Anda di halaman 1dari 3

A.

PROSES MASUK DAN PERKEMBANGAN AGAMA HINDU BUDDHA DI


INDONESIA
Pada masa perdagangan kuno sepanjang kota di pesisir Indonesia berkembang menjadi pusat perdagangan,
tofitama Pulau Sumatra dan Pulau Jawa. Pedagang yang singgah di kota-kota pesisir berasal dari dalam dan luar
negeri. Pedagang dari luar negeri didominasi oleh pedagang India dan Tiongkok. Selain melakukan transaksi jual
beli, mereka singgah untuk menunggu angin sekaligus mengisi perbekalan untuk melanjutkan perjalanannya.
Aktivitas perdagangan tersebut berkembang menjadi interaksi kebudayaan. Interaksi tersebut tidak hanya terbatas
antara para pedagang asing dan sedagang lokal, tetapi juga melibatkan penguasa setempat.
Selama berdagang dan singgah, para pedagang India mengenalkan kebudayaannya kepada penduduk lokal.
Kebudayaan tersebut menarik penduduk lokal untuk mengetahuinya. Selanjutnya, penduduk lokal mempelajari dan
mengembangkan kebudayaan tersebut. Dalam perkembangannya, muncul kebudayaankebudayaan baru hasil
akulturasi kebudayaan India dan lokal seperti candi dan arca. Penduduk lokal pun tertarik dengan ajaran agama
yang dibawa para pedagang India. Dari interaksi itulah, agama dan kebudayaan Hindu-Buddha berkembang di
wilayah Kepulauan Indonesia.
1. Teori Kedatangan Agama Hindu-Buddha
Kedatangan agama Hindu-Buddha di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari hubungan perdagangan. Mengapa
demikian? Coba diskusikan dengan teman-teman Anda. Berdasarkan penelitian para ahli muncul beberapa teori
mengenai kedatangan agama Hindu-Buddha di Indonesia. Teori yang dikemukakan para ahli tersebut didasarkan
pada asumsi atas berbagai peninggalan Hindu—Buddha yang ditemukan di Indonesia. Teori apa sajakah yang
menjelaskan tentang masuknya Hindu-Buddha di Indonesia? Perhatikan penjelasan berikut!
a. Teori Kesatria
Teori Kesatria menyatakan bahwa agama Hindu-Buddha dibawa oleh golongan prajurit (kesatria). Teori Kesatria
didukung oleh lima ahli berikut.
1) J.L. Moens berpendapat bahwa golongan yang membawa agama Hindu—Buddha ke Indonesia adalah
kaum kesatria atau golongan prajurit. Pendapat J.L. Moens dilatarbelakangi adanya kekacauan politik akibat
peperangan antarkerajaan di India pada abad IV-V Masehi. Para prajurit yang kalah perang terdesak dan
menyingkir ke wilayah Asia Tenggara. J.L. Moens menduga banyak golongan prajurit dari India yang
mendirikan kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia.
2) F.D.K. Bosch berpendapat bahwa golongan kesatria menjadi pembawa agama Hindu-Buddha di Indonesia.
Kondisi ini disebabkan oleh faktor berikut:
a) Para kesatria dari India yang kalah perang meninggalkan daerahnya menuju daerah lain, termasuk ke
Indonesia. Mereka berusaha menaklukkan daerah baru di Indonesia dan membentuk pemerintahan
baru. Selanjutnya, mereka mengenalkan agama Hindu Buddha kepada penduduk setempat.
b) Kekacauan politik di India menyebabkan para kesatria melarikan diri sampai wilayah Indonesia. Di tempat
pelarian mereka membentuk koloni dan menyebarkan agama Hindu.
c) Raja dan para bangsawan India sengaja datang di Indonesia untuk menyerang dan
menaklukkan penduduk lokal ke Indonesia. Mereka kemudian mendirikan kerajaan dan “menyebarkan
agama Hindu.
3) R.C. Majundar berpendapat bahwa munculnya kerajaan atau pengaruh Hindu-Buddha di Kepulauan
Indonesia disebabkan oleh peranan kaum kesatria atau para prajurit India. Para kesatria diperkirakan
melarikan diri,dari India dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia dan wilayah Asia
Tenggara.
4) Mookerji berpendapat bahwa pengaruh Hindu-Buddha berkembang di Indonesia akibat kegiatan kolonisasi
yang dilakukan golongan kesatria. Proses kolonisasi ini terjadi karena beberapa kerajaan Hindu-Buddha di
India melakukan perluasan wilayah kekuasaan. Golongan kesatria ini kemudian melakukan kontak dengan
penguasa lokal di Indonesia.
5) C.C. Berg berpendapat bahwa agama Hindu-Buddha di Indonesia dibawa oleh para petualang yang
sebagian besar berasal dari golongan prajurit (kesatria). Pendapat ini didasarkan pada perselisihan
antarsuku pada waktu itu. Kepala suku kemudian meminta bantuan kepada golongan kesatria dari India.
Dalam perselisihan tersebut golongan kesatria membantu salah satu suku yang bertikai dan berhasil meraih
kemenangan. Atas dasar itulah, kepala suku kemudian menikahkan golongan kesatria dengan anggota
keluarga kepala suku. Pernikahan tersebut memberi jalan bagi golongan kesatria untuk menyebarkan
agama Hindu-Buddha kepada keluarga wanita yang dinikahinya.
Kekuatan teori Kesatria terletak pada fakta bahwa semangat berpetualang pada saat itu dimiliki oleh para
kesatria. Meskipun demikian, teori ini menimbulkan sanggahan. Sanggahan muncui karena golongan kesatria
diragukan memiliki pengetahuan agama yang cukup untuk diajarkan kepada masyarakat luas.

