berpengaruh di kepulauan Nusantara. Dalam bahasa Sangsekerta, nama Kerajaan Sriwijaya berasal dari
kata “sri” yang berarti bercahaya, dan “wijaya” yang berarti kemenangan.
©blackthingker.wordpress.com
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan yang pernah besar dan jaya
di Indonesia. Kerajaan sriwijaya juga disebut negara nasional pertama karena
pada masa kejayaannya, wilayah kekuasaannya meliputi Indonesia bagian barat,
Siam bagian selatan, semenanjung Malaya, sebagian Filiphina, dan Brunai
Darusalam di pulau Kalimantan.
©ririfahlen.blogspot.com
Nama Sriwijaya sudah terkenal dalam perdagangan Internasional. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya berbagai sumber yang menerangkan mengenai
keberadaan Sriwijaya, di antaranya;
Beberapa prasasti yang lain, yakni Prasasti Ligor dan prasasti Nalanda. Prasasti
Ligor berangka tahun 775 dan ditemukan di Ligor, Semenanjung Melayu.
Sementara Prasasti Nalanda ditemukan di Nalanda, India Timur.
Dari prasasti Kota Kapur, diketahui bahwa Kerajaan Sriwijaya diceritakan pernah
berusaha menginvasi daerah Bhumi Jawa yang tidak setia kepada Sriwijaya.
Wilayah yang dimaksud dengan Bhumi Jawa adalah Jawa, khususnya Jawa
Barat. Berita Cina juga menerangkan adanya serangan ke kerajaan Kaling
sehingga mendesak kerajaan Kaling pindah ke sebelah timur. Jika dihubungkan
dengan kedua cerita tersebut, diduga yang melakukan serangan adalah
Sriwijaya yang ingin menguasai Jawa Tengah karena pantai utara Jawa
merupakan jalur perdagangan yang penting.
©satujam.com
Ditemukan prasasti Kudukan Bukit , Prasasti Talang Tuo, dan Prasasti Telaga
Batu membuktikan bahwa Palembang sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya memiliki
peradaban yang Maju. Penggalian arkeologis banyak menemukan keramik dan
tembikar, ini membuktikan bahwa di Palembang terdapat pemukiman kuno.
Ditemukan pula kolam dan kanal berbentuk teratur, ini semakin menguatkan
dugaan bahwa Sriwijaya telah mencapai kebudayaan yang tinggi.
Faktor Penyebab Kemunduran Kerajaan
Sriwijaya
©hidayatdesu.wordpress.com
Beberapa faktor penyebab mundurnya Kerajaan Sriwijaya di antaranya adalah
sebagai berikut.
Kerajaan Sriwijaya
Dalam sejarah Indonesia ada dua kerajaan kuno yang selalu disebutkan sebagai kerajaan-kerajaan yang
megah dan jaya, yang melambangkan kemegahan dan kejayaan Indone¬sia di zaman dulu. Kedua
kerajaan itu adalah Sriwijaya dan Majapahit.
Lokasi Kerajaan
a. Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang bukan saja dikenal di wilayah
Indonesia, tetapi dikenal di setiap bangsa atau negara yang berada jauh di luar Indo¬nesia. Hal ini
disebabkan letak Kerajaan Sriwijaya yang sangat strategis dan dekat dengan Selat Malaka. Telah kita
ketahui, Selat Malaka pada saat itu merupakan jalur perdagangan yang sangat ramai dan dapat
menghubung-kan antara pedagang-pedagang dari Cina dengan India maupun Romawi.
Dari tepian Sungai Must di Sumatra Selatan, pengaruh Kerajaan Sriwijaya terus meluas yang mencakup
Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa bagian barat, Bangka, Jambi Hulu, dan mungkin
juga Jawa Barat (Tarumanegara), Semenanjung Malaya hingga ke Tanah Genting Kra. Luasnya wilayah
laut yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya menjadikan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim yang besar pada
zamannya.
b. Sumber Sejarah
Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari berita asing dan
prasasti-prasasti.
Berita Asing
Mengingat Kerajaan Sriwijaya me¬rupakan kerajaan maritim dengan letak yang sangat strategis, banyak
pedagang-pedagang asing yang datang untuk melakukan aktivitas di Kerajaan Sriwijaya. Untuk itu
banyak ditemukan informasi mengenai keberadaan Keraja¬an Sriwijaya ini. Berita asing tersebut antara
lain sebagai berikut.
