Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

Sejarah Kerajaan hindu- budha di indonesia

Nama : Aditya dwi putra


Kelas : X Mipa 3
Absen : 1

SMAT KRIDA NUSANTARA


TAHUN AJARAN
2021 - 2022
Daftar Isi

Bab 1 pendahuluan
A. latar belakang
B. rumusan Masalah
C. Tujuan

Bab 2 Pembahasan
a. kerajaan Tarumanegara
b. kerajaan holding
c. kerajaan sriwijaya
d. kerajaan mataram kuno
e. kerajaan kediri
f. kerajaan singasari
g. kerajaan majapahit
h. kerjaan bali
i. kerajaan sunda

Bab 3 penutup
a. kesimpulan
b. Saran

BAB 1
pendahuluan
A. Latar Belakang
Indonesia mulai berkembang pada masa kerajaan Hindu-Budha berkat
hubungan perdagangan dengan negara-negara tetangga dan lebih jauh seperti
India, Cina, dan kawasan Timur Tengah. Diperkirakan masuknya agama Hindu
ke Indonesia pada awal masa Masehi, dibawa oleh para musafir dari India
antara lain: Maha Resi Agastya yang di Jawa dikenal dengan Batara Guru atau
Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yaitu pengelana Buddhis
Pahyien.

Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan Hindu-Budha yaitu kerajaan
Tarumanagara yang disusul oleh Kerajaan Sunda hingga abad ke-16. Pada masa
ini muncul dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Pada abad ke-7
hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatera.
Penjelajah Cina I-Tsing mengunjungi ibu kotanya Palembang sekitar tahun 670.
Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah hingga Jawa Tengah
dan Kamboja.
Abad ke-14 juga menjadi saksi kebangkitan kerajaan Hindu di Jawa Timur,
Majapahit. Patih Majapahit antara 1331 dan 1364, Gajah Mada, berhasil
menguasai apa yang sekarang sebagian besar adalah Indonesia dan sebagian
besar Semenanjung Malaya. Peninggalan zaman Gajah Mada meliputi
kodifikasi hukum dan pembentukan budaya Jawa, seperti yang terlihat dalam
epos Ramayana.

B. Latar masalah
1. bagaimana sejarah kerajaan Taruma negara
2. bagaimana sejarah kerajaan holding
3. bagaimana sejarah kerajaan sriwijaya
4. bagaimana sejarah kerajaan mataram kuno
5. bagaimana sejarah kerajaan kediri
6. bagaimana sejarah kerajaan singasari
7. bagaimana sejarah kerajaan majapahit
8. bagaimana sejarah kerajaan bali
9. bagaimana sejarah kerajaan sunda

C. tujuan
a. untuk mengetahui sejarah kerajaan taruma negara
b. untuk mengetahui sejarah kerajaan holding
c. untuk mengetahui sejarah kerajaan sriwijaya
d. untuk mengetahui sejarah kerajaan Mataram kuno
e. untuk mengetahui sejarah kerajaan kediri
f. untuk mengetahui sejarah kerajaan singasari
g. untuk mengetahui sejarah kerajaan majapahit
h. untuk mengetahui sejarah kerajaan Bali
i. untuk mengetahui sejarah kerajaan sunda

A . kerajaan tarumanegara
Kerajaan Tarumanagara merupakan kerajaan tertua di pulau Jawa yang
diperkirakan berdiri pada abad ke-5 Masehi. Berdasarkan catatan sejarah dan
peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, dapat diketahui bahwa kerajaan
Tarumanagara merupakan kerajaan Hindu aliran Wisnu.

Sumber sejarah tentang kerajaan Tarumanagara diketahui dari prasasti yang


ditinggalkannya. Prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta. Sejauh ini telah ditemukan 7 prasasti, yaitu: Prasasti Kebon Kopi,
Prasasti Ciaruteun, Prasasti Pasir Awi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten,
dan Prasasti Tugu. Selain itu, sumber kerajaan Tarumanagara lainnya didapat
dari catatan seorang pengelana Cina bernama Fa-Hien. Dalam perjalanannya ke
India ia berhenti di Ye-Po-Ti (Pulau Jawa).

Berdasarkan sumber-sumber tersebut, gambaran kehidupan masyarakat


Tarumanagara dapat diperoleh. Mata pencahariannya adalah bertani dan
berdagang. Menurut berita yang ditulis oleh Fa-Hien, barang yang
diperdagangkan adalah cula badak, cangkang penyu dan perak. Fa-Hien juga
menjelaskan bahwa di Tarumanagara ada tiga agama, yaitu Hindu, Buddha dan
kepercayaan animisme. Raja memeluk agama Hindu.

Raja Kerajaan Tarumanagara yang terkenal adalah Purnawarman. Ia dikenal


sebagai raja yang pemberani dan tegas. Dia juga dekat dengan para brahmana
dan rakyatnya. Ia adalah seorang raja yang jujur, adil, dan bijaksana dalam
memerintah. Untuk memajukan pertanian, raja memerintahkan pembangunan
irigasi dengan menggali saluran dengan panjang 6.112 tumbak (± 11 km).
Saluran itu disebut Sungai Gomati. Saluran ini tidak hanya digunakan sebagai
irigasi tetapi juga untuk mencegah banjir.