b. Teori Waisya
Apa yang muncul di benak Anda ketika . mendengar kata ”waisya”? Kemukakan pendapat Anda. Teori Waisya
dikemukakan oleh N.J. Krom. Menurut N.J. Krom, agama Hindu-Buddha masuk di Indonesia dibawa oleh kaum
pedagang . dari India. Pedagang India tersebut kemudian menetap di Indonesia dan menikah dengan penduduk
setempat. Melalui interaksi dengan penduduk setempat, para pedagang memperkenalkan agama Hindu-Buddha.
Dengan demikian, kaum pedagang memiliki peranan penting dalam proses penyebaran agama Hindu-Buddha di
Indonesia.
Faktor yang memperkuat teori Waisya sebagai berikut.
1) Teori Waisya mudah diterima karena dalam kehidupan faktor ekonomi memiliki peran sangat penting.
perdagangan merupakan salah satu kegiatan perekonomian dalam kehidupan masyarakat.
2) Keberadaan Kampung Keling atau perkampungan para pedagang India di Indonesia Kampung Keling terdapat di
beberapa daerah di Indonesia antara lain di Jepara, Medan, dan Aceh.
Meskipun teori Waisya memiliki bukti yang kuat, teori ini memiliki kelemahan. Kelemahan teori Waisya sebagai
berikut.
1) Kaum waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa.
2) Sebagian besar kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia terletak di pedalaman.
3) Motif golongan waisya datang di Indonesia hanya untuk berdagang, bukan menyebarkan agama Hindu
Buddha.
4) Meskipun terdapat perkampungan India di Indonesia, kedudukan mereka tidak berbeda dengan rakyat biasa
di wilayah tersebut.
c. Teori Brahmana
Sejarawan yang mengemukakan teori Brahimana adalah J.C. van Leur. Ia berpendapat bahwa agama Hindu
masuk di Indonesia dibawa oleh kaum brahmana. Mengapa demikian? Kedatangan kaum brahmana diduga karena
undangan para penguasa lokal di Indonesia yang tertarik dengan agama Hindu atau sengaja datang untuk
menyebarkan agama Hindu di Indonesia. Kekuatan teori Brahmana terletak pada kemampuan dan penguasaan
kaum Brahmana atas ajaran Hindu dan isi kitab Weda.

d. Teori Sudra
Teori Sudra dicetuskan oleh Von van Feber. Hanya sedikit ahli yang setuju dengan teori Sudra. Menurut teori
Sudra, masuknya agama Hindu di Indonesia dibawa oleh kaum India yang berkasta sudra. Dasar yang digunakan
Von van Feber dalam teori ini sebagai berikut.
1) Kaum sudra menginginkan kehidupan lebih baik. Oleh karena itu, mereka memilih pergi ke daerah lain,
termasuk Indonesia.
2) Kaum sudra sering dianggap orang buangan Oleh karena itu, kaum ini meninggalkan daerahnya dan pergi ke
daerah lain, termasuk Indonesia untuk mendapat kedudukan lebih baik dan lebih dihargai.
Penyebaran agama Buddha di Indonesia dilakukan dengan misi khusus, yaitu dharmaduta. Menurut para ahli,
misi dharmaduta di Indonesia dilakukan pada abad II Masehi. Pelaksanaan misi tersebut dibuktikan dengan
penemuan arca Buddha Dipangkara yang terbuat dari perunggu di Sikendeng, Mamuju, Sulawesi Barat. Arca ini
diperkirakan dibuat pada abad II Masehi. Perkiraan ini didasarkan pada gaya seni, struktur, dan bentuknya yang
hampir mirip dengan arca beraliran Amarawati dari India Selatan pada abad II Masehi. Selain arca Buddha
Dipangkara, penyebaran agama Buddha dibuktikan dengan penemuan berbagai arca perunggu di Jember (Jawa
Timur), Bukit Siguntang (Sumatra Selatan), dan Kota Bangun (Kalimantan Timur). Arcaarca tersebut diperkirakan
dari abad II-V Masehi.

e. Teori Arus Balik


Teori arus balik (Counter-Current) dikemukakan oleh F.D.K. Bosch. Ia mengemukakan bahwa masyarakat
Indonesia memiliki peranan tersendiri dalam penyebaran dan pengembangan agama Hindu-Buddha. Penyebaran
tersebut dilakukan oleh kaum terdidik (clerks). Siapa yang dimaksud kaum terdidik? Coba diskusikan bersama teman
Anda.  Interaksi antara penduduk Indonesia dan orang-orang India menyebabkan banyak penduduk Indonesia
tertarik belajar agama Hindu—Buddha. Penduduk Indortesia kemudian belajar dan dididik oleh orang India di tempat
belajar yang discbut sangga. Mereka giat mempelajari bahasa Sanskerta, kitab suci, sastra, dan budaya tulis. Orang-
orang Indonesia tersebut kemudian mendalami agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di India. Setelah belajar di
India, mereka kembali ke Indonesia, Ilmu yang diperoleh dari India diolah dan disesuaikan dengan kebudayaan
masyarakat Indonesia, Oleh karena itu, agama Hindu-Buddha yang berkembang di Indonesia memiliki perbedaan
dengan agama Hindu-Buddha yang berkembang di India. Bukti yang memperkuat teori arus balik adalah prasasti
Nalanda. Prasasti ini menyebutkan Raja Balaputradewa dari Sriwijaya meminta kepada penguasa di India, Raja
Dewapaladewa, untuk membangun wihara di Nalanda sebagai tempat menuntut ilmu agama Buddha. Permintaan
tersebut dikabulkan oleh Raja Dewapaladewa. Prasasti tersebut menjadi bukti adanya kaum terdidik yang
mempelajari agama Buddha secara langsung di India
Penyebaran agama Buddha di Indonesia dilakukan dengan misi khusus, yaitu dharmaduta. Menurut para ahli,
misi dharmaduta di Indonesia dilakukan pada abad II Masehi. Pelaksanaan misi tersebut dibuktikan dengan
penemuan arca Buddha Dipangkara yang terbuat dari perunggu di Sikendeng, Mamuju, Sulawesi Barat. Arca ini
diperkirakan dibuat pada abad II Masehi. Perkiraan ini didasarkan pada gaya seni, struktur, dan bentuknya yang
hampir mirip dengan arca beraliran Amarawati dari India Selatan pada abad II Masehi. Selain arca Buddha
Dipangkara, penyebaran agama Buddha dibuktikan dengan penemuan berbagai arca perunggu di Jember (Jawa
Timur), Bukit Siguntang (Sumatra Selatan), dan Kota Bangun (Kalimantan Timur). Arcaarca tersebut diperkirakan
dari abad II-V Masehi.
2. Sumber-Sumber Kedatangan Agama Hindu-Buddha di Indonesia

a. Sumber dari Dalam Negeri


Sumber dari dalam negeri merupakan sumber sejarah yang berasal dari berbagai daerah di wilayah Kepulauan
Indonesia, Sumber tersebut dapat menjelaskan bukti awal kedatangan agama Hindu-Buddha di Indonesia misalnya
Yupa dan sejumlah prasasti tertua yang ditemukan di Indonesia.
Yupa dari Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, prasasti-prasasti Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, serta
prasasti Canggal dari zaman Mataram Kuno di Jawa Tengah dan prasasti Dinoyo di Jawa Timur ditulis dengan huruf
Pallawa dan bahasa Sanskerta. Penggunaan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta menunjukkan pengaruh agama
Hindu-Buddha di Indonesia berasal dari India.

b. Sumber darj Luar Negeri


Sumber dari luar negeri merupakan sumber sejarah yang berasal dari catatan perjalanan bangsa asing. Catatan
tersebut memuat berita-berita mengenai kepulauan Nusantara. Adapun sumber- sumber kedatangan agama Hindu-
Buddha di Indonesia dari luar negeri sebagai berikut.
1) Sumber dari Tiongkok. Kronik-kronik Tiongkok menjelaskan sejak masa Dinasti Han, Dinasti Sung, Dinasti
Yuan, dan Dinasti Ming sudah terjadi kontak dagang antara pedagang Indonesia dan Tiongkok. Keterangan
ini diperkuat dengan catatan yang dibuat oleh Fa-Hsien. Dalam catatan tersebut, Fa-Hsien terdampar di To lo
mo (Kerajaan Tarumanegara) selama lima bulan ketika melakukan perjalanan dari India ke Tiongkok. Selain
catatan Fa-Fisien, catatan perjalanan I-Tsing menuliskan kesan tentang Shin lo fo shih atau Fo shih (Kerajaan
Sriwijaya) sebagai salah satu pusat agama Buddha di Asia pada abad VII Masehi.
2) Sumber dari Arab. Saudagar Arab menjelaskan tentang keberadaan kerajaan-kerajaan Nusantara sejak abad
VI Masehi. Mereka menyebut Kerajaan Zabag atau Sribuza untuk . Sriwijaya. Raihan Al-Beruni yang menulis
sebuah buku tentang India, menyebut Zabag terletak di sebuah pulau bernama Suwarndib yang berarti "Pulau
Emas”.
3. Sumber dari Vietnam. Kronik Vietnam dari abad VIII Masehi mencatat serangan dari Jawa dan ”Pulau-pulau
Selatan” yang dilakukan pasukan Syailendra dari Sriwijaya terhadap pusat kerajaan maritim Kerajaan Chenla
di Vyadhapura, Kamboja. Berita tersebut diperkuat oleh catatari dari Champa pada abad VIII Masehi
mengenai pasukan Jawa yang telah menghancurkan kuil-kuil dan berkuasa di sebagian wilayah Kamboja.
4) Sumber dari Yunani. Claudius Ptolomeus, seorang ahli geografi dari Yunani menjelaskan bahwa kapal-kapal
Alexandria di Laut Mediterania (Mesir) berlayar melalui Teluk Persia ke bandarbandar Baybaza di Cambay,
India dan Majuri di Kochin, India Selatan. Dari India pelayaran dilanjutkan menuju Kepulauan Aurea
Chersonnesus. Di Aurea Chersonnesus kapal-kapal singgah di Barousae, Sinda, Sabadiba, dan Jabadiuim.
Aerea Chersonnesus merupakan bandar dagang kuno di pantai barat Sumatra. Sementara itu, Barousae
adalah Baros, Sinda adalah Sunda, Sabadiba adalah Svarnadwipa (Sumatra), dan Iabadium adalah
Javadwipa (Jawa).

3. Jalur Masuk Agama Hindu-Buddha

Para ahli menduga agama Buddha lebih dahulu masuk di Indonesia daripada agama Hindu. Agama Buddha
masuk di Indonesia pada abad JI Masehi, sedangkan agama Hindu masuk pada abad III-IV Masehi. Masuknya
pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia dibawa oleh pedagang dan pendeta dari India dan Tiongkok
a. Jalur Darat
Agama Hindu—Buddha masuk di Indonesia melalui jalur darat atau yang lebih dikenal dengan “sebutan jalur
sutra (silk road). Adapun rute jalur sutra terbagi menjadi dua sebagai berikut.
1) Rute jalur sutra utara yang membentang dari India ke Tibet terus ke utara sampai Tiongkok, Korea, dan
Jepang.
2) Rute jalur sutra selatan membentang dari India Utara menuju Bangladesh, Myanmar, Thailand, Semenanjung
Malaya, kemudian menuju wilayah Indonesia.
b. Jalur Laut
Masuknya agama Hindu-Buddha di Indonesia melalui jalur laut dilakukan dengan mengikuti rombongan kapal
pedagang yang biasa berlayar di jalur India-Tiongkok. Rute ini ditempuh dengan memanfaatkan angin monsun. Rute
perjalanan dimulai dari India menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, dan berakhir di Indonesia. Itulah
jalur yang digunakan oleh para penyebar agama Hindu-Buddha di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai