Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH KERAJAAN BUDHA DI INDONESIA

A. Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan maritim dengan


corak Buddha yang sangat besar pada masanya. Kerajaan Sriwijaya tumbuh di
tengah ramainya jalur perdagangan melintasi Selat Malaka dengan banyaknya
pedagang yang singgah di kota-kota pelabuhan untuk membeli rempah-
rempah. Tak hanya barang, pada masa berdirinya Kerajaan Sriwijaya terjadi
pula pertukaran kebudayaan yang dibawa oleh para pedagang dari China,
India, dan Arab yang memengaruhi budaya di Pulau Sumatera hingga saat ini.

1. Berdirinya Kerajaan Sriwijaya


Agama Buddha masuk ke nusantara dibawa oleh para pendeta
yang ikut dalam kapal dagang sebelum melanjutkan perjalanan ke India.
Sementara, pada abad ke-7 Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta
Hyang Sri Jayanasa di daerah Palembang, Sumatera Selatan.
Dalam prasasti Kedukan Bukit tercatat bahwa tahun 682 masehi
menjadi tahun di mana kerajaan ini resmi didirikan. Nama Sriwijaya
diambil dari Bahasa Sansekerta dari kata ‘sri’ yang berarti cahaya dan
‘wijaya’ yang artinya kemenangan. Sebagai negara maritim, berdirinya
Kerajaan Sriwijaya kemudian memberikan pengaruh besar di nusantara.
Puncak Kejayaan Kerajaan Sriwijaya Dua abad setelah didirikan
tepatnya pada abad ke-9, di bawah kepemimpinan Raja Balaputradewa
(856 M) Kerajaan Sriwijaya mencapai masa keemasan. Balaputradewa
merupakan anak dari Samaratungga, Raja Mataram Kuno, yang masih
keturunan Dinasti Syailendra. Ayahnya dikenal sebagai pendiri Candi
Borobudur, yang kini menjadi Candi Buddha terbesar di Dunia.
Pengaruh Kerajaan Sriwijaya di bawah kepemimpinan
Balaputradewa meluas dari menguasai perdagangan di jalur utama Selat
Malaka hingga ke Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya,
Sumatera, dan sebagian Pulau Jawa. Dari segi penyebaran agama,
Kerajaan Sriwijaya juga menjadi pusat agama Buddha Mahayana di Asia
Tenggara.
2. Puncak Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Dua abad setelah didirikan tepatnya pada abad ke-9, di bawah
kepemimpinan Raja Balaputradewa (856 M) Kerajaan Sriwijaya
mencapai masa keemasan. Balaputradewa merupakan anak dari
Samaratungga, Raja Mataram Kuno, yang masih keturunan Dinasti
Syailendra. Ayahnya dikenal sebagai pendiri Candi Borobudur, yang kini
menjadi Candi Buddha terbesar di Dunia.
Pengaruh Kerajaan Sriwijaya di bawah kepemimpinan
Balaputradewa meluas dari menguasai perdagangan di jalur utama Selat
Malaka hingga ke Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya,
Sumatera, dan sebagian Pulau Jawa. Dari segi penyebaran agama,
Kerajaan Sriwijaya juga menjadi pusat agama Buddha Mahayana di Asia
Tenggara.

