Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERKEMBANGAN HINDU DI
INDONESIA

Disusun Oleh :
Yhusofi Whidastira

XI IA 4/27

SMA NEGERI 3
Jl. Medang No. 17, Magelang, Jawa Tengah
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, karena
atas limpahan rahmat dan karunia Nya lah sehingga kami
dapat menyelesaikan Makalah Sejarah ini sesuai waktunya.
Kami mencoba berusaha menyusun makalah ini
sedemikian
rupa
dengan
harapan
dapat
membantu
pembaca
dalam
memahami
pelajaran
Sejarah yang
merupakan judul dari Makalah kami, yaitu Perkembangan
Agama Hindu di Indonesia. Disamping itu, kami berharap
bahwa
Makalah Sejarah
ini
dapat
dijadikan
bekal
pengetahuan untuk melangkah ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi lagi.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan Makalah
Sejarah ini masih ada kekurangan sehingga kami berharap
saran dan kritik dari pembaca sekalian agar dapat
meningkatkan mutu dalam penyajian berikutnya.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Magelang, 12 Desember 2015

Penyusun
Yhusofi Whidastira

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada tahap
awal diyakini berasal dari India. Pengaruh itu diduga mulai
masuk pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan
peninggalan sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan
kemiripan itu. Sebelum kenal dengan kebudayaan India,
bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat itu
belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi atau keraton.
Tata kota di pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu.
Demikian pula dalam hal kebudayaan yang lain seperti
peribadatan dan kesastraan.
Candi Prambanan merupakan salah satu peninggalan
agama hindu yang ada di Jawa Tengah. Sedangkan Borobudur
adalah merupakan candi peninggalan agama budha. Agama
hindu dan budha masuk di berbagai tempat di Indonesia
melalui berbagai jalur, antara lain pendidikan, perdagangan,
dan lain-lain.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses masuk dan berkembangnya
pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia ?
2. Daerah mana saja yang dipengaruhi dan tidak di
pengaruhi unsur hindu-buddha di Indonesia sampai abad
XIV
3. Kerajaan apa saja yang bercorak hindu-budha di
Indonesia.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses masuk dan berkembangnya
pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia.
2. Untuk mengetahui kerajaan-kerajaan yang berorak
hindu-budha di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Hindu Budha di
Indonesia
1.
Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan HinduBuddha di Indonesia
Munculnya pemerintahan kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu-Budha di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh
kebudayaan India. Kebudayaan India itu bersentuhan dengan
kebudayaan Indonesia. Persentuhan kebudayaan ini terjadi
sebagai salah satu akibat dari adanya hubungan yang
dilakukakan oleh orang-orang India dengan orang-orang
Indonesia atau sebaliknya. Hubungan itu berawal dari kegiatan
perdagangan sehingga pengaruh-pengaruh kebudayaan India
dengan Budha masuk ke Indonesia.
a. Bangsa India yang Aktif
Pendapat mengenai keaktifan orang-orang India dalam
menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia yaitu
sebagai berikut :
1) Hipotesis Waisya
Hipotesis waisya dikemukakan oleh NJ. Krom yang
menyebutkan bahwa proses masuknya kebudayaan HinduBudha melalui hubungan dagang antara India dan Indonesia.
2) Hipotesis Ksatria
Ada tiga pendapat mengenai proses penyebaran kebudayaan
Hindu-Budha yang dilakukan oleh golongan Ksatria yaitu :
a) CC. Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria yang
turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di

Indonesia. Para ksatria Hindia yang terlibat konflik dalam


masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Para ksatria
memberi bantuan yang banyak membantu kemenangan
bagi salah satu kelompok atau suku yang bertikai
sebagai hadiahnya ada diantara mereka yang kemudian
dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku
yang dibantunya. Dari perkawinannya itu para ksatria
dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Budha pada
keluarga yang dinikahinya.
b) Moekerji juga mengatakan bahwa golongan ksatria dari
India lah yang membawa pengaruh kebudayaan HinduBudha di Indonesia. Para ksatria membangun koloni
koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.
c)

J.L
Moens
mencoba
menghubungkan
proses
tebentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal
abad ke-5 dengan situasi yang terjadi di India pada abad
yang sama. Ternyata sekitar abad ke-5 ada diantara
para keluarga kerajaan di India selatan melarikan diri ke
Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran.
Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.

