Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan
dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan
wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh
Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa
terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni
musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan
Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada
masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.
Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada
puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-
14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih
Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas
wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung
Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan
kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak
Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya
kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit,
sekaligus menandai akhir dari era ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses masuknya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui proses masuknya kerajaan-kerajaan
Hindu-Budha di Indonesia

D. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah untuk mengetahui proses masuknya kerajaan-
kerajaan Hindu-Budha di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia


Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya
pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja
yang memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain :
1. Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai dengan nama asli Kutai Martadipura merupakan kerajaan hindu tertua di
Indonesia, dengan aliran agama hindu-siwa. Letaknya di Muara Kaman tepatnya pada hulu
sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Keberadaan kerajaan ini ditandai dengan adanya 7 buah
prasasti, yang dinamai prasasti yupa dengan huruf palawa dan bahasa sansekerta. Pendirinya
adalah Raja Kudungga. Setelah Raja Kudungga wafat, kerajaan diambil alih oleh putranya, Raja
Aswawarman. Dan setelah Raja Aswawarman wafat, kerajaan diambil alih oleh putra Raja
Aswawarman, yaitu Raja Mulawarman.
Pada sebuah prasasti Yupa abad ke-4, dikisahkan bahwa Raja Mulawarman telah
menyumbangkan 1000 ekor sapi kepada para brahmana. Kisah ini menceritakan betapa
dermawannya seorang Raja Mulawarman, dari sini dapat dianalisis bahwa masyarakat Kutai
makmur dan bermata pencaharian sebagai petani dan beternak.

2. Kerajaan Tarumanegara
Sumber mengenai kerajaan Tarumanegara berasal dari tujuh buah prasasti yang
berbahasa sansekerta dan huruf pallawa. Prasasti tersebut adalah prasasti Ciaruteun, Kebun Kopi,
Jambu, Tugu, Pasar Awi, Muara Cianten, dan Lebak. Seorang musafir Cina bernama Fa-Hsien
pernah datang di Jawa pada tahun 414 M. Ia telah menyebut keberadaan kerajaan To-lo-mo atau
Taruma di Pulau Jawa. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang pada abad V M. Raja
terbesar yang berkuasa adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman meliputi hampir
seluruh Jawa Barat dengan pusat kekuasaan di daerah Bogor. Raja pernah memerintahkan
pembangunan irigasi dengan cara menggali sebuah saluran panjang 6.112 tumbak (± 11 km).
Saluran itu berfungsi untuk mencegah bahaya banjir. Saluran ini selanjutnya disebut sebagai
sungai Gomati.

3. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan sriwijaya adalah salah satu kerajaan terbesar yang pernah berjaya di Indonesia.
Kerajaan ini mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim dengan menguasai lalu lintas
pelayaran dan perdagangan internasional. Keberadaan kerajaan ini diketahui melalui enam buah
prasasti yang menggunakan bahasa melayu kuno dan huruf pallawa, serta telah menggunakan

2
angka tahun saka. Prasasti tersebut adalah Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu, Kota Kapur
dan Karang Berahi. Nama Sriwijaya juga terdapat dalam berita Cina dan disebut Shih-lo-fo-shih
atau Fo-shih. Sementara itu di berita Arab, Sriwijaya disebut dengan Zabag atau Zabay atau
dengan sebutan Sribuza. Seorang pendeta Cina yang bernama I-Tsing sering dataang ke
Sriwijaya sejak tahun 672 M. Ia menceritakan bahwa di Sriwijaya terdapat 1.000 orang pendeta
yang menguasai agama seperti di India. Berita dari Dinasti Sung juga menceritakan tentang
pengiriman utusan dari Sriwijaya tahun 971-992 M.
Raja pertama Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanaga. Raja yang terkenal dari
kerajaan Sriwijaya adalah Balaputradewa. Ia memerintah sekitar abad IX M. Sriwijaya
merupakan pusat pendidikan dan penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. Menurut berita I-
Tsing, pada abad VIII M di Sriwijaya terdapat 1.000 orang pendeta yang belajar agama Buddha
di bawah bimbingan Sakyakirti. Menurut prasasti Nalanda, para pemuda Sriwijaya juga
mempelajari agama Buddha dan ilmu lainnya di India. Kebudayaan Kerajaan Sriwijaya sangat
maju dan bisa dilihat dari peninggalan suci sepeti stupa, candi, atau patung/arca Buddha seperti
ditemukan di Jambi, Muara Takus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit Siguntang
(Palembang).

4. Mataram Kuno
Menurut Teori Van Bammalen, letak kerajaan ini berpindah-pindah, hal ini disebabkan
oleh 2 alasan, yaitu karena adanya bencana alam letusan Gunung Merapi, dan karena adanya
peperangan dalam perebutan kekuasaan. Awalnya, pada abad ke-8 kerajaan ini terletak di daerah
Jawa Tengah, kemudian setelah Gunung Merapi meletus pada abad ke-10, kerajaan ini
dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok. Agama di kerajaan ini pun terbagi menjadi 2,
yaitu hindu pada Dinasti Sanjaya dan budha pada Dinasti Syailendra. Kerajaan Mataram Kuno
didirikan oleh Raja Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya, Raja Sanjaya.
Setelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang
bernama Rakai Panangkaran. Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran adalah Rakai
Warak, kemudian Rakai Warak digantikan oleh Rakai Garung (Samaratungga). Di tengah-
tengah pemerintahan kerajaan Mataram Kuno, Datanglah keinginan Rakai Pikatan untuk menjadi
penguasa tunggal sebagai Dinasti Sanjaya. Persaingan antara Dinasti Sanjaya yang dipimpin
Rakai Pikatan dengan Dinasti Syailendra yang dipimpin Raja Samaratungga, membuat cita-cita
Rakai Pikatan untuk menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa terhalang. Terjadi pertikaian antar
kedua dinasti. Akhirnya pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti melalui pernikahan
politik antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dengan Pramodawardhani dari Dinasti
Syailendra. Namun, pernikahan antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani ternyata tidak
membuahkan kedamaian, malah justru membuat pertikaian antara Dinasti Sanjaya dengan
Dinasti Syailendra semakin sengit.
Akhirnya, Rakai Pikatan sebagai Dinasti Sanjaya berhasil menguasai kerajaan sedangkan
Pramodawardhani bersama anaknya, Balaputradewa melarikan diri ke Palembang, Sumatra

3
Selatan untuk kemudian mereka menjalankan sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sriwijaya.
Berdasarkan Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno diperintah
oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga jadi pelaksana
pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima patih ini di antaranya adalah:
a. Ratu, Datu, Sri Maharaj
b. Rakryan Mahamantri I Hino
c. Mahamantri Halu & Mahamantri I Sirikan
d. Mahamantri Wko & Mahamantri Bawang
e. Rakryan Kanuruhan
Raja Mataram selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang, kemudian dilanjutkan oleh Dyah
Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Maha
Dambhu sebagai Raja Mataram Kuno yang sangat terkenal. Raja Balitung berhasil menyatukan
kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan. Di masa pemerintahannya, Raja
Balitung menyempurnakan struktur pemerintahan dengan menambah susunan hierarki. Bawahan
Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja
yang didampingi oleh dua pejabat lainnya.
Rakryan I Halu, dan Rakryan I Sirikan. Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung
juga menulis Prasasti Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah
prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya
di Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja
sebelum akhirnya pusat kerajaan pindah ke Jawa Timur. Mpu Daksa, yang pada masa
pemerintahan Raja Balitung menjabat Rakryan i Hino, melakukan kudeta karena merasa bahwa
ia adalah keturunan asli Dinasti Sanjaya, kemudian Mpu Daksa digantikan oleh menantunya, Sri
Maharaja Tulodhong.

5. Kerajaan Singhasari
Keberadaan Kerajaan Singhasari didasarkan pada kitab Negarakertagama karangan Mpu
Prapanca yang menjelaskan raja-raja yang memerintah di Singasari serta kitab Pararaton yang
juga menceritakan keajaiban Ken Arok. Ken Arok semula sebagai akuwu (bupati) di Tumapel
menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya karena tertarik kepada Ken Dedes isteri
Tunggul Ametung. Pada tahun 1222 M Ken Arok menyerang kediri sehingga Kertajaya
mengalami kekalahan pada pertempuran di desa Ganter.
Ken Arok menyatakan dirinya sebagai Raja Singasari dengan gelar Sri Rangga Rajasa
Bhattara Sang Amurwabhumi. Raja Singasari yang terkenal adalah Kertanegara Karena di bawah
pemerintahannya Singasari mencapai puncak kebesarannya. Kertanegara bergelar Sri
Maharajaderaja Sri Kertanegara mempunyai gagaasan politik untuk memperluas wilayah
kekuasannya, menyingkirkan lawan-lawan politiknya, menumpas pemberontakan, menyatukan
agama Syiwa dan Buddha menjadi agama Tantrayana (Syiwa Buddha dipimpin oleh Dharma
Dyaksa), melakukan politik perkawinan, dan mengirim ekspedisi Pamalayu tahun1275.

4
6. Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu terakhir dan terbesar di Indonesia.