3. Peninggalan Kerajaan Sriwijaya


Berikut adalah beberapa peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang
berupa prasasti dan candi.
a. Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti ini ditemukan di tepi Sungai Batang, Kedukan
Bukit, Palembang dengan angka tahun 683 Masehi dengan huruf
Pallawa dan Bahasa Sansekerta. Isinya mengungkap mengenai
Dapunta Hyang yang menaiki perahu 'mengambil siddhayatra' dan
cerita tentang kemenangan Sriwijaya.
b. Prasasti Kota Kapur
Prasasti ini ditemukan di Pulau Bangka bagian Barat yang
berisi tentang kutukan bagi orang yang berani melanggar perintah
dari Raja Sriwijaya.
c. Prasasti Telaga Batu
Prasasti ini ditemukan di kolam Telaga Biru, Kecamatan Ilir
Timur II, Kota Palembang. Isinya berupa kutukan bagi orang-orang
jahat di Kerajaan Sriwijaya.
d. Prasasti Karang Berahi
Prasasti ini ditemukan di Desa Karang Berahi, Merangin,
Jambi,yang berisi kutukan bagi orang-orang jahat dan tidak setia
dengan raja Sriwijaya.
e. Prasasti Palas Pasemah
Prasasti ini ditemukan di pinggir rawa Desa Palas Pasemah,
Lampung Selatan dan berhuruf Pallawa dengan Bahasa Melayu Kuno
yang berisi kutukan bagi orang-orang yangn tidak setia dengan raja
Sriwijaya.
f. Prasasti Talang Tuo
Prasasti ini berisi doa Buddha Mahayana dan cerita tentang
pembangunan taman oleh Sri Jayanasa.
g. Prasasti Hujung Langit
Prasasti ini ditemukan di Desa Haur Kuning, Lampung dan berangka
tahun 997 Masehi.
h. Prasasti Ligor
Prasasti ini ditemukan di Thailand bagian Selatan oleh
Nakhon Si Thammarat dan berkisah tentang Raja Sriwijaya yang
mendirikan Trisamaya Caitya untuk Karaja.
i. Prasasti Leiden
Prasasti Leiden ini ditulis pada lempengan tembaga dalam
Bahasa Sanskerta serta Tamil yang menceritakan hubungan Dinasti
Chola dengan Dinasti Syailendra dari Sriwijaya.
j. Candi Muara Takus
Candi yang terletak di Desa Muara Takus, Kabupaten
Kampar, Provinsi Riau ini bercorak Buddha yang khas dengan
susunan stupa-stupa. Dalam kompleks candi ini juga terdapat Candi
Sulung, Candi Bungsu, Stupa Mahligai, dan Palangka.

B. Kerajaan Kalingga

Kerajaan Kalingga adalah kerajaan bercorak Hindu Buddha yang


berada di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 Masehi. Sejarah Kerajaan Kalingga
dapat diketahui dari jejak peninggalan yang ada saat ini.
Pendiri Kerajaan Kalingga adalah Dapunta Syailendra yang berasal
dari Dinasti Syailendra. Kerajaan Kalingga dikenal juga dengan nama lain
Kerajaan Holing, Kerajaan Heling, dan Kerajaan Keling. Nama ini sekaligus
menjadi penanda Kerajaan Kalingga dekat dengan China dan India.
Kerajaan Kalingga dianggap sebagai pionir dari kerajaan-kerajaan
besar yang berkuasa di tanah Jawa pada tahun-tahun berikutnya.

1. Raja-Raja Kerajaan Kalingga


a. Prabu Wasumurti (594-605 M)
Pasca didirikan oleh Dapunta Syailendra pada abad ke-6
Masehi, Prabu Wasumurti ditunjuk sebagai raja pertamanya dan
berkuasa sekitar 11 tahun.

b. Prabu Wasugeni (605-632 M)


Usai Prabu Wasumurti meninggal, takhta Kerajaan Kalingga
diambil alih putranya yaitu Prabu Wasugeni dengan masa jabatan 27
tahun.
c. Prabu Wasudewa (632-652 M)
Meninggalnya Prabu Wasugeni membuat sang putra
bernama Prabu Wasudewa naik takhta dan mengisi kedudukan raja
yang kosong.

d. Prabu Kirathasingha (632-648 M)


Regenerasi raja penguasa Kalingga masih terus berlangsung
sampai pada Prabu Kirathasingha yang dipercaya menjadi pemimpin.

e. Prabu Wasukawi (652 M)


Tidak banyak sejarah yang mengisahkan sosok Prabu
Wasukawi. Namun, dia diketahui pernah menjabat sebagai penguasa
Kalingga.

f. Prabu Kartikeyasingha (648-674 M)


Prabu Kartikeyasingha menikah dengan putri Prabu
Wasugeni yaitu Dewi Wasuwari (Ratu Shima). Kartikeyasingha pun
mendapat jatah berkuasa di Kalingga selama 26 tahun.

