Anda di halaman 1dari 8

PERTEMUAN Ke-4

SELASA, 26 JANUARI 2021


KERAJAAN SRIWIJAYA

A. Sejarah Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan Sriwijaya bermula dari daerah pantai timur Sumatra telah menjadi jalur
perdagangan yang ramai dikunjungi para pedagang dari India dari sekitar awal tahun masehi.
Sehingga mulai bermunculan pusat-pusat perdagangan pula di sekitar sana. Lambat laun, pusat-
pusat perdagangan tersebut berkembang menjadi kerajaan-kerajaan kecil di sekitar abad ke-7
masehi. Beberapa kerajaan kecil tersebut antara lain: Tulangbawang, Melayu, dan Sriwijaya. Di
antara ketiga Kerajaan tersebut yang berhasil berkembang hingga masa kejayaannya adalah
Sriwijaya. Meskipun, Melayu juga sempat berkembang pesat di Jambi, namun berhasil
ditaklukkan oleh Sriwijaya.
B. Letak Kerajaan Sriwijaya
Letak geografis kerajaan Sriwijaya diperkirakan terdapat di Palembang. Namun, ada
pula yang berpendapat di Jambi, bahkan di luar Indonesia. Meskipun begitu, pendapat yang
paling banyak didukung oleh para ahli adalah bahwa lokasi Kerajaan Sriwijaya berada di
Palembang.
Ada juga yang berpendapat bahwa Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan maritim dan
tidak memiliki sistem ketatanegaraan yang rapi. Mereka lebih memilih untuk terus mengawasi
kekuasaan mereka di laut dan tidak terlalu memperhatikan pusat pemerintahan di darat.
Sehingga, pendapat tersebut menyatakan bahwa kerajaan ini adalah kerajaan nomaden (selalu
berpindah-pindah) dan tidak memiliki lokasi pusat pemerintahan yang tetap.
Namun hingga saat ini hasil penelitian yang paling banyak mendapat dukungan
menunjukkan bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya adalah di Palembang. Hanya saja, ketika pusat
kerajaan tersebut mengalami kemunduran, pusat pemerintahan Sriwijaya pindah ke Jambi.
Berikut adalah gambar peta lokasi kerajaan sriwijaya.

1
Gambar peta lokasi (letak geografis) Kerajaan Sriwijaya.

C. Daerah Kekuasaan Sriwijaya


Sriwijaya berpusat di antara Sumatera selatan, sebagian Malaysia, dan sebagian besar
pulau Jawa. Ketika berjaya, daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya sangatlah luas bahkan
membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimatan, dan
Sulawesi.
Pernyataan di atas sesuai dengan pendapat Saptika (2011, hlm. 33) yang mengatakan
bahwa Sriwijaya adalah salah satu Kemaharajaan maritim yang kuat di Pulau Sumatera dan
banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja,
Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Bukti bahwa Kerajaan Sriwijaya maritim adalah banyaknya penemuan pecahan kayu
dari kapal serta kemudi kapal berukuran 8.2 M yang mampu mengarungi laut dan samudra.

Peninggalan Kerajaan Sriwijaya


1. Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang. Prasasti ini
berangka tahun 605 Saka (683 M). Isinya antara lain menerangkan bahwa seorang
bernama Dapunta Hyang mengadakan perjalanan suci (siddhayatra) dengan
menggunakan perahu. Ia berangkat dari Minangatamwan dengan membawa tentara
20.000 personel.

2
Gambar Prasasti Kedukan Bukit (Utomo, 2010).
Kemungkinan “Minangtamwan” adalah “Minanga Tamwan” yang berarti daerah yang
terletak di antara dua sungai besar yang bertemu. Poerbatjaraka & Soekmono
mengungkapkan bahwa Minanga terletak di hulu Sungai Kampar, tepatnya di
pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri.
Poerbatjaraka juga mengatakan bahwa kata Minangatamwan bisa jadi merupakan
nama lama dari Minangkabau. Sementara itu, Buchari berpendapat bahwa Minanga
berada di hulu Batang Kuantan.

