Sejarah
Fase E Kelas 10
Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal dengan pariwisatanya. Selain
terkenal sebagai destinasi wisata, Bali juga memiliki julukan Pulau Dewata. Julukan tersebut
berkaitan dengan mayoritas masyarakat Bali yang memeluk agama Hindu. Berdasarkan data
dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Juni 2021, sekitar 86,7% masyarakat Bali
beragama Hindu. Bahkan, data tersebut menunjukkan bahwa persentase pemeluk agama Hindu
di Bali menjadi tertinggi secara nasional.
Agama Hindu dan Buddha yang berasal dari India sudah masuk ke Nusantara sejak ratusan
tahun lalu dan memiliki pengaruh besar di Indonesia. Sejak awal abad Masehi, wilayah Indonesia
sudah dilintasi oleh jalur perdagangan antara India dan Tiongkok. Jalur perdagangan dan
pelayaran yang melalui laut dimulai dari Tiongkok menuju Kalkuta, India. Jalur tersebut dapat
ditempuh melalui Laut Tiongkok Selatan kemudian ke Selat Malaka, hingga sampai ke India.
Kondisi tersebut membawa keuntungan bagi masyarakat karena Kepulauan Indonesia menjadi
daerah transit atau pemberhentian bagi pedagang-pedagang Tiongkok dan India. Saat itu
masyarakat juga berperan aktif dalam perdagangan sehingga terjadi kontak hubungan antara
Indonesia dengan Tiongkok dan India. Hubungan dagang menyebabkan pengaruh Hindu-Buddha
yang berasal dari India berkembang di Indonesia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
terjadi proses akulturasi antara kebudayaan India dengan Nusantara. Dampaknya, masyarakat
Nusantara akhirnya menganut agama Hindu maupun Buddha. Hal ini menjadi pendorong
kemunculan dan berkembangnya kerajaan yang bercorak Hindu dan Buddha di Indonesia
Waktu kedatangan Hindu di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan
bahwa ajaran Hindu sudah masuk dan berkembang sejak 400 M. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya prasasti Yupa di Kalimantan Timur yang menunjukkan bahwa telah
berkembang Kerajaan Kutai di wilayah tersebut. Prasasti Yupa yang ditemukan berjumlah
7 buah. Prasasti berangka 475 M (abad 5 M) ini menggunakan huruf Pallawa dan bahasa
Sanskerta serta merupakan salah satu prasasti tertua yang ditemukan di Indonesia
sehingga sering dijadikan sebagai acuan awal masuknya pengaruh Hindu di Indonesia.
Lalu, bagaimana proses masuknya agama Hindu? Apa saja pendapat para ahli mengenai
hal tersebut? Pertanyaan itu dapat dijawab melalui penjelasan di bawah ini.
a. Teori Brahmana
Teori Brahmana dikemukakan oleh J.C. Van Leur. Berdasarkan teori ini, agama Hindu
menyebar ke Indonesia dibawa oleh golongan brahmana. Mereka berasal dari kaum
pendeta atau agamawan. Teori ini didasarkan oleh sisa peninggalan kerajaan bercorak
Hindu di Indonesia, terutama prasasti berbahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Di India,
bahasa dan huruf tersebut hanya dapat dikuasai dan dimengerti oleh kaum brahmana
saja. Adapun kelemahan teori ini adalah dalam ajaran atau aturan Hindu kuno di India,
seorang Brahmana dilarang untuk menyeberangi lautan. Padahal, jika mau ke Indonesia
dari India harus berlayar mengarungi samudra.
b. Teori Ksatria
Teori Ksatria yang dikemukakan oleh C.C. Berg menyimpulkan bahwa golongan ksatria
atau kaum bangsawan serta prajurit India ikut berperan dalam menyebarkan agama
Hindu di Indonesia. Menurutnya, para ksatria India ini ada yang terlibat konflik dalam
masalah perebutan kekuasaan di Indonesia dengan ikut membantu kemenangan bagi
salah satu kelompok atau suku yang sedang bertikai. Bagi pihak yang menang, mereka
akan menikahkan salah satu putrinya dengan para ksatria tersebut. Oleh karena itu,
C.C. Berg mengungkapkan bawah golongan ksatria yang membawa pengaruh dalam
mengembangkan agama Hindu di Indonesia.
Pendukung teori ini adalah J.L. Moens yang mencoba menghubungkan terbentuknya
kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 M dengan situasi di India pada periode yang
sama. J.L. Moens mengungkapkan bahwa sekitar abad ke-5 M, para keluarga kerajaan
di India selatan melarikan diri ke Indonesia saat kerajaannya mengalami kehancuran.