g. Ratu Shima (674-695 M)


Saat suami Ratu Shima, Prabu Kartikeyasingha wafat,
kekuasaannya digantikan sang ratu yang mengembalikan keadaan
membuat Kerajaan Kalingga berada di masa kejayaan

2. Puncak Kejayaan Kerajaan Kalingga


Salah satu penguasa Kalingga yang terkenal mampu membawa
kemajuan kerajaan yaitu Ratu Shima atau Dewi Wasuwari. Pada masa
kepemimpinannya, Ratu Shima dikenal sebagai sosok yang tegas,
berwibawa, dan adil, sehingga rakyatnya dapat hidup dengan aman,
nyaman, serta berkecukupan.

Kejayaan Kalingga ini dibuktikan dengan kemajuan di berbagai


sektor seperti ekonomi, pertanian, militer, perdagangan, dan agama.
Selain itu, Kalingga juga diketahui memiliki relasi perdagangan kuat
dengan China. Sektor perdagangan ini ditopang dengan keberadaan
pelabuhan terbesar yang berada di Pekalongan.

3. Runtuhnya Kerajaan Kalingga


Setelah Ratu Shima wafat, Kalingga mulai melemah dan
diketahui runtuh sekitar 752 Masehi karena serangan dari Kerajaan
Sriwijaya. Kalingga pun terbagi dua menjadi Kerajaan Keling yang
diperkirakan ada di Magelang dan Kerajaan Medang atau Mataram Kuno
berada di sekitar Yogyakarta. Terpecahnya Kalingga diyakini menjadi
cikal-bakal kerajaan besar di Jawa.

4. Peninggalan Kerajaan Kalingga


Kerajaan Kalingga memiliki sejumlah peninggalan. Berikut
peninggalan Kerajaan Kalingga:
a. Prasasti Tuk Mas
Prasasti Tuk Mas ditemukan di lereng barat Gunung Merapi
yang berisi pesan mengenai hubungan manusia dengan dewa-dewa
Hindu.

b. Prasasti Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Jawa
Tengah dan bertuliskan silsilah keluarga Dapunta Syailendra sebagai
tokoh pencetus Kerajaan Kalingga.

c. Candi Angin
Candi Angin terletak di Kecamatan Keling yang menurut
sejarah pernah menjadi tempat penyembahan karena di bagian
bangunan candi terdapat sebuah pusaran angin.

d. Candi Bubrah
Candi Bubrah berlokasi di Desa Tempur, Jepara yang diduga
menjadi pintu utama atau gapura sebelum menuju Candi Angin
karena jaraknya hanya sekitar 500 meter.

e. Situs Puncak Songolikur, Gunung Muria


Puncak Songolikur adalah puncak tertinggi Gunung Muria di
Jawa Tengah, peninggalan Kerajaan Kalingga. Di sana ditemukan
banyak arca dan tempat pemujaan.

C. Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno adalah kerajaan Hindu-Buddha yang berdiri


di Jawa Tengah bagian selatan pada abad ke-8, kemudian pindah ke Jawa
Timur pada abad ke-10. Di Jawa Tengah, letak Kerajaan Mataram Kuno
diperkirakan terletak di Bhumi Mataram (sebutan lama untuk Yogyakarta).
Pusat kerajaan ini kemudian mengalami beberapa kali perpindahan
hingga sampai ke Jawa Timur. Kerajaan Mataram Kuno juga sering disebut
sebagai Kerajaan Mataram Hindu atau Kerajaan Medang. Pendiri Kerajaan
Mataram Kuno adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya yang berkuasa
antara 732-760 masehi.
Kerajaan Mataram Kuno berdiri pada tahun 732 masehi dan runtuh
pada 1007 masehi. Selama hampir tiga abad berkuasa, terdapat tiga dinasti
yang memerintah, yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra (di Jawa
Tengah), serta Dinasti Isyana (di Jawa Timur).
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno dapat diketahui dari prasasti
Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Balitung, Prasasti Klurak, Candi Gedong
Songo, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan,
dan masih banyak lainnya.