2. Prasasti Talang Tuo


Diberi nama Prasasti Talang Tuo karena ditemukan di sebelah barat Kota Palembang di
daerah Talang Tuo. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka atau setara dengan 684 masehi.
Prasasti ini berhuruf Pallawa namun berbahasa Melayu Kuno.

Prasasti Talang Tuo

Isinya menyebutkan mengenai pembangunan sebuah taman yang disebut Sriksetra,


atas perintah Dapunta Hyang Sri Jayagana, untuk kemakmuran semua makhluk. Selain
itu terdapat pula doa dan harapan yang menunjukkan sifat agama Buddha.

3
3. Prasasti Telaga Batu
Prasasti ditemukan di kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kota Palembang.
Prasasti ini tidak bertarikh atau tidak dituliskan angka tahun pembuatannya. Diperkirakan
prasasti ini berasal dari tahun yang sama dengan prasasti Kota Kapur, yakni sekitar 686 M.

Prasasti Telaga Batu (Utomo, 2010).


Isinya mengenai kutukan-kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan
tidak mengikuti peraturan Kerajaan atau perintah raja. Prasasti ini juga memuat data-
data mengenai penyusunan ketatanegaraan Kerajaan Sriwijaya.

4. Prasasti Kota Kapur


Prasasti Kota Kapur ditemukan di desa Penangan, Mendo Barat, Pulau Bangka. Bertarikh
(berangka) tahun 608 Saka (656 M). Coedes (2014:65) menduga bahwa material batu
prasasti ini didatangkan dari luar, karena jenis batunya tidak terdapat di Pulau Bangka.

Prasasti Kota Kapur (Kemdikbud, 2019)

4
Isi utamanya adalah permintaan kepada para Dewa untuk menjaga kesatuan Sriwijaya.
Prasasti ini juga berisi kutukan-kutukan terhadap mereka yang berbuat jahat, tidak
tunduk kepada raja atau tidak patuh terhadap Kerajaan akan celaka. Keterangan
penting lain adalah terdapat catatan usaha Sriwijaya untuk menaklukkan “bumi Jawa”
yang belum tunduk kepada Kerajaan Sriwijaya.

5. Prasasti Karang Berahi


Prasasti Karang Berahi ditemukan di Desa Karang Berahi, Jambi. Prasasti ini berangka
tahun 608 saka atau setara dengan 686 masehi. Isinya kurang lebih mirip dengan Prasasti
Kota Kapur dan Prasasti Telaga Biru, yakni kutukan bagi yang tidak tunduk kepada
Sriwijaya.

Gambar peninggalan kerjaan sriwijaya: prasasti karang berahi

D. Perkembangan Kerajaan Sriwijaya


Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kerajaan ini berkembang. Faktor-faktor tersebut
yakni:
1. Letak geografis dari Kota Palembang.
Di depan muara sungai Musi terdapat pulau-pulau yang dapat berfungsi sebagai pelindung,
sehingga ideal untuk kegiatan pertahanan dan pemerintahan. Lokasi ini juga merupakan jalur
perdagangan internasional (terutama dari India dan Cina). Sungai besar, peran laut juga cocok
untuk penduduknya yang telah memiliki bakat sebagai pelaut ulung.
2. Runtuhnya Kerajaan Funan di Vietnam.
Kamboja telah menaklukan Funan di Vietnam, sehingga memberikan kesempatan bagi
Kerajaan Sriwijaya untuk cepat berkembang sebagai negara maritim.

5
E. Perkembangan Politik dan Pemerintahan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya mulai berkembang pada abad ke-7 M. Pada awal perkembangannya
raja disebut sebagai Dapunta Hyang (Prasasti Kedukan Bukit dan talang Tuo). Dapunta Hyang
secara terus-menerus melakukan usaha perluasan daerah kekuasaan Sriwijaya. Berikut adalah
runutan penguasaannya.