Berita Arab Dari berita Arab dapat di-ketahui bahwa banyak pedagang Arab yang melakukan kegiatan
perdagangan di Kerajaan Sriwijaya. Bahkan di pusat Kerajaan Sriwijaya ditemukan perkam-pungan-
perkampungan orang-orang Arab sebagai tempat tinggal sementara. Keberadaan Kerajaan Sriwijaya
juga diketahui dari sebutan orang-orang Arab terhadap Kerajaan Sriwijaya seperti Zabaq, Sabay, atau
Sribusa.
Berita India Dari berita India dapat diketahui bahwa raja dari Kerajaan Sri¬wijaya pernah menjalin
hubungan dengan raja-raja dari kerajaan yang ada di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan
Chola.
Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan satu prasasti yang dikenal
dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti tersebut dinyatakan Raja Nalanda yang bernama Raja
Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak. Sebagai gantinya, kelima desa itu wajib
membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda.
Di samping menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin hubungan
dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India Selatan. Hubungan ini menjadi retak
setelah Raja Rajendra Chola ingin menguasai Selat Malaka.
Berita Cina Dari berita Cina, dapat diketahui bahwa pedagang-pedagang Kerajaan Sriwijaya telah
menjalin hubungan perdagangan dengan pedagang-pedagang Cina. Para pedagang Cina sering singgah
di Kerajaan Sriwijaya untuk selanjutnya meneruskan perjalanannya ke India maupun Romawi.
Berita dalam Negeri
Berita-berita dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan
Sriwijaya. Prasasti tersebut sebagian besar mengguna-kan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.
Prasasti itu antara lain sebagai berikut.
Prasasti Kedukan Bukit Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan bahwa Raja Sriwijaya bernama
Dapunta Hyang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil menundukkan Minangatamwan.
Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan
itu kemungkinan adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk
perdagangan.
Prasasti Telaga Batu Prasasti itu menyebutkan tentang kutukan raja terhadap siapa saja yang tidak taat
terhadap Raja Sriwijaya dan juga melakukan tindakan kejahatan.
Prasasti Talang Tuwo Prasasti berangka tahun 684 M. itu menyebutkan tentang pembuatan Taman
Srikesetra atas perin¬tah Raja Dapunta Hyang.
Prasasti Kota Kapur Prasasti berangka tahun 686 M. itu menyebutkan bahwa
Kerajaan Sriwijaya berusaha untuk menaklukkan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti tersebut ditemukan di Pulau Bangka.
Prasasti Karang Berahi Prasasti berangka tahun 686 M. itu ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang
menunjukkan penguasaan Kerajaan Sriwijaya atas daerah itu.
Prasasti Ligor Prasasti berangka tahun 775 M. itu menyebutkan tentang ibukota Ligor dengan tujuan
untuk mengawasi pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka.
Prasasti Nalanda Prasasti ini menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai raja terakhir dari Dinasti
Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti
Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas
Dinasti Syailendra. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan
5 desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.
c. Kehidupan Politik
Dalam perkembangan sejarah Indonesia, Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar yang
megah dan jaya di masa lampau. Namun, tidak semua raja yang pernah memerintah meninggalkan
prasasti. Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut.
Raja Dapunta Hyang Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada
masa pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai
ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki wilayah Minangatamwan. Sejak awal pemerintahannya. Raja
Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
Raja Balaputra Dewa Pada masa pemerintahan Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa
kejayaannya. Pada awalnya. Raja Balaputra Dewa adalah raja dari Kerajaan Syailendra (di Jawa
Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara Balaputra Dewa dan
Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa
mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu. Raja Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya
berkuasa Raja Dharma Setru (kakak dari ibu Raja Balaputra Dewa) yang tidak memiliki keturunan,
sehingga kedatangan Raja Balaputra Dewa di Kerajaan Sriwijaya disambut baik. Kemudian, ia diangkat
menjadi raja.
Pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya berkembang pesat. Raja Balaputra
Dewa meningkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan rakyat Sriwijaya.
Raja Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mengalami
ancaman dari Kerajaan Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan
berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrana Wijayattunggawarman berhasil ditawan. Namun pada
masa pemerintahan Raja Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman
dibebaskan kembali.
d. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya
Pada awal pertumbuhannya, Kerajaan Sriwijaya mengadakan perluasan wilayah kekuasaan ke daerah-
daerah sekitamya. Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan Sriwijaya dipindah dari
Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai
daerah-daerah di sekitamya seperti Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa Barat (Tammanegara).
Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan
yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat.
Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung
Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya bertujuan untuk
menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap Tanah Genting Kra
bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan antara Cina dan India. Tanah Genting Kra sering
digunakan oleh para pedagang untuk menye-berang dari perairan Laut Hindia ke Laut Cina Selatan,
untuk menghindari persinggahan di pusat Kerajaan Sriwijaya.
Pada akhir abad ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia
Tenggara, baik yang melalui Selat Sunda maupun Selat Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra.
Dengan wilayah kekuasaan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi Kerajaan Laut terbesar di Asia Tenggara.
e. Sriwijaya sebagai Negara Maritim
Berita tentang Kerajaan Sriwijaya berasal dari seorang musafir Cina bernama I-tsing (671 M). Berita lain
berasal dari tahun 683 M dengan ditemukannya Prasasti Kedukan Bukit di Bukit Sigutang (dekat
Palembang).
Prasasti mi menyebutkan bahwa seorang raja yang bijaksana berlayar ke luar negeri untuk mencari
kekuatan gaib. Usaha besar yang dimaksudkan itu adalah perjalanan ekspedisi Raja Sriwijaya yang
berhasil dengan gemilang menaklukan Bangka dan Melayu (di Jambi).
Prasasti Kota Kapur (686 M) yang ditemukan di Pulau Bangka menyata-kan bahwa penduduk Pulau
Bangka tunduk pada Kerajaan Sriwijaya. Diberitakan pula bahwa Kerajaan Sriwijaya telah melakukan
ekspedisi ke Pulau Jawa. Perluasan yang dilakukan Kerajaan Sriwijaya bertujuan untuk menguasai jalur
perdagangan di Selat Malaka dan Selat Sunda, yang merupa-kan jalur pelayaran dan perdagangan yang
penting. Keberhasilan Kerajaan Sriwijaya berkuasa atas semua selat itu menjadikannya sebagai
penguasa tunggal jalur aktivitas perdagangan dunia yang melalui Asia Tenggara.
Armada Kerajaan Sriwijaya yang kuat dapat menjamin keamanan aktivitas pelayaran dan perdagangan.
Armada Sriwijaya juga dapat memaksa perahu dagang untuk singgah di pusat atau di bandar Kerajaan
Sriwijaya. Semakin ramainya aktivitas pelayaran perdagangan mengakibatkan Kerajaan Sriwijaya
menjadi tempat pertemuan para pedagang atau pusat perdagangan di Asia Tenggara. Pengaruh dan
peranan Kerajaan Sriwijaya semakin besar di laut. Bahkan para pedagang dari Kerajaan Sriwijaya juga
melakukan hubungan sampai di luar wilayah Indonesia, sampai ke Cina di sebelah utara/ atau Laut
Merah dan Teluk Persia di sebelah barat.
f. Hubungan Luar Negeri
Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar Indonesia, terutama dengan
kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Pala (Nalanda) di Benggala dan Kerajaan
Cholamandala di pantai timur India Selatan.
D Sriwijaya dan Pala
Sekitar abad ke-8 M hingga abad ke-11 M daerah Benggala diperintah oleh raja-raja dari Dinasti Pala.
Seorang rajanya yang terbesar bernama Raja Dewa Paladewa (abad ke-9 M). Hubungan Kerajaan
Sriwijaya dengan Kera¬jaan Pala amat baik, terutama dalam bidang kebudayaan dan agama. Kedua
kerajaan ini menganut agama Buddha. Banyak Bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya belajar agama di
perguruan tinggi Nalanda. Hubungan baik ini dibuktikan dengan Prasasti Nalanda (860 M). Di samping
pembebasan lima desa dari pajak, prasasti itu juga berisi pernyataan bahwa Raja Balaputra Dewa terusir
dari Kerajaan Syailendra akibat kalah perang melawan kakaknya Pramo-dhawardani dan kemudian
diangkat menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya. Dengan demikian, hubungan dengan Kerajaan Pala adalah
untuk mendapat-kan dukungan dalam memperkuat kedudukannya menjadi raja di Sriwijaya.
Sriwijaya dan Cholamandala
Pada awalnya hubungan kedua kerajaan itu amat baik. Raja Sriwijaya yang bernama Sanggrama
Wijayattunggawarman mendirikan satu biara (1006 M) di Kerajaan Chola untuk tempat tinggal para
bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya.
