Anda di halaman 1dari 9

Kerajaan Mataram Kuno

Dinasti Sanjaya
Kerajaan Mataram terletak di Jawa Tengah dengan daerah intinya disebut Bhumi Mataram.
Daerah tersebut dikelilingi oleh pegunungan dan gunung-gunung, seperti Pegunungan
Serayu, Gunung Prau, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Ungaran, Gunung
Merbabu, Gunung Merapi, Pegunungan Kendang, Gunung Lawu, Gunung Sewu, Gunung
Kidul. Daerah itu juga dialiri banyak sungai, diantaranya Sungai Bogowonto, Sungai Progo,
Sungai Elo, dan yang terbesar dalah Sungai Bengawan Solo. Mata pencaharian utama dari
rakyat Mataram Kuno adalah pertanian, sementara masalah perdagangan kurang mendapat
perhatian.
1. Sumber Sejarah
Bukti-bukti berdirinya Dinasti Sanjaya diketahui melalui Prasasti Canggal (daerah Kedu),
Prasasti Belitung, Kitab Carita Parahyangan.

Prasasti Canggal (732 M)

Prasasti ini dibuat pada masa pemerintahan Raja Sanjaya yang berhubungan dengan
pendirian sebuah Lingga. Lingga tersebut adalah Lambang dari Dewa Siwa. Sehingga agama
yang dianutnya adalah agama Hindu beraliran Siwa.

Prasasti Balitung (907 M)

Prasasti ini adalah prasasti tembaga yang dikeluarkan oleh Raja Diah Balitung. Dalam
prasasti itu disebutkan nama raja yang pernah memerintah pada Kerajaan Dinasti Sanjaya.

Kitab Carita Parahyangan

Dalam hal ini diceritakan tentang hal ikhwal raja-raja Sanjaya.


2. Kehidupan Politik
Kerajaan Mataram diperintah oleh raja-raja keturunan dari Dinasti Sanjaya. Raja-raja yang
pernah berkuasa di kerajaan Mataram diantaranya:
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
Menurut Prasasti Canggal (732 M), Raja Sanjaya adalah pendiri Kerajaan Mataram dari
Dinasti Sanjaya. Raja Sanjaya memerintah dengan sangat adil dan bijaksana sehingga
kehidupan rakyatnya terjamin aman dan tentram.
Raja Sanjaya meninggal kira-kira pertengahan abad ke-8 M. Ia digantikan oleh Rakai
Panangkaran. Berturut-turut penggantian Rakai Panangkaran adalah Rakai Warak dan Rakai
Garung.
Sri Maharaja Rakai Pikatan
Setelah Rakai Garung meninggal, Rakai Pikatan naik tahta. Untuk melaksanakan cita-citanya
menguasai seluruh wilayah Jawa Tengah, Rakai Pikatan harus berhadapan dengan Kerajaan
Syailendra yang pada masa itu diperintah oleh Raja Balaputra Dewa. Karena kekuatan
Kerajaan Syailendra melebihi kekuatan Kerajaan Mataram, maka jalan yang ditempuh Rakai

Pikatan adalah meminang Putri dari Kerajaan Syailendra yang bernama Pramodhawardani.
Seharusnya Pramodhawardani berkuasa atas Kerajaan Syailendra, tetapi ia menyerahkan
tahtanya kepada Balaputra Dewa.
Rakai Pikatan mendesak Pramodhawardani agar mau menarik tahtanya kembali dari
Balaputra Dewa, sehingga meletuslah perang saudara. Dalam perang itu, Raja Balaputra
Dewa dapat dikalahkan dan lari ke Kerajaan Sriwijaya. Dengan demikian, cita-cita Rakai
Pikatan untuk menguasai wilayah Jawa Tengah tercapai.
Dinasti Syailendra
Pada pertengahan abad ke-8 M di Jawa Tengah bagian selatan, yaitu di daerah Bagelan dan
Yogyakarta, memerintah seorang raja dari Dinasti Syailendra. Pada masa pemerintahan Raja
Balaputra Dewa, diketahui bahwa pusat kedudukan Kerajaan Syailendra terletak di daerah
pegunungan di sebelah selatan berdasarkan bukti ditemukannya peninggalan istana Ratu
Boko.
1. Sumber Sejarah
Prasasti-prasasti yang berhasil ditemukan diantaranya sebagai berikut:

Prasasti Kalasan (778 M)

Prasasti ini menyebutkan tentang seorang raja dari Dinasti Syailendra yang berhasil
menunjuk Rakai Panangkaran untuk mendirikan sebuah bangunan suci bagi Dewi Tara dan
sebuah Bihara untuk para pendeta. Rakai Panangkaran akhirnya menghadiahkan desa
Kalasan kepada Sanggha Budha.

