Anda di halaman 1dari 15

TEORI-TEORI MASUKNYA PENGARUH HINDU DAN BUDDHA DI INDONESIA

1. Sejarah Masuknya Pengaruh Hindu Ke Indonesia


Agama yang pertama masuk di Indonesia adalah hindu dan budha. Sejarah Perkembangan
Agama Hindu Budha di Indonesiasangat menarik untuk di pelajari. banyak kebudayaan pada
masa tersebut yang sampai sekarang masih ada dan masih sering kita lihat. Indonesia juga
mencapai puncak kejayaan masa-masa tersebut, mulai dari kerajaan sriwijaya, kerajaan
majapahit, dan lain-lain. maka jika kita mempelajari kebudayaan hindu-budha mungkin tak
cukup 1 tahun. kebudayaan dan sangat menarik, sangat berkesan, dan sangat berbudaya.
Sistem Kepercayaan
Dalam agama Budha terutama dalam system Mahayana menurut sistem wagniadatu
menyebutkan dewa tertinggi adalah Adibudha dan tidak dapat digambarkan karena tidak
berbentuk.

Sidharta Gautama
Pendiri agama Budha adalah Sidharta Gautama yaitu seorang anak raja yang mendapat
penerangan batin atau enliptenmen. Dia mengantakan bahwa dunia yang kita lihat adalah
maya dan manusia adalah tidak berpengetahuan. Kehidupan manusia mengalami sansana atau
hidup kembali sebagai manusia atau binatang.
Ganesha
Ganesha adalah anak Siwa dengan Arwati. Dengan digambarkan berkepala gajah dan
bertangan empat, pada dahinya juga terdapat mata ketiga. Dan pada setiap tangannya terdapat
benda yang berbeda yaitu :
a) Tangan kanan bawah memegang patahan gadingnya
b) Tangan kanan atas memegang tasbih
c) Tangan kiri atas memegang Kapak
d) Tangan kiri bawah memegang mangkuk yang berisi manisan
Dewa Siwa
Pada halaman tengah terdapat lima ekor kerbau, yaitu empat ekor kerbau kecil, dan satu ekor
kerbau besar yang merupakan kendaraan dari dewa Siwa yang kesemuaannya terbuat dari
patung.

Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Hindu-Budha ke Indonesia, tidak
dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang
proses masuknya agama Hindu-Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.
Untuk penyiaran Agama Hindu ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat/teori yaitu:
1. Teori Brahmana oleh J.C.Van Leur :
Van Leur berpendapat bahwa hal ini terjadi akibat kontak dengan India melalui jalur
perdagangan, yang menyebabkan keinginan bangsa Indonesia untuk berhadapan
langsung dengan orang India dan untuk meningkatkan keadaan negerinya sehingga
mereka mengundang brahmana untuk mengajar. Atas teori ini Bosch berpendapat:
bahwa golongan cendikiawanlah yang dapat menyampaikannya kepada bangsa
Indonesia, golongan tersebut disebutnya clerks dan untuk proses tersebut ia
mengusulkan istilah penyuburan dan istilah arus balik.
2. Teori Waisya perdagangan oleh H.J.Kroom :
Kroom berpendapat bahwa yang memiliki peran untuk masuknya kebudayaan india
ke indonesia adalah kasta Waisya atau para pedagang, mereka yang kemudian
menetap dan memegang peranan penyebaran kebudayaan India melalui hubungan
dengan penguasa di Indonesia serta adanya kemungkinan perkawinan dengan orangorang pribumi. Atas teori ini Van Leur berpendapat : kedudukan Wiasya tidak
berbeda dengan rakyat biasa, sehingga hubungan mereka dengan penguasa hanyalah
hubungan dagang biasa saja, tidak untuk menyebarkan kebudayaan India. Sedangkan
Bosch berpendapat : bahwa yang menyebarkan kebudayaan haruslah orang yang
pandai, di Indonesia golongan pedagang tidak diperkenankan mempelajari kitab
weda.
3. Teori Ksatria oleh F.D.K.Bosch :
Bosch berpendapat bahwa golongan Ksatrialah yang paling banyak datang ke
Indonesia karena adanya migrasi besar-besaran kasta Ksatria, hal ini disebabkan
karena sering terjadinya perang di India waktu itu, serta dibarengi oleh penaklukan
daerah-daerah oleh kasta Ksatria. Atas teori ini Kroom berpendapat : bahwa peranan
bangsa Indonesia dalam pembentukan budaya Indonesia hindu sangat penting. Hal ini
tidak mungkin jika bangsa Indonesia berada dibawah tekanan kasta Ksatria.
Sedangkan Van Leur berpendapat : jika ada penaklukan pasti ada catatan, namun hal
ini tidak ada, kolonisasi juga menyebabkan perpindahan unsur dari masyarakat asal,
namun di Indonesia kebudayaannya berbeda dengan di India.

