Anda di halaman 1dari 11

Catatan Kuliah

Nama : Dimas Faldi Jiaulhaq


Kelas : B
NIM : 170210302086

1. Kerajaan Sriwijaya

Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya bermula dari daerah pantai timur Sumatra telah menjadi jalur
perdagangan yang ramai dikunjungi para pedagang dari India dari sekitar awal tahun
masehi. Sehingga mulai bermunculan pusat-pusat perdagangan pula di sekitar sana.
Lambat laun, pusat-pusat perdagangan tersebut berkembang menjadi kerajaan-kerajaan
kecil di sekitar abad ke-7 masehi.
Beberapa kerajaan kecil tersebut antara lain: Tulangbawang, Melayu, dan Sriwijaya.
Di antara ketiga Kerajaan tersebut yang berhasil berkembang hingga masa kejayaannya
adalah Sriwijaya. Meskipun, Melayu juga sempat berkembang pesat di Jambi, namun
berhasil ditaklukkan oleh Sriwijaya.

Nama dan Lokasi Kerajaan Sriwijaya


Letak geografis kerajaan Sriwijaya diperkirakan terdapat di Palembang. Namun, ada
pula yang berpendapat di Jambi, bahkan di luar Indonesia. Meskipun begitu, pendapat
yang paling banyak didukung oleh para ahli adalah bahwa lokasi Kerajaan Sriwijaya
berada di Palembang.
Ada juga yang berpendapat bahwa Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan maritim dan
tidak memiliki sistem ketatanegaraan yang rapi. Mereka lebih memilih untuk terus
mengawasi kekuasaan mereka di laut dan tidak terlalu memperhatikan pusat
pemerintahan di darat. Sehingga, pendapat tersebut menyatakan bahwa kerajaan ini
adalah kerajaan nomaden (selalu berpindah-pindah) dan tidak memiliki lokasi pusat
pemerintahan yang tetap.
Namun hingga saat ini hasil penelitian yang paling banyak mendapat dukungan
menunjukkan bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya adalah di Palembang. Hanya saja, ketika
pusat kerajaan tersebut mengalami kemunduran, pusat pemerintahan Sriwijaya pindah ke
Jambi.
Sriwijaya berpusat di antara Sumatera selatan, sebagian Malaysia, dan sebagian besar
pulau Jawa. Ketika berjaya, daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya sangatlah luas bahkan
membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimatan,
dan Sulawesi. Pernyataan di atas sesuai dengan pendapat Saptika (2011, hlm. 33) yang
mengatakan bahwa Sriwijaya adalah salah satu Kemaharajaan maritim yang kuat di Pulau
Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan
membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa,
Kalimantan, dan Sulawesi.

Sumber Kerajaan Sriwijaya


Salah satu sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya adalah prasasti-prasasti yang banyak
ditemukan di sekitar wilayah Sumatera bagian selatan. Selain itu terdapat pula beberapa
prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, bahkan di mancanegara. Berikut adalah
penjelasannya.

Prasasti Kerajaan Sriwijaya


Prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya ditulis menggunakan aksara palawa dalam
bahasa Sanskerta. Sebagian prasasti ditulis dalam bahasa Melayu Kuno. Beberapa prasasti
peninggalan Kerajaan Sriwijaya tersebut adalah sebagai berikut.
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang. Prasasti
ini berangka tahun 605 Saka (683 M). Isinya antara lain menerangkan bahwa seorang
bernama Dapunta Hyang mengadakan perjalanan suci (siddhayatra) dengan menggunakan
perahu. Ia berangkat dari Minangatamwan dengan membawa tentara 20.000 personel.
Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di tepi Sungai Tatang yang berada di dekat
Palembang. Prasasti ini berasal dan bahkan berangka tahun 605 Saka yang setara dengan
tahun 683 masehi. Isinya menerangkan bahwa seseorang bernama Dapunta Hyang
mengadakan perjalanan suci atau disebut dengan siddhayatra dengan menggunakan
perahu. Disebutkan bahwa Ia berangkat dari Minangtamwan dengan membawa pasukan
sejumlah 20.000 personel.
Kemungkinan “Minangtamwan” adalah “Minanga Tamwan” yang berarti daerah yang
terletak di antara dua sungai besar yang bertemu. Poerbatjaraka & Soekmono
mengungkapkan bahwa Minanga terletak di hulu Sungai Kampar, tepatnya di pertemuan
Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri. Poerbatjaraka juga mengatakan bahwa kata
Minangatamwan bisa jadi merupakan nama lama dari Minangkabau. Sementara itu,
Buchari berpendapat bahwa Minanga berada di hulu Batang Kuantan.
Prasasti Talang Tuo
Diberi nama Prasasti Talang Tuo karena ditemukan di sebelah barat Kota Palembang
di daerah Talang Tuo. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka atau setara dengan 684
masehi. Prasasti ini berhuruf Pallawa namun berbahasa Melayu Kuno.
Prasasti Talang Tuo
Isinya menyebutkan mengenai pembangunan sebuah taman yang disebut Sriksetra,
atas perintah Dapunta Hyang Sri Jayagana, untuk kemakmuran semua makhluk. Selain itu
terdapat pula doa dan harapan yang menunjukkan sifat agama Buddha.
Prasasti Telaga Batu
Prasasti ditemukan di kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kota
Palembang. Prasasti ini tidak bertarikh atau tidak dituliskan angka tahun pembuatannya.
Diperkirakan prasasti ini berasal dari tahun yang sama dengan prasasti Kota Kapur, yakni
sekitar 686 M.
Isinya mengenai kutukan-kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan
tidak mengikuti peraturan Kerajaan atau perintah raja. Prasasti ini juga memuat data-data
mengenai penyusunan ketatanegaraan Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur ditemukan di desa Penangan, Mendo Barat, Pulau Bangka.
Bertarikh (berangka) tahun 608 Saka (656 M). Coedes (2014:65) menduga bahwa
material batu prasasti ini didatangkan dari luar, karena jenis batunya tidak terdapat di
Pulau Bangka. Isi utamanya adalah permintaan kepada para Dewa untuk menjaga
kesatuan Sriwijaya. Prasasti ini juga berisi kutukan-kutukan terhadap mereka yang
berbuat jahat, tidak tunduk kepada raja atau tidak patuh terhadap Kerajaan akan celaka.
Keterangan penting lain adalah terdapat catatan usaha Sriwijaya untuk menaklukkan
“bumi Jawa” yang belum tunduk kepada Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Karang Berahi
Prasasti Karang Berahi ditemukan di Desa Karang Berahi, Jambi. Prasasti ini
berangka tahun 608 saka atau setara dengan 686 masehi. Isinya kurang lebih mirip
dengan Prasasti Kota Kapur dan Prasasti Telaga Biru, yakni kutukan bagi yang tidak
tunduk kepada Sriwijaya.
Selain prasasti yang ditemukan di Indonesia, beberapa prasasti yang lain juga
ditemukan di luar Indonesia. Misalnya, Prasasti Ligor yang berangka tahun 775 M
ditemukan di Ligor, Semenanjung Melayu, dan Prasasti Nalanda (tidak berangka)
ditemukan di India Timur.
Prasasti Tanjore (India)
Ditemukan di India, dalam prasasti ini disebutkan bahwa pada tahun 1017 pasukannya
menyerang kerajaan Swarnabhumi (Sumatera; Sriwijaya). Serangan itu diulang kembali
pada tahun 1025, rajanya yang bernama Sanggramawijayatunggawarman berhasil
ditawan oleh pasukan Cola, tetapi akhirnya Sanggramawijaya dilepaskan.
Prasasti Srilanka
Ditemukan di Srinlanka dan diperkirakan berasal dari abad XII, isinya menyebutkan
bahwa : Suryanaraya dari wangsa Malayupura dinobatkan sebagai maharaja di
Suwarnapura (Sriwijaya). Pangeran Suryanarayana menundukkan Manabhramana.

Berita Cina mengenai Sriwijaya


Di samping prasasti-prasasti tersebut, berita Cina juga merupakan sumber sejarah
Sriwijaya yang penting. Misalnya berita dari I-tsing, yang pernah tinggal di Sriwijaya.
Setelah berlayar selama 20 hari dari Guangzhou, I-Tsing tiba di Fo-tsi (Sriwijaya) pada
tahun 651 M. Ia tinggal dan belajar di Sriwijaya selama enam bulan. Raja Sriwijaya
membantunya untuk sampai ke Melayu dan I-Tsing tinggal di sana selama dua bulan.
Sumber Cina yang lain menyebutkan pada tahun 1156 raja Srimaharaja mengirim
utusan ke Cina , juga pada tahun 1178.
Kronik Dinasti Sung
Tahun 988 M, datang seorang utusan dari Fo-tsi (Sriwijaya) di Cina. Setelah tinggal
selama dua tahun di Cina, ia pergi ke Kanton dan mendengar bahwa negaranya diserang
She-po. Maka, ia terpaksa tinggal setahun lagi di Cina. Pada tahun 992 M, ia berlayar
kembali ke Campa, tetapi karena tidak ada kabar apa pun tentang negerinya, ia kembali
ke Cina dan meminta perlindungan kaisar Cina.

Kehidupan Sosial Ekonomi Kerajaan Sriwijaya


Awalnya, penduduk Sriwijaya kebanyakan hidup dengan bertani. Akan tetapi, karena
lokasi Sriwijaya yang terletak di tepi Sungai Musi yang terhubung ke pantai, perdagangan
menjadi cepat berkembang. Kemudian, perdagangan akhirnya menjadi mata pencaharian
pokok Sriwijaya.
Perkembangan perdagangan itu tentunya dipicu oleh letak geografis Kerajaan
Sriwijaya yang strategis. Letaknya tepat berada di persimpangan jalur perdagangan
internasional. Para pedagang Cina yang berlayar menuju India akan singgah terlebih
dahulu di Sriwijaya, begitu pula sebaliknya.
Dengan demikian, Kerajaan Sriwijaya semakin ramai dan berkembang menjadi pusat
perdagangan. Kerajaan ini juga mulai menguasai jalur perdagangan nasional maupun
internasional. Jalur perdagangan Sriwijaya membentang dari Laut Natuna, Selat Malaka,
Selat Sunda, dan Laut Jawa hingga ke Asia Tenggara yang merupakan jalur perdagangan
internasional antara India dan Cina.
Selain mendapatkan keuntungan langsung dari perdagangan, Sriwijaya juga
mendapatkan keunggulan tidak langsungnya. Kapal-kapal yang singgah dan melakukan
bongkar muat diharuskan untuk membayar pajak. Hal tersebut tentunya menambah
kemakmuran bagi Kerajaan ini.
Hasil budaya kerajaan sriwijaya meliputi gading, kulit, beberapa jenis binatang liar
untuk kepentingan ekspor. Sementara itu mereka cenderung banyak mengimpor beras,
rempah-rempah, kayu manis, kemenyan, emas, gading, dan binatang.

Kehidupan Politik Sriwijaya


Dapunta Hyang Sri Jayanasa (683 M)
Diperkirakan merupakan pendiri Kerajaan Sriwijaya, disebutkan dalam Prasasti
Keduka Bukit, Talang Tuo, dan Kota Kapur. Raja menaklukkan Kerajaan Melayu dan
Tarumanegara dalam masa pemerintahannya.
Indravarman (702 M)
Indravarman sempat mengirimkan utusan ke Tiongkok pada 702-716 M, dan 724M.
Rudra Vikraman / Lieou-t`eng-wei-kong (728 M)
Rudra Vikraman sempat mengirim utusan ke Tiongkok pada tahun 728-748M.
Dharmasetu (790 M)
Sangramadhananjaya / Wisnu/ Vishnu (775 M)
Selamakepemimpinannya, Raja yang membawa Sriwijaya menaklukkan Kamboja
Selatan.
Samaratungga (792 M)
Sriwijaya gagal mempertahankan kekuasaan di Kamboja Selatan pada tahun 802 M.
Balaputra Sri Kaluhunan (Balaputradewa) (835M)
Raja yang membawa Kerajaan Sriwijaya ke masa keemasannya. Ia juga
memerintahkan pembuatan biara untuk Kerajaan Cola di India dan meninggalkan Prasasti
Nalanda.
Sri Udayadityawarman (960 M)
Sempat mengirimkan utusan ke Tiongkok pada tahun 960 M.
Sri Wuja atau Sri Udayadityan (961 M)
Mengirimkan utusan ke Tiongkok pada 961-962 M.
Hsiae-she (980 M)
Selama kepemimpinannya, Raja Hsiae-she mengirimkan utusan ke Tiongkok pada 980-
983
Sri Cudamaniwarmadewa (988 M)
Saat Sriwijaya dibawah kekuasaannya, terjadi penyerangan dari Jawa.
Sri Marawijayottunggawarman (1008 M)
Selama kepemimpinannya sempat mengirimkan utusan ke Tiongkok pada tahun 1008
Sumatrabhumi (1017 M)
Pada masa kekuasaannya, Raja Sumatrabhumi mengirimkan utusan ke Tiongkok pada
tahun 1017
Sri Sanggramawijayottunggawarman (1025)
Sempat ditaklukan dan ditawan oleh Kerajaan Cola dari India, kemudian dilepaskan.
Sri Deva (1028 M)
Sempat mengirimkan utusan ke Tiongkok pada 1028 M.
Dharmavira (1064 M)
Sri Maharaja (1156 M)
Pernah mengirimkan utusan ke Tiongkok pada 1156 M.
Trailokaraja Maulibhusana Varmadeva (1178 M)
Pada masa kekuasaannya mengirimkan utusan ke Tiongkok pada 1178 M.
Pada tahun 1402 pangeran terakhir dari Kerajaan Sriwijaya, yakni Parameswara
mendirikan Kesultanan Malaka di Semenanjung Malaysia.
Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Nama raja kerajaan Sriwijaya yang paling terkenal adalah Balaputradewa. Ia
memerintah sekitar abad ke-9 M. Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya berkembang
pesat dan mencapai masa kejayaan atau zaman keemasan.
Ia berhasil menumbuhkan perekonomian kerajaan ini dan memperluas kekuasaan
Sriwijaya hingga ke pulau di luar Indonesia. Balaputradewa adalah keturunan dari Dinasti
Syailendra, yakni putra dari Raja Samaratungga dengan Dewi Tara dari Sriwijaya. Hal
tersebut diterangkan dalam Prasasti Nalanda.
Raja terkenal Kerajaan Sriwijaya ini (Balaputradewa) adalah seorang raja yang besar di
Sriwijaya. Raja Balaputradewa menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Benggala yang
saat itu diperintah oleh Raja Dewapala Dewa.

Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya


Faktor kemunduran Kerajaan Sriwijaya dipengaruhi oleh kerajaan yang terlalu
bergantung pada kehidupan perdagangan laut, sistem ketatanegaraan yang tidak tertata
dengan baik, dan kondisi kekuasaan wilayah darat yang kurang diperhatikan akibat terlalu
sibuk mengembangkan kelautan. Beberapa faktor kemunduran Kerajaan Sriwijaya
lainnya meliputi:
Keadaan alam sekitar Sriwijaya yang berubah, tidak dekat lagi dengan pantai. Hal
tersebut disebabkan perubahaan aliran sungai Musi, Ogan, dan Komering membawa
banyak lumpur sehingga tidak kondusif untuk perdagangan.
Banyak daerah kekuasaan yang memerdekakan diri dari Sriwijaya. Hal ini diperkirakan
disebabkan oleh melemahnya angkatan laut Sriwijaya, sehingga pengawasan menjadi
semakin sulit.
Sriwijaya mendapatkan serangan dari kerajaan-kerajaan lain. Utamanya, serangan yang
diluncurkan oleh Raja Rajendracola dari Kerajaan Colamandala pada tahun 1017 M dan
1024 M. Kemudian tahun 1275 Kartanegara dari Singhasari melakukan ekspedisi
Pamalayu yang menyebabkan daerah Melayu lepas dari genggaman Sriwijaya.
Puncaknya keruntuhan kerajaan ini adalah pada tahun 1377, ketika armada laut dari
Kerajaan Majapahit menyerang dan berhasil menaklukkan Kerajaan Sriwijaya.
.
2. Kerajaan Malayu
Nama dan Lokasi
Nama
Nama Malayu pertama kali tercatat dalam sejarah Dinasti T’ang (618-906) yang
menyebutkan bahwa pada tahun 644 seorang utusan dari Mo-lo-yu, lafal cina dari kata
Malayu datang untuk memberikan upeti. Dalam catatan Takakusu menyebutkan Bhoga
yang merupakan ibukota Sribhoga alias Malayu. Keterangan I Tsing menunjukkan
bahwa Malayu berada diantara Sriwijaya dan Kedah. I Tsing menulis pada tahun 692
kerajaan Malayu merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya. Mulai abad XI nama
Malayu disebut dalam prasasti Tanjore dengan istilah Malaiyur. Kerajan Melayu tidak
berada dibawah sriwijaya sejak abad VII. Nama malayu disebut pada prasasti
Padangroco dan Dharmasraya dan naskah Negarakertagama.
Lokasi
1. Kisah perjalanan I-tsing dari Cina ke Nalanda
Menurut kisah perjalanan I-tsing dapat disimpulkan bahwa kerajaan Malayu ada
ditengah perjalanan antara kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Keda, jadi masih berada di
Selat Malaka
2. Perjalanan Wu-hing
Letak kerajaan Malayu diantara Sriwijaya dan Kedah, sedangkan kedah ada di Selat
Malaka.
3. Daftar Negara Beragama Budha Theradawa
Kerajaan Malayu berada di sebelah barat Kerajaan Sriwijaya.
4. Perjalanan Chang-min
Malayu ada di tengah perjalanan yang lokasinya jelas di tengah perjalanan yang
lokasinya di selat malaka.

Sumber Kerajaan Malayu


Prasasti Kapalo Bukit Gombak I (1269 S/1347 M)
Prasasti Manjusri (1265 S/ 1343 M)
Prasasti Amoghapasa (1347 M)
Prasasti Bukit Gombak II (1278 S/ 1356 M)
Prasasti Suraso I (Tanpa Tahun)
Prasasti Bandar Pahapat (Tanpa Tahun)
Prasasti Suraso II (Tanpa Tahun)
Prasasti Lubuk Layang (Tanpa Tahun)
Prasasti Pagaruyung VI (Tanpa Tahun)
Prasasti Pagaruyung VII (Tanpa Tahun)
Prasasti Rambatan (1291 S/ 1369 M)

Sejarah Berdirinya
Nama Malayu pertama kali tercatat dalam sejarah Dinasti T’ang (618-906) yang
menyebutkan bahwa pada tahun 644 seorang utusan dari Mo-lo-yu, lafal cina dari kata
Malayu datang untuk memberikan upeti. I-tsing menyebut pada tahun 692 Kerajaan
Malayu menjadi bagian dari Sriwijaya
Menurut Prasasti Tanjore Mulai Abad XI nama Malayu tidak berada dibawah
Sriwijaya lagi. Menurut Penyerangan Chola dimana pada prasasti ini nama Sriwijaya dan
Malayu dipisah.

Kehidupan Politik
1. Kerajaan Malayu Tua sekitar tahun 671 ditaklukkan Sriwijaya
2. Pada abad XI ketika nama Malayu muncul menjadi Malayapura, diketahui kerajaan
ini dipimpin oleh raja Suryanarayana bergelar Sri maharaja
3. Pada tahun 1347 Adityawarman menyatakan diri sebagai Raja melayu melalui
Prasasti Amoghapasa

Pemerintahan Adityawarman
1. Prasasti Amoghapasa disebutkan adanya pembantu dekat Adityawarman bernama
Dewa Tuhan Prapatih
2. Prasasti Kubu Rajo I menyebut Adityawarman sebagai raja tanah kanaka (emas),
menyebut Adwayarman sebagai ayah Adityawarman
3. Prasasti Suroaso II menyebut Ananggawarman sebagai anak Adityawarman
4. Prasasti Lubuk layang menyebut anak Adityawarman yaitu Bijayendrawarman
5. Prasasti Rambatan menyebut Adityawarman menyediakan sebuah tempat pemujaan
6. Memiliki penasihat bernama acaryya Dharmmaseka

Kehidupan Sosial dan Ekonomi


1. Pada abad VII kerajaan Malayu menjadi salah satu tujuan bagi para pedagang atau
musafir dari Kanton
2. Marcopolo dalam catatannya pada tahun 1292 menyebut Malayu sebagai pusat
perdagangan rempah-rempah

Kehidupan Religi dan Budaya


1. Menurut Prasasti Amoghapasa berisi pendirian bangunan Suci Budha dan Arca
Buddha
2. Adityawarman merupakan pemeluk agama Tantra
3. Kerjasama antara Adityawarman dengan pembantunya sangat kompak dalam
menyediakan tempat ibadah (Menurut Prasasti Rambatan)
4. Uraian Prasasti Padangroco memberikan data bahwa eksistensi Malayu cukup besar
sehingga diajak bersekutu melalui sektor Agama dengan kerajaan Singasari

Akhir Sejarah
Selanjutnya Slamet Mulyana yang telah mengidentifikasi Minanga Tamwan sebagai
ibu kota Kerajaan Malayu berpendapat bahwa, prasasti Kedukan Bukit merupakan
piagam penaklukan Malayu oleh Sriwijaya. Naskah prasasti tersebut menunjukkan
bahwa dengan kekuatan 20.000 prajurit, Dapunta Hyang berhasil menguasai Minanga
Tamwan, dan meninggalkan kota itu dalam suka cita.
Jadi menurutnya, penaklukan Malayu oleh Sriwijaya terjadi pada tahun 683. Pendapat
ini sesuai dengan catatan I Tsing bahwa, pada saat berangkat menuju India tahun 671,
Mo-lo-yeu masih menjadi kerajaan merdeka, sedangkan ketika kembali tahun 685, negeri
itu telah dikuasai oleh Sriwijaya.

3. Kerajaan Panai
Nama dan Lokasi
Nama kerajaan Panai muncul pertama kali dalam sejarah setelah negeri ini
disebut dalam prasasti Tanjore. Prasasti tanjore memberikan deskripsi kerajaan Panai
dialiri sungai-sungai. Nama Panai juga disebut dalam Nagarakertagama pupuh XIII bait
1 (Disebut Pane). Nama panai juga berasal dari sejarah Cina abad V dan VI tetapi tidak
langsung. Hu Yun-ts’iao mengidentifikasikan P’o-li sebagai Panai yang berada diwilayah
padang lawas.
Lokasi Kerajaan Panai
Prasasti Tanjore
Diperkirakan kabupaten tapanuli Selatan karena banyak dilalui sungai seperti yang
dicirikan.
Kitab Negarakertagama
Nama Panai diampit oleh Rokan dan Kampe serta Haru. Jadi posisi Panai berada di
Utara Rokan dan diselatan atau tenggara dari Kampe atau Haru.

Sumber-sumber
Prasasti Gunung Tua (1024 M)
Prasasti Joreng Balagah (1179 M)
Prasasti Porlak Dolok (1213 M)
Prasasti Sitopayan (1235 M)
Prasasti Aek Sengkilon (Abad XIV)
Prasasti Tandihet (Abad XIII)

Sejarah Berdirinya
Nama kerajaan Panai muncul pertama kali dalam sejarah setelah negeri ini disebut
dalam prasasti Tanjore. Prasasti tanjore memberikan deskripsi kerajaan Panai dialiri sungai-
sungai Nama Panai juga disebut dalam Nagarakertagama pupuh XIII bait 1 (Disebut Pane)
Nama panai juga berasal dari sejarah Cina abad V dan VI tetapi tidak langsung. Hu Yun-
ts’iao mengidentifikasikan P’o-li sebagai Panai yang berada diwilayah padang lawas.

Kehidupan Politik
1. Kerajaan Malayu Tua sekitar tahun 671 ditaklukkan Sriwijaya
2. Pada abad XI ketika nama Malayu muncul menjadi Malayapura, diketahui kerajaan
ini dipimpin oleh raja Suryanarayana bergelar Sri maharaja
3. Pada tahun 1347 Adityawarman menyatakan diri sebagai Raja melayu melalui
Prasasti Amoghapasa

Kehidupan Sosial dan Ekonomi


1. Pada abad VII kerajaan Malayu menjadi salah satu tujuan bagi para pedagang atau
musafir dari Kanton
2. Marcopolo dalam catatannya pada tahun 1292 menyebut Malayu sebagai pusat
perdagangan rempah-rempah

Kehidupan Budaya dan Religi


1. Kebudayaan nonfisik masa abad XI-XIV tidak diketahui
2. Dilihat dari peninggalan 8 prasasti maka dapat diperkirakan keagamaan masyarakat
Panai penganut agama Budha aliran Tantra.

Akhir Sejarah
Karena Nama Panai tidak ada dalam daftar sejarah Cina, dapat disimpulkan bahwa
Panai sejak abad XI telah lumpuh dan Menjadi bagian dari kekuasaan Malayu yang pada
abad XI berpusat di Jambi

Anda mungkin juga menyukai