Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH MASUKNYA HINDU BUDDHA DI INDONESIA

Agama Hindu dan Budha berasal dari Jazirah India yang sekarang meliputi
wilayah negara India, Pakistan, dan Bangladesh. Kedua agama ini muncul pada
dua waktu yang berbeda (Hindu ±1500 SM, Budha ±500 SM), namun
berkembang di Indonesia pada waktu yang hamper bersamaan. Munculnya agama
Hindu dan Budha di Indonesia berawal dari hubungan dagang antara pusat Hindu
Budha di Asia seperti China dan India dengan Nusantara. Hubungan dagang
antara masyarakat Nusantara dengan para pedagang dari wilayah Hindu Budha
inilah yang menyebabkan adanya asimilasi budaya, sehingga agama Hindu dan
Budha lambat laun mulai berkembang di Nusantara.

Kepulauan Nusantara yang diapit oleh dua benua (Asia dan Australia)
serta oleh dua samudra (Hindia dan Pasifik), mempunyai letak yang sangat
strategis dalam jalur perdagangan dunia kala itu. Hal ini membuat para pedagang
asing dari negeri-negeri lain seperti China, India, Persia, dan Arab sering singgah
di kepulauan Nusantara. Mereka juga menjalin interaksi secara sosial budaya
dengan masyarakat lokal, sehingga masuklah pengaruh-pengaruh kebudayaan
mereka ke Nusantara, termasuk pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha.
Sebenarnya ada beberapa teori yang diajukan oleh para ahli mengenai siapa
sebenarnya yang membawa agama Hindu dan Budha di Indonesia, berikut adalah
beberapa teori/hipotesa mengenai masuknya agama Hindu dan Budha di
Indonesia.

1. Teori Brahmana
Teori yang diprakarsai oleh Van Leur ini menyatakan bahwa kaum Hindu
dari kasta Brahmanalah yang mempunyai peran paling besar dalam proses
masuknya agama dan budaya Hindu di Indonesia. Hal ini mengingat
bahwa kitab Weda ditulis dengan Bahasa Sansekerta yang hanya dipahami
oleh kaum Brahmana. Para Brahmana yang berasal dari pusat-pusat Hindu
di dunia ini datang karena undangan para penguasa lokal yang ingin
mengetahui lebih lanjut mengenai agama Hindu.
Kekuatan teori ini adalah kemampuan dan penguasaan kaum
brahmananatas ajaran Hindu dan isi kitab Weda. Adapun kelemahan teori
Brahmana sebagai berikut.
a. Mempelajari bahasa Sanskerta sangat sulit. Jadi, tidak mungkin raja-
raja di Indonesia yang telah mendapat kitab Weda dari kaum brahmana
dapat mengetahui isinya, bahkan menyebarkan kepada orang lain. Para
raja tentu memerlukan bimbingan kaum brahmana dalam
mempelajarinya.
b. Menurut ajaran Hindu kuno, seorang brahmana dilarang menyeberangi
lautan apalagi meninggalkan tanah airnya. Jika ia melakukan tindakan
tersebut, ia akan kehilangan ha katas kastanya. Dengan demikian,
mendatangkan para brahmana ke Indonesia bukan merupakan tindakan
wajar.

2. Teori Ksatria
Agama Hindu-Buddha diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar tahun
400an. Hal ini dibuktikan dengan diketemukannya Prasasti Yupa yang
bertuliskan Pallawa dan berbahasa Sanskerta dari Kerajaan Kutai.
Berbagai teori kemudian muncul mengenai siapa yang membawa agama
Hindu-Budha sampai ke Indonesia. Salah satu teorinya yaitu teori ksatria.
Ada tiga ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai proses
penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dilakukan oleh
golongan ksatria, yaitu sebagai berikut.
 C.C. Berg
C.C. Berg mengemukakan bahwa golongan yang turut
menyebarkan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia adalah para
petualang yang sebagian besar berasal dari golongan Ksatria. Para
Ksatria ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan
kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para Ksatria
ini sedikit banyak membantu kemenangan bagi salah satu
kelompok atau suku yang bertikai. Sebagai hadiah atas
kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan
salah seorang putri dari kepala suku yang dibantunya. Dari
perkawinannya ini memudahkan bagi para Ksatria untuk
menyebarkan tradisi Hindu-Buddha kepada keluarga yang
dinikahinya tadi. Berkembanglah tradisi Hindu-Buddha dalam
masyarakat Indonesia.
 Mookerji
Mookerji mengatakan bahwa golongan Ksatria (tentara) dari India
yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha ke
Indonesia. Para ksatria ini kemudian membangun koloni-koloni
yang akhirnya berkembang menjadi sebuah kerajaan. Para koloni
ini kemudian mengadakan hubungan perdagangan dengan
kerajaan-kerajaan di India dan mendatangkan para seniman yang
berasal dari India untuk membangun candi-candi di Indonesia.
 J.L. Moens
Ia mencoba menghubungkan proses terbentuknya kerajaan-
kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 dengan situasi yang
terjadi di India pada abad yang sama. Perlu diketahui bahwa sekitar
abad ke-5, banyak kerajaan-kerajaan di India Selatan yang
mengalami kehancuran. Ada di antara para keluarga kerajaan
tersebut, yaitu para ksatrianya yang melarikan diri ke Indonesia.
Mereka ini selanjutnya mendirikan kerajaan di kepulauan
Nusantara.