Letaknya di Pulau Jawa. Pendirinya adalah Raden Wijaya yang sempat melarikan diri ke Madura
bersama istrinya saat terjadi Peristiwa Mahapralaya. Kerajaan Majapahit, awalnya hanyalah
sebuah desa kecil bernama Desa Tarik yang merupakan pemberian Raja Jayakatwang dari
Kediri. Raden Wijaya telah dimaafkan dan dipercaya tidak bersalah atas kesalahan generasi
atasnya.
Singkat cerita, pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan
20.000 orang prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur dengan tujuan untuk menyerang Raja
Kertanegara yang telah merebut Kerajaan Melayu dan menyatakan tidak mau tunduk pada
Kaisar Kubilai Khan. Mereka tidak tau bahwa Raja Kertanegara beserta Kerajaan Singhasari itu
telah meninggal dan hancur dikalahkan oleh Raja Jayakatwang dari Kediri. Mengetahui rencana
penyerangan dari Cina ini, Raden Wijaya mengambil kesempatan untuk merebut kembali
Kerajaan Singhasari. Ia menggabungkan diri dengan pasukan cina dan menyerang Raja
Jayakatwang di Kediri.
Kerajaan Kediri tidak mampu menghadapi serangan, sehingga Raja Jayakatwang berhasil
dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta pora. Mereka
tidak menyangka ketika sedang berpesta pora, pasukan Majapahit balik menyerang mereka.
Akhirnya pasukan armada Cina kalah, dan mereka segera kembali ke tanah airnya. Sejak saat itu
Kerajaan Majaphit mulai berkuasa. Pada tahun 1295, berturut-turut pecah pembrontakan yang
dipimpin oleh Rangga lawe dan disusul oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan itu
bisa dipadamkan. Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat penghormatan di dua
tempat, yaitu Candi Simping (Sumberjati) dan Candi Artahpura. Setelah Raden Wijaya wafat,
putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara menggantikannya sebagai Raja
Majapahit.
Pada awal pemerintahannya Jayanegara harus menghadapi sisa pemberontakan yang
meletus dimasa ayahnya masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja Jayanegara
diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh Gajah Mada ia
kemudian diungsikan ke Desa Bedager. Raja Jayanegara wafat tahun 1328 karena dibunuh oleh
salah seorang anggota dharmaoutra yang bernama Tanca. Oleh karena ia tidak mempunyai putra
ia kemudian digantikan oleh adik perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar
Tribuanatunggadewi Jayawishnuwardhani.
Suaminya bernama Cakradhara yang berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana.
Dari kitab Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa
pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah
pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan itu dapat
dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada bersumpah di hadapan Raja dan para

5
pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan amukti palapa (memakan buah palapa), sebelum ia dapat
menundukan seluruh Nusantara di bawah naungan Majapahit.
Pada tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam
Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22
tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja
Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara dan Gajah Mada diangkat sebagai Patih
Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Kerajaan Majapahit
mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit menguasai wilayah yang sangat luas.
Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk pada Majapahit, namun ada satu kerajaan kecil yang
belum berhasil dikuasai kerajaan Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda Galuh. Raja Hayam Wuruk
bersama Patih Gajah Mada berusaha untuk menaklukan kerajaan tersebut.
Namun ketika itu Raja Hayam Wuruk terlanjur jatuh cinta pada putri dari Kerajaan Sunda
Galuh yang bernama Dyah Pitaloka. Raja Hayam Wuruk bermaksud untuk menikahi Dyah
Pitaloka. Ia mengundang keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh datang ke Kerajaan Majapahit
untuk menikah dengan Dyah Pitaloka. Ketika keluarga besar dari kerajaan Sunda Galuh tiba di
Kerajaan Majapahit, terjadi kesalahpahaman. Patih Gajah Mada mengira bahwa keluarga besar
Kerajaan Sunda Galuh ingin menyerang Kerajaan Majapahit, akhirnya Patih Gajah Mada segera
mengeluarkan pasukan dan membunuh semua anggota keluarga Kerajaan Sunda Galuh. Hanya
Dyah Pitaloka yang tidak dibunuh. Melihat seluruh keluarganya tewas, Dyah Pitaloka pun
akhirnya melakukan belapati (bunuh diri) pada dirinya sendiri.
Raja Hayam wuruk yang mengetahui peristiwa kesalah pahaman tersebut menjadi marah,
terlebih ketika melihat calon istrinya mati karena bunuh diri atas kesalahpahaman patihnya.
Akhirnya, Raja Hayam Wuruk pun sakit, dan meninggal karena sakit hati. Sejak kematian Raja
Hayam Wuruk, maka Kerajaan Majapahit mencapai masa kemunduran, perlahan-lahan
kekuasaan Majapahit pun runtuh. Pada salah satu versi cerita, dikisahkan Sang Patih, Gajah
Mada pergi ke sebuah gunung untuk berdiam diri dan menjadi pertapa karena merasa bersalah
pada rajanya.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendapat mengenai proses masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di
Indonesia, yaitu hipotesis Waisya, Hipotesis Ksatria, Hipotesis Brahmana dan teori Arus Balik.
Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh besar di
berbagai bidang. Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu bukti
adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang
raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain :
Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno, Kerajaan
Singhasari, Kerajaan Majapahit. Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah membawa
pengaruh terhadap perkembangan kebudayaaan di Indonesia. Namun kebudayaan asli Indonesia
tidak begitu luntur. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses penyesuaian dengan
kebudayaan, maka terjadilah proses akulturasi kebudayaan.

B. Saran
Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari India.
Pengaruh itu diduga mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan
peninggalan sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum kenal dengan
kebudayaan India, bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat itu belum dikenal
arsitektur bangunan seperti candi atau keraton. Tata kota di pusat kerajaan juga dipengaruhi
kebudayaan hindu. Demikian pula dalam hal kebudayaan yang lain seperti peribadatan dan
kesastraan.Kita harus menjaga kelestarian dan budaya-budaya yang ditinggalkan agama Hindu-
Budha.

Anda mungkin juga menyukai