Teori Arus Balik dikemukakan oleh F.D.K Bosch. Teori ini berasumsi bahwa perkembangan ajaran Hindu-Buddha yang
pesat di India, kabarnya sampai terdengar sampai ke Nusantara, dan kemudian menarik minat para terpelajar di
Nusantara untuk berguru ke India. Setelah mereka berguru dan pulang ke Nusantara, mereka mulai menyebarkan
agama baru yang mereka pelajari di sana sebagai pemuka agama dan pendeta.
Kelemahan: Para sejarawan berpendapat bahwa saat itu masyarakat Nusantara masih bersifat pasif.
Teori Waisya dikemukakan oleh N.J.Krom. Teori ini menyebutkan bahwa para pedagang yang beragama Hindu-Buddha
lah penyebar utama agama tersebut di Nusantara.
Kelemahan: Para pedagang hanya tertarik pada perdagangan dan ketidak mampu membaca huruf Sanksekerta
Teori Kesatria dikemukakan oleh C.C. Berg, Mookerij, J.C. Moens. Teori ini menyebutkan banyak para ksatria yang
melarikan diri karena peperangan di India. Para ksatria yang berasal dari keluarga kerajaan mendirikan kerajaan baru di
Indonesia.
Kelemahan: Kasta Ksatria tidak dapat berbahasa Sanksekerta dan tidak adanya bukti berupa prasasti baik di India
maupun di Indonesia yang menyebutkan adanya penaklukan/pembukaan daerah baru.
Teori Brahmana dikemukakan oleh J.C. Van Leur. Teori ini menyatakan bahwa agama Hindu dan Buddha masuk ke
Indonesia dibawa oleh kaum brahmana (pendeta) yang diundang para penguasa di Indonesia.
Kelemahan: Para Brahmana tidak dapat menyeberangi laut dan akan kehilangan hak jika meninggalkan negara nya.
Teori Sudra dikemukakan oleh Van van Faber. Menurut teori ini masuknya agama Hindu Buddha ke Indonesia dibawa
oleh orang-orang India berkasta Sudra. Golongan berkasta Sudra atau pekerja kasar dari India menginginkan kehidupan
lebih baik dengan pergi ke daerah lain, salah satunya Indonesia.
Kelemahan: Budak dan tawanan tidak memahami bahasa sansekerta dan huruf pallawa.
Prasasti-prasasti:
1. Prasasti Ciaruteun-A: "Inilah sepasang (telapak) kaki, yang seperti (telapak kaki) Dewa Wisnu, ialah
telapak kaki Yang Mulia Purnawarman, raja di negara Taruma (Tarumanagara), raja yang gagah berani di
dunia".
2. Prasasti Tugu adalah salah satu prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanagara. Prasasti tersebut isinya
menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh
Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.
3. Prasasti Kebon Kopi (Cibungbulan) isi prasasti ini menceritakan tentang gajah
tunggangan dari Raja Purnawarman.
4. Prasasti Jambu atau Prasasti Pasir Koleangkak ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan huruf Pallawa. Isi
prasasti Jambu adalah “Tapak kaki ini adalah tapak kaki Sri Purnawarman, Raja tarumanagara. Baginda termasyhur gagah
berani, jujur dan setia menjalankan tugasnya”.
Pernyataan terkait:
Menurut Prasasti Tugu, wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh Jawa Barat, yaitu membentang dari Banten, Jakarta, Bogor,
hingga Cirebon. Kerajaan ini diperkirakan ada sejak abad V, sezaman dengan Kerajaan Kutai. Nama-nama rajanya, antara lain
Purnawarman dan Sri Maharaja Linggawarman (666–669 M). Adapun corak agama Kerajaan Tarumanegara adalah Hindu Wisnu.
1. Dari Yupa yang ditemukan muncul nama Kudungga sebagai pendiri Kerajaan Kutai. Menurut para ahli sejarah, nama Kudungga
dianggap sebagai nama asli Indonesia sebelum mendapatkan pengaruh bahasa India.
2. Pengaruh budaya Hindu terhadap sistem kekuasaan di kerajaan Kutai adalah terbentuknya kerajaan yang dipengaruhi
pemerintahan di India, dengan raja yang menyandang gelar Hindu berbahasa Sansekerta, dan mendapat legitimasi dengan
menyelenggarakan upacara agama Hindu. Bukti bahwa Kerajaan Kutai telah mendapatkan pengaruh budaya India adalah
ditemukannya bahasa Sansekerta yang tercantum dalam Prasasti Yupa, adanya upacara aswamedha, dan adanya upacara
vratyastoma.
3. Sungai Mahakam merupakan sumber penghidupan bagi penduduk, terutama nelayan dan petani, sebagai sumber air, dan
prasarana transportasi sejak dulu hingga sekarang. Di lembah sungai inilah tempat berkembangnya kerajaan Kutai.
Lokasi pusat Kerajaan Melayu diperkirakan berada di dekat sekitar Jambi (Chan-pei), persisnya di tepi Sungai
Batanghari. Berita dalam sejarah Dinasti Tang (618–906 M) mencatat tentang datangnya utusan dari Mo-lo-
yeu pada 644 M dalam rangka hubungan dagang. Sekitar tahun 692 M, kerajaan ini ditaklukkan Sriwijaya.
Namun, sekitar tahun 1275, kerajaan ini pulih kembali. Kerajaan Melayu mencapai puncak perkembangan
pada masa pemerintahan Adityawarman. Menurut kitab Nagarakertagama, Raja Kertanagara dari Singasari
melancarkan Ekspedisi Pamalayu. Ekspedisi tersebut diikuti pengiriman Arca Amoghapasa pada tahun 1286
sebagai hadiah kepada Maharaja Melayu Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa .
Sriwijaya mengalami kemunduran sekitar abad XII, antara lain disebabkan serangan Kerajaan Medang Kamulan, serangan Kerajaan
Colamandala, Terdesak oleh Kerajaan Thailand, dan serangan Majapahit pada 1477 M.
Kerajaan ini mencapai zaman keemasan di bawah Raja Balaputradewa yang berkuasa sekitar pertengahan abad IX. Selama berkuasa,
salah satu yang dilakukan Raja Balaputradewa adalah menjalin kerjasama dengan raja Dewapaladewa dari India dalam bidang
pendidikan dengan mendirikan asrama untuk para pelajar agama Buddha di India.
Kehidupan politik Kerajaan Sriwijaya mencapai masa kejayaan pada masa Raja Balaputradewa. Dimana pada saat itu, Sriwijaya
sebagai kerajaan maritim memiliki armada laut yang kuat sehingga dapat menguasai jalur-jalur perdagangan seperti Selat Malaka,
Selat Sunda, Selat Karimata, Semenanjung Malaya, dan Tanah Genting Kra. Perkembangan pelayaran dan juga perdagangan di Selat
Malaka semakin pesat karena berada di bawah pimpinan Raja Balaputradewa yang selalu bersikap berani dan tegas dalam
memimpin.
Sumber sejarah: Sumber pertama ada Berita dari Cina pada tahun 647 M ketika Kerajaan Kalingga
dipimpin oleh Ratu Sima. Ia dikenal sebagai ratu yang tegas, jujur dan bijaksana. Sumber kedua
adalah prasasti batu yang ditemukan di lembah Gunung Merbabu dengan huruf Pallawa dan
bahasa Sansekerta.