti terhadap raja sebelumnya. Hal ini dapat dimaklumi karena
Nagarakretagama adalah kitab pujian untuk Hayam Wuruk raja Majapahit. Peristiwa berdarah yang
menimpa leluhur Hayam Wuruk tersebut dianggap sebagai aib.

7. KERAJAAN MAJAPAHIT

Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri dari
sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya
yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari
tahun 1350 hingga 1389.

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di
Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah
kekuasaannya masih diperdebatkan.

Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini
menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama
Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir
menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan
memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun
1293.

Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas
saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu
Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang
membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang.
Jawaban dari surat diatas disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia
membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari
buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan
pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang,
Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali
pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan
kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa
harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing

Anda mungkin juga menyukai