Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

MASUKNYA PENGARUH HINDU-BUDDHA DI INDONESIA

A. Teori masuknya pengaruh hindu budha di indonesia

Lima teori masuknya Hindu Buddha di Indonesia menurut para ahli sebagai berikut.

1. Teori Sudra

Sudra merupakan kelompok terendah dalam sistem kasta agama Hindu. Kelompok ini di antaranya
berprofesi sebagai buruh, tukang, pekerja kasar, petani, pelayan, nelayan, dan penjaga. Kelompok
sudra terdiri atas para budak dan pekerja kasar itulah yang berperan menyebarkan kebudayaan India
dan agama Hindu. Dalam pandangannya, van Feber mendasarkan teorinya pada argumentasi
berikut.

a. Golongan berkasta sudra (pekerja kasar) menginginkan kehidupan lebih baik. Oleh karena
dijadikan budak di India, mereka pergi ke daerah lain, termasuk Indonesia.

b. Golongan berkasta sudra sering dianggap orang buangan. Oleh karena itu, mereka meninggalkan
daerahnya pergi ke daerah lain, bahkan keluar dari India hingga ada yang sampai di Indonesia agar
mendapat kedudukan lebih baik dan lebih dihargai.

Adapun bantahan lain dari para ahli terhadap teori Sudra sebagai berikut.

a. Golongan sudra tidak menguasai ajaran agama Hindu sebab mereka tidak menguasai bahasa
Sanskerta yang digunakan dalam kitab suci weda.

b. Tujuan utama kaum sudra meninggalkan India untuk mendapat penghidupan dan kedudukan yang
lebih baik (memperbaiki keadaan/ kondisi mereka). Dengan demikian, jika mereka pergi ke tempat
lain pasti untuk mewujudkan tujuan utama mereka, bukan untuk menyebarkan agama Hindu.

2. Teori Waisya

Teori waisya dikemukakan oleh N.J. Krom. Secara singkat argumentasi N.J. Krom mengenai
kemungkinan agama Hindu disebarkan oleh golongan waisya sebagai berikut.

a. Para pedagang India melakukan perdagangan dan akhirnya sampai di Indonesia. Melalui interaksi
perdagangan itu, agama Hindu disebarkan kepada masyarakat Indonesia.

b. Para pedagang dari India yang singgah di Indonesia selanjutnya mendirikan permukiman sambil
menunggu angin musim yang baik untuk membawa mereka kembali ke India. Mereka pun.
berinteraksi dengan penduduk sekitar dan menyebarkan agama kepada penduduk lokal Indonesia.

Faktor yang memperkuat teori dari N.J. Krom sebagai berikut.

a. Teori Waisya mudah diterima oleh

akal karena dalam kehidupan, faktor ekonomi menjadi sangat penting dan perdagangan merupakan
salah satu kegiatan ekonomi. Kegiatan perdagangan dianggap mempermudah para pedagang asing
untuk berinteraksi dengan orang dari berbagai daerah.
b. Terdapat Kampung Keling, yaitu perkampungan para pedagang India di Indonesia. Kampung Keling
terdapat di beberapa daerah di Indonesia, antara lain di Jepara, Medan, Aceh, dan Malaka.

Meskipun teori Waisya memiliki sejumlah kekuatan, teori ini memiliki kelemahan sebagai berikut.

a. Kaum waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa. Bahasa dan aksara tersebut
hanya dikuasai kaum brahmana.

b. Sebagian besar kerajaan Hindu Buddha terletak di pedalaman. Jadi, jika pengaruh Hindu-Buddha
dibawa pedagang, tentunya kerajaan-kerajaa tersebut terletak di daerah pesisir.

c. Motif golongan waisya datang di Indonesia hanya sekadar berdagang, bukan menyebarkan agama
Hindu. Oleh karena itu, hubungan yang terbentuk antara penduduk, raja, dan saudagar (pedagang
India) hanya berkisar pada kegiatan perdagangan dan tidak akan membawa perubahan besar
terhadap penyebaran agama Hindu.

d. Meskipun ada perkampungan para pedagang India di Indonesia, kedudukan mereka tidak berbeda
dengan masyarakat biasa di tempat tersebut. Sebagian besar pedagang yang tinggal menetap hanya
pedagang keliling sehingga kehidupan ekonomi mereka tidak jauh berbeda dengan penduduk
setempat.

3. Teori Kesatria

Teori Kesatria menyatakan bahwa agama Hindu-Buddha dibawa oleh golongan prajurit (kesatria).
Teori Kesatria didukung oleh beberapa tokoh seperti J.L. Moens, F.D.K. Bosch, C.C. Berg, R.C.
Majundar, dan Mookerji.

Kekuatan teori Kesatria terletak pada kenyataan bahwa semangat berpetualang pada saat itu
umumnya dimiliki oleh para kesatria (keluarga kerajaan). Meskipun teori Kesatria memiliki kekuatan,
teori ini juga tidak terlepas dari kelemahan berikut.

a. Golongan kesatria tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa yang terdapat pada kitab
Weda.

b. Apabila Indonesia pernah menjadi daerah taklukan kerajaan India, tentu ada bukti prasasti yang
menggambar kan penaklukan tersebut.

c. Tidak mungkin pelarian kesatria dari India mendapat kedudukan mulia sebagai raja di wilayah lain.
Di Indonesia pada masa itu seseorang yang dapat menjadi pemimpin suatu wilayah harus memenuhi
syarat mempunyai kemampuan lebih tinggi daripada yang lain.