3) Hipotesis Brahmana
Jc. Van Leur mengatakan bahwa kebudayaan HinduBudha di India yang menyebar ke Indonesia dibawa oleh
golongan brahmana. Hal itu didasarkan pada pengamatan
terhadap sisa-sisa peniggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak
Hindu-Budha di Indonesia terutama pada prasasti-prasasti yang
menggunakan bahasa sansekerta dan huruf pallawa. Karena
hanya golongan brahmana lah yang menguasai bahasa dan
huruf itu maka sangat jelas disini adanya peran brahmana.
b. Bangsa Indonesia yang Aktif
Pendapat
mengenai
keaktifan
orang-orang
Indonesia
diungkapkan oleh F.D.K Bosch. Menurut Bosch, yang pertama
kali datang ke Indonesia adalah orang-orang India yang
memiliki semangat untuk menyebarkan agama Hindu-Budha.

Setelah tiba di Indonesia mereka menyebarka ajarannya.


Karena pengaruhnya itu ada diantara tokoh masyarakat yang
tertarik untuk mengikuti ajarannya. Pada perkembangan
selanjutnya, banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India
untuk berziarah dan belajar agama Hindu-Budha di Indonesia.
Sekembalinya di Indonesia merekalah yang mengajarkannya
pada masyarakat yang lain.

B. Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia


Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan
salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di
Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang
memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaankerajaan itu antara lain :
1. Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai dengan nama asli Kutai Martadipura
merupakan kerajaan hindu tertua di Indonesia, dengan aliran
agama hindu-siwa. Letaknya di Muara Kaman tepatnya pada
hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Keberadaan kerajaan
ini ditandai dengan adanya 7 buah prasasti, yang dinamai
prasasti yupa dengan huruf palawa dan bahasa sansekerta.
Pendirinya adalah Raja Kudungga. Setelah Raja Kudungga
wafat, kerajaan diambil alih oleh putranya, Raja Aswawarman.
Dan setelah Raja Aswawarman wafat, kerajaan diambil alih oleh
putra Raja Aswawarman, yaitu Raja Mulawarman.
Pada sebuah prasasti Yupa abad ke-4, dikisahkan bahwa
Raja Mulawarman telah menyumbangkan 1000 ekor sapi
kepada para brahmana. Kisah ini menceritakan betapa
dermawannya seorang Raja Mulawarman, dari sini dapat
dianalisis bahwa masyarakat Kutai makmur dan bermata
pencaharian sebagai petani dan beternak.
2. Kerajaan Tarumanegara

Sumber mengenai kerajaan Tarumanegara berasal dari


tujuh buah prasasti yang berbahasa sansekerta dan huruf
pallawa. Prasasti tersebut adalah prasasti Ciaruteun, Kebun
Kopi, Jambu, Tugu, Pasar Awi, Muara Cianten, dan Lebak.
Seorang musafir Cina bernama Fa-Hsien pernah datang di Jawa
pada tahun 414 M. Ia telah menyebut keberadaan kerajaan Tolo-mo atau Taruma di Pulau Jawa. Kerajaan Tarumanegara
diperkirakan berkembang pada abad V M. Raja terbesar yang
berkuasa
adalah
Purnawarman.
Wilayah
kekuasaan
Purnawarman meliputi hampir seluruh Jawa Barat dengan pusat
kekuasaan di daerah Bogor. Raja pernah memerintahkan
pembangunan irigasi dengan cara menggali sebuah saluran
panjang 6.112 tumbak ( 11 km). Saluran itu berfungsi untuk
mencegah bahaya banjir. Saluran ini selanjutnya disebut
sebagai sungai Gomati.

3. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan sriwijaya adalah salah satu kerajaan terbesar
yang pernah berjaya di Indonesia. Kerajaan ini mampu
mengembangkan diri sebagai negara maritim dengan
menguasai
lalu
lintas
pelayaran
dan
perdagangan
internasional. Keberadaan kerajaan ini diketahui melalui enam
buah prasasti yang menggunakan bahasa melayu kuno dan
huruf pallawa, serta telah menggunakan angka tahun saka.
Prasasti tersebut adalah Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga
Batu, Kota Kapur dan Karang Berahi. Nama Sriwijaya juga
terdapat dalam berita Cina dan disebut Shih-lo-fo-shih atau Foshih. Sementara itu di berita Arab, Sriwijaya disebut dengan
Zabag atau Zabay atau dengan sebutan Sribuza. Seorang
pendeta Cina yang bernama I-Tsing sering dataang ke Sriwijaya
sejak tahun 672 M. Ia menceritakan bahwa di Sriwijaya
terdapat 1.000 orang pendeta yang menguasai agama seperti
di India. Berita dari Dinasti Sung juga menceritakan tentang
pengiriman utusan dari Sriwijaya tahun 971-992 M.

Raja pertama Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri


Jayanaga. Raja yang terkenal dari kerajaan Sriwijaya adalah
Balaputradewa. Ia memerintah sekitar abad IX M. Sriwijaya
merupakan pusat pendidikan dan penyebaran agama Buddha
di Asia Tenggara. Menurut berita I-Tsing, pada abad VIII M di
Sriwijaya terdapat 1.000 orang pendeta yang belajar agama
Buddha di bawah bimbingan Sakyakirti. Menurut prasasti
Nalanda, para pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama
Buddha dan ilmu lainnya di India. Kebudayaan Kerajaan
Sriwijaya sangat maju dan bisa dilihat dari peninggalan suci
sepeti stupa, candi, atau patung/arca Buddha seperti
ditemukan di Jambi, Muara Takus, dan Gunung Tua (Padang
Lawas) serta di Bukit Siguntang (Palembang).

4. Mataram Kuno
Menurut Teori Van Bammalen, letak kerajaan ini
berpindah-pindah, hal ini disebabkan oleh 2 alasan, yaitu
karena adanya bencana alam letusan Gunung Merapi, dan
karena adanya peperangan dalam perebutan kekuasaan.
Awalnya, pada abad ke-8 kerajaan ini terletak di daerah Jawa
Tengah, kemudian setelah Gunung Merapi meletus pada abad
ke-10, kerajaan ini dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok.
Agama di kerajaan ini pun terbagi menjadi 2, yaitu hindu pada
Dinasti Sanjaya dan budha pada Dinasti Syailendra. Kerajaan
Mataram Kuno didirikan oleh Raja Sanna. Raja Sanna kemudian
digantikan oleh keponakannya, Raja Sanjaya.
Setelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram
Kuno diperintah oleh putranya yang bernama Rakai
Panangkaran. Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran
adalah Rakai Warak, kemudian Rakai Warak digantikan oleh
Rakai Garung (Samaratungga). Di tengah-tengah pemerintahan
kerajaan Mataram Kuno, Datanglah keinginan Rakai Pikatan
untuk menjadi penguasa tunggal sebagai Dinasti Sanjaya.
Persaingan antara Dinasti Sanjaya yang dipimpin Rakai Pikatan
dengan Dinasti Syailendra yang dipimpin Raja Samaratungga,

membuat cita-cita Rakai Pikatan untuk menjadi penguasa


tunggal di Pulau Jawa terhalang. Terjadi pertikaian antar kedua
dinasti. Akhirnya pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua
dinasti melalui pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari
Dinasti Sanjaya dengan Pramodawardhani dari Dinasti
Syailendra. Namun, pernikahan antara Rakai Pikatan dengan
Pramodawardhani ternyata tidak membuahkan kedamaian,
malah justru membuat pertikaian antara Dinasti Sanjaya
dengan Dinasti Syailendra semakin sengit.
Akhirnya, Rakai Pikatan sebagai Dinasti Sanjaya berhasil
menguasai kerajaan sedangkan Pramodawardhani bersama
anaknya, Balaputradewa melarikan diri ke Palembang, Sumatra
Selatan untuk kemudian mereka menjalankan sebuah kerajaan
bernama Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan Prasasti Balitung,
setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno diperintah
oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat
yang juga jadi pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri
atas lima patih ini di antaranya adalah:
a.
b.
c.
d.
e.