B. Kerajaan Holding

Kerajaan Kalingga atau Kerajaan Holing adalah sebuah kerajaan Hindu-Budha


di Jawa yang berdiri pada abad ke-6 hingga ke-7. Letak kerajaan ini berada di
pesisir utara Jawa Tengah, antara Kabupaten Pekalongan dan Jepara. Pendiri
Kerajaan Kalingga adalah keturunan Dinasti Syailendra, yang kemudian
menjadi penguasa Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan ini mencapai puncak
kejayaannya pada masa pemerintahan Ratu Shima yang memerintah antara
tahun 674-695 M. Tidak banyak cerita atau informasi tentang Kerajaan
Kalingga. Bukti yang menyebutkan keberadaannya kebanyakan berasal dari
Tiongkok, salah satunya berasal dari seorang pendeta bernama Hwi-ning yang
pernah mengunjungi Kerajaan Kalingga pada tahun 664-667 M.

Kehidupan Politik Kerajaan Kalingga Meski baru berdiri sekitar satu abad,
Kerajaan Kalingga telah membawahi 28 kerajaan kecil yang diberi kebebasan
untuk mengatur pemerintahannya sendiri. Namun, kerajaan-kerajaan ini harus
tunduk pada peraturan kerajaan, menyerahkan upeti tahunan, dan mengakui
sebagai bawahan Kerajaan Kalingga. Penguasa kerajaan kecil itu adalah kerabat
dekat penguasa Kalingga. Perekonomian Kerajaan Kalingga bertumpu
pada sektor perdagangan dan pertanian. Letaknya yang berada di pesisir utara
Jawa menyebabkan sektor perdagangan maritim berkembang pesat. Komoditi
perdagangan Kalingga antara lain cangkang penyu, emas, perak, cula badak,
dan gading. Sementara itu, daerah pedalaman yang subur dimanfaatkan untuk
mengembangkan kegiatan pertanian dengan produk utama beras. Selain itu,
beberapa warga juga pandai membuat minuman dari bunga kelapa dan bunga
aren.

Masa Kejayaan dan Kejatuhan Kerajaan Kalingga Salah satu raja Kerajaan
Kalingga yang terkenal adalah Ratu Shima yang memerintah antara tahun 674-
695 M. Pemimpin Kerajaan Kalingga-lah yang berhasil membawa kerajaan
tersebut ke puncak kejayaannya. Ratu Shima memerintah dengan sangat keras,
tegas, tetapi juga adil, sehingga rakyatnya hidup dalam keamanan, ketertiban,
dan ketertiban. Pada masa kejayaannya, Kerajaan Kalingga menjadi pusat
agama Buddha di Jawa. Setelah kematian Ratu Shima, Kerajaan Kalingga
ditaklukkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Kalingga kemudian dibagi
menjadi dua, yaitu Kerajaan Keling yang diperkirakan berada di sekitar
Magelang dan Kerajaan Medang yang diperkirakan berada di sekitar
Yogyakarta. Peninggalan Kerajaan Kalingga Prasasti Tuk Mas Prasasti
Sojomerto Candi Angin Candi Bubrah Situs Puncak Songolikur Gunung Muria

C. Kerajaan sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya didirikan sekitar abad ke-7 Masehi. Kerajaan Sriwijaya


merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah ada di Indonesia. Kerajaan ini
mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim dengan mengendalikan
lalu lintas pelayaran dan perdagangan dari Selat Malaka, Selat Sunda, hingga
Laut Jawa.

Sumber sejarah kerajaan Sriwijaya diperoleh dari prasasti yang berasal dari
dalam negeri dan prasasti dari luar negeri. Prasasti yang berasal dari dalam
negeri antara lain: Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuwo, Prasasti
Telaga Batu, Prasasti Kota Kapur, Prasasti Karang Berahi, Prasasti Palas
Pasemah, dan Prasasti Amoghapasa. Prasasti dari luar negeri antara lain Prasasti
Ligor, Prasasti Nalanda, Prasasti Kanton, Prasasti Grahi, dan Prasasti Chaiya.
Sumber sejarah lain tentang kerajaan Sriwijaya diperoleh dari seorang pendeta
Tionghoa bernama I-tsing.

Berdasarkan sumber-sumber tersebut, diperoleh informasi tentang Kerajaan


Sriwijaya sebagai berikut.

Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi pusat kegiatan ilmiah Buddhis di Asia


Tenggara.
Pulau Bangka dan Jambi Hulu ditaklukkan oleh Kerajaan Sriwijaya pada tahun
686 M.
Pada awal abad ke-11 Raja Rajendracola dari Kerajaan Colamandala (India)
melakukan invasi besar-besaran ke Sriwijaya. Serangan ke Colamandala
berhasil dihalau namun berhasil melemahkan kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Sriwijaya diperkirakan terletak di Palembang, dekat pantai dan di tepi
Sungai Musi. Pada awalnya masyarakat Sriwijaya hidup dengan bertani.
Namun, karena dekat dengan pantai, perdagangan berkembang pesat. Kemudian
perdagangan menjadi mata pencaharian utama masyarakat Sriwijaya.

Perkembangan perdagangan didukung oleh letak Sriwijaya yang strategis.


Sriwijaya terletak di persimpangan jalur perdagangan internasional. Para
pedagang dari India ke Cina atau dari Cina ke India singgah di Sriwijaya, begitu
juga para pedagang yang hendak ke Cina. Pedagang bongkar muat barang
dagangan di Sriwijaya Dengan demikian, Sriwijaya semakin ramai dan
berkembang menjadi pusat perdagangan. Untuk memperkuat posisinya,
Sriwijaya membentuk armada angkatan laut yang kuat. Melalui armada
angkatan laut yang kuat, Sriwijaya mampu menguasai perairan Asia Tenggara,
perairan Laut Natuna, Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa.
Selain menjadi pusat perdagangan, kerajaan Sriwijaya juga berkembang
menjadi pusat agama Buddha Mahayana di Asia Tenggara. Menurut catatan
Pendeta I-Tsing, ada ribuan pendeta dan mahasiswa Buddha yang tinggal di
Sriwijaya. Pada tahun 671 M, I-Tsing tinggal di Sriwijaya untuk mempelajari
tata bahasa Sansekerta sebagai persiapan kunjungannya ke India. Seperti I-tsing,
pendeta Tionghoa lainnya yang akan belajar agama Buddha di India didorong
untuk belajar di Sriwijaya terlebih dahulu selama satu hingga dua tahun.
Disebutkan pula bahwa para pendeta yang mempelajari agama Buddha
dibimbing oleh seorang guru bernama Sakyakirti. Berdasarkan hal tersebut,
dapat disimpulkan bahwa kerajaan Sriwijaya sejak abad ke-7 Masehi telah
menjadi pusat kegiatan ilmiah Buddhis.