4. Teori Brahmana

Teori Brahmana dikemukakan oleh van Leur. Dalam teorinya, van Leur menyatakan bahwa agama
Hindu masuk ke Indonesia melalui kaum brahmana. Kaum brahmana yang terdiri atas pendeta
agama Hindu merupakan kelompok masyarakat yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci
Weda.

Dalam hipotesisnya, van Leur juga membantah peranan kaum lain (sudra, waisya, dan kesatria)
dalam proses masuknya agama Hindu di Indonesia. Van Leur juga tidak sependapat dengan teori
Kesatria dan Waisya karena tidak ada bukti (prasasti) yang menjelaskan penaklukan yang dilakukan
oleh golongan kesatria. Menurut van Leur, ketika menobatkan seorang raja, kaum brahmana pasti
membawa kitab Weda ke Indonesia. Sebelum kembali ke India, tidak jarang para brahmana
meninggalkan kitab Weda sebagai hadiah bagi raja. Kitab tersebut selanjutnya dipelajari oleh sang
raja dan digunakan untuk menyebarkan agama Hindu di Indonesia.

5. Teori Arus balik

Teori arus balik merupakan teori yang dikemukakan oleh F.D.K. Bosch. Dalam buku Indonesia dalam
Arus Sejarah Jilid 2: Kerajaan Hindu-Buddha (2012:7) dijelaskan bahwa F.D.K. Bosch menyanggah
teori waisya dan kesatria. Menurutnya, masyarakat Indonesia memiliki peranan tersendiri dalam
proses masuk dan berkembangnya agama Hindu. Masuknya agama Hindu ke Indonesia merupakan
peranan kaum terdidik. Peranan tersebut muncul akibat interaksi antara masyarakat lokal dengan
orang orang India. Melalui interaksi tersebut, penduduk Indonesia kemudian belajar dan dididik
oleh orang India di tempat belajar yang disebut sangga. Di tempat tersebut, mereka mempelajari
bahasa Sanskerta, kitab suci, sastra, dan kebudayaan Hindu. Setelah belajar di India, mereka kembali
ke Indonesia mengajarkan agama dan kebudayaan Hindu kepada masyarakat Indonesia.

B. Persentuhan Masyarakat Nusantara dengan Budaya India dan Tiongkok

Pada masa awal Masehi peradaban Asia Barat dan Tiongkok sudah sangat maju. Banyak pedagang
dari India berlayar menuju Tiongkok untuk menjalin hubungan niaga. Mereka mencari komoditas
yang memiliki nilai tinggi seperti emas, perak, guci keramik, kain sutra, dan peralatan logam lainnya.
Dalam perjalanan menuju Tiongkok, para pedagang India menempuh jalur darat dan laut. Dari jalur
laut inilah para pedagang melalui kepulauan Nusantara.

Hubungan perniagaan masyarakat Nusantara dengan pedagang India dan Tiongkok turut mendorong
masuknya budaya kedua bangsa tersebut. Pada saat singgah beberapa waktu di pusat perniagaan,
para pedagang India memperkenalkan kebudayaan mereka, khususnya agama Hindu dan Buddha.
Persilangan budaya yang berlangsung secara damai tersebut turut berperan dalam proses
penerimaan agama Hindu Buddha.

C. Media Penyebaran Hindu-Buddha

1. Peranan kegiatan Pelayaran dan Perdagangan

Adapun kegiatan perdagangan dan pelayaran yang berlangsung saat itu melibatkan berbagai suku
seperti Bugis, Makassar, Banten, Aceh, Minangkabau, Bali, dan Maluku. Aktivitas perdagangan ini
kemudian membentuk jalur penyebaran agama Hindu-Buddha sebagai berikut.

a. Jalur Darat

Penyebaran pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia melalui jalur darat mengikuti para pedagang
melalui Jalur Sutra. Rute Jalur Sutra terbagi menjadi dua bagian sebagai berikut.

1) Rute Jalur Sutra utara yang membentang dari India ke Tibet terus ke utara sampai Tiongkok,
Korea, dan Jepang.
2) Rute Jalur Sutra selatan membentang dari India Utara menuju Bangladesh, Myanmar, Thailand,
Semenanjung Malaya, kemudian menuju wilayah Indonesia.

b. Jalur Laut

Penyebaran agama Hindu-Buddha di Indonesia dilakukan dengan mengikuti rombongan kapal


pedagang yang biasa beraktivitas pada jalur India-Tiongkok. Rute perjalanan dimulai dari India
menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, dan berakhir di Indonesia.

2. Peranan Kerajaan-kerajaan Bercorak Hindu-Buddha

Kegiatan perdagangan pada masa kuno juga melibatkan kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha.
Kegiatan per- dagangan di kerajaan-kerajaan Hindu Buddha dibagi menjadi dua, yaitu perdagangan
maritim dan agraris. Kerajaan-kerajaan yang memiliki corak perdagangan maritim biasanya terletak
di pesisir seperti Kerajaan Sriwijaya. Sementara itu, kerajaan-kerajaan yang terletak di pedalaman
seperti Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Kediri, Singasari, dan Majapahit cenderung melakukan
kegiatan perdagangan. Dalam kegiatan perdagangan, kerajaan agraris menggantungkan peranan
sungai besar yang. Mengalir di wilayah kerajaan tersebut. Melalui kegiatan perdagangan yang
dilakukan oleh kerajaan-kerajaan besar, agama Hindu-Buddha kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai