DISUSUN OLEH :
KELAS : X TJKT 2
PEMALANG
2024
0
7. Kerajaan mataram
Kerajaan Mataram (Mataram Kuno atau Mataram Hindu atau Kerajaan Medang periode
Jawa Tengah) adalah kelanjutan dari Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah sekitar abad VIII,
yang kemudian pindah ke Jawa Timur pada abad X. Sebutan "Mataram Kuno" atau "Mataram
Hindu adalah untuk membedakannya dengan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada
abad XVI. Kerajaan Mataram ini runtuh pada awal abad XI.
Kerajaan ini berlokasi di pedalaman Jawa Tengah, di sekitar daerah yang banyak dialiri
sungai, seperti Sungai Progo, Bogowonto, dan Bengawan Solo. Daerah ini juga dilingkari
oleh pegunungan.
Sumber tertulis tentang kerajaan ini adalah Prasasti Canggal (732 M) dan Prasasti
Mantyasih. Keduanya menyebutkan seorang raja bernama Sanjaya memeluk agama Siwa
(Hindu). la membangun kuil pemujaan kepada Siwa berbentuk candi dengan hiasan patung
lembu, yang dipercaya sebagai kendaraan Dewa Siwa. Prasasti Canggal juga menyebutkan
beberapa hal, seperti pendirian sebuah lingga (pusat pemerintahan) di Desa Kuntjarakunya
oleh Raja Sanjaya, kondisi ekonomi Jawa yang kaya akan padi dan emas (Jawadwipa), dan
asal-usul Sanjaya. Menurut prasasti ini, Jawa mula-mula diperintah oleh Raja Sana
(beristrikan Sanaha), raja ketiga Kerajaan Galuh. la memerintah
1
dengan bijaksana dalam waktu cukup lama. Setelah meninggal, ia digantikan oleh
putranya bernama Sanjaya, Sanjaya menciptakan pemerintahan yang aman, makmur, dan
sentosa, la kemudian dianggap sebagai pendiri Dinasti (Wangsa) Sanjaya dan berkuasa di
Kerajaan Mataram dalam kurun waktu yang panjang.
Pengganti Sanjaya adalah Rakai Panangkaran. Kuat dugaan pada masa pemerintahan
Rakai Panangkaran inilah Dinasti Syailendra dari Sumatra (Kerajaan Sriwijaya) menguasai
Mataram dan menjadikan raja-raja dari Dinasti Sanjaya sebagai raja bawahan Sriwijaya.
Ada tiga sumber sejarah yang menguatkan hal ini.
Pertama, Prasasti Kalasan (Jawa) yang berangka tahun 778 M. Prasasti ini
menyebutkan Rakai Panangkaran mendapat perintah dari Maharaja Wisnu, raja dari
Dinasti Syailendra (Sriwijaya), untuk mendirikan Candi Kalasan (candi Buddha).
Diperkirakan Dinasti Syailendra menguasai Dinasti Sanjaya sekitar tahun itu. Dalam
prasasti itu, Rakai Panangkaran disebut sebagai Sailendrawangsatilaka atau "permata
Wangsa Sailendra Kuat dugaan, kendati telah menguasai Dinasti Sanjaya, Dinasti
(Wangsa) Syailendra tetap memperlakukan Dinasti Sanjaya dengan rasa hormat dan
memberi mereka kedudukan atau posisi penting di istana.
Kedua, Prasasti Kota Kapur (Sumatra). Berdasarkan prasasti ini, Sriwijaya telah
menguasai bagian selatan Sumatra, Pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung.
Prasasti ini juga menyebutkan Sri Jayanasa (Dapunta Hyang) telah melancarkan ekspedisi
militer untuk menghukum "Bhumi Jawa" karena "Bhumi Jawa tidak mau tunduk pada
Sriwijaya". "Bhumi Jawa yang dimaksud Kerajaan Tarumanagara. Kemungkinan besar
Kerajaan Mataram ikut dikuasai, dan menjadikan Rakai Panangkaran sebagai raja
bawahan Sriwijaya (Dinasti Syailendra).
Ketiga, menurut analisis atas Prasasti Mantyasih, dalam masa pemerintahannya, Rakai
Panangkaran banyak mendirikan candi-candi, seperti Candi Sewu, Plaosan, dan Kalasan.
Dilihat dari struktur bangunannya, candi-candi ini bercorak agama Buddha. Buddha
adalah agama yang dianut di Kerajaan Sriwijaya. Kuat dugaan Rakai Panangkaran pindah
ke agama Buddha ketika Mataram dikuasai Dinasti Syailendra (Sriwijaya). Kendati
demikian, di bawah Dinasti Syailendra, toleransi beragama di tetap terjaga. Bangunan-
bangunan candi menunjukkan hal tersebut: candi-candi di wilayah Jawa Tengah bagian
utara bercorak Hindu, sedangkan candi di wilayah Jawa Tengah bagian selatan bercorak
Buddha.
