Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

SEJARAH INDONESIA TENTANG KERAJAAN MATARAM

DISUSUN OLEH :

1. MUTIA CITRA PERTIWI (25)

2. NADYA SEPTIANI (26)

3. NAYLA ITQIANA (27)

KELAS : X TJKT 2

SMK NEGERI 1 RANDUDONGKAL

PEMALANG

2024

0
7. Kerajaan mataram

a. Lokasi dan sumber sejarah

Kerajaan Mataram (Mataram Kuno atau Mataram Hindu atau Kerajaan Medang periode
Jawa Tengah) adalah kelanjutan dari Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah sekitar abad VIII,
yang kemudian pindah ke Jawa Timur pada abad X. Sebutan "Mataram Kuno" atau "Mataram
Hindu adalah untuk membedakannya dengan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada
abad XVI. Kerajaan Mataram ini runtuh pada awal abad XI.

Kerajaan ini berlokasi di pedalaman Jawa Tengah, di sekitar daerah yang banyak dialiri
sungai, seperti Sungai Progo, Bogowonto, dan Bengawan Solo. Daerah ini juga dilingkari
oleh pegunungan.

Sumber tertulis tentang kerajaan ini adalah Prasasti Canggal (732 M) dan Prasasti
Mantyasih. Keduanya menyebutkan seorang raja bernama Sanjaya memeluk agama Siwa
(Hindu). la membangun kuil pemujaan kepada Siwa berbentuk candi dengan hiasan patung
lembu, yang dipercaya sebagai kendaraan Dewa Siwa. Prasasti Canggal juga menyebutkan
beberapa hal, seperti pendirian sebuah lingga (pusat pemerintahan) di Desa Kuntjarakunya
oleh Raja Sanjaya, kondisi ekonomi Jawa yang kaya akan padi dan emas (Jawadwipa), dan
asal-usul Sanjaya. Menurut prasasti ini, Jawa mula-mula diperintah oleh Raja Sana
(beristrikan Sanaha), raja ketiga Kerajaan Galuh. la memerintah

1
dengan bijaksana dalam waktu cukup lama. Setelah meninggal, ia digantikan oleh
putranya bernama Sanjaya, Sanjaya menciptakan pemerintahan yang aman, makmur, dan
sentosa, la kemudian dianggap sebagai pendiri Dinasti (Wangsa) Sanjaya dan berkuasa di
Kerajaan Mataram dalam kurun waktu yang panjang.

b. Kondisi sosial-politik kerajaan

Pengganti Sanjaya adalah Rakai Panangkaran. Kuat dugaan pada masa pemerintahan
Rakai Panangkaran inilah Dinasti Syailendra dari Sumatra (Kerajaan Sriwijaya) menguasai
Mataram dan menjadikan raja-raja dari Dinasti Sanjaya sebagai raja bawahan Sriwijaya.
Ada tiga sumber sejarah yang menguatkan hal ini.

Pertama, Prasasti Kalasan (Jawa) yang berangka tahun 778 M. Prasasti ini
menyebutkan Rakai Panangkaran mendapat perintah dari Maharaja Wisnu, raja dari
Dinasti Syailendra (Sriwijaya), untuk mendirikan Candi Kalasan (candi Buddha).
Diperkirakan Dinasti Syailendra menguasai Dinasti Sanjaya sekitar tahun itu. Dalam
prasasti itu, Rakai Panangkaran disebut sebagai Sailendrawangsatilaka atau "permata
Wangsa Sailendra Kuat dugaan, kendati telah menguasai Dinasti Sanjaya, Dinasti
(Wangsa) Syailendra tetap memperlakukan Dinasti Sanjaya dengan rasa hormat dan
memberi mereka kedudukan atau posisi penting di istana.

Kedua, Prasasti Kota Kapur (Sumatra). Berdasarkan prasasti ini, Sriwijaya telah
menguasai bagian selatan Sumatra, Pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung.
Prasasti ini juga menyebutkan Sri Jayanasa (Dapunta Hyang) telah melancarkan ekspedisi
militer untuk menghukum "Bhumi Jawa" karena "Bhumi Jawa tidak mau tunduk pada
Sriwijaya". "Bhumi Jawa yang dimaksud Kerajaan Tarumanagara. Kemungkinan besar
Kerajaan Mataram ikut dikuasai, dan menjadikan Rakai Panangkaran sebagai raja
bawahan Sriwijaya (Dinasti Syailendra).

Ketiga, menurut analisis atas Prasasti Mantyasih, dalam masa pemerintahannya, Rakai
Panangkaran banyak mendirikan candi-candi, seperti Candi Sewu, Plaosan, dan Kalasan.
Dilihat dari struktur bangunannya, candi-candi ini bercorak agama Buddha. Buddha
adalah agama yang dianut di Kerajaan Sriwijaya. Kuat dugaan Rakai Panangkaran pindah
ke agama Buddha ketika Mataram dikuasai Dinasti Syailendra (Sriwijaya). Kendati
demikian, di bawah Dinasti Syailendra, toleransi beragama di tetap terjaga. Bangunan-
bangunan candi menunjukkan hal tersebut: candi-candi di wilayah Jawa Tengah bagian
utara bercorak Hindu, sedangkan candi di wilayah Jawa Tengah bagian selatan bercorak
Buddha.

Menurut Prasasti Kelurah (782 M), sepeninggal Rakai Panangkaran, Mataram


diperintah oleh Raja Dharanindra atau Raja Indra (memerintah 782-812 M) dari Wangsa
Syailendra. Setelah kekuasaan diwariskan kepada Raja Samaragrawira.

Raja Samaragrawira mempunyai dua orang putra bernama Samaratungga dan

2
Balaputradewa. Pada masa pemerintahan Samaratungga, dibangun candi terkenal, yaitu
Borobudur. la menikah dengan putri Raja Dharmasetu dari Sriwijaya yang kemudian
melahirkan seorang putri bernama Pramodawardhani. Pramodawardhani kelak menikah
dengan pewaris takhta dari Dinasti Sanjaya bernama Rakai Pikatan.

Sepeninggal Samaratungga, sempat terjadi perebutan kekuasaan antara


Pramodawardhani-Rakai Pikatan di satu sisi dan Balaputradewa di sisi lain. Ambisi Rakai
Pikatan (dari Dinasti Sanjaya) untuk menjadi raja menjadi pemicu konflik tersebut.
Balaputradewa merasa berhak sebagai penerus Dinasti Syailendra, sedangkan Rakai
Pikatan menganggap Mataram milik Dinasti Sanjaya. Balaputradewa kalah, lalu
menyingkir ke Sumatra (Sriwijaya), tempat asal kakek dan buyutnya (Dinasti Syailendra).
Dengan demikian, setelah berkuasa lebih dari satu abad, sejarah Wangsa Syailendra di
Jawa pun berakhir. Balaputradewa menjadi raja di Sriwijaya sekitar tahun 850-an M. Di
bawah pemerintahannya, Sriwijaya mencapai zaman keemasan.

Selanjutnya, pada masa Rakai Pikatan kekuasaan Mataram meluas sampai meliputi
seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Semangat kebudayaan Hindu dihidupkan kembali
dengan membangun candi Hindu yang besar, yaitu Candi Prambanan.

Setelah Rakai Pikatan, penguasa Mataram (berturut-turut) adalah: Rakai Kayuwangi,


Rakai Watuhumalang, Dyah Balitung (konon pernah menyerang Bali), Daksa (memerintah
tahun 919 M dan menyelesaikan pembangunan Candi Prambanan yang telah dimulai oleh
Rakai Pikatan), Tulodhong, dan Wawa (memerintah 924 M). Dengan demikian, Wawa
adalah raja terakhir Dinasti Sanjaya.

3
c. Prasasti Peninggalan Kerajaan Mataram

1. Prasasti Canggal

Prasasti Canggal merupakan salah satu prasasti yang mencatat keberadaan


Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini ditemukan di daerah Gunung Wukir, Desa Canggal,
Kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah dalam keadaan terbelah menjadi dua
bagian.

Prasasti Canggal memiliki angka tahun 654 Saka (732 M) dengan huruf Pallawa dan
berbahasa Sanskerta. Prasasti ini mencatat keterangan penting tentang
perkembangan Kerajaan Mataram Kuno pada masa pemerintahan Raja Sanjaya.

Prasasti Canggal menjadi prasasti pertama yang dikeluarkan Raja Sanjaya untuk
memperingati pendirian lingga di atas Bukit Sthirangga. Pendirian lingga tersebut
dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur karena telah berhasil membangun
kembali kerajaan dan bertahta dengan aman setelah berhasil mengalahkan musuh-
musuhnya.