Kemudian mereka mendirikan kerajaan di Indonesia. Namun, teori ksatria memiliki
dua kelemahan, yaitu golongan ksatria tidak memiliki kemampuan dalam berbahasa
c. Teori Waisya
Teori Waisya dikemukakan oleh N.J. Krom. Menurut teori ini, golongan terbesar yang
datang ke Indonesia adalah kaum waisya atau para pedagang India. Saat itu, mereka
menetap di Indonesia dan melakukan interaksi dengan penduduk lokal. Bahkan
beberapa pedagang tersebut juga menikahi penduduk pribumi. Selama proses inilah
terjadi penyebaran agama Hindu. Oleh karena itu, N.J. Krom menyimpulkan bahwa
golongan pedagang membawa pengaruh kebudayaan India hingga menyebar dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Teori waisya memiliki kelemahan, yaitu golongan
waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa sehingga kesulitan dalam
mempelajari ajaran Hindu.
Bukti sejarah berkaitan dengan teori arus balik ini adalah ditemukannya prasasti
Nalanda di India yang berisi penjelasan pembangunan wihara bagi para pelajar dari
Kerajaan Sriwijaya yang sedang belajar di India. Namun, teori ini memiliki kelemahan
karena masyarakat Indonesia saat itu masih bersifat pasif. Oleh karena itu, kemungkinan
masyarakat Indonesia belajar Hindu di India kurang akurat kebenarannya.
Masuknya pengaruh Buddha di Indonesia diperkirakan dibawa oleh misi dharmaduta, yaitu
sebuah misi yang melibatkan para biksu untuk menyebarkan agama Buddha ke seluruh
Asia. Dharmaduta diartikan sebagai misi penyiar ajaran-ajaran Buddha. Mereka yang
menjadi anggota Dharmaduta harus menjalani pendidikan sebelum dikirim ke berbagai
wilayah untuk menyebarkan ajaran Siddharta Gautama tersebut. Misi ini pertama kali
dilakukan oleh Raja Asoka, seorang penguasa dari Kerajaan Maurya Gupta pada abad
Pendapat lain mengatakan bahwa kedatangan para pendeta yang ikut dalam kapal dagang
diperkirakan membawa pengaruh terhadap masuknya agama Buddha. Selain itu, menurut
pendapat F.D.K. Bosch, proses penyebaran agama dan kebudayaan India oleh biksu
Buddha sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Nusantara. Kedatangan
para pendeta itu biasanya diberitakan terlebih dahulu oleh kalangan istana yang kemudian
mengajarkan agama mereka. Menurut Bosch, bahwa hubungan dagang antara Indonesia
dengan India merupakan salah satu faktor di dalam proses masuknya pengaruh budaya
India tersebut.
Adapun awal munculnya kerajaan bercorak Buddha diketahui sejak abad ke-7 M.
Prasasti Talang Tuo (684 M) berisi penjelasan mengenai pembangunan sebuah taman,
yang menunjukkan doa dan harapan untuk keselamatan segala makhluk. Prasasti itu
menunjukkan keberadaan agama Buddha Mahayana di Kerajaan Sriwijaya. Bukti pengaruh
Buddha terhadap lahirnya Sriwijaya juga dikuatkan oleh tulisan I-Tsing (Yi Jing) mengenai
pentingnya Sriwijaya sebagai pusat ajaran Buddha pada masa itu.
Berdasarkan catatan Hsin-tang (Xin Tang) atau sejarah Dinasti Song, saat
itu Sriwijaya memiliki 14 kota dagang. Salah satunya adalah Palembang
sebagai pelabuhan utama di pusat kerajaan menjadi kota dagang yang
paling sibuk dan ramai. Komoditas yang diperdagangkan Sriwijaya, antara
lain cengkih, pala, kapulaga, pinang, lada, kayu gaharu, rempah-rempah,
penyu, emas, dan perak.
Sumber:
Alan Saputra & Yunani Hasan. “Kerjasama Kerajaan Sriwijaya dengan Dinasti Tang Pada
Tahun 683—740 M”. Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol. 3, No. 2, Tahun 2014. Halaman 62—
67.
1. Pertama, coba sebutkan berita asing yang menjadi sumber sejarah dalam
menceritakan hubungan antara Kerajaan Sriwijaya dengan Tiongkok?
3. Tuliskan apa yang sudah kamu pelajari setelah membaca artikel di atas
Ayo, Berlatih!
Soal 1
Soal 2
Jadi, jawaban yang tepat adalah C, yaitu interaksi perdagangan dengan para
pedagang India di Nusantara.
Jawaban
No. Refleksi
Ya Ragu Tidak
Petunjuk:
Isi dengan tanda centang pada salah satu jawaban Ya, Ragu, atau Tidak.