2
Balaputradewa. Pada masa pemerintahan Samaratungga, dibangun candi terkenal, yaitu
Borobudur. la menikah dengan putri Raja Dharmasetu dari Sriwijaya yang kemudian
melahirkan seorang putri bernama Pramodawardhani. Pramodawardhani kelak menikah
dengan pewaris takhta dari Dinasti Sanjaya bernama Rakai Pikatan.
Selanjutnya, pada masa Rakai Pikatan kekuasaan Mataram meluas sampai meliputi
seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Semangat kebudayaan Hindu dihidupkan kembali
dengan membangun candi Hindu yang besar, yaitu Candi Prambanan.
3
c. Prasasti Peninggalan Kerajaan Mataram
1. Prasasti Canggal
Prasasti Canggal memiliki angka tahun 654 Saka (732 M) dengan huruf Pallawa dan
berbahasa Sanskerta. Prasasti ini mencatat keterangan penting tentang
perkembangan Kerajaan Mataram Kuno pada masa pemerintahan Raja Sanjaya.
Prasasti Canggal menjadi prasasti pertama yang dikeluarkan Raja Sanjaya untuk
memperingati pendirian lingga di atas Bukit Sthirangga. Pendirian lingga tersebut
dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur karena telah berhasil membangun
kembali kerajaan dan bertahta dengan aman setelah berhasil mengalahkan musuh-
musuhnya.
2. Prasasti Kalasan
Prasasti Kalasan mencatat keterangan tentang ketaatan Mataram Kuno dalam hal
penghormatan kepada Dewi Tara. Prasasti ini juga menyebutkan adanya permohonan
keluarga Sailendra kepada Maharaja Panangkaran agar dibuatkan sebuah bangunan
suci untuk pemujaan Dewi Tara.
Bangunan suci tersebut bernama Tarabhavanam atau yang sekarang dikenal sebagai
Candi Kalasan yang terletak di Desa Tirtomartani, Kec. Kalasan, Sleman, DIY
4
3. Prasasti Mantyasih
Prasasti Mantyasih dibuat pada tahun 829 Saka (907 M) dengan bahan tembaga.
Prasasti ini mencatat keterangan penting tentang silsilah Kerajaan Mataram Kuno
sebelum Dyah Balitung, penetapan Desa Mantyasih sebagai desa perdikan (bebas
pajak), dan pemberian hadiah kepada Mahapatih yang berjasa bagi Mataram Kuno.
Prasasti Wanua Tengah III merupakan prasasti yang ditemukan di Dusun Dunglo,
Desa Gandulan, Kec. Kaloran, Kab. Temanggung, Jateng. Prasasti ini terdiri atas dua
lempeng tembaga yang berbahasa Jawa Kuno dengan sisipan bahasa Sanskerta.
Prasasti yang berangka 830 Saka (908 M) ini berisi tentang keputusan Dyah Balitung
yang menetapkan sebidang sawah di wanua Tengah sebagai sima beserta riwayat
sawah tersebut sejak pemerintahan Rakai Panangkaran hingga masa pemerintahan
Dyah Balitung.
5
Prasasti Wanua Tengah III juga mencatat hal menarik dimana terdapat perbedaan
daftar raja-raja Mataram Kuno yang termuat dalam prasasti ini dengan prasasti
Mantyasih meski keduanya dikeluarkan oleh Dyah Balitung secara berurutan.
Prasasti Ratu Boko merupakan prasasti yang terbuat dari batu andesit pada tahun
792 M dan ditulis dengan huruf Pranagari. Prasasti ini mencatat keterangan penting
tentang pendirian Abhayagiriwihara oleh Rakai Panangkaran.
Kata Abhaya memiliki arti damai, sementara giri memiliki arti gunung atau bukit.
Oleh karenanya, Abhayagiriwihara berarti suatu biara yang dibangun di sebuah bukit
yang penuh kedamaian.
Saat ini, wilayah Abhayagiriwihara dikenal dengan Situs Ratu Boko yang terletak di
selatan Kompleks Candi Prambanan, tepatnya di Jalan Raya Piyungan-Prambanan,
Gatak, Bokoharjo, Kec. Prambanan, Sleman, DIY.
6
6. Prasasti Kelurak
Selain itu, prasasti yang ditulis dengan huruf Pranagari dan bahasa Sanskerta ini
juga menceritakan tentang pendirian bangunan suci untuk Manjusri yang diduga Candi
Sewu. Prasasti ini terletak di Desa Prambanan yang tidak jauh dari Candi Lumbung,
Jateng.