2. Prasasti Kalasan

Prasasti Kalasan merupakan prasasti yang ditemukan di Kecamatan Kalasan, Kab.


Sleman, DIY. Prasasti Kalasan memiliki angka tahun 700 Saka (778 M) yang ditulis
menggunakan aksara Siddham (Pranagari) dan berbahasa Sanskerta.

Prasasti Kalasan mencatat keterangan tentang ketaatan Mataram Kuno dalam hal
penghormatan kepada Dewi Tara. Prasasti ini juga menyebutkan adanya permohonan
keluarga Sailendra kepada Maharaja Panangkaran agar dibuatkan sebuah bangunan
suci untuk pemujaan Dewi Tara.

Bangunan suci tersebut bernama Tarabhavanam atau yang sekarang dikenal sebagai
Candi Kalasan yang terletak di Desa Tirtomartani, Kec. Kalasan, Sleman, DIY

4
3. Prasasti Mantyasih

Prasasti Mantyasih merupakan prasasti yang ditemukan di Kampung Meteseh,


Magelang, Jateng. Prasasti ini dibuat oleh raja Dyah Balitung sebagai upaya untuk
melegitimasi dirinya sebagai pewaris takhta yang sah.

Prasasti Mantyasih dibuat pada tahun 829 Saka (907 M) dengan bahan tembaga.
Prasasti ini mencatat keterangan penting tentang silsilah Kerajaan Mataram Kuno
sebelum Dyah Balitung, penetapan Desa Mantyasih sebagai desa perdikan (bebas
pajak), dan pemberian hadiah kepada Mahapatih yang berjasa bagi Mataram Kuno.

4. Prasasti Wanua Tengah III

Prasasti Wanua Tengah III merupakan prasasti yang ditemukan di Dusun Dunglo,
Desa Gandulan, Kec. Kaloran, Kab. Temanggung, Jateng. Prasasti ini terdiri atas dua
lempeng tembaga yang berbahasa Jawa Kuno dengan sisipan bahasa Sanskerta.

Prasasti yang berangka 830 Saka (908 M) ini berisi tentang keputusan Dyah Balitung
yang menetapkan sebidang sawah di wanua Tengah sebagai sima beserta riwayat
sawah tersebut sejak pemerintahan Rakai Panangkaran hingga masa pemerintahan
Dyah Balitung.

5
Prasasti Wanua Tengah III juga mencatat hal menarik dimana terdapat perbedaan
daftar raja-raja Mataram Kuno yang termuat dalam prasasti ini dengan prasasti
Mantyasih meski keduanya dikeluarkan oleh Dyah Balitung secara berurutan.

5. Prasasti Ratu Boko

Prasasti Ratu Boko merupakan prasasti yang terbuat dari batu andesit pada tahun
792 M dan ditulis dengan huruf Pranagari. Prasasti ini mencatat keterangan penting
tentang pendirian Abhayagiriwihara oleh Rakai Panangkaran.

Kata Abhaya memiliki arti damai, sementara giri memiliki arti gunung atau bukit.
Oleh karenanya, Abhayagiriwihara berarti suatu biara yang dibangun di sebuah bukit
yang penuh kedamaian.

Saat ini, wilayah Abhayagiriwihara dikenal dengan Situs Ratu Boko yang terletak di
selatan Kompleks Candi Prambanan, tepatnya di Jalan Raya Piyungan-Prambanan,
Gatak, Bokoharjo, Kec. Prambanan, Sleman, DIY.

6
6. Prasasti Kelurak

Prasasti Kelurak merupakan prasasti peninggalan Mataram Kuno yang berangka


787 M. Prasasti ini menceritakan situasi dimana Kerajaan Mataram Kuno pada masa
Dinasti Syailendra pernah dipimpin oleh seorang raja yang bernama Indra dan bergelar
Sri Sanggramadananjaya.

Selain itu, prasasti yang ditulis dengan huruf Pranagari dan bahasa Sanskerta ini
juga menceritakan tentang pendirian bangunan suci untuk Manjusri yang diduga Candi
Sewu. Prasasti ini terletak di Desa Prambanan yang tidak jauh dari Candi Lumbung,
Jateng.

Anda mungkin juga menyukai