Prasasti Kelurak (782 M) di daerah Prambanan

Prasasti ini menyebutkan tentang pembuatan arca Manjusri yang merupakan perwujudan
Sang Budha, Wisnu, dan Sanggha, yang dapat disamakan dengan Brahma, Wisnu, Siwa.
Prasasti itu juga menyebutkan nama raja yang memerintah saat itu yang bernama Raja Indra.

Prasasti Ratu Boko (856 M)

Prasasti ini menyebutkan tentang kekalahan Raja Balaputra Dewa dalam perang saudara
melawan kakaknya Pramodhawardani dan selanjutnya melarikan diri ke Sriwijaya.

Prasasti Nalanda (860 M)

Prasasti ini menyebutkan tentang asal-usul Raja Balaputra Dewa. Disebutkan bahwa
Balaputra Dewa adalah putra dari Raja Samarottungga dan cucu dari Raja Indra (Kerajaan
Syailendra di Jawa Tengah).
Di samping prasasti-prasasti tersebut di atas, juga terdapat peninggalan-peninggalan berupa
candi-candi Budha seperti Candi Borobudur, Mendut, Pawon, Kalasan, Sari, Sewu, dan
candi-candi lainnya yang lebih kecil.
-prasasti Kahulunan tahun 842 menyebut adanya tokoh Sri Kahulunan yang telah
menetapkan beberapa desa sebagai daerah perdikan untuk merawat Kamulan

Bhumisambhara (nama asli Candi Borobudur). Ada dua versi penafsiran tokoh Sri
Kahulunan ini, yaitu permaisuri atau ibu suri. Nama Samaratungga tidak disebut
dalam prasasti itu sehingga ia diperkirakan sudah meninggal.

-Prasasti Mantyasih, juga disebut Prasasti Balitung atau Prasasti Tembaga Kedu,[1]
adalah prasasti berangka tahun 907 M[2] yang berasal dari Wangsa Sanjaya, kerajaan Mataram
Kuno. Prasasti ini ditemukan di kampung Mateseh, Magelang Utara, Jawa Tengah dan
memuat daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung. Prasasti ini dibuat sebagai
upaya melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga menyebutkan raja-raja
sebelumnya yang berdaulat penuh atas wilayah kerajaan Mataram Kuno.[3]
Dalam prasasti juga disebutkan bahwa desa Mantyasih yang ditetapkan Balitung sebagai desa
perdikan (daerah bebas pajak). Di kampung Meteseh saat ini masih terdapat sebuah lumpang
batu, yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan sima atau desa perdikan. Selain itu
disebutkan pula tentang keberadaan Gunung Susundara dan Wukir Sumbing (sekarang
Gunung Sindoro dan Sumbing).[4]
Kata "Mantyasih" sendiri dapat diartikan "beriman dalam cinta kasih".[4]

2. Kehidupan Politik
Pada akhir abad ke-8 M Dinasti Sanjaya terdesak oleh dinasti lain, yaitu Dinasti Syailendra.
Peristiwa ini terjadi ketika Dinasti Sanjaya diperintah oleh Rakai Panangkaran. Hal itu
dibuktikan melalui Prasasti Kalasan yang meneybutkan bahwa Rakai Panangkaran mendapat
perintah dari Raja Wisnu untuk mendirikan Candi Kalasan (Candi Budha).
Walaupun kedudukan raja-raja dari Dinasti Sanjaya telah terdesak oleh Dinasti Syailendra,
raja-raja dari Dinasti sanjaya tetap diakui kedudukannya sebagai raja yang terhormat. Hanya
harus tunduk terhadap raja-raja Syailendra sebagai penguasa tertinggi atas seluruh Mataram.
Berdasarkan prasasti yang telah ditemukan dapat diketahui raja-raja yang pernah memerintah
Dinasti Syailendra, di antaranya:
Raja Indra
Dinasti Syailendra menjalankan politik ekspansi pada masa pemerintahan Raja Indra.
Perluasan wilayah ini dtujukan untuk menguasai daerah-daerah di sekitar Selat Malaka.
Selanjutnya, yang memperkokoh pengaruh kekuasaan Syailendra terhadap Sriwijaya adalah
karena Raja Indra menjalankan perkawinan politik. Raja Indra mengawinkan putranya yang
bernama Samarottungga dengan putri Raja Sriwijaya.
Raja Samarottungga
Pengganti Raja Indra bernama Samarottungga. Pada zaman kekuasaannya dibangun Candi
Borobudur. Namun sebelum pembangunan Candi Borobudur selesai, Raja Samarottungga
meninggal dan digantikan oleh putranya yang bernama Balaputra Dewa yang merupakan
anak dari selir.
3. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial Kerajaan Syailendra, ditafsirkan sudah teratur. Hal ini dilihat melalui cara
pembuatan candi yang menggunakan tenaga rakyat secara bergotong-royong. Di samping itu,
pembuatan candi ini menunjukkan betapa rakyat taat dan mengkultuskan rajanya.

4. Kehidupan Budaya
Kerajaan Syailendra banyak meninggalkan bangunan-bangunan candi yang sangat megah dan
besar nilainya, baik dari segi kebudayaan, kehidupan masyarakat dan perkembangan
kerajaan. Candi-candi yang terkenal seperti telah disebutkan di atas adalah Candi Mendut,
Pawon, Borobudur, Kalasan, Sari, dan Sewu.
Nama Borobudur diperkirakan berasal dari nama Bhumi Sambharabudhara. Bhumi Sambhara
berarti bukit atau gunung dan Budhara berarti raja. Jadi arti dari nama tersebut adalah Raja
Gunung, yang sama artinya dengan Syailendra. Candi Borobudur memiliki suatu sistem yang
terbagi dalam tiga bagian yaitu Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu
- Prasasti Canggal
Prasasti ini ditemukan di Desa Canggal, di Gunung Wukir sebelah barat daya Magelang.
Prasasti Canggal berangka taahun 732 M dengan menggunakan huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta. Isinya menerangkan, bahwa Raja Sanjaya mendirikan sebuah lingga di Bukit
Kunjarakunja. Selain itu, juga disebutkan bahwa Jawa kaya akan padi emas. Asal usul Raja
Sanjaya dapat diterangkan sebagai berikut.
Mula-mula Kerajaan Mataram Lama diperintah oleh Raja Sanna. Ia memerintah dengan
bijaksana dalam waktu yang cukup lama. Tetapi, setelah Sanna meninggal, kerajaannya
menjadi terpecah karena kehilangan pelindungnya. Pengganti Sanna adalah Sanjaya. Sanjaya
adalah anak saudara perempuan Sanna yang bernama Sanaha. Raja Sanjaya menguasai
daerah-daerah di sekitarnya dan menciptakan kemakmuran bagi rakyatnya.
Prasasti ini menginformasikan bahwa Kerajaan Mataram Lama berdiri sekitar abad ke-8 M.
Pendirian lingga dianggap sebagai suatu peringatan yang menandai berdirinya Kerajaan
Mataram Lama. Oleh karena itu, Sanjaya dianggap sebagai pendiri Kerajaan Mataram Lama.
Selain itu, Sanjaya memeluk agama Hindu Syiwa, karena lingga merupakan lambang Dewa
Syiwa.
- Prasasti Balitung
Prasasti Balitung disebut juga Mantyasih atau Kedu. Prasasti yang dibuat oleh Raja Balitung
ini, ditemukan di Desa Mantyasih daerah Kedu. Prasasti ini berangka tahun 907 M.
Bentuknya berupa lempengan tembaga dan berisi silsilah Dinasti Sanjaya. Prasasti tersebut
berbunyi, Rahyangta rumuhun ri medang ri poh pitu. Artinya, dewa-dewa atau nenek
moyang yang telah meninggal di Medang di Pohpitu. Dalam prasasti ini terdapat nama-nama
seperti:
- Sri Maharaja Rakai Mataram sang Ratu Sanjaya
- Sri Maharaja Rakai Panangkaaran
- Sri Maharaja Rakai Panunggalan
- Sri Maharaja Rakai Warak
- Sri Maharaja Rakai Garung
- Sri Maharaja Rakai Pikatan
- Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
- Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
- Sri Maharaja Rakai Watuhura Dyah Balitung
- Prasasti Kalasan
Prasasti Kalasan berangka tahun 776 M. Adapun isinya adalah Para guru sang raja mustika
keluarga Syailendra telah berhasil membujuk Maharaja Tejahpurnapana Panangkaran untuk

membangun sebuah bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara para pendeta. Raja
panangkarana menghadiahkan sebuah tanah di Kalasan kepada para Sangha.
Informasi yang diperoleh dari prasasti ini menunjukkan bahwa sekitar abad 8 M dan 9 M di
Mataram Lama telah terjalin kerukunan umat beragama. Raja Panangkaran yang beragam
Hindu mendirikan bangunan suci untuk umat Budha. Walaupun pada saat itu Dinasti Sanjaya
mulai terdesak oleh Wangsa Syailendra, kedudukan raja-raja Sanjaya tetap di akui.
- Prasasti Kelurak
Prasasti Kelurak berangka tahun 782 M. Pada prasasti ini terdapat tulisan yang menerangkan
bahwa seorang raja yang bernama Indra membuat bangunan suci dan Arca Manjusri. Tulisan
itu menggunakan huruf Pranagari dan berbahasa Sansekerta. Mungkin yang dimaksud dengan
bangunan suci dalam tulisan itu adalah Candi Sewu. Candi Sewu ini terletak di sebelah Candi
Prambanan.
- Prasasti Karangtengah
Prasasti Karangtengah berangka tahun 824 M. Pada Prasasti ini terdapat tulisan yang
menerangkan bahwa Raja Samarattungga mendirikan bangunan suci di Wenuwana. Para ahli
menyebutnya sebagai Candi Ngawen. Candi ini terletak di sebelah barat Muntilan.
Disebutkan juga bahwa putrinya yang bernama Pramodhawardani membebaskan pajak tanah
di sekitar sekitar baangunan suci untuk pemeliharaan Kamulan di Bumisambhara. Dalam hal
ini yang dimaksudkan Kamulan Bumisambhara adalah Candi Borobudur. Jadi, Candi
Borobudur dibangun atas perintah Samaratungga, sedangkan arsiteknya adalah Ganadharma.

Raja-raja mataram lama

Telah dijelaskan di atas, bahwa pada akhir abad ke-8 M Dinasti Sanjaya mulai terdesak oleh
Dinasti Syailendra. Karena itu, masing-masing dinasti mempunyai wilayah tersendiri. Daerah
kekuasaan Sanjaya adalah Jawa Tengah bagian utara, sedangkan kekuasaan Syailendra di
wilayah Jawa Tengah bagian selatan. Kesimpulan ini berdasarkan peninggalan-peninggalan

mereka. Candi-candi Hindu sebagian besar terdapat di Jawa Tengah bagian utara, sedangkan
candi-candi Budha terdapat di Jawa Tengah bagian selatan. Kata Syailendra berarti Raja
Gunung, karena Saila berarti gunung dan Indra adalah raja.
Berdasarkan prasasti yang ditemukan tersebut akhirnya dapat dibuat susunan raja-raja Dinasti
Syailendra, seperti berikut.

Raja Banu memerintah pada tahun 752M 775M.


Raja Wisnu memerintah pada tahun 775M 782M.

Raja Indra memerintah pada tahun 782M 812M.

Raja Samarattungga memerintah pada tahun 812M -833M.

Raja Pramodhawardhani memerintah pada tahun 833M 856M.

Kedudukan Syailendra sebelum mendesak kedudukan Sanjaya tidak diketahui dengan pasti.
Pendesakan ini terjadi pada masa pemerintahan Raja Wisnu. Puncak kejayaan Dinasti
Syailendra terjadi pada masa pemerintahan Raja Indra. Mataram Lama menjadi kerajaan
agromaritim. Artinya, mereka tidak hanya mengutamakan bidaang pertanian, tetapi juga
bergerak di bidang pelayaran dan perdagangan. Pengganti Indra adalah Samarattungga yang
berhasil membangun Candi Borobudur.
Kemunduran Dinasti Syailendra tampaknya terjadi pada masa pemerintahan Samarattungga.
Demi menyelamatkan kedudukannya, Samarattungga mengadakan perkawinan politik antara
Pramodhawardani dengan Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya. Perkawinan ini ditentang oleh
Balaputradewa. Sepeninggal Samarattungga, di Mataram terjadi perang saudara antara Rakai
Pikatan dengan Balaputradewa. Balaputradewa adalah puta lain dari Samarattungga. Perang
ini terjadi karena Balaputadewa merasa lebih berhak atas tahta kerajaan dari pada Rakai
Pikatan. Perang ini terjadi pada tahun 856 M. Balaputradewa mengalami kekalahan. Akhirnya
Balaputradewa melarikan diri ke Sumatera dan menjadi Raja Sriwijaya. Jadi, sejak saat itu
berakhirlah kekuasaan Dinasti Syailendra di Mataram. Lalu, Dinasti Sanjaya berkuasa
kembali.
Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, wilayah Mataram meliputi Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Beliau mendirikan bangunan suci untuk agama Hindu dan Budha, antara lain Candi
Plaosan dan Candi Prambanan.
Rakai Pikatan digantikan oleh Rakai Kayuwangi (856-866). Beliau beragama Hindu Syiwa.
Beliau digantikan oleh Rakai Watuhumalang, tetapi kurang dikenal karena tidak banyak
prasasti yang ditinggalkannya. Beliau digantikan oleh Raga Balitung (896 M sampai 930 M)
dengan gelar Watukumara.
Pada masa pemerintahan Balitung banyak ditemukan prasasti, baik di Jawa Tengah maupun
di Jawa Timur. Berdasarkan penelitian terhadap prasasti tersebut, ternyata wilayah kekuasaan
Balitung meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Raja Balitung membangun juga kompleks Candi Prambanan yang sudah dirintis oleh Rakai
Pikatan. Pembangunannya baru selesai pada masa pemerintahan Daksa (pengganti Balitung).
Pada masa Balitung dikenal jabatan-jabatan, seperti Rakryan i Hino, Rakryan i Halu, dan
Rakryan i Sirikan. Mereka adalah tritunggal yang penting dalam kerajaan.

Pada tahun 910M, Raja Balitung digantikan oleh Daksa, yang memegang pemerintahan
hingga tahun 919M. Daksa digantikan oleh Raja Tulodong. Pemerintahan Raja Daksa dan
Tulodong tidak begitu jelas, karena sedikit prasasti yang ditinggalkan. Raja Tulodong adalah
raja terakhir yang meninggalkan prasasti-prasasti di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pengganti Tulodong adalah Raja Wawa dengan gelar Srijayalokanamottungga. Raja Wawa
memerintah pada taahun 924M sampai 929M. Pengganti Raja Wawa adalah menantunya,
yaitu Mpu Sindok. Beliau memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur. Mpu Sindok bukan
berasal dari Dinasti Syailendra, melainkan dari Dinasti Isyana.

Peninggalan kerajaan mataram lama


Peninggalan kerajaan mataram lama berupa candi-candi
pada masa Dinasti Sanjaya dan Syailendra.
Peninggalan Dinasti Sanjaya meliputi:
- Candi Prambanan
- Candi Dedong songo
- Kompleks Candi Dieng
- Candi Pringapus
- Candi Selogrio
Peninggalan Dinasti Syailendra meliputi:
- Candi Borobudur
- Candi Pawon
- Candi Kalasan
- Candi Sari
- Candi Sewu
- Candi Ngawen

1. 4. Kerajaan Mataram
1. a. Penyebab Kejayaan

1) Naik tahtanya Sanjaya yang sangat ahli dalam peperangan


2) Pembangunan sebuah waduk Hujung Galuh di Waringin Sapta (Waringin Pitu)
guna mengatur aliran Sungai Berangas, sehingga banyak kapal dagang dari
Benggala, Sri Lanka, Chola, Champa, Burma, dan lain-lain datang ke pelabuhan
itu.
3) Pindahnya kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur yang didasari oleh:
a) Adanya sungai-sungai besar, antara lain Sungai Brantas dan Bengawan Solo
yang sangat memudahkan bagi lalu lintas perdagangan.

b) Adanya dataran rendah yang luas sehingga memungkinkan penanaman padi


secara besar-besaran.
c) Lokasi Jawa Timur yang berdekatan dengan jalan perdagangan utama waktu
itu, yaitu jalur perdagangan rempah-rempah dari Maluku ke Malaka.

1. b. Penyebab Kemunduran

1) Wafatnya Raja Sanna sehingga kerajaan Mataram menjadi pecah dan


kebingungan.
2) Pernikahan Raja Pramodhawardhani dengan Rakai Pikatan yang beragama
Hindu yang kontroversial sehingga menimbulkan berbagai pemberontakan.
3) Serangan dari Raja Wurawari yang bekerja sama dengan Sriwijaya saat Raja
Airlangga berada di
Jawa meminang putri Dharmawangsa
Dinasti Sanjaya
Sanjaya (732-7xx)
Rakai Panangkaran
(tidak diketahui)
Rakai Patapan (8xx-838)
Rakai Pikatan (838-855), mendepak Dinasti Syailendra
Rakai Kayuwangi (855-885)
Dyah Tagwas (885)
Rakai Panumwangan Dyah Dewendra (885-887)
Rakai Gurunwangi Dyah Badra (887)
Rakai Watuhumalang (894-898)
Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910)
Daksa (910-919)
Tulodong (919-921)
Dyah Wawa (924-928)
Mpu Sindok (928-929), memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur (Medang)

Kerajaan Mataram di Jawa Tengah


Kerajaan Mataram Kuno yang berpusat di Jawa Tengah terdiri dari dua wangsa (keluarga),
yaitu wangsa Sanjaya dan Sailendraa. Pendiri wangsa Sanjaya adalah Raja Sanjaya. Ia
menggantikan raja sebelumnya, yakni Raja Sanna. Konon, Raja Sanjaya telah
menyelamatkan Kerajaan Mataram Kuno dari kehancuran setelah Raja Sanna wafat.
Setelah Raha Sanjaya wafat, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno dipegang oleh Dapunta
Sailendra, pendiri wangsa Sailendra. Para raja keturunan wangsa Sanjaya seperti Sri
Maharaja Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai Warak,

dan Sri Maharaja Rakai Garung merupakan raja bawahan dari wangsa Sailendra. Oleh
Karena adanya perlawanan yang dilakukan oleh keturunan Raja Sanjaya, Samaratungga (raja
wangsa Sailendra) menyerahkan anak perempuannya, Pramodawarddhani, untuk dikawinkan
dengan anak Rakai Patapan, yaitu Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya).

Rakai Pikatan kemudian menduduki takhta Kerajaan Mataram Kuno. Melihat keadaan ini,
adik Pramodawarddhani, yaitu Balaputeradewa, mengadakan perlawanan namun kalah dalam
peperangan. Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke P. SUmatra dan menjadi raja
Sriwijaya.
Pada masa Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu berkuasa,
terjadi perebutan kekuasaan di antara para pangeran Kerajaan Mataram Kuno. Ketika Sri
Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa berkuasa, kerajaan ini berakhir dengan tiba-tiba. Diduga
kehancuran kerajaan ini akibat bencana alam karena letusan G. Merapi, Magelang, Jawa
Tengah.

Kerajaan Mataram di Jawa Timur


Setelah terjadinya bencana alam yang dianggap sebagai peristiwa pralaya, maka sesuai
dengan landasan kosmologis harus dibangun kerajaan baru dengan wangsa yang baru pula.
Pada abad ke-10, cucu Sri Maharaja Daksa, Mpu Sindok, membangun kembali kerajaan ini di
Watugaluh (wilayah antara G. Semeru dan G. Wilis), Jawa Timur. Mpu Sindok naik takhta
kerajaan pada 929 dan berkuasa hingga 948. Kerajaan yang didirikan Mpu SIndok ini tetap
bernama Mataram. Dengan demikian Mpu Sindok dianggap sebagai cikal bakal wangsa baru,
yaitu wangsa Isana. Perpindahan kerajaan ke Jawa Timur tidak disertai dengan penaklukan
karena sejak masa Dyah Balitung, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno telah meluass hingga
ke Jawa Timur. Setelah masa pemerintahan Mpu Sindok terdapat masa gelap sampai masa
pemerintahan Dharmawangsa Airlangga (1020). Sampai pada masa ini Kerajaan Mataram
Kuno masih menjadi saatu kerajaan yang utuh. Akan tetapi, untuk menghindari perang
saudara, Airlangga membagi kerajaan menjadi dua, yaitu Kerajaan Pangjalu dan Janggala.

Anda mungkin juga menyukai