Raja Kerajaan Sriwijaya yang terkenal adalah Balaputradewa. Dia memerintah


sekitar abad ke-9 Masehi. Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya mencapai
masa kejayaannya. Wilayah Sriwijaya meluas. Wilayah kekuasaannya meliputi
Sumatera dan pulau-pulau di sekitar Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah,
sebagian Kalimantan dan Semenanjung Malaya.

Pada abad ke-11 kekuasaan Kerajaan Sriwijaya mulai menurun. Salah satu
penyebabnya adalah invasi besar-besaran ke Sriwijaya oleh Raja Rajendracola
dari Colamandala. Pada tahun 1017 M, kerajaan Colamandala melakukan
serangan pertamanya. Serangan kedua dilakukan pada tahun 1025. Serangan ke
Colamandala dapat dihalau, tetapi kekuatan armada Sriwijaya mengalami
kemunduran. Akibat perang ini, banyak kapal Sriwijaya yang hancur dan
tenggelam. Hal ini menyebabkan banyak wilayah Sriwijaya memisahkan diri.
Pada tahun 1377 angkatan laut Majapahit menyerang Sriwijaya. Serangan ini
mengakhiri sejarah kerajaan Sriwijaya.

D. Kerajaaan mataram kuno


Kerajaan Mataram Kuno berdiri pada pertengahan abad ke-8. Kerajaan ini
diperintah oleh dua dinasti, yaitu dinasti Sanjaya yang beragama Hindu dan
dinasti Sailendra yang beragama Budha. Kedua dinasti itu saling melengkapi
dan terkadang memerintah bersama. Sumber sejarah kerajaan Mataram Kuno
diperoleh dari prasasti peninggalannya. Prasasti tersebut antara lain Prasasti
Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Ligor, Prasasti Nalanda, Prasasti Klurak,
dan Prasasti Mantyasih.

Kehidupan politik kerajaan Mataram Kuno ditandai dengan pemerintahan dua


dinasti berturut-turut. Berdasarkan prasasti Canggal diketahui bahwa Mataram
Kuno pada mulanya diperintah oleh Raja Sanna, kemudian digantikan oleh
keponakannya yang bernama Sanjaya. Raja Sanjaya memerintah dengan
bijaksana agar rakyatnya hidup aman dan tentram. Hal ini terlihat dari prasasti
Canggal yang menyatakan bahwa tanah Jawa kaya akan beras dan emas. Setelah
Raja Sanjaya, Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Panangkaran. Dalam
prasasti Kalasan disebutkan bahwa Rakai Panangkaran telah memberikan
hadiah tanah dan memerintahkan untuk membangun sebuah kuil untuk Dewi
Tara dan sebuah biara untuk pendeta Buddha. Tanah dan bangunan tersebut
terletak di Kalasan. Hal ini menunjukkan bahwa Rakai Panangkaran
mendukung perkembangan agama Buddha.

Sepeninggal Rakai Panangkaran, Mataram Kuno terpecah menjadi dua. Satu


pemerintahan yang dipimpin oleh keluarga Sanjaya yang menganut agama
Hindu memerintah di bagian selatan Jawa. Pemerintahan lain yang dipimpin
oleh keluarga Syailendra yang memeluk agama Buddha memerintah di bagian
utara Jawa. Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sanjaya tercantum dalam
Prasasti Canggal dan Prasasti Mantyasih. Raja-raja yang berkuasa dari keluarga
Syailendra tercantum dalam Prasasti Ligor, Prasasti Nalanda dan Prasasti
Klurak.

Perpisahan itu tidak berlangsung lama. Rakai Pikatan dari keluarga Sanjaya
menikah dengan Pramodhawardhani dari keluarga Syailendra. Melalui
pernikahan ini, Mataram Kuno dapat dipertemukan kembali. Pada masa
pemerintahan Pikatan-Pramodhawardani, wilayah Mataram berkembang sangat
luas, meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setelah Rakai Pikatan meninggal,
Mataram Kuno diperintah oleh Dyah Balitung. Ia memerintah pada tahun 898-
911 M. Pada masa pemerintahannya, Mataram Kuno mencapai puncak
kejayaannya.
Raja-raja berikutnya yang memerintah Mataram Kuno yaitu Raja Daksa
memerintah pada 910–919 M, Raja Tulodong memerintah pada 919–924 M,
dan Sri Maharaja Rakai Wawa memerintah pada 924 – 929 M Pada masa
pemerintahan Sri Maharaja Rakai Wawa terjadi letusan dahsyat . Gunung
Merapi yang melanda wilayah Jawa Tengah. Melihat situasi kerajaan yang tidak
aman, Mpu Sindok sebagai pejabat di pemerintahan Sri Maharaja Rakai Wawa
memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur. Selain karena bencana alam,
perpindahan ini juga disebabkan oleh serangan dari Sriwijaya ke Mataram. Hal
ini mengakibatkan Mataram Kuno semakin terdesak ke timur.