Persahabatan kedua kerajaan berubah menjadi permusuhan akibat persaingan di bidang pelayaran dan
perdagangan. Raja Rajendra Chola yang berkuasa di Kerajaan Chola melakukan dua kali serangan ke
Kerajaan Sriwijaya. Serangan pertama tahun 1007 M mengalami kegagalan. Namun, serangan kedua
(1023/1024 M) berhasil merebut kota dan bandar-bandar penting Kerajaan Sriwijaya/ bahkan Raja
Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil ditawan.
Serangan itu tidak mengakibatkan terjadinya penjajahan, karena tujuannya hanya membinasakan
armada Kerajaan Sriwijaya. Jika kekuatan Kerajaan Sriwijaya berhasil ditaklukkan, maka jaringan
pelayaran perdagangan di wilayah Asia Tenggara hingga India dapat dikuasai oleh Kerajaan Chola.
Walaupun serangan Kerajaan Chola tidak mematikan Kerajaan Sriwijaya, tetapi untuk sementara
kekuatan Sriwijaya lumpuh. Kelumpuhan Kerajaan Sriwijaya merupakan peluang baik bagi Airlangga di
Jawa Timur yang dengan cepat menyusun kekuatan angkatan perangnya, baik di darat maupun di laut.
Dalam waktu singkat keruntuhan Kerajaan Dharmawangsa dapat ditegakkan kembali, sehingga ketika
kekuatan Kerajaan Sriwijaya pulih kembali, di Jawa Timur telah berdiri negara besar dan kuat, sebagai
saingannya.
12 April 2018
BAGIKAN
Rajendra Chola di medan perang, dalam panil relief Candi Kolaramma, India
Menurut Claude Guillot dkk. dalam Barus Seribu Tahun yang Lalu,
penguasa Cola pada masa itu menjalin hubungan erat dengan
perkumpulan pedangang, khususnya dengan Ayyavole-500 yang
ada di Lobu Tua.
Plat Tembaga Nalanda dikeluarkan oleh raja Benggala bernama Dewapaladewa pada tahun 860
Masehi. Prasasti ini ditulis dalam tulisan Devanagari dan Proto-Bengali. Isi Plat Tembaga
Nalanda adalah mengenai permintaan Raja Balaputradewa dari Suwarnadwipa untuk mendirikan
sangharama (biara) di Nalanda, dan Raja Dewapaladewa memberikan lima desa yang hasilnya
digunakan untuk memelihara sangharama tersebut dan membiayai siswa-siswa di sana.
Berikut adalah kutipan dari isi Plat Tembaga Nalanda:
“Dengan pikiran yang terinspirasi oleh berbagai keagungan Nalanda dan karena rasa bhakti pada
Putra Suddhodana, serta setelah menyadari bahwa kekayaan bersifat berubah-ubah seperti
gelembung-gelembung aliran air gunung, beliau yang ketenarannya seperti Sangharthamitra …
yang kekayaannya menyokong komunitas Sangha. Dibangunlah di sana (di Nalanda) sebuah
biara yang merupakan tempat tinggal bagi kumpulan para bhikshu yang memiliki berbagai
kualitas bajik, bangunan berwarna putih dengan serangkaian tempat tinggal yang indah dan
dinding yang halus. Atas permintaan tersebut, Raja Dewapaladewa … melalui para utusan,
dengan sangat hormat dan penuh rasa bhakti, mengeluarkan sebuah piagam, yang
menganugerahkan lima desa dengan tujuan seperti diuraikan di atas, demi kebahagiaan dirinya
sendiri, kebahagiaan orang tuanya dan kebahagiaan dunia …”
“… Selama lautan tetap ada, atau selama anak sungai Gangga digerakkan oleh kepangan rambut
Siva, selama para Raja Naga yang tak tergoyahkan, memikul bumi yang berat dan luas dengan
mudah setiap hari, dan selama puncak permata mahkota gunung-gunung di Timur (Udaya) dan
Barat (Asta) tergores oleh kuku kuda mentari, semoga selama itu pula tindakan bajik ini yang
menyebabkan kebajikan di seluruh dunia, tetap langgeng …”
Dari plat tembaga tersebut, jelas terlihat adanya hubungan agama dan politik yang erat antara
kerajaan Sriwijaya dan Dinasti Pala di India. Hubungan ini juga diperluas dengan adanya
hubungan perdagangan dan pendidikan.