Pada dasarnya ketiga teori tersebut memiliki kelemahan yaitu karena golongan ksatria
dan waisya tidak mengusai bahasa Sansekerta. Sedangkan bahasa Sansekerta adalah bahasa
sastra tertinggi yang dipakai dalam kitab suci Weda. Dan golongan Brahmana walaupun
menguasai bahasa Sansekerta tetapi menurut kepercayaan Hindu kolot tidak boleh
menyebrangi laut. Hipotesis dikemukakan oleh FD. K. Bosh. Hipotesis ini menekankan
peranan bangsa Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan Hindu dan Budha di
Indonesia. Menurutnya penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh para
cendikiawan atau golongan terdidik. Golongan ini dalam penyebaran budayanya melakukan
proses penyebaran yang terjadi dalam dua tahap yaitu sebagai berikut :
1. Pertama, proses penyebaran di lakukan oleh golongan pendeta Budha atau para biksu,
yang menyebarkan agama Budha ke Asia termasuk Indonesia melalui jalur dagang,
sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat Sangha, dan selanjutnya orang-orang
Indonesia yang sudah menjadi biksu, berusaha belajar agama Budha di India.
Sekembalinya dari India mereka membawa kitab suci, bahasa sansekerta, kemampuan
menulis serta kesan-kesan mengenai kebudayaan India. Dengan demikian peran aktif
penyebaran budaya India, tidak hanya orang India tetapi juga orang-orang Indonesia
yaitu para biksu Indonesia tersebut. Hal ini dibuktikan melalui karya seni Indonesia
yang sudah mendapat pengaruh India masih menunjukan ciri-ciri Indonesia.
2. Kedua, proses penyebaran kedua dilakukan oleh golongan Brahmana terutama aliran
Saiva-siddharta. Menurut aliran ini seseorang yang dicalonkan untuk menduduki
golongan Brahmana harus mempelajari kitab agama Hindu bertahun-tahun sampai
dapat ditasbihkan menjadi Brahmana. Setelah ditasbihkan, ia dianggap telah disucikan
oleh Siva dan dapat melakukan upacara Vratyastome/penyucian diri untuk
menghindukan seseorang
Jadi hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya penganut HinduBudha ke Indonesia. Beberapa hipotesis di atas menunjukan bahwa masuknya pengaruh
Hindu-Budha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap di dukung oleh
proses perdagangan. Untuk agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha yang
disebut dengan Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Budha masuk ke
Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha yang terbuat dari
perunggu diberbagai daerah di Indonesia antara lain Sempaga (Sulsel), Jember (Jatim), Bukit
Siguntang (Sumsel). Dilihat ciri-cirinya, arca tersebut berasal dari langgam Amarawati (India
Selatan) dari abad 2 - 5 Masehi. Dan di samping itu juga ditemukan arca perunggu
berlanggam Gandhara (India Utara) di Kota Bangun, Kutai (Kaltim)

2. Pengaruh Budaya Hindu Di Indonesia


Akibat interaksi masyarakat di Nusantara dengan bangsa India dan Cina maka terbuka
peluang masuknya unsur budaya kedua bangsa tersebut bercampur dengan kebudayaan
masyarakat di Nusantara. Pada awal masehi masyarakat di Asia Tenggara umumnya dan
kepulauan Nusantara khususnya telah memiliki kebudayaan Austronesia. Hal ini sejalan
dengan pendapat JL A. Brandes bahwa masyarakat telah memiliki 10 kepandaian seperti :
1. Telah dapat membuat figur boneka
2. Mengembangkan seni hias ornamen
3. .Mengenal pengecoran logam
4. Melaksanakan perdagangan barter
5. Mengenal instrumen musik
6. Memahami astronomi
7. Menguasai teknik navigasi dan pelayaran
8. Menggunakan tradisi lisan dalam menyampaikan pengetahuan
9. Menguasai teknik irigasi
10. Telah mengenal tata masyarakat yang teratur
Jadi pengaruh budaya India tentunya akan berpadu dengan kebudayaan yang telah ada, sesuai
dengan respon masyarakat pada waktu itu sehingga terjadilah akulturasi kebudayaan.
Pengaruh India (Hindu-Buddha) ini terlihat pada berbagai bidang tanpa menghilangkan unsur
budaya asli yang telah ada, seperti:
a. Seni Bangunan
Wujud akulturasi seni bangunan terlihat pada bangunan candi, salah satu contohnya
adalah Candi Borobudur yang merupakan perpaduan kebudayaan Buddha yang
berupa patung dan stupa dengan kebudayaan asli Indonesia, yakni punden berundak
(budaya Megalithikum).
b. Sistem Pemerintah
India memperkenalkan sistem kerajaan yang turun-temurun untuk jabatan raja, ketika
sebelumnya dengan sistem primus interphares. Konsep Raja dan Kerajaan. Sebelum
kebudayaan India masuk, Indonesia belum mengenal konsep raja dan kerajaan.
DiIndonesia baru mengenal konsep kesukuan. Masyarakat masih terpecah-pecah
dalam bentuksuku-suku yang kecil, artinya wilayah yang dikuasai oleh setiap suku
masih sangat terbatas.Dan setiap suku tersebut dipimpin oleh seorang kepala suku
atau primus interpares. Seorangkepala suku dipilih berdasarkan kekuatan fidik dan

kekuatan magis yang dimilikinya.Setelah kebudayaan India masuk, konsep raja dan
kerajaan mulai dikenal. Hal ini dapatditelusuri dari munculnya kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur. Menurut para pakar sejarah,kerajaan Kutai pada awalnya setingkat
suku yang dipimpin oleh kepala suku. Kepala sukudalam hal ini adalah Kudungga
yang diperkirakan masih merupakan nama asli Indonesia. Kutaimulai tampak menjadi
sebuah kerajaan sejak pemerintahan raja Asmawarman.
c. Sistem Kalender
Kebudayaan India membawa kalender Saka, yang sebelumnya telah mengenal
Astronomi dalam kehidupan petani, dan pelaut.
d. Sastra
Sanskerta adalah bahasa yang dibawa oleh orang-orang India ini, sementara Pallawa
adalahhuruf yang digunakan selaku tulisannya. Sanskerta secara genealogis termasuk
rumpunbahasa Indo Eropa. Termasuk ke dalam rumpun bahasa Indo Eropa adalah
bahasa Jerman,Armenia, Baltik, Slavia, Roman, Celtic, Gaul, dan Indo Iranian. Di
Asia, rumpun bahasa IndoIranian adalah yang terbesar, dan termasuk ke dalamnya
adalah bahasa Iranian dan Indo Arya.Sanskerta ada di kelompok Indo Arya.Mengenai
fungsinya, Sanskerta adalah bahasa yangdipergunakan dalam disiplin agama Hindu
danBuddha. Dari sana, Sanskerta kemudian meluaspenggunaannya selaku bahasa
pergaulan dan dagangdi nusantara. James T. Collins mencatat signifikansipenggunaan
bahasa Sanskerta di nusantara. Menurutnya, ikatan antara bahasa Melayu (cikal-bakal
bahasa Indonesia) sudah ratusan tahun. Ini ditandai bahwa sejak abad ke-7 para
penganut agama Buddha di Tiongkok sanggup berlayar hanya untuk mengunjungi
pusat ilmu Buddha di Sriwijaya (Sumatera Selatan). Bahasa Sanskerta yang dibawa
dari India, setelah masuk ke Indonesia tidaklah dalam bentuk murninya lagi. Di Jawa
misalnya, bahasa hasil asimilasi Sanskerta dengan budaya lokal laludikenal dengan
Kawi. Bahasa Kawi atau juga dikenal sebagai Jawa Kuno kemudian menyebar ke
pulau lain. Di Sumatera Barat bahasa ini berkembang lewat kekuasaan raja-raja vassal
Jawasemisal Adityawarman. Saat itu, nusantara dikenal dengan penggunaan 3 bahasa
yang punya fungsi sendiri-sendiri. Pertama bahasa Jawa Kuna sebagai bahasa
pergaulan sehari-hari, Melayu Kuna sebagaibahasa perdagangan, dan Sanskerta
sebagai bahasa keagamaan. Di era India jadi main streamdi nusantara, Sanskerta
merupakan kelompok bahasa tinggi yang dipakai dalam kepentingan keagamaan
maupun bahasa formal suatu kerajaan Pengaruh bahasa Sanskerta terhadap bahasa
Melayu pun terjadi. Bahasa Melayu ini merupakan lingua-franca yang dipergunakan
dalam hubungan dagang antarpulau nusantara.Bahasa Melayu juga kelak menjadi

dasar dari berkembangkan bahasa Indonesia selaku bahasapersatuan. Sebab itu, dapat
pula dikatakan bahasa Sanskerta ini sedikit banyak punyapengaruh pula terhadap
bahasa Indonesia.
e. Aksara/tulisan
Berdasarkan bukti-bukti tertulis yang terdapat pada prasasti-prasasti (abad 5 M)
tampak bahwa bangsa Indonesia telah mengenal huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta. Huruf Pallawa yang telah di-Indonesiakan dikenal dengan nama huruf
Kawi. Sejak prasasti Dinoyo (760 M) maka huruf Kawi ini menjadi huruf yang
dipakai di Indonesia dan bahasa Sansekerta tidak dipakai lagi dalam prasasti tetapi
yang dipakai bahasa Kawi. Prasasti Dinoyo berhubungan erat dengan Candi Badut
yang ada di Malang
f. Seni rupa, dan seni ukir.
Relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara
yang menari- nari diiringi gendang. Relief ini mengisahkan riwayat hidup Sang Budha
seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara. Akulturasi dalam bidang seni rupa,
dan seni ukir terlihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding
candi. Sebagai contoh: relief yang dipahatkan pada Candi Borobudur bukan hanya
menggambarkan riwayat sang budha tetapi juga menggambarkan lingkungan alam
Indonesia. Terdapat pula relief yang menggambarkan bentuk perahu bercadik yang
menggambarkan kegiatan nenek moyang bangsa Indonesia pada masa itu.
g. Seni hias
Unsur-unsur India tampak pada hiasan-hiasan yang ada di Indonesia meskipun dapat
dikatakan secara keseluruhan hiasan tersebut merupakan hiasan khas Indonesia.
Contoh hiasan : gelang, cincin, manik-manik.

3. Pengaruh Budaya Buddha Di Indonesia


Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia, dikatakan bahwa istilah Cina berasal dari nama
dinasti Chin (abad ketiga sebelum Masehi) yang berkuasa di Cina selama lebih dari dua ribu
tahun sampai pada tahun 1913. Bencana banjir, kelaparan, dan peperangan memaksa orangorang bangsa Chin ini merantau ke seluruh dunia. Kira-kira pada abad ke tujuh orang-orang
ini mulai masuk ke Indonesia. Pada abad ke sebelas, ratusan ribu bangsa Chin mulai berdiam
di kawasan Indonesia, terutama di pesisir timur Sumatra dan di Kalimantan Barat. Bangsa
Chin yang merantau dari Cina ini di Indonesia lalu disebut dengan Cina perantauan.

Orang-orang Cina perantauan ini mudah bergaul dengan penduduk lokal sehingga mereka
bisa diterima dengan baik. Para perantau yang membawa keluarga mereka kemudian
membentuk perkampungan yang disebut dengan "Kampung Cina." Di kota-kota dimana
terdapat banyak orang Cina bertempat tinggal, kampung ini lalu disebut dengan Pecinan.
Orang-orang yang tinggal di Pecinan ini banyak yang menjadi pedagang. Ketika bangsa
barat, terutama Belanda dengan perusahaan dagangnya (VOC) memasuki Indonesia dan
memonopoli perdagangan di Indonesia, para pedagang dari negeri Chin yang sudah
menguasai perdagangan selama beratus-ratus tahun ini bentrok dengan mereka. Akibatnya,
VOC dan kemudian pemerintah Belanda memberikan beberapa konsesi berupa hak-hak
istimewa kepada bangsa perantau dari Cina ini. Salah satunya adalah mereka dianggap
sebagai penduduk Timur Asing yang dianggap mempunyai kedudukan setingkat lebih tinggi
daripada warga penduduk asli.
Status istimewa ini mengakibatkan warga asli atau penduduk pribumi menjadi tidak suka
kepada Cina perantauan ini. Bukan hanya itu, tetapi kolaborasi mereka dengan penjajah
Belanda dan praktek dagang yang bercorak koneksi dan kolusi yang merugikan masyarakat
pribumi serta perilaku mereka sebagai pemadat dan penjudi membuat orang-orang Cina
perantauan ini semakin tidak disukai. Akibatnya, istilah "Cina" menjadi stigma yang
berkonotasi jelek yang berpengaruh terhadap semua orang Cina perantauan. Akibat dari
stigmatisasi istilah "Cina" itu, banyak orang Cina di Indonesia menggunakan nama lain
yaitu Tiongkok yang berasal dari kata "Chung Kuo." Pada tahun 1901 mereka mendirikan
sebuah organisasi yang bernama Tiong Hoa Hwee Kwan. Lalu pada tahun 1939 mereka
mendirikan Partai Tionghoa Indonesia. Sejak itulah istilah Tionghoa digunakan sebagai
padanan dari Cina. Pada jaman Orde Lama, banyak warga keturunan Cina yang dikatakan
sebagai pendukung aktivitas Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada waktu itu pula hubungan
antara Indonesia dengan Cina sangat mesra, sampai-sampai tercipta hubungan politik Poros
Jakarta-Peking.
Setelah meletusnya Gerakan 30 September/PKI, rezim Orde Baru melarang segala sesuatu
yang berbau Cina. Segala kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat-istiadat Cina tidak
boleh dilakukan lagi. Hal ini dituangkan ke dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.14 tahun
1967. Di samping itu, masyarakat keturunan Cina dicurigai masih memiliki ikatan yang kuat
dengan tanah leluhurnya dan rasa nasionalisme mereka terhadap Negara Indonesia diragukan.
Akibatnya, keluarlah kebijakan yang sangat diskriminatif terhadap masyarakat keturunan
Cina baik dalam bidang politik maupun sosial budaya.