Kehidupan ekonomi masyarakat Mataram Kuno berasal dari pertanian karena


terletak di pedalaman. Selain pertanian, masyarakat Mataram Kuno juga
mengembangkan kehidupan bahari dengan memanfaatkan sungai Bengawan
Solo.

Di bidang kebudayaan, Mataram Kuno banyak menghasilkan karya berupa


candi dan stupa. Keluarga Hindu Sanjaya meninggalkan candi-candi seperti
kompleks Candi Dieng, kompleks Candi Gedongsongo dan Candi Prambanan.
Sementara itu, keluarga Syailendra yang beragama Buddha meninggalkan stupa
seperti Borobudur, Mendut, dan Pawon.

E. Kerajaan kediri

Munculnya Kerajaan Kediri berawal dari pembagian kerajaan oleh Airlangga


menjadi Janggala dan Panjalu (Kediri). Kedua kerajaan ini dibatasi oleh Sungai
Brantas. Tujuan Airlangga membagi kerajaan adalah untuk mencegah
perpecahan antara kedua putranya. Namun, upaya ini gagal. Setelah Airlangga
meninggal pada tahun 1049 M, terjadilah perang antara Janggala dan Panjalu
(Kediri). Perang ini berakhir dengan kekalahan Janggala. Kerajaan itu
dipersatukan kembali di bawah kekuasaan Panjalu (Kediri).

Sumber sejarah kerajaan Kediri antara lain Prasasti Padlegan, Prasasti


Panumbangan, Prasasti Hantang atau Ngantang, Prasasti Talandan, dan Prasasti
Desa Jepang. Raja-raja yang memerintah di Kediri antara lain Jayawarsa,
Jayabaya, Sarwewara, Gandara, Kameswara dan Kertajaya. Pada zaman
Jayabaya, kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya. Pada awal
pemerintahan Jayabaya, kekacauan akibat konflik dengan Janggala terus
berlanjut. Baru pada tahun 1135 M Jayabaya berhasil memadamkan kekacauan
tersebut. Sebagai bukti, terdapat prasasti Hantang yang berisi prasasti Panjalu
Jayati, yang artinya Panjalu menang. Ini untuk memperingati kemenangan
Panjalu atas Jenggala. Setelah itu, Jayabaya mulai menata dan mengembangkan
kerajaannya.

Kehidupan ekonomi kerajaan Kediri berasal dari pertanian, pelayaran dan


perdagangan. Hasil pertanian utama masyarakat Kediri adalah beras. Pelayaran
dan perdagangan juga semakin berkembang, hal ini didukung oleh angkatan laut
Kediri yang cukup tangguh. Dalam perdagangan, benda-benda yang
diperdagangkan antara lain emas, perak, gading, cendana, dan hasil pertanian
lainnya. Perkembangan seni rupa pada masa kerajaan Kediri ditandai dengan
lahirnya beberapa buku sastra. Kitab-kitab tersebut antara lain Kitab
Baratayuda, Kitab Kresnayana, Kitab Smaradahana, dan Kitab Lubdaka.

Pemerintahan Kediri berakhir pada zaman Kertajaya. Pada masa


pemerintahannya, terjadi konflik antara raja dan para Brahmana karena
Kertajaya sombong dan berani melanggar adat. Para brahmana kemudian
berlindung pada Ken Arok yang merupakan penguasa Tumapel. Pada tahun
1222 M, Ken Arok dengan dukungan para brahmana menyerang Kediri. Kediri
dapat dikalahkan oleh KenArok.

F. Kerajaan singhasari
Kerajaan Singhasari atau sering ditulis dengan nama Singhasari atau Singosari,
adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun
1222 M. Sumber sejarah Kerajaan Singhasari antara lain Kitab Pararaton, Kitab
Kertagama Negara dan beberapa prasasti, seperti Prasasti Balawi, Maribong,
dan Prasasti. Kusmala, dan Mula-Malurung. Menurut Pararaton, Tumapel
awalnya hanya merupakan daerah vasal Kerajaan Kediri. Tumapel dikuasai oleh
seorang Akuwu bernama Tunggul Ametung. Kemudian Tunggul Ametung
digulingkan dari kekuasaannya oleh Ken Arok yang merupakan bawahan
Tunggul Ametung. Ken Arok menjadi Akuwu baru.

Ketika Ken Arok menguasai Tumapel, di kerajaan Kediri terjadi perselisihan


antara Raja Kertajaya dan para Brahmana. Para brahmana melarikan diri ke
Tumapel. Mereka meminta perlindungan kepada Ken Arok. Dengan dukungan
para Brahmana, Ken Arok menyerang Kediri. Perang melawan Kediri meletus
di desa Ganter dan Kediri berhasil dikalahkan. Setelah Kediri dikalahkan, Ken
Arok mendirikan kerajaan Singhasari dan menjadi raja pertama dengan gelar Sri
Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi.

Kerajaan Singhasari mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan


Kertanegara. Ia bercita-cita untuk memperluas kekuasaannya hingga mencakup
seluruh nusantara. Kertanegara berhasil memperluas kekuasaannya ke beberapa
daerah antara lain Bali, Kalimantan Barat Daya, Maluku, Sunda, dan Pahang.
Pada tahun 1275 M Raja Kertanegara mengirimkan pasukannya ke Melayu atau
dikenal dengan Ekspedisi Pamalayu. Selain untuk menggoyahkan kerajaan
Sriwijaya, ekspedisi ini juga bertujuan untuk menahan serbuan tentara Mongol
di bawah pimpinan Kaisar Kubilai Khan yang sedang memperluas wilayah
kekuasaannya di Asia Tenggara.