Kekuatan hipotesis Ksatria terletak pada kenyataan bahwa semangat


berpetualang saat itu umumnya dimiliki oleh para Ksatria (keluarga
kerajaan). Sementara itu, kelemahan hipotesis yang dikemukaan oleh
Berg, Moens, dan Mookerji yang menekankan pada peran para Ksatria
India dalam proses masuknya kebudayaan India ke Indonesia terletak pada
hal-hal sebagai berikut, yaitu :
1. Para Ksatria tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa.
2. Apabila daerah Indonesia pernah menjadi daerah taklukkan kerajaan-
kerajaan India, tentunya ada bukti prasasti yang menggambarkan
penaklukan tersebut. Akan tetapi baik di India maupun di Indonesia
tidak ditemukan prasasti semacam itu. Adapun prasasti Tanjore yang
menceritakan tentang penaklukkan kerajaan Sriwijaya oleh salah satu
kerajaan Cola di India, tidak dapat dipakai sebagai bukti yang
memperkuat hipotesis ini. Hal ini disebabkan penaklukkan tersebut
terjadi pada abad ke-11 sedangkan bukti-bukti yang diperlukan harus
menunjukkan pada kurun waktu yang lebih awal.
3. Tidak mungkin pelarian ksatria dari India mendapat kedudukan mulia
sebagai raja di wilayah lain. Di Indonesia pada masa itu seseorang
yang dapat menjadi pemimpin suatu wilayah harus memenuhi syarat
mempunyai kemampuan lebih tinggi daripada yang lain.

3. Teori Waisya
Teori waisya dikemukakan oleh N.J. Krom. Menurut N.J. Krom, agama
Hindu-Buddha masuk ke Indonesia dibawa kaum pedagang dari India.
Pedagang India tersebut kemudian menetap di Indonesia dan menikah
dengan penduduk lokal. Selain itu, N.J. Krom berpendapat ada dua
kemungkinan agama Hindu disebarkan oleh golongan waisya.
Kemungkinan tersebut sebagai berikut.
a. Para pedagang India melakukan perdagangan di Indonesia. Melalui
interaksi perdagangan itu, agama Hindu disebarkan kepada masyarakat
Indonesia.
b. Para pedagang dari India yang singgah di Indonesia selanjutnya
mendirikan permukiman sambil menunggu angin musim yang dapat
membawa mereka kembali ke India. Mereka pun berinteraksi dengan
penduduk sekitar dan menyebarkan agama kepada penduduk lokal di
Indonesia.
Melalui interaksi dengan penduduk setempat, para pedagang berhasil
memperkenalkan agama Hindu-Buddha. Dengan demikian, kaum
pedagang memiliki peranan penting dalam proses penyebaran agama dan
kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia.

Faktor yang memperkuat teori waisya sebagai berikut.

a. Teori waisya mudah diterima oleh akal karena dalam kehidupan, faktor
ekonomi menjadi sangat penting. Perdagangan merupakan salah satu
kegiatan perekonomian dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan
perdagangan dianggap mempermudah para pedagang asing untuk
berinteraksi dengan orang dari berbagai daerah.
b. Keberadaan Kampung Keling, yaitu perkampungan para pedagang
India di Indonesia. Kampung Keling terdapat di beberapa daerah di
Indonesia antara lain di Jepara, Medan, Aceh, dan Malaka.

Meskipun teori waisya memiliki sejumlah kekuatan, teori ini juga


memiliki kelemahan. Kelemahan teori waisya sebagai berikut.

a. Kaum waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa.


Bahasa dan aksara tersebut hanya dikuasai oleh kaum brahmana.
b. Sebagian besar kerajaan Hindu-Buddha terletak di pedalaman. Jadi,
jika pengaruh Hindu-Buddha dibawa pedagang, tentunya kerajaan-
kerajaan tersebut terletak di daerah pesisir.
c. Motif golongan waisya datang di Indonesia hanya untuk berdagang,
bukan menyebarkan agama Hindu-Buddha.
d. Meskipun ada perkampungan para pedagang India di Indonesia,
kedudukan mereka tidak berbeda dengan rakyat biasa di tempat
tersebut. Mereka yang tinggal menetap sebagian besar hanya pedagang
keliling sehingga kehidupan ekonomi mereka tidak jauh berbeda
dengan penduduk setempat.
4. Teori Sudra
Menurut Von van Feber, masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia
dibawa oleh orang-orang India berkasta sudra. Dasar yang digunakan Von
van Feber dalam teori ini sebagai berikut.
a. Golongan berkasta sudra (pekerja keras) menginginkan kehidupan
lebih baik. Oleh karena dijadikan budak di India, mereka pergi ke
daerah lain, termasuk Indonesia.
b. Golongan berkasta sudra sering dianggap orang buangan. Oleh karena
itu, golongan ini meninggalkan daerahnya dan pergi ke daerah lain,
bahkan keluar dari India hingga ada yang sampai di Indonesia untuk
mendapat kedudukan lebih baik dan lebih dihargai.

Teori ini menimbulkan kontroversi karena kaum sudra dianggap tidak


layak menyebarkan agama Hindu. Golongan ini merupakan kelompok
bawah, kaum budak, dan memiliki derajat terendah. Oleh karena itu,
dalam urusan keagamaan, kaum sudra tidak mungkin menyebarkan agama
Hindu. Adapun sanggahan lain dari para ahli terhadap teori sudra sebagai
berikut.

a. Golongan sudra tidak menguasai ajaran agama Hindu karena mereka


tidak menguasai bahasa Sanskerta yang digunakan dalam kitab suci
Weda.
b. Tujuan utama kaum sudra meninggalkan India untuk mendapat
penghidupan dan kedudukan lebih baik (memperbaiki keadaan/kondisi
mereka). Kepergian mereka ke tempat lain dilakukan untuk
mewujudkan tujuan utama tersebut, buka menyebarkan agama Hindu.

5. Teori Arus Balik


F.D.K Bosch mengemukakan teori Arus Balik sebagai sanggahan atas
teori Waisya dan teori Ksatria. Akibat interaksi dengan orang-orang India,
banyak penduduk Indonesia tertarik belajar agama Hindu-Budha.
Penduduk Indonesia kemudian belajar dan dididik oleh orang India di
tempat belajar yang disebut sangga.
Bukti yang memperkuat teori Arus Balik adalah adanya prasasti Nalanda
yang menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa dari Sriwijaya meminta
kepada raja di India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai tempat
untuk menimba ilmu para tokoh dari Sriwijaya.
Sangga merupakan kelompok masyarakat pengikut Budha. Kelompok ini
dipimpin seorang biksu dan meiliki ikatan langsung dengan India sebagai
tanah suci agama Budha. Sangga terbagi dalam dua kelompok berikut.
1. Upasaka atau upasika. Kelompok ini terdiri atas masyarakat yang ingin
belajar agama Budha.
2. Biksu atau biksuni. Kelompok ini terdiri atas pengikut yang ingin
meninggalkan kehidupan duniawi, tinggal di biara, mencukur rambut,
dan mengenakan jubah berwarna kuning.
Ada dua faktor yang mendorong perkembangan agama Budha di
Indonesia. Pertama, kitab suci agama Budha ditulis dalam bahasa
rakyat sehari-hari. Kedua, agama Budha tidak mengenal sistem kasta.

JALUR KEDATANGAN HINDU-BUDHA

Agama Budha masuk di Indonesia pada abad II Masehi, sedangkan agama


Hindu masuk pada abad III-IV Masehi. Masuknya pengaruh Hindu-Budha
di Indonesia dibawa oleh pedagang dan pendeta dari India dan Tiongkok.
Pengaruh tersebut masuk melalui dua jalur berikut.

1) Jalur Darat
a. Rute Jalur Sutra utara yang membentang dari India ke Tibet terus
ke utara sampai Tiongkok, Korea, dan Jepang.
b. Rute Jalur Sutra selatan membentang dari India Utara menuju
Bangladesh, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, kemudia
menuju wilayah Indonesia.
2) Jalur Laut
Penyebaran agama Hindu-Budha di Indonesia dilakukan dengan
mengikuti rombongan kapal pedagang yang biasa beraktivitas pada
jalur India-Tiongkok. Rute perjalanan dimulai dari India menuju
Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, dan berakhir di Indonesia.

KERAJAAN-KERAJAAN PADA MASA HINDU-BUDDHA


1. Kerajaan Kutai (Abad IV-XIV Masehi)
2. Kerajaan Tarumanegara (Abad IV-VII Masehi)
3. Kerajaan Kalingga/Holing (Abad VI-VII Masehi)
4. Kerajaan Sriwijaya (Abad VII-XIII Masehi)
5. Kerajaan Mataram Kuno (Abad VIII-X Masehi)
6. Kerajaan Kediri (Abad XI-XIII Masehi)
7. Kerajaan Singasari (Abad XIII Masehi)
8. Kerajaan Majapahit (Abad XIII-XVI Masehi)
9. Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa (Abad IX-XI Masehi)
10. Kerajaan Tulang Bawang
11. Kerajaan Kota Kapur

Anda mungkin juga menyukai