Anda di halaman 1dari 5

Mataram kuno

Kerajaan Mataram Kuno pertama kali didirikan oleh Raja Sanjaya yang bergelar Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya. Ia dikenal sebagai raja yang bijaksana, cakap, dan taat dalam
beribadah. Selama masa kepemimpinannya Kerajaan Mataram Kuno mampu melakukan
perluasan wilayah dan menjadi pusat pembelajaran agama Hindu. Kerajaan Mataram Kuno
adalah salah satu kerajaan Hindu-Buddha yang berdiri di Jawa Tengah bagian selatan pada
abad ke-8, kemudian pindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Kerajaan ini merupakan
penerus dari Kerajaan Kalingga yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa. Kerajaan Mataram
Kuno merupakan kerajaan maritim yang terletak di pedalaman Jawa Tengah. Para ahli
memperkirakan bahwa letak kerajaan Mataram Kuno berada di wilayah Medang dan Poh
Pitu. Poh Pitu sendiri hingga sekarang belum jelas letak pastinya.

Prasasti Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Prasasti Canggal
Prasasti Canggal merupakan salah satu prasasti yang mencatat keberadaan Kerajaan
Mataram Kuno. Prasasti ini ditemukan di daerah Gunung Wukir, Desa Canggal, Kecamatan
Salam, Magelang, Jawa Tengah dalam keadaan terbelah menjadi dua bagian.

Prasasti Canggal memiliki angka tahun 654 Saka (732 M) dengan huruf Pallawa dan
berbahasa Sanskerta. Prasasti ini mencatat keterangan penting tentang perkembangan
Kerajaan Mataram Kuno pada masa pemerintahan Raja Sanjaya.

Prasasti Canggal menjadi prasasti pertama yang dikeluarkan Raja Sanjaya untuk
memperingati pendirian lingga di atas Bukit Sthirangga. Pendirian lingga tersebut
dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur karena telah berhasil membangun kembali
kerajaan dan bertahta dengan aman setelah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya.

Prasasti Kalasan
Prasasti Kalasan merupakan prasasti yang ditemukan di Kecamatan Kalasan, Kab. Sleman,
DIY. Prasasti Kalasan memiliki angka tahun 700 Saka (778 M) yang ditulis menggunakan
aksara Siddham (Pranagari) dan berbahasa Sanskerta.

Prasasti Kalasan mencatat keterangan tentang ketaatan Mataram Kuno dalam hal
penghormatan kepada Dewi Tara. Prasasti ini juga menyebutkan adanya permohonan
keluarga Sailendra kepada Maharaja Panangkaran agar dibuatkan sebuah bangunan suci
untuk pemujaan Dewi Tara.

Bangunan suci tersebut bernama Tarabhavanam atau yang sekarang dikenal sebagai Candi
Kalasan yang terletak di Desa Tirtomartani, Kec. Kalasan, Sleman, DIY.

Prasasti Mantyasih
Prasasti Mantyasih merupakan prasasti yang ditemukan di Kampung Meteseh, Magelang,
Jateng. Prasasti ini dibuat oleh raja Dyah Balitung sebagai upaya untuk melegitimasi dirinya
sebagai pewaris takhta yang sah.

Prasasti Mantyasih dibuat pada tahun 829 Saka (907 M) dengan bahan tembaga. Prasasti
ini mencatat keterangan penting tentang silsilah Kerajaan Mataram Kuno sebelum Dyah
Balitung, penetapan Desa Mantyasih sebagai desa perdikan (bebas pajak), dan pemberian
hadiah kepada Mahapatih yang berjasa bagi Mataram Kuno.

Prasasti Wanua Tengah III


Prasasti Wanua Tengah III merupakan prasasti yang ditemukan di Dusun Dunglo, Desa
Gandulan, Kec. Kaloran, Kab. Temanggung, Jateng. Prasasti ini terdiri atas dua lempeng
tembaga yang berbahasa Jawa Kuno dengan sisipan bahasa Sanskerta.

Prasasti yang berangka 830 Saka (908 M) ini berisi tentang keputusan Dyah Balitung yang
menetapkan sebidang sawah di wanua Tengah sebagai sima beserta riwayat sawah
tersebut sejak pemerintahan Rakai Panangkaran hingga masa pemerintahan Dyah Balitung.

Prasasti Wanua Tengah III juga mencatat hal menarik dimana terdapat perbedaan daftar
raja-raja Mataram Kuno yang termuat dalam prasasti ini dengan prasasti Mantyasih meski
keduanya dikeluarkan oleh Dyah Balitung secara berurutan.