Beberapa kali utusan Kaisar Kubilai Khan datang ke Singhasari menuntut agar
Kertanegara mengakui kedaulatan Kubilai Khan di Cina. Kertanegara menolak
dengan tegas klaim tersebut. Kemudian Kubhilai Khan mengirim armada
Mongol ke pulau Jawa untuk menaklukkan Kertanegara. Untuk persiapan
serangan tentara Mongol, Kertanegara mengirimkan pasukannya ke luar Jawa.
Perang ini tidak terjadi karena Kertanegara telah meninggal pada tahun 1292 M
akibat serangan dari Jayakatwang (keturunan Raja Kediri).

Kehidupan ekonomi Kerajaan Singhasari berasal dari pertanian dan


perdagangan. Daerah Singhasari terletak di pedalaman dan dialiri oleh dua
sungai besar yaitu Sungai Solo dan Sungai Brantas. Selain digunakan untuk
pertanian, kedua sungai ini juga digunakan sebagai sarana pelayaran dan lalu
lintas perdagangan. Pada masa pemerintahan Kertanegara, perdagangan
mendapat perhatian yang cukup besar. Hal ini terlihat dari upaya Kertanagera
menggeser posisi Sriwijaya sebagai penguasa perdagangan di Selat Malaka.
Upaya tersebut diwujudkan dengan melaksanakan Ekspedisi Pamalayu.

G. kerajaan majapahit

Majapahit adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang berdiri sekitar tahun
1293 M. Kerajaan Majapahit dianggap sebagai kerajaan Hindu-Budha terbesar
dalam sejarah Indonesia. Sumber sejarah kerajaan Majapahit diperoleh dari
kitab Pararaton, kitab Sutasoma, dan kitab Negarakertagama. Selain itu juga
terdapat beberapa prasasti, antara lain Prasasti Gunung Butak, Prasasti Kudadu,
Prasasti Blambangan, dan Prasasti Langgaran.

Munculnya Kerajaan Majapahit erat kaitannya dengan runtuhnya Kerajaan


Singhasari. Ketika Singhasari diserang oleh Jayakatwang, Raden Wijaya yang
merupakan menantu Kertanegara berhasil melarikan diri. Ia mendapat bantuan
dari Bupati Sumenep bernama Arya Wiraraja. Berkat bantuannya, Raden
Wijaya mendapat pengampunan dari Jayakatwang dan diberi tanah di hutan
Tarik dekat Mojokerto. Daerah itu kemudian diberi nama Majapahit.

Raden Wijaya kemudian mengumpulkan kekuatan untuk melawan


Jayakatwang. Saat bersiap menyerang Jayakatwang, pasukan Mongol tiba di
pulau Jawa. Mereka dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk menaklukkan
Kertanegara. Orang Mongol mengira Kertanegara masih berkuasa di Singhasari.
Mereka tidak mengetahui bahwa Kertanegara telah meninggal dan kerajaannya
telah jatuh ke tangan Jayakatwang.

Kedatangan tentara Mongol dimanfaatkan oleh Raden Wijaya. Ia segera


bergabung dengan tentara Mongol untuk menyerang Jayakatwang. Dengan
mudah tentara Mongol dan pasukan Raden Wijaya berhasil mengalahkan
Jayakatwang. Setelah berhasil mengalahkan Jayakatwang, tentara Mongol
merayakan kemenangannya. Ketika pasukan Mongol lengah, Raden Wijaya
berbalik menyerang mereka. Tentara Mongol dihancurkan dan sisanya kembali
ke negara mereka. Keberhasilan mengalahkan Jayakatwang dan menghancurkan
tentara Mongol mengantarkan Raden Wijaya menjadi penguasa di Jawa Timur.
Ia mendirikan kerajaan Majapahit dan menjadi raja dengan gelar Kertarajasa
Jayawardhana.

Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan


Hayam Wuruk dari tahun 1350-1389 M. Pemerintahan Hayam Wuruk dibantu
oleh Gajah Mada. Menurut kitab Nagarakertagama, wilayah kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi,
kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian
Filipina. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam,
Burma selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta besar ke Cina.

Kejayaan Majapahit bukan hanya dari segi pemerintahan. Di bidang ekonomi,


Majapahit berkembang menjadi negara agraris dan maritim. Sebagai negara
agraris, Majapahit yang terletak di pedalaman dan dekat dengan sungai sangat
cocok untuk pertanian. Produk utamanya adalah beras. Untuk meningkatkan
pertanian, dibuat saluran irigasi, bendungan, dan penggunaan lahan pertanian
secara bergilir. Artinya tanah tetap subur dan tidak kehabisan lahan pertanian.
Sebagai negara maritim, Majapahit memiliki armada laut yang kuat sehingga
mampu mengawasi seluruh perairan di Nusantara.

Sejumlah pelabuhan di pesisir utara Pulau Jawa menjadi tempat strategis di


tengah jalur perdagangan Kepulauan Maluku yang menghasilkan rempah-
rempah. Majapahit menjadikan pelabuhan-pelabuhan tersebut sebagai pusat
perdagangan. Beberapa kota pelabuhan penting pada masa Majapahit, antara
lain Canggu, Surabaya, Gresik, Sedayu, dan Tuban. Saat itu banyak pedagang
dari luar seperti dari China, India, dan Siam.

Pada masa kerajaan Majapahit, bidang sastra mengalami kemajuan. Karya


sastra yang terkenal adalah Kitab Negarakertagama. Selain sastra,
Negarakertagama juga merupakan sumber sejarah Majapahit. Buku terkenal
lainnya adalah Sutasoma. Kitab Sutasoma memuat kata-kata yang kini menjadi
semboyan negara Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Bidang seni bangunan
juga berkembang. Banyak bangunan candi telah dibuat. Misalnya, Candi
Penataran dan Sawentar di daerah Blitar, Candi Tigawangi dan Surawana di
dekat Pare, Kediri, dan Candi Tikus di Trowulan.

Kemuliaan Majapahit mulai menurun setelah masa pemerintahan Hayam Wuruk


berakhir. Selain itu, terjadinya perang saudara yang dikenal dengan Perang
Paragreg pada tahun 1401-1406 M menyebabkan kekuatan Majapahit melemah.
Unsur lain yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Majapahit adalah meluasnya
pengaruh Islam pada waktu itu. Kerajaan Majapahit akhirnya runtuh setelah
diserang oleh pasukan Demak di bawah pimpinan Adipati Unus.

H. kerajaan bali
Menurut berita Cina, di sebelah timur Kerajaan Kalingga terdapat kawasan Po-li
atau Dwa-pa-tan yang bisa diibaratkan dengan Bali. Adat di Dwa-pa-tan sama
dengan orang Kaling. Misalnya, orang biasa menulis daun lontar. Ketika
seseorang meninggal, tubuhnya dihiasi dengan emas dan sepotong emas
dimasukkan ke dalam mulutnya, dan diberi bau yang harum. Kemudian mayat
itu dibakar. Hal ini menunjukkan bahwa Bali telah berkembang.

Dalam sejarah Bali, nama Buleleng menjadi terkenal setelah masa pemerintahan
Majapahit. Pada saat di Jawa berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga
berkembang sejumlah kerajaan. Misalnya kerajaan Gelgel, Klungkung, dan
Buleleng yang didirikan oleh I Gusti Ngurak Panji Sakti, kemudian muncul
kerajaan-kerajaan lain. Nama Kerajaan Buleleng semakin terkenal, terutama
setelah zaman penjajahan Belanda di Bali. Saat itu sedang terjadi perang antara
masyarakat Buleleng melawan Belanda.

Pada zaman dahulu, sebenarnya Buleleng telah berkembang. Pada masa


perkembangan Dinasti Warmadewa, Buleleng diperkirakan menjadi salah satu
wilayah kekuasaan Dinasti Warmadewa. Sesuai dengan letaknya yang berada di
tepi pantai, Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan bahari. Hasil
pertanian dari pedalaman diangkut melalui jalur darat ke Buleleng. Dari
Buleleng, barang dagangan berupa hasil pertanian seperti kapas, beras, asam,
kemiri, dan bawang diangkut atau diperdagangkan ke pulau lain (daerah lain).

Perdagangan dengan pihak lain mengalami perkembangan yang pesat pada


masa Dinasti Warmadewa yang diperintah oleh Anak Wungsu. Hal ini dapat
dibuktikan dengan kata-kata pada prasasti yang tersimpan di Desa Sembiran
yang berangka tahun 1065 Masehi. Kata-kata yang dimaksud berbunyi,
“mengkana ya hana banyaga sakeng sabrangjong, bahitra, rumunduk i
manasa…” Artinya, “kalau kata itu ada saudagar dari seberang yang datang
dengan perahu dan berlabuh di mana…”

Ada sistem perdagangan yang menggunakan sistem barter, ada pula yang
menggunakan alat tukar (uang). Saat itu dikenal beberapa jenis tukar (uang)
misalnya ma, su dan tiang pancang. Dengan berkembangnya perdagangan laut
antar pulau pada zaman dahulu, secara ekonomi Buleleng memiliki peranan
penting bagi perkembangan kerajaan-kerajaan di Bali, misalnya pada masa
Dinasti Warmadewa.

i. kerajaan sunda

Sejarah Kerajaan Sunda

Merupakan kerajaan bercorak Hindu dan Budha yang pernah berdiri pada tahun

932-1579 Masehi. Letak geografis kerajaan berada di Barat pulau Jawa.

Namun, menurut naskah Wangsakerta, kerajaan ini berdiri untuk menggantikan

kerajaan Tarumanegara. Menurut sejarah yang beredar, Jakarta, Banten, Jawa

Barat, dan bagian barat Jawa Tengah merupakan daerah Kerajaam Sunda di

masa lampau.
Sementara menurut Naskah Kuno Primer Bujangga Manik, batas kerajaan

Sunda ini berada di sebelah timur Provinsi Jawa Tengah yaitu Ci Pamali

(Sungai Pamali) atau yang dikenal sekarang Kali Brebes dan Ci Serayu (Kali

Serayu).

Pendiri dan Raja Kerajaan Sunda

Menurut Naskah Wangsakerta, sebelum berdiri menjadi kerajaan mandiri,

Kerajaan Sunda berdiri menggantikan Tarumanagara. Raja Tarumanagara

sendiri yang terakhir bernama Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa

Panunggalan Tirthabumi. Ia memerintah selama 3 tahun yaitu tahun 666-669 M.

Ia menikah dengan Dewi Ganggasari yang berasal dari Indraprahasta.

Pernikahannya dikaruniai dua anak perempuan yang bernama Dewi Manasih

dan Sobakancana.

Dewi Manasih menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sementara Sobakanca

menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayas, pendiri kerajaan Sriwijaya.


Setelah Linggawarman ini wafat, kekuasaan kerajaan turun kepada menantunya,

Tarusbawa, hal ini membuat penguasa Galuh yang bernama Wretikandayun

memberontak dan akhirnya melepas diri dari Tarumanagara.

Tarusbawa kemudian memindahkan kekuasaan ke Sunda, di hulu Sungai

Pakancilan yang saat ini dekat dengan Bogor. Sedangkan Tarumanagara

berubah tahtanya menjadi di bawah kekuasaan kerajaan Sunda. Beliau

dinobatkan menjadi raja Sunda pada tahun 669 M.