1. Perpecahan Kerajaan Mataram Kuno


Kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno pertama kali dipegang oleh
Raja Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya,
dibuktikan dengan Prasasti Canggal dan Carita Parahyangan.
Raja Sanjaya dikenal sebagai raja yang bijaksana, cakap, adil,
dan taat dalam beragama. Di bawah pemerintahannya, wilayah Kerajaan
Mataram Kuno semakin luas dan rakyatnya sejahtera. Kerajaan ini juga
menjadi pusat pembelajaran agama Hindu, dibuktikan dengan banyaknya
pendeta yang berkunjung dan menetap di Mataram.
Pada pertengahan abad ke-8, Raja Sanjaya wafat dan digantikan
oleh putranya, Rakai Panangkaran. Setelah Rakai Panangkaran wafat,
Kerajaan Mataram Kuno terpecah menjadi dua. Dinasti Sanjaya
memerintah Kerajaan Mataram Kuno bercorak Hindu di Jawa Tengah
bagian utara. Sementara Dinasti Syailendra memerintah Kerajaan
Mataram Kuno bercorak Buddha di Jawa Tengah bagian selatan.

2. Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno


Dinasti Syailendra muncul pada akhir abad ke-8, dan periode
kepemimpinannya menjadi masa keemasan Kerajaan Mataram Kuno.
Perkembangan terjadi di berbagai bidang, seperti politik, ilmu
pengetahuan, budaya, kesenian, dan sosial. Raja pertama Kerajaan
Mataram Kuno dari Dinasti Syailendra adalah Sri Dharmatungga.
Pada masa pemerintahannya, konon wilayah kekuasaannya
mencapai Semenanjung Malaka. Setiap berganti raja, keadaan Kerajaan
Mataram Kuno semakin gemilang dan termasyur. Sri Dharmatungga
digantikan oleh Indra (Syailendra), yang berhasil menaklukkan Chenla
(Kamboja).
Setelah itu, Kerajaan Mataram Kuno dipimpin oleh
Samaratungga. Pada periode ini, ilmu seni sangat berkembang dan
dibangunlah Candi Borobudur. Kerajaan Mataram Kuno akhirnya bersatu
kembali setelah perkawinan Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dan
Pramodhawardani dari Wangsa Syailendra.

3. Pemindahan ke Jawa Timur


Pada 929 masehi, ibu kota Mataram Kuno dipindahkan oleh Mpu
Sindok ke Jawa Timur dengan pusat pemerintahan di antara Gunung
Semeru dan Gunung Wilis. Terdapat beberapa alasan yang diperkirakan
menjadi sebab perpindahan ini, seperti faktor bencana alam, politik, dan
adanya ancaman dari kerajaan lain.
Setelah pindah ke Jawa Timur, kerajaan ini disebut sebagai
Kerajaan Medang dengan lokasi berada di sekitar Jombang. Mpu Sindok
kemudian dinobatkan sebagai raja pertama dari Dinasti Isyana.

Masa kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur tidak


berlangsung lama. Raja-raja penerus Mpu Sindok juga sangat peling
mewariskan bukti peninggalan sehingga namanya seakan tenggelam
dalam sejarah.

4. Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno


Ketika berdiri di Jawa Tengah, Kerajaan Mataram Kuno
mewariskan cukup banyak peninggalan berupa prasasti dan candi yang
dapat ditemui hingga sekarang.
Prasasti Kerajaan Mataram Kuno :
a. Prasasti Canggal
b. Prasasti Kalasan
c. Prasasti Mantyasih
d. Prasasti Klurak

Candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno :


a. Candi Bima
b. Candi Arjuna
c. Candi Kalasan
d. Candi Plaosan
e. Candi Prambanan
f. Candi Sewu
g. Candi Mendut
h. Candi Pawon
i. Candi Puntadewa
j. Candi Semar
k. Candi Srikandi
l. Candi Borobudur

D. Kerajaan Sri Bangun


Sampai sekarang kerajaan Sri Bangun memang masih menjadi
misteri bagi para sejarawan dan penduduk kota bangun khususnya. Bagi para
sejarawan misteri kerajaan ini mungkin terletak pada minimnya bukti-bukti
sejarah guna mengetahui tentang kerajaan ini pada masa lampau.
Bagi masyarakat kota bangun misteri kerajaan ini adalah sebuah
cerita “peristiwa gaibnya kerajaan Sri Bangun”. Masyarakat kota bangun saat
ini masih meyakini/mempercayai keberadaan kerajaan ini sampai sekarang
ini, namun keberadaannya ada secara gaib.
Diperkirakan merupakan negeri bawahan dari Kerajaan Martadipura,
namun berbeda dengan Martadipura yang Hindu, Kerajaan ini malah
menunjukkan corak sebagai Kerajaan Budha dengan ditemukannya beberapa
peninggalan seperti Arca Budha Pengembara dari Perunggu, dan Patung
Lembu Nandi yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai Singa Noleh.
Kota Bangun terletak sekitar 88 Km dari Tenggarong Ibu Kota
Kabupaten Kutai Kartanegara, terletak di sisi kiri mudik Sungai
Mahakam. Merupakan sebuah daerah yang memiliki sejarah peradaban lama.
Bekas wilayah Kerajaan Sri Bangun dengan Rajanya yang paling terkenal
bernama Qeva.
Diperkirakan merupakan negeri bawahan dari Kerajaan Martadipura,
namun berbeda dengan Martadipura yang Hindu, Kerajaan ini malah
menunjukkan corak sebagai Kerajaan Budha dengan ditemukannya beberapa
peninggalan seperti Arca Budha Pengembara dari Perunggu, dan Patung
Lembu Nandi yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai Singa Noleh.
Keberadaan Patung Lembu Nandi itu terletak di sebuah dataran
tinggi yang berhadapan langsung dengan Sungai Mahakam, di mana pada
arah Ulunya ada sebuah Danau yang bernama Kedang Murung kawasan ini
sekarang dikenal sebagai Situs Sri Bangun.
Strategisnya Situs Sri Bangun ini juga dimanfaatkan Sultan Kutai
Kartanegara Aji Muhammad Salehuddin, sebagai wadah pengungsian ketika
kalah perang melawan Pasukan Belanda pada tahun 1844. 
Ditempat itu Sultan bersama keluarga dan mentrinya beserta Ratusan
Pengawal membangun kubu pertahanan serta beberapa istana sementara. Situs
Sri Bangun ini hingga sekarang tetap di keramatkan penduduk Kutai
Kartanegara, karena dipercaya Kerajaan Sri Bangun yang memang misterius
tersebut, hingga kini masih ada secara gaib. 
Banyak warga yang telah melihat bayangan Istana megah di wilayah
pada waktu-waktu tertentu, terkadang pula ditemukan beberapa lelaki dan
wanita misterius yang apabila diikuti menghilang begitu saja.

E. Kerajaan Dharmasraya

Kerajaan Dharmasraya adalah kerajaan di Sumatera yang namanya


muncul seiring dengan runtuhnya Kerajaan Sriwijaya. Pada masa jayanya,
kerajaan bercorak Buddha ini menjadi kerajaan terbesar di Sumatera yang
memiliki banyak negeri bawahan. Bahkan kekuasaannya membentang dari
Sumatera, tanah Sunda, hingga Semenanjung Malaya. Selain itu, Kerajaan
Dharmasraya juga menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di Asia
Tenggara, salah satunya adalah Kerajaan Singasari.