Ratu, Datu, Sri Maharaj


Rakryan Mahamantri I Hino
Mahamantri Halu & Mahamantri I Sirikan
Mahamantri Wko & Mahamantri Bawang
Rakryan Kanuruhan
Raja Mataram selanjutnya adalah Rakai
Watuhumalang, kemudian dilanjutkan oleh Dyah Balitung yang
bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung
Dharmodaya Maha Dambhu sebagai Raja Mataram Kuno yang
sangat terkenal. Raja Balitung berhasil menyatukan kembali
Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan. Di masa
pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur
pemerintahan dengan menambah susunan hierarki. Bawahan
Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat penting, yaitu Rakryan I
Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh dua
pejabat lainnya.
Rakryan I Halu, dan Rakryan I Sirikan. Selain struktur
pemerintahan baru, Raja Balitung juga menulis Prasasti

Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih


ini adalah prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang
memuat silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di Kerajaan
Mataram Kuno. Kerajaan Mataram Kuno masih mengalami
pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat kerajaan
pindah ke Jawa Timur. Mpu Daksa, yang pada masa
pemerintahan Raja Balitung menjabat Rakryan i Hino,
melakukan kudeta karena merasa bahwa ia adalah keturunan
asli Dinasti Sanjaya, kemudian Mpu Daksa digantikan oleh
menantunya, Sri Maharaja Tulodhong.
5.

Kerajaan Singasari

Keberadaan Kerajaan Singasari didasarkan pada


kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang
menjelaskan raja-raja yang memerintah di Singasari serta kitab
Pararaton yang juga menceritakan keajaiban Ken Arok. Ken
Arok semula sebagai akuwu (bupati) di Tumapel menggantikan
Tunggul Ametung yang dibunuhnya karena tertarik kepada Ken
Dedes isteri Tunggul Ametung. Pada tahun 1222 M Ken Arok
menyerang kediri sehingga Kertajaya mengalami kekalahan
pada pertempuran di desa Ganter.
Ken Arok menyatakan dirinya sebagai Raja Singasari
dengan gelar Sri Rangga Rajasa Bhattara Sang Amurwabhumi.
Raja Singasari yang terkenal adalah Kertanegara Karena di
bawah
pemerintahannya
Singasari
mencapai
puncak
kebesarannya. Kertanegara bergelar Sri Maharajaderaja Sri
Kertanegara mempunyai gagaasan politik untuk memperluas
wilayah kekuasannya, menyingkirkan lawan - lawan politiknya,
menumpas pemberontakan, menyatukan agama Syiwa dan
Buddha menjadi agama Tantrayana (Syiwa Buddha dipimpin
oleh Dharma Dyaksa), melakukan politik perkawinan, dan
mengirim ekspedisi Pamalayu tahun 1275.
6. Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu
terakhir dan terbesar di Indonesia. Letaknya di Pulau Jawa.

Pendirinya adalah Raden Wijaya yang sempat melarikan diri ke


Madura bersama istrinya saat terjadi Peristiwa Mahapralaya.
Kerajaan Majapahit, awalnya hanyalah sebuah desa kecil
bernama Desa Tarik yang merupakan pemberian Raja
Jayakatwang dari Kediri. Raden Wijaya telah dimaafkan dan
dipercaya tidak bersalah atas kesalahan generasi atasnya.
Singkat cerita, pada tahun 1292, armada Cina yang
terdiri dari 1.000 buah kapal dengan 20.000 orang prajurit tiba
di Tuban, Jawa Timur dengan tujuan untuk menyerang Raja
Kertanegara yang telah merebut Kerajaan Melayu dan
menyatakan tidak mau tunduk pada Kaisar Kubilai Khan.
Mereka tidak tau bahwa Raja Kertanegara beserta Kerajaan
Singhasari itu telah meninggal dan hancur dikalahkan oleh Raja
Jayakatwang dari Kediri. Mengetahui rencana penyerangan dari
Cina ini, Raden Wijaya mengambil kesempatan untuk merebut
kembali Kerajaan Singhasari. Ia menggabungkan diri dengan
pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di Kediri.
Kerajaan Kediri tidak mampu menghadapi serangan,
sehingga Raja Jayakatwang berhasil dikalahkan. Kemenangan
itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta pora.
Mereka tidak menyangka ketika sedang berpesta pora, pasukan
Majapahit balik menyerang mereka. Akhirnya pasukan armada
Cina kalah, dan mereka segera kembali ke tanah airnya. Sejak
saat itu Kerajaan Majaphit mulai berkuasa. Pada tahun 1295,
berturut-turut pecah pembrontakan yang dipimpin oleh Rangga
lawe dan disusul oleh Saro serta Nambi. Pembrontakanpembrontakan itu bisa dipadamkan. Raden Wijaya wafat pada
tahun 1309 dan mendapat penghormatan di dua tempat, yaitu
Candi Simping (Sumberjati) dan Candi Artahpura. Setelah
Raden Wijaya wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang
bernama Jayanegara menggantikannya sebagai Raja Majapahit.
Pada awal pemerintahannya Jayanegara harus
menghadapi sisa pemberontakan yang meletus dimasa
ayahnya masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja
Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkari)

yang dipimpin oleh Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke


Desa Bedager. Raja Jayanegara wafat tahun 1328 karena
dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang
bernama Tanca. Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia
kemudian digantikan oleh adik perempuannya Bhre Kahuripan
yang bergelar Tribuanatunggadewi Jayawishnuwardhani.
Suaminya bernama Cakradhara yang berkuasa di
Singasari
dengan
gelar
Kertawerdhana.
Dari
kitab
Negarakertagama,
digambarkan
adanya
beberapa
pemberontakan
di
masa
pemerintahan
Ratu
Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya
adalah pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331.
Namun pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada.
Setelah itu Gajah Mada bersumpah di hadapan Raja dan para
pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan amukti palapa
(memakan buah palapa), sebelum ia dapat menundukan
seluruh Nusantara di bawah naungan Majapahit.
Pada tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan
Majapahit yang diberi nama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350,
Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa
22 tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam
Wuruk dinobatkan sebagai raja Majapahit dan bergelar Sri
Rajasanagara dan Gajah Mada diangkat sebagai Patih
Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan
Gajah
Mada,
Kerajaan
Majapahit
mencapai
puncak
kejayaannya. Kerajaan Majapahit menguasai wilayah yang
sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk pada
Majapahit, namun ada satu kerajaan kecil yang belum berhasil
dikuasai kerajaan Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda Galuh. Raja
Hayam Wuruk bersama Patih Gajah Mada berusaha untuk
menaklukan kerajaan tersebut.
Namun ketika itu Raja Hayam Wuruk terlanjur jatuh
cinta pada putri dari Kerajaan Sunda Galuh yang bernama Dyah
Pitaloka. Raja Hayam Wuruk bermaksud untuk menikahi Dyah
Pitaloka. Ia mengundang keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh

datang ke Kerajaan Majapahit untuk menikah dengan Dyah


Pitaloka. Ketika keluarga besar dari kerajaan Sunda Galuh tiba
di Kerajaan Majapahit, terjadi kesalahpahaman. Patih Gajah
Mada mengira bahwa keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh
ingin menyerang Kerajaan Majapahit, akhirnya Patih Gajah
Mada segera mengeluarkan pasukan dan membunuh semua
anggota keluarga Kerajaan Sunda Galuh. Hanya Dyah Pitaloka
yang tidak dibunuh. Melihat seluruh keluarganya tewas, Dyah
Pitaloka pun akhirnya melakukan belapati (bunuh diri) pada
dirinya sendiri.
Raja Hayam wuruk yang mengetahui peristiwa
kesalah pahaman tersebut menjadi marah, terlebih ketika
melihat calon istrinya mati karena bunuh diri atas
kesalahpahaman patihnya. Akhirnya, Raja Hayam Wuruk pun
sakit, dan meninggal karena sakit hati. Sejak kematian Raja
Hayam Wuruk, maka Kerajaan Majapahit mencapai masa
kemunduran, perlahan-lahan kekuasaan Majapahit pun runtuh.
Pada salah satu versi cerita, dikisahkan Sang Patih, Gajah Mada
pergi ke sebuah gunung untuk berdiam diri dan menjadi
pertapa karena merasa bersalah pada rajanya.