Setelah beliau wafat, Sanjaya berhasil menggabungkan Kerajaan Sunda dengan

Galuh. Sanjaya sendiri merupakan cicit dari pendiri Kerajaan Galuh dan cucu

dari Ratu Shima yang merupakan pemimpin Kerajaan Kalingga.

Ia kemudian memimpin Kalingga dan mendirikan Kerajaan Mataram Kuno

sekaligus Wangsa Sanjaya. Karena harus bertakhta di Kalingga, Sanjaya

memberi kekuasaan Sunda pada puteranya yang bernama Rakeyan Panaraban.

Namun, Sunda Galuh justru terpecah kembali. Hingga Panaraban akhirnya

membagi kekuasaan pada kedua puteranya.

Sang Manarah memegang Galuh dan Sang Bangga memegang Sunda. Berabad-

abad lamanya, kedua kerajaan menjalani kehidupannya masing-masing.

Hingga akhirnya kedua kerajaan bersatu kembali, berkat pernikahan Jayadewata

yang mendapat gelar Sri Baduga Maharaja dari Galuh dengan Ambetkasih dari
Sunda. Di bawah kepemimpinan Jayadewata, Kerajaan Sunda dan Galuh

dikenal dengan Kerajaan Pajajaran (Pakuan Pajajaran).

Namun, sayangnya di tahun 1579, Kerajaan Pakuan Pajajaran harus mengalami

masa keruntuhan. Kerajaan ini diserang oleh Kesultanan Banten yang membuat

kerajaan ini harus mengakhiri riwayat panjang perjuangannya.

Peninggalan dan Prasasti Kerajaan Sunda

Kerajaan Sunda memiliki sejumlah prasasti dan situs yang ditemukan baik

dalam keadaan masih maupun rusak. Bukti-bukti inilah yang menjadi dasar

jejak kerajaan mulai dari wilayah kerajaan, ibu kota, hingga raja-rajanya.

Berikut adalah jejak peninggalan Kerajaan Sunda di masa lalu, yaitu:

1. Babad Pajajaran

2. Carita Waruga Guru

3. Carita Parahiangan

4. Kitab cerita Kidung Sundayana

5. Berita asing dari Tome Pires tahun 1513

6. Berita asing dari Pigafetta tahun 1522

7. Prasasti Sanghyang Tapak di Sukabumi

8. Prasasti Batu Tulis di Bogor

9. Prasasti Horren

10. Prasasti Rakyan Juru Pangambat


11. Prasasti Kawali di Ciamis

12. Prasasti Astanagede

13. Tugu Perjanjian Portugis (padrao)

14. Taman perburuan atau Kebun Raya Bogor.

Silsilah Raja-Raja Kerajaan Sunda

Karena kerajaan ini merupakan gabungan dari banyaknya kerajaan, raja-rajanya

pun tersebar di berbagai wilayah. Berikut adalah rangkuman silsilah para raja

Kerajaan Sunda:

1) Salakanagara

2) Tarumanagara

Berikut adalah beberapa rajanya:

1. Jayasingawarman (358 – 382): merupakan pendiri Tarumanagara dan

merupakan menantu Dewawarman VIII. Di masa takhtanya, pusat

pemerintah beralih dari Rajaputra ke Tarumanagara, Salakanagara

kemudian diubah menjadi kerajaan daerah.

2. Dharmayawarman (382 – 395 M).

3. Purnawarman (395 – 434 M): ia membangun kerajaan baru di dekat

pantai bernama Sundapura. Di bawah kekuasaannya ada 48 raja daerah

yang membentang dari Salakanagara sampai ke Purwalingga.


4. Wisnuwarman (434-455).

5. Indrawarman (455-515).

6. Candramawarman (515-535 M).

7. Suryawarman (535 – 561 M): ia melanjutkan kebijakan politik ayahnya

yaitu Candrawarman dengan memberi kepercayaan pada banyak raja

daerah untuk mengurus pemerintahannya sendiri. Ia juga mengalihkan

perhatiannya pada bagian Timur kerajaan.

8. Kertamawarman (561 – 628).

9. Sudhawarman (628-639).

10. Hariwangsawarman (639-640).

11. Nagajayawarman (640-666).

12. Linggawarman (666-669).

13. Tarusbawa (670 – 723): menantu Linggawarman dan berasal dari

Kerajaan Sunda Sambawa.

14. Sanjaya (723 – 732): menantu dari tarusbawa dan cicit dari

Wretikandayun.

15. Tamperan Barmawijaya (732 – 739).

16. Rakeyan Banga (739 – 766).

17. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 – 783).

18. Prabu Gilingwesi (783-795): menantu Rakeyan Medang Prabu

Hulukujang.

19. Pucukbumi Darmeswara (795-819): menantu Prabu Giling Wesi.


20. Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus (819-891).

21. Prabu Darmaraksa (891 – 895): adik ipar Prabu Gajah Kulon Rakeyan

Wuwus.

22. Windu Sakti Prabu Dewageng (895 – 913).

23. Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucuk Wesi (913-916).

24. Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa (916-942): menantu Rakeyan

Kemuning Gading Prabu Pucukwesi.

25. Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa (942-954).

26. Limbur Kancana (954-964).

27. Prabu Munding Ganawirya (964-973).

28. Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung (973 – 989).

29. Prabu Braja Wisesa (989-1012).

30. Prabu Dewa Sanghyang (1012-1019).

31. Prabu Sanghyang Ageng (1019 – 1030), berkedudukan di Galuh.

32. Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati (1030‚ – 1042).

33. Darmaraja atau Sang Mokténg Winduraja (1042 – 1065).

34. Langlangbumi atau Sang Mokténg Kerta (1065 – 1155).

35. Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155 – 1157).