Prasasti Ratu Boko


Prasasti Ratu Boko merupakan prasasti yang terbuat dari batu andesit pada tahun 792 M
dan ditulis dengan huruf Pranagari. Prasasti ini mencatat keterangan penting tentang
pendirian Abhayagiriwihara oleh Rakai Panangkaran.

Kata Abhaya memiliki arti damai, sementara giri memiliki arti gunung atau bukit. OIeh
karenanya, Abhayagiriwihara berarti suatu biara yang dibangun di sebuah bukit yang penuh
kedamaian.

Saat ini, wilayah Abhayagiriwihara dikenal dengan Situs Ratu Boko yang terletak di selatan
Kompleks Candi Prambanan, tepatnya di Jalan Raya Piyungan-Prambanan, Gatak,
Bokoharjo, Kec. Prambanan, Sleman, DIY.

Prasasti Kelurak
Prasasti Kelurak merupakan prasasti peninggalan Mataram Kuno yang berangka 787 M.
Prasasti ini menceritakan situasi dimana Kerajaan Mataram Kuno pada masa Dinasti
Syailendra pernah dipimpin oleh seorang raja yang bernama Indra dan bergelar Sri
Sanggramadananjaya.

Selain itu, prasasti yang ditulis dengan huruf Pranagari dan bahasa Sanskerta ini juga
menceritakan tentang pendirian bangunan suci untuk Manjusri yang diduga Candi Sewu.
Prasasti ini terletak di Desa Prambanan yang tidak jauh dari Candi Lumbung, Jateng.

Berikut ini adalah raja Kerajaan Mataram Kuno saat berpusat di Jawa Tengah.

Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)

Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)

Sri Maharaja Rakai Panunggalan/Dharmatungga (780-800 M)

Sri Maharaja Rakai Warak/Indra (Syailendra) (800-820 M)

Sri Maharaja Rakai Garung/Samaratungga (820-840 M)

Sri Maharaja Rakai Pikatan dan Maharatu Pramodawardani (840-856 M)


Sri Maharaja Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala (856-882 M)

Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882-899 M)

Sri Maharaja Rakai Watukara Dyah Balitung (898-915 M)

Raja Daksa (915-919 M) Raja Tulodong (919-924 M)

Raja Sumba Dyah Wawa (924 M)

Berikut ini adalah raja Kerajaan Mataram Kuno pada saat dipindah ke Jawa Timur

Rakai Hino Sri isana alias Mpu Sindok (929-947 M)

Sri Lokapala dan Ratu Sri Isanatunggawijaya (sejak 947 M)

Makutawangsawardhana (hingga 985 M)

Dharmawangsa Teguh (985-1007 M)

Kehidupan dilihat dari segi


- politik

1) Raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi

Kerajaan Mataram Kuno menganut sistem pemerintahan monarki, di mana raja


memiliki kekuasaan tertinggi dalam mengatur segala urusan kerajaan. Raja
dianggap sebagai dewa yang menjelma di bumi, sesuai dengan konsep
kosmogonis yang berkembang pada masa Hindu-Buddha. Dalam diri raja
terkandung delapan dewa, yaitu Indra, Yama, Surya, Soma, Wayu, Kuwera,
Waruna, dan Agni. Oleh karena itu, raja harus menjalankan tugasnya sebagai
pemimpin dengan berdasarkan pada dharma, yaitu kebenaran, keadilan, dan
kesejahteraan. Raja juga bertanggung jawab untuk memberantas kejahatan dan
memberi penghargaan kepada orang-orang yang berjasa, bijaksana, dan baik
hati. Selain itu, raja harus menjaga ketentraman dan kemakmuran rakyatnya.

2) Ada dua dinasti yang memerintah secara bergantian

Kerajaan Mataram Kuno dipimpin oleh dua dinasti yang berbeda latar belakang
agama dan budaya, yaitu Wangsa Sanjaya (Hindu) dan Wangsa Syailendra
(Buddha). Wangsa Sanjaya menguasai wilayah Kerajaan Mataram Kuno di Jawa
Tengah bagian utara, sementara Wangsa Syailendra di Jawa Tengah bagian
selatan. Pendiri Kerajaan Mataram Kuno adalah Raja Sanjaya yang bergelar
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Hal ini dibuktikan oleh Prasasti Canggal dan
Carita Parahyangan. Raja Sanjaya dikenal sebagai seorang pemimpin yang
cakap, taat beragama, baik hati, dan bijaksana. Di bawah kepemimpinannya,
Kerajaan Mataram Kuno berhasil memperluas wilayahnya dan menciptakan
kehidupan yang sejahtera bagi rakyatnya. Kerajaan Mataram Kuno juga menjadi
pusat pembelajaran agama Hindu, yang ditandai dengan banyaknya pendeta
yang datang dan tinggal di Mataram. Setelah Raja Sanjaya meninggal dunia,
tahtanya diwarisi oleh putranya, Rakai Panangkaran. Namun, setelah Rakai
Panangkaran wafat, terjadi perpecahan di dalam Kerajaan Mataram Kuno antara
Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Perpecahan ini berlangsung selama
sekitar satu abad, hingga akhirnya terjadi pernikahan antara Rakai Pikatan dari
Dinasti Sanjaya dengan Pramodawardhani dari Dinasti Syailendra. Pernikahan
ini menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno pada abad ke-9.