1. Sejarah Berdirinya Kerajaan Dharmasraya


Kerajaan Dharmasraya adalah penerus Kerajaan Melayu, yang
pernah ditaklukkan oleh Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7. Setelah
kekuasaan Wangsa Sailendra di Pulau Sumatera dan Semenanjung
Malaya berakhir, Melayu bangkit kembali sebagai penguasa Selat
Malaka. Sejak itu, kerajaan terletak di Dharmasraya dan diperintah oleh
Maharaja Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa dari Wangsa
Mauli.
Salah satu sumber sejarah Kerajaan Dharmasraya didapatkan dari
Thailand, yakni Prasasti Grahi. Prasasti berangka tahun 1183 Masehi itu
memuat perintah Maharaja Srimat Trailokyaraja Maulibhusana
Warmadewa terkait pembuatan arca Buddha kepada Mahasenapati
Galanai, Bupati Grahi.

2. Raja-Raja Kerajaan Dharmasraya


a. Maharaja Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa (1183-
1286 M)
b. Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa (1286-1316 M)
c. Srimat Sri Akarendrawarman (1316-1347 M)
d. Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra
Maulimali Warmadewa (Adityawarman)
3. Masa Kejayaan Kerajaan Dharmasraya
Kerajaan Dharmasraya berkembang dengan sangat cepat. Bahkan
pada masa awal pemerintahannya, kekuasaannya telah mencapai Grahi,
yang terletak di perbatasan Kamboja dan Thailand.
Hal ini karena raja pertamanya segera melakukan penyerangan
besar-besaran ke wilayah bekas kekuasaan Sriwiijaya. Kemudian pada
masa kekuasaan Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa, kerajaan ini
berhasil menaklukkan dan menduduki Jawa bagian barat (tanah Sunda).
Setelah Sriwijaya runtuh, Dharmasraya menjadi kerajaan terbesar di
Sumatera yang memiliki sekitar 15 kerajaan bawahan.

4. Hubungan dengan Kerajaan Singasari


Dalam catatan Cina, Zhufan Zhi, karya Zhao Rugua yang ditulis
pada 1225 M, Dharmasraya juga menjalin hubungan dengan kerajaan-
kerajaan lain di Asia Tenggara, salah satunya adalah Kerajaan Singasari.
Raja Kertanegara dari Singasari diketahui melakukan Ekspedisi
Pamalayu pada 1275, untuk menjadikan Sumatera sebagai benteng
pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Sebagai tanda
persahabatan dengan Kerajaan Dharmasraya yang menguasai Sumatera,
maka Raja Kertanegara mengirim arca Amoghapasa.
Prasasti Padang Roco menyebut bahwa arca Amoghapasa
diberangkatkan dari Jawa dengan diiringi beberapa pejabat Singasari.
Setelah penyerahan arca, Raja Dharmasraya menghadiahkan dua putrinya,
Dara Jingga dan Dara Petak.
Dara Petak nantinya diperistri oleh Raden Wijaya (pendiri
Majapahit), sedangkan Dara Jingga diserahkan kepada Adwayabrahma,
pejabat Singasari yang dikirim ke Sumatera pada 1286. Dari Dara Jingga
dan Adwayabrahma inilah lahir Adityawarman, penguasa terakhir
Kerajaan Dharmasraya.

5. Runtuhnya Kerajaan Dharmasraya


Di era Raja Adityawarman, Kerajaan Dharmasraya dipindahkan
ke Pagaruyung dan nama kerajaannya menjadi Malayapura. Penyebab
runtuhnya Kerajaan Dharmasraya diperkirakan karena ekspansi Kerajaan
Majapahit. Kakawin Nagarakretagama menyebut bahwa bumi Melayu
sebagai salah satu negeri jajahan Kerajaan Majapahit.
Pada 1339, Adityawarman dikirim sebagai raja bawahan
Majapahit, untuk terlibat dalam beberapa penaklukan yang dimulai
dengan menguasai Palembang. Setelah membantu Majapahit inilah,
Adityawarman memindahkan letak Kerajaan Dharmasraya, yang
namanya kemudian dikenal sebagai Kerajaan Malayapura atau
Pagaruyung.

6. Peninggalan Kerajaan Dharmasraya


Berikut peninggalan Kerajaan Dharmasraya :
a. Prasasti Grahi
b. Prasasti Padang Roco
c. Prasasti Suruaso
d. Prasasti Kuburajo

Anda mungkin juga menyukai