C.
Peninggalan-peninggalan Kebudayaan
Hindu-Budha
Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah
membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaan di
Indonesia. Kebudayaan yang datang dari India mengalami
proses penyesuaian dengan kebudayaan asli Indonesia.
Terjadilah proses akulturasi. Pengaruh kebudayaan HinduBudha di Indonesia dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan
sejarah dalam berbagai bidang, antara lain:
1) Bidang agama, dibuktikan dengan berkembangnya agama
Hindu dan Budha di Indonesia.

2) Bidang politik dan pemerintahan, sistem pemerintahan yang


berlangsung di Indonesia masih berupa pemerintahan
kesukuan yang dipimpin oleh seorang kepala suku. Kemudian
masuknya pengaruh India membawa pengaruh pada
terbentuknya kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di
Indonesia.
3) Bidang pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan semacam
asrama merupakan bukti dari pengaruh kebudayaan HinduBudha. Lembaga tersebut mempelajari satu bidang saja, yaitu
keagamaan.
4) Bidang sastra dan bahasa, pengaruh kebudayaan HinduBudha pada bidang sastra menggunakan bahasa Sansekerta
dan huruf Pallawa oleh masyarakat Indonesia. Karya sastra itu
antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Arjunawiwaha,
Bharatayudha,
Gatotkacasraya
Arjuna wijaya dan Sutasoma
Negarakertagama
Wretta sancaya Lubdhaka.

5) Bidang seni tari, relief-relief yang terdapat pada candi-candi


Borobudur dan Prambanan menunjukan adanya bentuk tarian
yang berkembang pada masa itu. Tarian perang, tuwung,
bungkuk, ganding, matapukan merupakan tarian yang terlihat
direlief candi tersebut.
6) Hiasan pada candi atau sering disebut dengan relief yang
terdapat pada candi-candi di Indonesia.
7) Wujud akulturasi pemujaan arwah leluhur dengan ajaran
Hindu-Budha yang dapat dilihat dari bentuk arca dan patung
yang ditempatkan di Candi.
8) Bidang seni bangunan. Bidang seni bangunan adalah salah
satu peninggalan budaya Hindu-Budha di Indonesia yang
sangat menonjol antara lain candi dan stupa.

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan

Pendapat mengenai proses masuk dan berkembangnya


kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia, yaitu hipotesis Waisya,
Hipotesis Ksatria, Hipotesis Brahmana dan teori Arus Balik.
Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan HinduBudha membawa pengaruh besar di berbagai bidang. Kerajaankerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu
bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia.
Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang memiliki
kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu
antara lain : Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan
Sriwijaya, Mataram Kuno, Kerajaan Singhasari, Kerajaan
Majapahit. Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah
membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaaan di
Indonesia. Namun kebudayaan asli Indonesia tidak begitu
luntur. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses
penyesuaian dengan kebudayaan, maka terjadilah proses
akulturasi kebudayaan.

B.

Saran

Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada tahap awal


diyakini berasal dari India. Pengaruh itu diduga mulai masuk
pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan
peninggalan sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan
kemiripan itu. Sebelum kenal dengan kebudayaan India,
bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat itu
belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi atau keraton.
Tata kota di pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu.

Demikian pula dalam hal kebudayaan yang lain seperti


peribadatan dan kesastraan.Kita harus menjaga kelestarian dan
budaya-budaya yang ditinggalkan agama Hindu-Budha.

DAFTAR PUSTAKA
Nasrudin Muh, Warsito S.W, Nursaban Muh, Mari Belajar IPS VII,
Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional,
2008
Iwan Setiawan dkk, Wawasan Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan
Departemen
Pendidikan Nasional Indonesia, 2008
Rickflefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gajah
Mada
university Press, 1998
http://armia11ips104.blogspot.com/2012/10/ kerajaan-hindubudha-di.html, 18-09-2013.

Anda mungkin juga menyukai