FAHIRA DESVIYANTI PUTRI IMAN IAR KHAYRA ANDHINI MUHAMMAD SYAIFUL BAHRI HAIKAL MUHAMMAD RISKY REZA BHAKTI SATRIA Prasasti kerajaan majapahit Kerajaan Sriwijaya diperkirakan berdiri pada abad ke-7 oleh Dapunta Hyang Sri Jayasana. Kejayaan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit sebagai Negara Maritim Pusat pemerintahan Kerajaan Sriwijaya diperkirakan berada di tepian Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Beberapa bukti berdirinya kerajaan ini tidak hanya dari berita asing dan candi-candi, namun juga pada prasasti- prasasti yang menjadi sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya. Prasasti Kedukan Bukit memiliki angka tahun 605 C (Saka) atau 683 Masehi. Prasasti ini terdiri dari 10 baris yang ditulis dengan huruf pallawa dengan bahasa melayu kuno. Isi Prasasti Kedukan Bukit menjelaskan bahwa ada seorang bernama dapunta hyang, yang dikatakan berangkat dari Minanga Tamwan naik perahu dengan membawa tentara. Ia datang di Matayap dan akhirnya membangun kota yang diberi nama Sriwijaya setelah berhasil Menaklukkan beberapa daerah.” Prasasti talang tuo Prasasti Talang Tuo ditemukan di di Desa Gadus daerah Talang Tuwo, sebelah barat Kota Palembang. Prasasti Talang Tuo memiliki angka tahun 606 C atau 684 Masehi. Prasasti ini ditulis dengan huruf pallawa dengan bahasa melayu kuno yang berisi tentang pembuatan taman Sri- ksetra oleh punta hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk. Doa dan harapan yang terdapat di dalam prasasti ini menunjukkan sifat-sifat dari agama Buddha. Prasasti Kota Prasasti Kapur Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka dengan angka tahun 608 C atau 686 Masehi. Prasasti ini ditulis dengan huruf pallawa dengan bahasa melayu kuno. Isinya adalah permintaan kepada para dewa agar menjaga kedatuan Sriwijaya, menghukum setiap orang yang bermaksud jahat dan mendurhakai kekuasaan Sriwijaya serta menjamin keselamatan mereka yang taat dan setia. Nama nama kerajaan sriwijaya ◦ Dapunta Hyang Sri Jayanasa (683 M) ◦ Indrawarman (702 M) Rudra Wikrama (728-742 M) ◦ Sanggramadhananjaya (775 M) ◦ Dharanindra/Rakai Panangkaran (778 M) ◦ Samaragrawira/Rakai Warak (782 M) ◦ Dharmasetu (790 M) ◦ Samaratungga/Rakai Garung (792 M) ◦ Balaputradewa (856 M) Letak kerajaan sriwijaya Letak pasti kerajaan ini masih banyak diperdebatkan. Namun, pendapat yang cukup populer adalah yang dikemukakan oleh G. Coedes pada tahun 1918 bahwa pusat Sriwijaya ada di Palembang. Sampai dengan saat ini, Palembang masih dianggap sebagai pusat Sriwijaya. Beberapa ahli berkesimpulan bahwa Sriwijaya yang bercorak maritim memiliki kebiasaan untuk berpindah- pindah pusat kekuasaan. Sebab para ahli ada yang menyimpulkan bahwa Sriwijaya berpusat di Kedah, kemudian Muara Takus, hingga menyebut kota Jambi. Kehidupan masayarakatsosia; pada zaman kerajaan sriwijaya 1. Kehidupan sosial masyarakat di Kerajaan Sriwijaya berbaur dengan para pedagang dari luar, karena saat itu wilayah tersebut merupakan pelabuhan bagi kapal-kapal asing yang singgah. Kemungkinan bahasa yang berkembang adalah bahasa melayu kuno, mereka menggunakan bahasa tersebut untuk berkomunikasi dengan para pedagang.
2. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sriwijaya meliputi kegiatan pertanian, hasilnya
kemudian diperjual belikan kepada para pedagang asing yang singgah. Hal ini didukung dengan letak yang sangat strategis sebagai jalur perdagangan Internasional. Hasil bumi dari pertanian tersebut mendongkrak kegiatan perdagangan, akibatnya banyak pedagang dari China dan India ramai-ramai berdatangan.
3. Kehidupan sosial budaya masyarakat di kerajaan Sriwijaya ditandai dengan kegiatan
perniagaan di Selat Malaka yang menjadikan Sriwijaya sebagai kerajaan besar, dan pengaruh kuat agama Buddha pada masyarakatnya. Sejarah keruntuhan kerajaan sriwijaya ◦ Pada masa kepemimpinan Balaputradewa sebagai raja kesepuluh, Sriwijaya mencapai titik kejayaannya. Akan tetapi, saat periode itu juga Sriwijaya kehilangan kekuasannya di Jawa, tercatat di Prasasti Nalanda yang ditemukan di India. Setelah itu, Kerajaan Medang dari Jawa menyerang Sriwijaya pada 990-an. Munoz (2006) menerangkan, serangan ini terjadi pada 988 hingga 992, tepat ketika Sri Cudamani Warmadewa memimpin. Akan tetapi, Sriwijaya berhasil memukul mundur musuhnya saat itu. Memasuki abad ke-11, Sriwijaya mendapatkan serangan lagi oleh pihak Kerajaan Chola dari India Selatan. Tepatnya, pada 1017 dan 1025, Raja Rajendra Chola I mengirim pasukan dan berhasil menduduki beberapa daerah kekuasaan Sriwijaya. Penyerangan ini terjadi ketika Sangrama- Vijayottunggawarman memimpin Sriwijaya. Secara perlahan, Chola berhasil mempengaruhi kekuasaan raja baru. Menurut Sastri K. A. N dalam The Cholas (1935), beberapa kerajaan bawahan Sriwijaya yang telah ditaklukan boleh memerintah, namun tetap harus tunduk pada pihak Chola. Akibatnya, kekuatan Sriwijaya berkurang. Selain diserang kerajaan lain, kondisi alam juga mempengaruhi runtuhnya Sriwijaya. Menurut Daljoeni dalam Geografi Kesejarahan II (1982), Sumatera adalah daerah dengan curah hujan tinggi melebihi kemampuan penguapan. Air meresap terlalu dalam hingga kesuburan tanah berkurang. Bahkan, terdapat juga air yang tidak terserap hingga membawa material daratan ke Sungai Musi, Palembang. Akibatnya, sungai menjadi dangkal dan daratan kurang produktif. Selain tidak bisa menghasilkan produk untuk konsumsi, Sriwijaya perlahan kehilangan akses perdagangannya di Sungai Musi. Jalan yang sebelumnya menjadi ladang emas terhambat hingga akhirnya berhenti. Turunnya kekuatan Sriwijaya dalam bertahan hidup lebih diperparah ketika masuknya Islam di Aceh. Pada abad ke-13, Kerajaan Samudera Pasai hadir di bagian Sumatera bagian utara dan menjadi pusat perdagangan. Menurut catatan Cina, Sriwijaya menyisakan kekuasaan di sekitar Palembang yang saat itu bernama Kerajaan Palembang. Kabar terakhir dari kerajaan ini ke pihak luar ketika mengirim utusan ke Cina pada 1374 dan 1375. Faktanya, kerajaan di Palembang ini akhirnya hancur pada 1377 karena diserang oleh Kerajaan Majapahit. Terima Kasih APAKAH ADA PERTANYAAN