1. Tulang-Bawang yang terletak di daerah Lampung.


2. Daerah Kedah yang terletak di pantai barat Semenanjung Melayu. Daerah ini sangat penting
artinya bagi usaha pengembangan perdagangan dengan India. Menurut I-tsing, penaklukan
Sriwijaya atas Kedah berlangsung antara tahun 682-685 M.
3. Pulau Bangka yang terletak di pertemuan jalan perdagangan internasiona. Daerah ini dapat
dikuasai Sriwijaya pada tahun 686 M berdasarkan prasasti Kota Kapur.
4. Daerah Jambi terletak di tepi Sungai Batanghari. Daerah ini memiliki kedudukan yang penting
untuk memperlancar perdagangan di pantai timur Sumatra. Penaklukan ini dilaksanakan kira-
kira tahun 686 M (Prasasti Karang Berahi).
5. Tanah Genting Kra merupakan tanah genting bagian utara Semenanjung Melayu. Penguasaan
Sriwijaya atas Tanah Genting Kra dapat diketahui dari Prasasti Ligor yang berangka tahun 775
M.
6. Kerajaan Kalingga dan Mataram Kuno. Menurut berita Cina, diterangkan adanya serangan
dari barat, sehingga mendesak Kerajaan Kalingga pindah ke sebelah timur. Diduga yang
melakukan serangan adalah Sriwijaya.

Semua penguasaan tersebut berdasarkan jalur perdagangan yang dianggap penting untuk
mengembangkan perekonomian maritim Kerajaan Sriwijaya. Berkat perluasaan daerah
tersebut, Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar. Untuk lebih memperkuat pertahanannya,
pada tahun 775 M Sriwijaya membangun pangkalan kerajaan di daerah Ligor atas perintah
raja Darmasetra.

F. Kehidupan Agama Sriwijaya


Kehidupan beragama di Sriwijaya sangatlah kuat dan semarak. Bahkan Sriwijaya
berhasil menjadi pusat agama Buddha Mahayana di kawasan Asia Tenggara. I-tsing dalam
catatannya menceritakan bahwa ribuan pelajar dan pendeta agama Buddha tinggal di Sriwijaya.
Salah satu pendeta Buddha yang terkenal adalah Sakyakirti. Banyak pelajar asing yang sengaja
datang ke Sriwijaya untuk mempelajari bahasa Sanskerta. Antara tahun 1011-1023 sempat
datang seorang pendeta agama Buddha dari Tibet yang bernama Atisa untuk memperdalam
pengetahuan agamanya.

6
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang berhubungan dengan perkembangan agama meliputi:
1. Candi Muara Takus, ditemukan di dekat Sungai Kampar di daerah Riau.
2. Arca Buddha, ditemukan di daerah Bukit Siguntang.
3. Wihara Nagipattana, dibangun oleh Sriwijaya di Nagipattana, India Selatan.
Suatu ketika Raja Balaputra menghadiahkan sebidang tanah kepada Balaputradewa untuk
pendirian sebuah asrama bagi para pelajar dan siswa yang sedang belajar di Nalanda, yang
dibiayai oleh Balaputradewa, sebagai “dharma”.
Hal itu tercatat dengan baik dalam prasasti Nalanda, yang saat ini berada di Universitas Nawa
Nalanda, India. Bahkan bentuk asrama itu mempunyai kesamaan arsitektur dengan candi
Muara Jambi, yang berada di Provinsi Jambi saat ini.
Hal tersebut menandakan Sriwijaya memperhatikan ilmu pengetahuan, terutama
pengetahuan agama Buddha dan bahasa Sanskerta bagi generasi mudanya. Hal itu juga sesuai
dengan pendapat Prasetya (2010, hlm. 32) yang mengungkapkan bahwa Sriwijaya merupakan
kerajaan besar penganut agama Buddha yang telah mengembangkan iklim kondusif untuk
perkembangan agama Budha.

G. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sriwijaya


Awalnya, penduduk Sriwijaya kebanyakan hidup dengan bertani. Akan tetapi, karena
lokasi Sriwijaya yang terletak di tepi Sungai Musi yang terhubung ke pantai, perdagangan menjadi
cepat berkembang. Kemudian, perdagangan akhirnya menjadi mata pencaharian pokok Sriwijaya.
Perkembangan perdagangan itu tentunya dipicu oleh letak geografis Kerajaan Sriwijaya yang
strategis. Letaknya tepat berada di persimpangan jalur perdagangan internasional.
Para pedagang Cina yang berlayar menuju India akan singgah terlebih dahulu di
Sriwijaya, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, Kerajaan Sriwijaya semakin ramai dan
berkembang menjadi pusat perdagangan. Kerajaan ini juga mulai menguasai jalur perdagangan
nasional maupun internasional. Jalur perdagangan Sriwijaya membentang dari Laut Natuna, Selat
Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa hingga ke Asia Tenggara yang merupakan jalur perdagangan
internasional antara India dan Cina.
Selain mendapatkan keuntungan langsung dari perdagangan, Sriwijaya juga
mendapatkan keunggulan tidak langsungnya. Kapal-kapal yang singgah dan melakukan bongkar
muat diharuskan untuk membayar pajak. Hal tersebut tentunya menambah kemakmuran bagi
Kerajaan ini.
Hasil budaya kerajaan sriwijaya meliputi gading, kulit, beberapa jenis binatang liar
untuk kepentingan ekspor. Sementara itu mereka cenderung banyak mengimpor beras, rempah-
rempah, kayu manis, kemenyan, emas, gading, dan binatang.
7
H. Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Nama raja kerajaan Sriwijaya yang paling terkenal adalah Balaputradewa. Ia
memerintah sekitar abad ke-9 M. Bukti kebesaran dari Raja Balaputradewa yaitu:
1) Sriwijaya berkembang pesat dan mencapai masa kejayaan atau zaman keemasan; 2) berhasil
menumbuhkan perekonomian kerajaan ini dan memperluas kekuasaan Sriwijaya hingga ke pulau
di luar Indonesia; dan 3) Raja Balaputradewa menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Benggala
yang saat itu diperintah oleh Raja Dewapala Dewa.
Balaputradewa adalah keturunan dari Dinasti Syailendra, yakni putra dari Raja Samaratungga
dengan Dewi Tara dari Sriwijaya. Hal tersebut diterangkan dalam Prasasti Nalanda.
Raja terkenal Kerajaan Sriwijaya ini (Balaputradewa) adalah seorang raja yang besar di
Sriwijaya. Raja Balaputradewa menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Benggala yang saat itu
diperintah oleh Raja Dewapala Dewa.

I. Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya


Beberapa faktor kemunduran Kerajaan Sriwijaya lainnya (Kemdikbud, 2017, hlm. 109) meliputi:

1. Keadaan alam sekitar Sriwijaya yang berubah, tidak dekat lagi dengan pantai. Hal tersebut
disebabkan perubahaan aliran sungai Musi, Ogan, dan Komering membawa banyak lumpur
sehingga tidak kondusif untuk perdagangan.
2. Banyak daerah kekuasaan yang memerdekakan diri dari Sriwijaya. Hal ini diperkirakan
disebabkan oleh melemahnya angkatan laut Sriwijaya, sehingga pengawasan menjadi
semakin sulit.
3. Sriwijaya mendapatkan serangan dari kerajaan-kerajaan lain. Utamanya, serangan yang
diluncurkan oleh Raja Rajendracola dari Kerajaan Colamandala pada tahun 1017 M dan 1024
M. Kemudian tahun 1275 Kartanegara dari Singhasari melakukan ekspedisi Pamalayu yang
menyebabkan daerah Melayu lepas dari genggaman Sriwijaya.

Referensi

1. Coedes, George. (2014). Kedatuan Sriwijaya: kajian sumber prasasti dan arkeologi : pilihan
artikel. Depok: Komunitas Bambu.
2. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Sejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
3. Saptika. 2011. Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia. Jakarta: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai