Anda di halaman 1dari 7

1.

1 Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno


Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berada di wilayah aliran sungai-sungai
Bogowonto, Progo, Elo, dan Bengawan Solo di Jawa Tengah. Keberadaan kerajaan
ini dapat diketahui dari Prasasti Canggal. Prasasti berangka tahun 732 Masehi ini
menyebutkan bahwa kerajaan itu pada awalnya dipimpin oleh Sana. Setelah
kematiannya, tampuk kekuasaan dipegang oleh keponakannya, Sanjaya. Pada masa
pemerintahan Sri Maharaja Rakai Panangkaran berdiri pula sebuah dinasti baru di
Jawa Tengah, yaitu Dinasti Syailendra yang beragama Budha. Perkembangan
kekuasaan dinasti tersebut di bagian selatan Jawa Tengah menggeser kedudukan
Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu hingga ke bagian tengah Jawa Tengah.
Akhirnya, untuk memperkuat kedudukan masing-masing, kedua dinasti itu sepakat
bergabung. Caranya adalah melalui pernikahan antara Raja Putri Pramodharwani dari
pihak Syailendra dengan Rakai Pikatan dari dinasti saingannya.
Kerajaan Mataram Kuno terkenal keunggulannya dalam pembangunan candi
agama Budha dan Hindu. Candi yang diperuntukan bagi agama Budha antara lain
Candi Borobudur, yang dibangun oleh Samaratungga dari Dinasti Syailendra. Candi
Hindu yang dibangun antara lain Candi RoroJongrang di Prambanan, yang dibangun
oleh Raja Pikatan. Pada zaman pemerintahan Raja Rakai Wawa terjadi banyak
kekacauan di daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram
Kuno sementara ancaman dari luar mengintainya. Keadaan menjadi semakin buruk
setelah kematian sang raja akibat perebutan kekuasaan di kalangan istana. Akhirnya,
pengganti Raja Wawa yang bernama Mpu Sindok mengambil keputusan untuk
memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Di sana ia
membangun sebuah dinasti baru yang bernama Isyana.
Kerajaan mataram kuno dipimpin pertama kali oleh Raja Sanjaya yang
terkenal sebagai seorang raja yang besar. Ia adalah penganut Hindu Syiwa yang taat.
Setelah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya meninggal dunia, beliau kemudian
digantikan oleh putranya yang bernama Sankhara yang bergelar Rakai Panangkaran
Dyah Sonkhara Sri Sanggramadhanjaya. Raja Panangkaran lebih progresif dan
bijaksana daripada Sanjaya sehingga Mataram Kuno lebih cepat berkembang.
Daerah-daerah sekitar Mataram Kuno segera ditaklukkan, seperti kerajaan Galuh di
Jawa Barat dan Kerajaan Melayu di Semenanjung Malaya.Ketika Rakai Panunggalan
berkuasa, kerajaan Mataram Kuno mulai mengadakan pembangunan beberapa candi
megah seperti candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, candi Mendut,
dan Candi Borobudur.
Kemudian setelah Rakai Panunggalan meninggal, beliau digantikan oleh
Rakai Warak. Pada zaman pemerintahan Rakai Warak, ia lebih mengutamakan agama
Buddha dan Hindu sehingga pada saat itu banyak masyarakat yang mengenal agama
tersebut. Setelah Rakai Warak meninggal kemudian digantikan oleh Rakai
Garung.Setelah Rakai Garung meninggal ia digantikan oleh Rakai Pikatan. Berkat
kecakapan dan keuletan Rakai Pikatan, semangat kebudayaan Hindu dapat
dihidupkan kembali. Kekuasaannya pun bertambah luas meliputi seluruh Jawa
Tengah dan Jawa Timur serta ia pun memulai pembangunan candi Hindu yang lebih
besar dan indah yaitu candi Prambanan (Candi Lara Jonggrang) di desa Prambanan.
Setelah Raja Pikatan wafat ia digantikan oleh Rakai Kayuwangi. Pada masa
pemerintahan Rakai Kayuwangi Kerajaan banyak menghadapi masalah dan berbagai
persoalan yang rumit sehingga timbullah benih perpecahan di antara keluarga
kerajaan. Selain itu zaman keemasan Mataram Kuno mulai memudar serta banyak
terjadi perang saudara.
2.2 Proses Berkembangnya Kerajaan Mataram Kuno
Perkembangan Kerajaan Mataram Kuno dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Dinasti Sanjaya
Istilah Wangsa Sanjaya diperkenalkan oleh sejarawan bernama Dr.
Bosch dalam karangannya yang berjudul Sriwijaya, de Sailendrawamsa en de
Sanjayawamsa (1952). Ia menyebutkan bahwa, di Kerajaan Medang terdapat
dua dinasti yang berkuasa, yaitu dinasti Sanjaya dan Sailendra. Istilah Wangsa
Sanjaya merujuk kepada nama pendiri Kerajaan Medang, yaitu Sanjaya yang
memerintah sekitar tahun 732. Berdasarkan Prasasti Canggal (732 M)
diketahui Sanjaya adalah penerus raja Jawa Sanna, menganut agama Hindu
aliran Siwa, dan berkiblat ke Kunjarakunja di daerah India, dan mendirikan
Shivalingga baru yang menunjukkan membangun pusat pemerintahan baru.
Menurut penafsiran atas naskah Carita Parahyangan yang disusun dari
zaman kemudian, Sanjaya digambarkan sebagai pangeran dari Galuh yang
akhirnya berkuasa di Mataram. Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha, cucu Ratu
Shima dari Kerajaan Kalingga di Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah
Sena/Sanna/Bratasenawa, raja Galuh ketiga. Sena adalah putra Mandiminyak,
raja Galuh kedua (702-709 M). Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan
penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh dengan bantuan
Tarusbawa, raja Sunda. Penyerangan ini bertujuan untuk melengserkan
Purbasora. Saat Tarusbawa meninggal pada tahun 723, kekuasaan Sunda dan
Galuh berada di tangan Sanjaya. Di tangannya, Sunda dan Galuh bersatu
kembali. Tahun 732, Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh kepada
putranya Rarkyan Panaraban (Tamperan). Di Kalingga, Sanjaya memegang
kekuasaan selama 22 tahun (732-754), yang kemudian diganti oleh puteranya
dari Déwi Sudiwara, yaitu Rakai Panangkaran. Secara garis besar kisah dari
Carita Parahyangan ini sesuai dengan prasasti Canggal. Rakai Panangkaran
dikalahkan oleh dinasti pendatang dari Sumatra yang bernama Wangsa
Sailendra. Berdasarkan penafsiran atas Prasasti Kalasan (778 M), pada tahun
778 raja Sailendra yang beragama Buddha aliran Mahayana memerintah
Rakai Panangkaran untuk mendirikan Candi Kalasan.Sejak saat itu Kerajaan
Medang dikuasai oleh Wangsa Sailendra. Sampai akhirnya seorang putri
mahkota Sailendra yang bernama Pramodawardhani menikah dengan Rakai
Pikatan, seorang keturunan Sanjaya, pada tahun 840–an. Rakai Pikatan
kemudian mewarisi takhta mertuanya. Dengan demikian, Wangsa Sanjaya
kembali berkuasa di Medang.
b. Dinasti Syailendra
Pada tahun 929 Masehi Mpu Sendok menjadi penguasa Mataram
Kuno menggantikan Rakai Wawa. Semula Mpu Sindok merupakan pejabat
istana yang berpangkat Rakyan Mahapatih I Hino. Pada masa pemerintahan
Mpu Sindok pusat pemerintahan Mataram dipindahkan Dari Jawa Tengah ke
Jawa Timur. Pemindahan ini dilakukan karena pusat kerajaan mengalami
kehancuran akibat gunung merapi. Selain itu, ancaman dari Kerajaan
Sriwijaya terus mengintai kerajaan Mataram Kuno. Selanjutnya, di Jawa
Timur Mpu Sindok membentuk dinasti baru yang bernama Isyana. Dinasti
Isyana terletak di Tamwlang, di dekat Jombang, Jawa Timur.
Mpu Sindok memerintah Dinasti Isyana pada tahun 929-947 Masehi.
Setelah Mpu Sindok meninggal, kedudukannya digantikan oleh putrinya, Sri
Isyanatunggawijaya naik takhta dan menikah dengan Sri Lokapala. Dari
pernikahannya tersebut lahir Makutawangsawardana mangkat, pemerintahan
digantikan oleh Darmawangsa Tguh. Ia memerintah pada tahun 990-1016
Masehi.
Darmawangsa Tguh pernah berusaha menyerang Kerajaan Sriwijaya
pada tahun 990 Masehi, tetapi serangan tersebut mengalami kegagalan.
Serangan Darmawangsa Tguh mendorong Raja Sriwijaya mengirim utusan ke
Tiongkok untuk meminta perlindungan. Selanjutnya, pada tahun 1006 Masehi
Sriwijaya melakukan pembalasan dengan menyerang istana Watugaluh.
Dalam serangan tersebut Darmawangsa Tguh terbunuh. Setelah Darmawangsa
turun takhta ia digantikan oleh Raja Airlangga yang usianya masih 16 tahun.
Setelah dinobatkan sebagai raja, Airlangga segera memperbaiki hubungan
dengan Sriwijaya. Bahkan, Raja Airlangga membantu Sriwijaya ketika
diserang Raja Colamandala dari India Selatan. Pada tahun 1037 Masehi
Airlangga berhasil mempersatukan kembali daerah-daerah Jawa bagian timur
yang pernah dikuasai Darmawangsa Tguh. Dalam perkembangannya,
keturunan Raja Airlangga menjadi penguasa Kerajaan Kediri.
3.3 Kondisi Geografis Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno Terletak di pedalaman Jawa Tengah yang terbentang
di tiga daerah, yaitu Kedu, Yogyakarta, dan Surakarta. Wilayah tersebut memiliki
kondisi geografis yang unik. Bhumi Mataram dikelilingi oleh jajaran gunung dan
pegunungan. Diantara jajaran dan pegunungan tersebut mengalir sungai-sungai besar
seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo, dan Sungai Bengawan Solo.
Sebagian besar kondisi tanah di Bhumi Mataram merupakan tanah alluvial dan
vulkanik yang berasal dari endapan material sungai dan gunung api. Tanah seperti ini
sangat subur sehingga cocok untuk aktivitas pertanian.
Keberadaan sungai-sungai besar di Bhumi Mataram menjadi berkah bagi
masyarakat sekitarnya. Mereka memanfaatkan sungai tersebut sebagai keperluan
seperti irigasi pertanian, perikanan, keperluan rumah tangga, dan sarana transportas.
Sungai Bengawan Solo merupakan aliran sungai terpanjang di Pulau Jawa. Kerajaan
Mataram Kuno memanfaatkan aliran Sungai Bengawan Solo sebagai sarana
transportasi. Keberadaan sungai ini memperlancar hubungan perdagangan Kerajaan
Mataram Kuno dengan daerah-daerah lain.
4.4 Kehidupan Agama
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Kerajaan Mataram diperintahkan oleh
dua dinasti, yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Kedua dynasti tersebut
memiliki kebudayaan berbeda. Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu Syiwa
berkuasa di utara, sedangkan Dinasti Syailendra yang Bergama Buddha Mahayana
berkuasa di selatan. Kedua agama tersebut dapat hidup berdampingan. Pembauran ini
terlihat dengan adanya pernikahan politik antara Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya) dan
Pramodhawardani (Dinasti Syailendra). Pernikahan tersebut selain bertujuan untuk
menyatukan Kerajaan Mataram secara politik juga untuk menjaga toleransi kehidupan
di antara para pemeluk agama Hindu-Buddha di Mataram.
5.5 Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Mataram Kuno menggantungkan kegiatan perekonomiannya pada
sector pertanian, Wilayah Mataram Kuno memiliki kondisi tanah yang subur
sehingga cocok digunakan untuk kegiatan pertanian. Usaha untuk meningkatkan dan
mengembangkan pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai
Kayuwangi. Selanjutnya pada masa pemerintahan Rakai Dyah Balitung sektor
perdagangan mulai mendapatkan perhatian.
Aktivitas perdagangan dan perhubungan laut dikembangkan melalui Sungai
Bengawan Solo. Dyah Balitung membangun pusat-pusat perdagangan di sekitar
sungai Bengawan Solo. Penduduk di sekitar sungai diperintahkan untuk menjamin
kelancaran arus lalu lintas perdagangan melalui aliran sungai tersebut. Sebagai
imbalan, penduduk di sekitar Sungai Bengawan Solo dibebaskan dari pungutan pajak.
Lancarnya lalulintas perdagangan melalui Sungai Bengawan Solo mampu
meningkatkan perekonomian dan kesejahterahan rakyat Mataram Kuno.
Penduduk Mataram Kuno juga melakukan perdagangan di pasar-pasar yang
terletak di pisat kota atau desa. Kegiatan perdagangan di pasar-pasar tersebut tidak
dilakukan setiap hari, tetapi bergilir menurut penanggalan kalender Jawa Kuno
(kliwon, legi, pahing, pon, dan wage). Pada hari pasaran tertentu desa yang menjadi
pusat perdagangan aka ramai didatangi oleh pembeli dan penjuak dari desa-desa lain.
Mereka dating dengan berbagai cara, baik melalui transportasi darat maupun sungai
sambil mebawa barang-barang dagangannya seperti beras, buah-buahan dan ternak.
Selain pertanian dan perdagangan, industry rumah tangga sudah berkembang pada
masa Kerajaan Mataram Kuno. Hasil industry tersebut antara lain keranjang
anyaman, perkakas dari besi, emas, tembaga, perunggu, pakaian, gula kelapa, arang,
dan kapur sirih. Hasil produksi industry rumah tangga ini juga dijual di pasar-pasar di
wilayah Mataram.
Kerajaan Mataram telah menerapkan system pajak. Pajak merupakan salah
satu sumber pendapatan kerajaan yang penting. Raja Matram Kuno menarik pajak
dari rakyat melalui pegawai-pegawai bawahannya. Di desa pajak ditarik oleh pejabat
tingkat Watak yang membawahi beberapa desa. Selanjutnya, para penguasa seperti
rakai dan pamgat mempersembahkannya kepada raja setiap selesai panen (dua kali
setahun). Pejabat pemungut pajak ditingkat Watak adalah Panurang. Adapun di pusat
kerajaan, pajak diurus oleh Pankur, Tawan, dan Tirip. Pajak dapat dibayarkan dalam
bentuk hasil bumi dan uang.
6.6 Kehidupan Politik
Salah satu yang menunjukan eksistensi Kerajaan Mataram Kuno adalah
prasasti Canggal yang berangka tahun 732. Berdasarkan prasasti ini, pada awalnya
Kerajan Mataram dipimpin oleh Sahana. Setelah Sahana wafat,tampuk kekuasaan
dipegang oleh Sanjaya. Sanajaya merupakan pendiri Dinasti Sanjaya di Kerajaan
Mataram. Sanjaya merupakan penganut Hindu Syiwa yang taat. Oleh karena itu, raja
raja Mataram kuno dari dinasti Sanjaya juga menganut agama Hindu Syiwa.
Berdasarkan Prasasti Canggal (732 M), terletak di atas Gunung Wukir,
Kecamatan Salam Magelang, diketahui bahwa raja pertama dari Dinasti Sanjaya
adalah Sanjaya yang memerintah di ibu kota bernama Medang. Prasasti itu juga
menceritakan tentang pendirian sebuah lingga (lambang dewa Syiwa) di atas bukit di
wilayah Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya pada tanggal 6 Oktober 732.

Disebutkan juga tentang Pulau Jawa yang subur dan banyak menghasilkan
gandum atau padi dan kaya akan tambang emas, yang mula-mula diperintah oleh Raja
Sanna. Setelah Raja Sanna meninggal, ia digantikan oleh Raja Sanjaya, anak saudara
perempuan Raja Sanna. Raja Sanjaya adalah seorang raja yang gagah berani yang
telah menaklukkan raja di sekelilingnya dan menjadikan kemakmuran bagi rakyatnya
. Menurut Carita Parahyangan (buku sejarah Pasundan), disebutkan Sanna berasal
dari Galuh (Ciamis).

Selain prasasti Canggal, ada juga prasasti Kalasan (778 M) yang terdapat di
sebelah timur Yogyakarta. Dalam prasasti itu disebutkan Raja Panangkaran dengan
nama Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Hal itu
menunjukkan bahwa raja-raja keturunan Sanjaya termasuk keluarga Syailendra.

Prasasti Kedu ( Prasasti Mantyasih ) berangka tahun 907 M mencantumkan


silsilah raja-raja yang memerintah di Kerajaan Mataram. Prasasti Kedu dibuat pada
masa Raja Rakai Dyah Balitung. Adapun silsilah raja-raja yang pernah memerintah di
Mataram yaitu sebagai berikut.

1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya


2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran
3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan
4. Sri Maharaja Rakai Warak
5. Sri Maharaja Rakai Garung
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
9. Sri Maharaja Rakai Dyah Balitung.

Menurut prasasti Kedu dapat diketahui bahwa Raja Sanjaya digantikan oleh
Rakai Panangkaran. Selanjutnya salah seorang keturunan raja Dinasti Syailendra
yang bernama Sri Sanggrama Dhananjaya berhasil menggeser kekuasaan Dinasti
Sanjaya yang dipimpin Rakai Panangkaran pada tahun 778. Sejak saat itu, Kerajaan
Mataram dikuasai sepenuhnya oleh Dinasti Syailendra.

Tahun 778 sampai dengan tahun 856 sering disebut sebagai pemerintahan
selingan. Sebab, antara Dinasti Syailendra dan Dinasti Sanjaya silih berganti
berkuasa. Dinasti Syailendra yang beragama Buddha mengembangkan Kerajaan
Mataram Lama yang berpusat di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan Dinasti
Sanjaya yang beragama Hindu mengembangkan kerajaan yang berpusat di Jawa
Tengah bagian Utara.

Puncak kejayaan Dinasti Sanjaya terjadi pada masa pemerintahan Raja Dyah
Balitung yang menguasai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia mendirikan candi
Prambanan dan Loro Jonggrang menurut model candi-candi Syailendra. Masa
pemerintahan raja-raja Mataram setelah Dyah Balitung tidak terlalu banyak sumber
yang menceritakannya. Yang dapat diketahui adalah nama-nama raja yang
memerintah, yakni, Daksa (913-919), Wawa (919-924), Tulodhong (924-929),
sampai Mpu Sindok pada tahun 929 M memindahkan ibu kota kerajaan dari Medang
ke Daha (Jawa Timur) dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isanawangsa.
7.7 Kondisi Sosial Budaya
Masyarakat Mataram Kuno menerapkan system feudal dalam kehidupan
sehari harinya . Seluruh kekayaan yang ada ditanah kerajaan adalah milik raja dan
rakyat wajib membayar upeti kepada raja. Dalam struktur social, golongsn raja dan
bangsawan menduduki peringkat atas. Raja beserta keluarganya tinggal didalam
istana. Menurut berita dari tiongkok, istana Kerajaan Mataram Kuno dikelilingi
dinding dari batu bata dan kayu. Diluar dinding istana terdapat kediaman para pejabat
tinggi kerajaan beserta keluarganya. Selanjutnya, diluar dinding kota terdapat
perkampungan rakyat. Rakyat hidup di desa-desa yang disebut wanua. Selain
golongan bangsawan, di Mataram Kuno terdapat golongan pedagang asing. Para
pedagang asing tersebut kemungkinan besar merupakan kaum migrant dari Tiongkok.
Struktur sosial masyarakat Mataram Kuno tidak begitu ketat, sebab seorang
Brahmana dapat menjadi seorang pejabat seperti seorang ksatria, ataupun sebaliknya
seorang Ksatria bisa saja menjadi seorang pertapa. Dalam masyarakat Jawa, terkenal
dengan kepercayaan bahwa dunia manusia sangat dipengaruhi oleh alam semesta
(sistem kosmologi). Dengan demikian, segala yang terjadi di alam semesta ini akan
berpengaruh pada kehidupan manusia, begitu pula sebaliknya.

Oleh karena itu, untuk keserasian alam semesta dan kehidupan manusia maka
harus dijalin hubungan yang harmonis antara alam semesta dan manusia, begitu pula
antara sesama manusia. Sistem kosmologi juga menjadikan raja sebagai penguasa
tertinggi dan penjelmaan kekuatan dewa di dunia. Seluruh kekayaan yang ada di
tanah kerajaan adalah milik raja, dan rakyat wajib membayar upeti dan pajak pada
raja. Sebaliknya raja harus memerintah secara arif dan bijaksana.

Dalam bidang kebudayaan, Mataram Kuno banyak menghasilkan karya yang


berupa candi. Pada masa pemerintahan Raja Sanjaya, telah dibangun beberapa candi
antara lain: Candi Arjuna, Candi Bima dan Candi Nakula. Pada masa Rakai Pikatan,
dibangun Candi Prambanan. Candi-candi lain yang dibangun pada masa Mataram
Kuno antara lain Candi Borobudur, Candi Gedongsongo, Candi Sambisari, dan Candi
Ratu Baka.

Anda mungkin juga menyukai