Di samping Inpres

No.14 tahun 1967 tersebut,

juga dikeluarkan Surat

Edaran

No.06/Preskab/6/67 yang memuat tentang perubahan nama. Dalam surat itu disebutkan
bahwa masyarakat keturunan Cina harus mengubah nama Cinanya menjadi nama yang
berbau Indonesia, misalnya Liem Sioe Liong menjadi Sudono Salim. Selain itu, penggunaan
bahasa Cinapun dilarang. Hal ini dituangkan ke dalam Keputusan Menteri Perdagangan dan
Koperasi Nomor 286/KP/XII/1978. Tidak hanya itu saja, gerak-gerik masyarakat Cinapun
diawasi oleh sebuah badan yang bernama Badan Koordinasi Masalah Cina (BKMC) yang
menjadi bagian dari Badan Koordinasi Intelijen (Bakin).
Setelah rezim Orde Baru tumbang, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres No.14
tahun 1967. Setelah itu masyarakat keturunan Cina bisa menikmati udara bebas untuk
merayakan tahun baru Imlek, melakukan atraksi barongsai, liong-liong, dan melakukan
berbagai upacara dan perayaan lainnya. Tetapi, surat-surat keputusan lainnya belum dicabut
sehingga masyarakat keturunan Cina masih merasakan belenggu diskriminasi. Dalam
kehidupan sehari-hari mereka masih mendapatkan perlakuan khusus, misalnya kalau melamar
untuk mendapatkan paspor mereka harus menyertakan surat kewarganegaraan.
Kebudayaan Indonesia sudah ada semenjak dulu yaitu sekitar 2000 tahun yang lalu ketika
terjadi perpindahan bangsa primitif untuk mencari tempat tinggal. Bangsa primitif tersebut
adalah bangsa Austronesia. Semenjak itu pula terbentuklah kebudayaan di Indonesia. Mereka
berkembang biak dan memiliki keturunan sampai saat ini. Indonesia memiliki keadaan
geografis yang bermacam-macam mulai dari pegunungan, dataran tinggi, dataran rendah dan
sebagainya. Indonesia juga memiliki berbagai pulau dan kepulauan sehingga tujuan
perpindahan bangsa Austronesia tersebut juga bermacam-macam. Para sejarawan
mengatakan bahwa bangsa Austronesia tersebutlah yang menjadi nenek moyang bangsa
Indonesia dan bisa dikatakan kebudayaan-kebudayaan yang dibawa dan diciptakannya di
negeri kita adalah yang dapat disebut sebagai Kebudayaan Indonesia, yang menjadi dasar
bagi perkembangan selanjutnya sampai dewasa ini (Sutrisno, 1983:27).
Menurut Sutan Takdir Alisjahbana dalam ceramahnya di Gedung Kebangkitan Nasional pada
tahun 1975, menerangkan bahwa Kebudayaan Indonesia asli memiliki ciri-ciri yaitu,
kepercayaan terhadap roh dan tenaga gaib meresapi seluruh kehidupan, nilai solidaritas
menguasai masyarakat, pengaruh perhubungan darah pada suatu suku amat besar.
Implementasi kepercayaan terhadap roh dan tenaga gaib tersebut memiliki bermacam-macam
bentuk seperti adanya sebuah cerita rakyat atau yang disebut sebagai mitos, berbagai ritual
yang mendasari kehidupan bermasyarakat dan seni tradisional yang berguna sebagai penentu
identitas suatu suku.

Pada masa primitif ini bangsa Austronesia ini memiliki kepercayaan dinamisme dan
animisme yang berbasiskan otoritas kaum tua yang biasanya dilakoni oleh para orang yang
lebih tua dan orang yang dianggap sakti untuk menentukan nasib atau mengetahui jalan
hidup. Mereka belum mengenal berbagai macam agama yang terstruktur dan memiliki
sistem. Mereka hanya menjalani sesuai dengan adat mereka terlepas dari benar atau salah
karena yang mereka mengerti adalah perintah dari seseorang yang memiliki otoritas. Pada
tahap yang lebih lanjut yaitu sekitar 1500 tahun kemudian setelah menetapnya bangsa
Austronesia ini, mulailah berdatangan berbagai pengaruh dari bangsa lain yang memiliki
peradaban yang lebih maju mulai dari sisi kebudayaan, politik, agama, budaya sampai
ekonominya.

4. Benda Peninggalan Hindu Budha


CANDI BUDDHA
1. Candi Borobudur
Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur
sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya.
Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa. Borobudur adalah nama
sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
2. Candi Mendut
Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi
dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan
seekor garuda. Candi Mendut adalah sebuah candi berlatar belakang agama Buddha.
3. Candi Ngawen
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua diantaranya mempunyai bentuk yang berbeda
dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan
posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu
candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah
ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.