3) Sistem pajak sebagai sumber pendapatan kerajaan

Kerajaan Mataram Kuno mengandalkan pajak sebagai sumber pendapatan dan


kekayaan kerajaan.Pajak ditarik dari desa-desa setelah panen sebanyak dua kali
dalam setahun. Uang pajak kemudian diserahkan kepada raja oleh pemimpin
daerah. Selain membayar pajak, rakyat Mataram Kuno juga harus mengikuti
kerja bakti di proyek-proyek kerajaan. Salah satu proyek kerja bakti yang
terkenal adalah pembangunan candi-candi megah. Demikianlah artikel ini
membahas tentang kehidupan politik Kerajaan Mataram Kuno. Semoga artikel
ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang sejarah kerajaan-
kerajaan di Nusantara.

-) EKONOMI & SOSIAL EKONOMI


Masyarakat Mataram Kuno dalam bidang ekonomi memiliki mata pencaharian di bidang pertanian,
perdagangan, kerajinan, dan kesenian. Gambaran aktivitas sosial ekonomi masyarakat dapat
diketahui berdasarkan relief Candi Borobudur.

- Kehidupan ekonomi bertumpu pada sektor agraris


Wilayah Kerajaan Mataram Kuno dikelilingi pegunungan dan sungai-sungai besar. Hal itu
membuatnya memiliki tanah yang subur sehingga cocok untuk kegiatan pertanian. Itulah mengapa
kehidupan ekonomi Kerajaan Mataram Kuno cenderung bergerak di bidang pertanian. Usaha
untuk meningkatkan dan mengembangkan sektor pertanian telah dilakukan sejak masa
pemerintahan Rakai Kayuwangi. Selain bertani, mata pencarian pokok masyarakat Mataram Kuno
adalah sebagai pedagang dan perajin. Baca juga: Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno Pada
masa pemerintahan Rakai Dyah Balitung (899-911) sektor perdagangan mendapatkan perhatian
lebih. Aktivitas perdagangan dihubungkan melalui Sungai Bengawan Solo. Raja Dyah Balitung
membangun pusat-pusat perdagangan di sekitar Sungai Bengawan Solo. Penduduk Mataram Kuno
tidak melakukan transaksi perdagangan setiap hari, tetapi hanya di hari-hari pasar yang menjadi
hari bertemunya para pedagang dan pembeli. Komoditas pertanian yang diperdagangkan di
antaranya beras, hasil bumi, buah-buahan, sirih, hingga mengkudu. Selain memperdagangkan
produksi pertanian, masyarakat Mataram Kuno juga berdagang hasil kerajinan tangan, perkakas
dari logam, pakaian, gula kelapa, arang, kapur sirih, dan hewan ternak seperti ayam, kambing, itik,
dan lembu. Baca juga: Faktor Pendorong Berkembangnya Kerajaan Mataram Kuno Berdasarkan
peninggalan sejarah, para sejarawan menduga bahwa perdagangan tidak hanya dilakukan
antardesa atau antarwilayah, tetapi juga dengan pihak asing. Pada relief Candi Borobudur
peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, tertera beberapa kapal layar besar yang bercadik, yang jelas
menggambarkan kapal dagang Indonesia. Dari prasasti juga diketahui bahwa pedagang asing dari
daratan Asia Tenggara dan China pernah menetap di Jawa dalam waktu tertentu untuk keperluan
dagang. Mereka bertransaksi menggunakan uang dari emas dan perak, meski beberapa berita
China juga menyebut adanya sistem barter.

- Sistem pajak Terhadap masyarakat,


Kerajaan Mataram Kuno menerapkan sistem pajak yang dipungut oleh para pejabat yang
bertanggung jawab. Pajak yang dipungut ada beberapa macam, seperti pajak hasil bumi, pajak
tanah, pajak perdagangan, dan pajak usaha kerajinan. Baca juga: Dinasti yang Berkuasa di
Kerajaan Mataram Kuno Untuk pajak hasil bumi, penarikannya dilakukan sebanyak dua kali
dalam setahun, sesudah musim panen. Pajak dapat dibayarkan dalam bentuk hasil bumi ataupun
uang. Menurut berita China, rakyat harus membayar pajak sebesar 10 persen dari hasil tanahnya.
Ada juga keterangan-keterangan prasasti yang menyatakan bahwa pajak tanah ditentukan
berdasarkan luas tanahnya. Sedangkan pajak yang diberlakukan terhadap para pedagang dan
perajin tidak diketahui besarannya.

Kehidupan sosial Kerajaan Mataram Kuno Kehidupan sosial Kerajaan Mataram Kuno ditandai dengan
adanya pembagian golongan masyarakat berdasarkan kasta, yakni kasta brahmana, ksatria, waisya, dan
sudra. Di samping itu, ada pula stratifikasi sosial berdasarkan kedudukan seseorang di dalam masyarakat,
baik kedudukan di dalam struktur birokrasi kerajaan maupun berdasarkan kekayaan materi. Stratifikasi
sosial masyarakat Mataram Kuno juga bersifat kompleks dan tumpang tindih. Salah satu contohnya, ada
kasta ksatria yang dapat menduduki jabatan keagamaan di tingkat pusat dan dapat menjadi pertapa yang
tinggal di suatu biara. Menurut berita China, ibu kota Kerajaan Mataram Kuno dikelilingi tembok dari batu
bata dan kayu. Di dalamnya terdapat istana tempat tinggal raja dan keluarganya, serta para abdi kerajaan.
Di luar istana, terdapat kediaman putra mahkota dan para pejabat tinggi kerajaan yang menjadi elite
birokrasi tertinggi. Masih di dalam tembok kota, terdapat tempat tinggal para pejabat sipil yang jumlahnya
mencapai ratusan. Baca juga: Sistem Birokrasi Kerajaan Mataram Kuno Hubungan rakyat dengan raja
tidak bersifat langsung. Raja hanya menggelar pertemuan dengan petinggi kerajaan. Dalam pertemuan
itulah, para pejabat menyampaikan aspirasi rakyat dan raja akan mengeluarkan titahnya setelah mendapat
pertimbangan dari penasihat dan pejabat yang hadir. Di luar tembok kota, barulah terdapat desa-desa
tempat penduduk tinggal yang diatur oleh pejabat desa. Kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan
Mataram Kuno memiliki kebudayaan yang bernilai sangat tinggi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya
peninggalan berupa prasasti dan candi yang masih bisa disaksikan hingga sekarang. Jumlah prasasti
peninggalan Kerajaan Mataram Kuno sangat banyak, mungkin mencapai ratusan. Begitu pula dengan
candi-candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang masih berdiri megah hingga saat ini. Baca juga:
Sejarah Candi Lumbung di Kawasan Prambanan Lihat Foto Ilustrasi wisatawan mancanegara berfoto di
depan Candi Prambanan di Kranggan, Bokoharjo, Kec. Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta - Indonesia.(WIKIMEDIA COMMONS/HERUSUTIMBUL) Candi-candi Kerajaan Mataram
Kuno ada yang bercorak Hindu ada pula yang bercorak Buddha. Beberapa candi peninggalan Mataram
Kuno yang terkenal yakni Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candi Sewu, Candi
Pawon, dan masih banyak lainnya. Selain itu, di Kerajaan Mataram Kuno juga berkembang seni sastra dan
seni pertunjukan. Salah satu hasil seni sastra peninggalan Kerajaan Mataram Kuno adalah Kitab Ramayana
Kakawin yang diduga berasal dari masa pemerintahan Raja Dyah Balitung (899-911). Di masa
pemerintahan Dinasti Isyana di Jawa Timur, dihasilkan karya sastra berjudul Sang Hyang Kamahayanikan
yang berisi tentang agama Buddha Mahayana. Baca juga: Sejarah Candi Bubrah di Kawasan Prambanan
Dari relief Candi Prambanan dan Borobudur, diketahui tentang adanya bermacam-macam seni pertunjukan
pada masa Kerajaan Mataram Kuno. Seni pertunjukan yang ada saat itu adalah pertunjukan wayang,
kemudian tari-tarian yang biasanya ditampilkan dalam upacara penetapan sima (tanah bebas pajak).

Anda mungkin juga menyukai