Letak Geografis
Kerajaan Mataram Kuno berada di daerah Medang I Bhumi Mataram,
sekarang di sekitar Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Prasasti 3lembar
1. Prasasti Sojomerto
2. Prasasti Mantyasih
Prasasti
B. Silsilah
C. Sosial,Politik, Ekonomi.
1. Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Mataram Kuno, memiliki kelebihan dalam
seni budaya bangunan/arsitektur seperti berhasil membangun candi-
candi yang besar, indah dan megah, masyarakatnya juga dikenal
sebagai masyarakat bermatapencaharian di bidang agraris, menjunjung
toleransi antara umat beragama Hindu dan Buddha.
2. Politik
Berdasarkan prasasti Canggal diketahui, Mataram kuno mula-mula
diperintah oleh Raja Sanna. Sanna kemudian digantikan oleh
keponakannya, Sanjaya. Sanjaya adalah anak Sanaha, saudara
perempuan Raja Sanna (Sanna tidak memiliki keturunan). Sanjaya
memerintah dengan bijaksana sehingga rakyat hidup makmur, aman
dan tenteram. Hal ini terlihat dari prasasti Canggal yang menyebutkan
bahwa tanah Jawa kaya akan padi dan emas. Selain Prasasti Canggal,
nama Sanjaya juga tercantum pada prasasti Balitung.
Setelah Sanjaya, Mataram diperintah oleh Panangkaran. Dari prasasti
Balitung diketahui bahwa Panangkaran bergelar Syailendra Sri
Maharaja Dyah Pancapana Raka i Panangkaran. Hal ini menunjukkan
Raka i Panangkaran berasal dari keluarga Sanjaya dan juga keluarga
Syailendra. Sepeninggal Panangkaran, Mataram kuno terpecah menjadi
dua, Mataram bercorak Hindu dan Mataram bercorak Buddha. Wilayah
Mataram-Hindu meliputi Jawa Tengah bagian utara, diperintah oleh
dinasti Sanjaya dengan raja-raja seperti Panunggalan, Warak, Garung
dan pikatan. Sementara wilayah Mataram- Buddha meliputi Jawa
Tengah bagian selatan yang diperintah oleh dinasti Syailendra dengan
rajanya antara lain Raja Indra.
Perpecahan di Mataram ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 850,
Raka i Pikatan dari Wangsa Sanjaya mengadakan perkawinan politik
dengan Pramodhawardhani dari keluarga Syailendra. Melalui
perkawinan ini, Mataram dapat dipersatukan kembali. Pada masa
pemerintahan Pikatan- Pramodhawardhani, wilayah Mataram
berkembang luas, meliputi Jawa Tengah dan Timur. Pikatan juga
berhasil mendirikan Candi Plaosan.
Raja-raja wangsa Sanjaya, seperti dimuat dalam Prasasti Mantyasih
(Kedu) sebagai berikut.
Balitung digantikan oleh Sri Maharaja Daksa dan diteruskan oleh Sri
Maharaja Tulodhong dan Sri Maharaja Wana. Namun ketiga raja ini
sangat lemah sehingga berakhirlah kekuasaan dinasti Sanjaya.
3. Ekonomi
Wilayah Kerajaan Mataram Kuno dikelilingi pegunungan dan sungai-
sungai besar. Hal itu membuatnya memiliki tanah yang subur sehingga
cocok untuk kegiatan pertanian.
Itulah mengapa kehidupan ekonomi Kerajaan Mataram Kuno
cenderung bergerak di bidang pertanian.
Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan sektor pertanian
telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi.
Selain bertani, mata pencarian pokok masyarakat Mataram Kuno
adalah sebagai pedagang dan perajin.
Pada masa pemerintahan Rakai Dyah Balitung (899-911) sektor
perdagangan mendapatkan perhatian lebih. Aktivitas perdagangan
dihubungkan melalui Sungai Bengawan Solo. Raja Dyah Balitung
membangun pusat-pusat perdagangan di sekitar Sungai Bengawan
Solo.
Penduduk Mataram Kuno tidak melakukan transaksi perdagangan
setiap hari, tetapi hanya di hari-hari pasar yang menjadi hari
bertemunya para pedagang dan pembeli.
D. Keruntuhan kerajaan
Setelah Balitung, pemerintahan dipegang berturut-turut oleh Daksa,
Tulodong dan Wawa. Raja Wawa memerintah antara tahun 924-929 M.
la kemudian digantikan oleh menantunya bernama Mpu Sindhok. Pada
masa pemerintahan Mpu Sindhok inilah, pusat pemerintahan Mataram
dipindahkan ke Jawa Timur. Hal ini disebabkan semakin besarnya
pengaruh Sriwijaya yang diperintah oleh Balaputradewa. Selama abad
ke-7 hingga ke-9 terjadi serangan-serangan dari Sriwijaya ke Mataram.
Hal ini mengakibatkan Mataram semakin terdesak ke timur. Selain itu,
bencana alam berupa letusan gunung Merapi merupakan salah satu
penyebab kehancuran Mataram. Letusan gunung ini diyakini oleh
masyarakat Mataram sebagai tanda kehancuran dunia. Oleh karena itu,
mereka menganggap letak kerajaan di Jawa Tengah sudah tidak layak
dan harus dipindahkan.
Mpu Sindhok kemudian mendirikan dinasti Isana. Ia memerintah hingga
tahun 949. Pengganti Mpu Sindhok yang terkenal adalah
Dharmawangsa yang memerintah 990 - 1016. Dharmawangsa pernah
berusaha untuk mengalihkan pusat perdagangan dari Sriwijaya pada
990, akan tetapi mengalami kegagalan karena Sriwijaya gagal
ditaklukkan.
Pada tahun 1016 Dharmawangsa dan keluarganya mengalami pralaya
(kehancuran) akibat dari serangan Sriwiajaya yang bekerja sama
dengan kerajaan kecil di Jawa yang dipimpin Wurawari. Akibat serangan
ini kerajaan Dharmawangsa mengalami kehancuran. Menantu
Dharmawangsa yang bernama Airlangga kemudian membangun
kembali kerajaan, dan pada tahun 1019 ia dinobatkan sebagai raja.
Keberhasilan Airlangga membangun kerajaan diabadikan dalam karya
sastra Mpu Kanwa yaitu Arjuna Wiwaha. Pada 1041, Airlangga
membagi dua kerajaan menjadi Janggala dan Panjula.