4. Candi Lumbung
Candi Lumbung adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi
Prambanan, yaitu di sebelah candi Bubrah. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad
ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini merupakan kumpulan dari satu candi
utama (bertema bangunan candi Buddha). Dikelilingi oleh 16 buah candi kecil yang
keadaannya masih relatif cukup bagus.
5. Candi Banyunibo
Candi Banyunibo yang berarti air jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) adalah candi Buddha
yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari kota
Yogyakarta ke arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada saat
zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi yang mempunyai bagian ruangan tengah ini pertama
kali ditemukan dan diperbaiki kembali pada tahun 1940-an, dan sekarang berada di tengah
wilayah persawahan.
6. Kompleks Percandian Batujaya
Kompleks Percandian Batujaya adalah sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian Buddha
kuna yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang,
Provinsi Jawa Barat. Situs ini disebut percandian karena terdiri dari sekumpulan candi yang
tersebar di beberapa titik.
7. Candi Muara Takus
Candi Muara Takus adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Riau, Indonesia. Kompleks
candi ini tepatnya terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar
atau jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru, Riau.
8. Candi Sumberawan
Candi Sumberawan hanya berupa sebuah stupa, berlokasi di Kecamatan Singosari, Malang.
Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari. Candi ini Merupakan peninggalan Kerajaan
Singhasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa ituPemandangan di sekitar candi ini
sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah
yang memberi nama Candi Rawan. Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk
stupa. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada
keempat sisinya.

9. Candi Brahu
Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Buddha, didirikan abad 15 Masehi. Candi ini
berusia jauh lebih tua ketimbang candi lain di sekitar Trowulan. Menurut buku Bagus
Arwana, kata Brahu berasal dari kata Wanaru atau Warahu. Nama ini didapat dari sebutan
sebuah bangunan suci seperti disebutkan dalam prasasti Alasantan, yang ditemukan tak jauh
dari candi brahu. Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok pada tahun 861 Saka atau 9
September 939. Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja
Brawijaya. Pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990 hingga 1995.

CANDI HINDU
1. Candi Cetho
Candi Cetho merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir
pemerintahan Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van
de Vlies pada 1842. A.J. Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya. Pada
keadaannya yang sekarang, Candi Cetho terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Sebelum
gapura besar berbentuk candi bentar, pengunjung mendapati dua pasang arca penjaga. Aras
pertama setelah gapura masuk merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman
dan di sini terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Cetho.
2. Candi Asu
Candi Asu adalah nama sebuah candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Candi
Pos, kelurahan Sengi, kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, provinsi Jawa Tengah (kirakira 10 km di sebelah timur laut dari candi Ngawen). Di dekatnya juga terdapat 2 buah candi
Hindu lainnya, yaitu candi Pendem dan candi Lumbung (Magelang). Nama candi tersebut
merupakan nama baru yang diberikan oleh masyarakat sekitarnya. Disebut Candi Asu karena
didekat candi itu terdapat arca Lembu Nandi, wahana dewa Siwa yang diperkirakan
penduduk sebagai arca asu anjing. Disebut Candi Lumbung karena diduga oleh penduduk
setempat dahulu tempat menyimpan padi (candi Lumbung yang lain ada di kompleks Taman
Wisata candi Prambanan). Ketiga candi tersebut terletak di pinggir Sungai Pabelan, dilereng
barat Gunung Merapi, di daerah bertemunya (tempuran) Sungai Pabelan dan Sungai
Tlingsing. Ketiganya menghadap ke barat.

3. Candi Gunung Wukir


Candi Gunung Wukir atau Candi Canggal adalah candi Hindu yang berada di dusun Canggal,
kalurahan Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Candi ini tepatnya berada
di atas bukit Gunung Wukir dari lereng gunung Merapi pada perbatasan wilayah Jawa
Tengah dan Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini merupakan candi tertua yang dibangun
pada saat pemerintahan raja Sanjaya dari zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada tahun
732 M (654 tahun Saka). Selain prasasti Canggal, dalam candi ini dulu juga ditemukan altar
yoni, patung lingga (lambang dewa Siwa), dan arca lembu betina atau Andini.
4. Candi Prambanan
Berdiri di bawah Candi Hindu terbesar di Asia Tenggara ini selarik puisi tiba-tiba terlintas di
benak. Candi Prambanan yang dikenal juga sebagai Candi Roro Jonggrang ini menyimpan
suatu legenda yang menjadi bacaan pokok di buku-buku ajaran bagi anak-anak sekolah dasar.
Kisah Bandung Bondowoso dari Kerajaan Pengging yang ingin memperistri dara cantik
bernama Roro Jonggrang. Si putri menolak dengan halus. Ia mempersyaratkan 1000 candi
yang dibuat hanya dalam waktu semalam. Bandung yang memiliki kesaktian serta merta
menyetujuinya. Seribu candi itu hampir berhasil dibangun bila akal licik sang putri tidak ikut
campur. Bandung yang kecewa lalu mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca, yang diduga
menjadi arca Batari Durga di salah satu candi.
5. Candi Gunung Sari
Candi Gunung Sari adalah salah satu candi Hindu Siwa yang ada di Jawa. Lokasi candi ini
berdekatan dengan Candi Gunung Wukir tempat ditemukannya Prasasti Canggal. Candi
Gunung Sari dilihat dari ornamen, bentuk, dan arsitekturnya kemungkinan lebih tua daripada
Candi Gunung Wukir.
6. Arca Gupolo
Arca Gupolo adalah kumpulan dari 7 buah arca berciri agama Hindu yang terletak di dekat
candi Ijo dan candi Barong, di wilayah kelurahan Sambirejo, kecamatan Prambanan,
Yogyakarta. Gupolo adalah nama panggilan dari penduduk setempat terhadap patung
Agastya yang ditemukan pada area situs. Walaupun bentuk arca Agastya setinggi 2 meter ini
sudah tidak begitu jelas, namun senjata Trisula sebagai lambang dari dewa Siwa yang
dipegangnya masih kelihatan jelas. Beberapa arca yang lain, kebanyakan adalah arca dewa
Hindu dengan posisi duduk.

7. Candi Cangkuang
Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah
Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi inilah juga yang pertama kali
ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda.
8. Candi Gedong Songo
Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya
Hindu yang terletak di Desa Candi, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa
Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat lima
buah candi. Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan
budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
9. Candi Pringapus
Candi Pringapus adalah candi di desa Pringapus, Ngadirejo, Temanggung 22 Km arah barat
laut ibu kota kabupaten Temanggung. Arca-arca berartistik Hindu yang erat kaitanya dengan
Dewa Siwa menandakan bahwa Candi Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis. Candi
tersebut dibangun pada tahun tahun 772 C atau 850 Masehi menurut prasasti yang ditemukan
di sekitar candi ketika diadakan restorasi pada tahun 1932.
10. Candi Sukuh
Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di Kabupaten
Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai
candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini digolongkan
kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena banyaknya obyek-obyek
lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas.
11. Candi Sewu
Candi Sewu adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks candi Prambanan (hanya
beberapa ratus meter dari candi utama Roro Jonggrang). Candi Sewu (seribu) ini diperkirakan
dibangun pada saat kerajaan Mataram Kuno oleh raja Rakai Panangkaran (746784). Candi
Sewu merupakan komplek candi Buddha terbesar setelah candi Borobudur, sementara candi
Roro Jonggrang merupakan candi bercorak Hindu. Menurut legenda, candi ini berjumlah 999
dan dibuat oleh seorang tokoh sakti bernama, Bandung Bondowoso hanya dalam waktu satu
malam saja, sebagai prasyarat untuk bisa memperistri dewi Roro Jonggrang. Namun
keinginannya itu gagal karena pada saat fajar menyingsing, jumlahnya masih kurang satu.

TUGAS SEJARAH

TEORI-TEORI MASUKNYA
PENGARUH HINDU DAN
BUDDHA DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

INDAH SARI
IRIANTI
JULYANDARI PUTRI
LUTHFIAH YUWANDA

KELAS : X AP 3

SMK NEGERI 1 MEDAN


T . P : 2014/2015

Anda mungkin juga menyukai