36. Darmakusuma atau Sang Mokténg Winduraja (1157 – 1175).

37. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175 – 1297).

38. Ragasuci atau Sang Mokténg Taman (1297 – 1303).

39. Citraganda atau Sang Mokténg Tanjung (1303 – 1311).


40. Prabu Linggadéwata (1311-1333).

41. Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340).

42. Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350).

43. Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (1350-1357): gugur dalam Perang

Bubat.

44. Prabu Bunisora (1357-1371).

45. Prabu Niskala Wastukancana (1371-1475).

46. Prabu Susuk Tunggal (1475-1482).

47. Jayadéwata atau Sri Baduga Maharaja (1482-1521).

48. Prabu Surawisésa (1521-1535).

49. Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543).

50. Prabu Sakti (1543-1551).

51. Prabu Nilakéndra (1551-1567).

52. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579).

Masa Kejayaan

Berdasarkan sumber naskah Carita Parahyangan, tidak semua raja yang

memimpin itu membawa kejayaan, Quipperian. Setidaknya, tercatat ada 4 raja

yang membawa Kerajaan Sunda pada masa keemasan. Keempat raja itu, ialah:

1. Sang Lumahing Kreta


Raja yang satu ini memimpin selama 92 tahun lamanya. Keberhasilannya

dimungkinkan karena Lumahing dianggap senantiasa memegang teguh pada

perbuatan utama. Ia sangatlah tegas dalam menjalankan roda pemerintahan

sehingga sesuai dengan aturan dan hukum kerajaan yang berlaku.

2. Rakeyan Darmasiksa

Rakeyan memerintah kerajaan selama 150 tahun. Keberhasilannya membawa

kerajaan pada puncak kejayaan disebabkan karena mengamalkan Sanghyang

Siksa dan berpegang teguh pada Sanghiyang Darma.

Inilah yang menyebabkan terpenuhinya kebutuhan seperti sandang pangan yang

disimbolkan dengan Sang Rama, agama, kesehatan yang disimbolkan Sang

Disri, tradisi leluhur yang disimbolkan Sang Resi, dan perdagangan atau

pelayaran yang disimbolkan Sang Tarahan.

3. Prabu Niskala Wastu Kancana

Memerintah kerajaan selama 104 tahun, Prabu Niskala juga berhasil membawa

kerajaan pada masa kejayaan. Ia berhasil memenuhi dan mengendalikan empat

aspek kehidupan yaitu sandang pangan, agama dan tradisi leluhur, perdagangan,

dan kesehatan. Melalui prasasti Kawali (Ciamis) juga, ia memperindah Keraton

(Surawisesa) dan membangun parit di sekeliling kota.

4. Sri Baduga
Ia berhasil memerintah kerajaan selama 39 tahun yang pusatnya saat itu berada

di Pakuan Pajajaran. Ia berhasil membawa kerajaan ke puncak kejayaan karena

setia kepada keaslian dan kebiasaan leluhur.

Tidak hanya itu, ia juga membebaskan beberapa desa dari tuntutan membayar

pajak bagi kepentingan keagamaan. Langkahnya ini mencerminkan

perhatiannya pada keagamaan dan tradisi leluhur. Pada masanya, hak itu

menjadi perhatian utama dalam menentukan kebijakan pemerintahan.

Prasasti Batutulis bahkan mengungkapkan upaya Sri Baduga untuk

melaksanakan pembangunan ibu kota, dari jejak-jejaknya yang bisa dilacak

hingga saat ini.

Sri Baduga membuat hutan-hutan lindung, mengeraskan jalanan dengan batuan,

mendirikan gunung-gunungan, membuat telaga yang diberi nama Telaga Rena

Mahawijaya, dan membuat parit di sekitar Pajuan Pajajaran.

Kehidupan Politik dan Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sunda

Menurut Tome Pires, kerajaan Sunda ini memiliki sistem pemerintahan kerajaan

yang dipimpin oleh seorang raja. Takhta kerajaan diberikan secara turun

temurun kepada para keturunannya.


Namun, jika si raja tidak memiliki keturunan atau anak, maka yang akan

menggantikannya adalah salah seorang raja yang dipilih berdasarkan hasil

pemilihan.

Untuk kehidupan ekonomi kerajaan ini, para pedagangnya sudah bisa

melakukan transaksi perdagangan dengan pedagang asing dari kerajaan lainnya

seperti Sumatra, Jawa Tengah, Makassar, dan Malaka.

Kegiatan perdagangan tersebut didukung dengan adanya pelabuhan-pelabuhan

milik Kerajaan Sunda. Komoditas yang diperdagangkan yaitu lada, hewan

ternak, sayuran, buah-buahan, dan beras. Selain dari sektor perdagangan,

mereka juga mengembangkan sektor perdagangan seperti berladang.

Watak masyarakat Sunda yang senang berpindah ini terlihat dari kegiatan

berladangnya. Untuk itulah, mengapa ibu kota kerajaan juga sering berpindah-

pindah.

Susunan masyarakat berdasarkan Naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian,

kelompok ekonomi mereka terbagi menjadi:

● Pahuma (petani ladang)

● Penggembala

● Pemungut Pajak

● Mantri

● Pandai besi
● Bhayangkara dan prajurit

● Kelompok cendekiawan dan rohani

● Maling, begal, dan copet

Quiperrian, itulah tadi pembahasan sejarah tentang kerajaan Sunda tentang

peninggalan, letak (geografis), prasasti, pendiri, raja, masa kejayaan, silsilah

kerajaan, sistem pemerintahan, kehidupan politik, kehidupan ekonomi, dan

masa keruntuhan.

Anda mungkin juga menyukai