Anda di halaman 1dari 9

Prasasti Yupa

Prasasti Yupa merupakan bukti tertua Kerajaan Kutai dan bukti sejarah Kerajaan Hindu di
Kalimantan. Jumlah prasasti Yupa yang masih dapat dilihat hingga kini yaitu 7 prasasti yupa.
Yupa adalah pilar batu yang digunakan untuk mengikat hewan atau manusia yang dijadikan
tumbal bagi para Dewa dan di pilar batu ada prasasti yang diukir. Prasasti tersebut ditulis
menggunakan huruf Sansekerta atau Pallawa tapi tidak ada tahun pasti  prasasti tersebut dibuat.

Isi prasasti yupa mengenai kehidupan politik. Dalam prasasti pertama bercerita tentang raja
pertama kutai yaitu Raja Kudungga yang merupakan nama asli orang Indonesia dan menunjukkan
bahwa dia bukan pendiri kerajaan. Selain itu, dalam yupa tercantum masa pemerintahan
Asmawarman, ada upacara Aswamedha yaitu upacara pelepasan kuda untuk menentukan batas
wilayah kerajaan. Kudungga memiliki seorang putra terkenal bernama Aswawarman dan dia
memiliki 3 putra terkenal seperti tiga api suci.

Dari ketiga putra tersebut, Mulawarman menjadi anak yang paling terkenal karena dia sangat
ketat, kuat dan sabar serta mahar bagi raja untuk mempersembahkan kurban Bahu Suwarnakam.
Pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mencapai masa kejayaannya dan setelah
masa pemerintahannya, tidak diketahui siapa saja raja yang memerintah karena sumber daya
sejarah yang sangat terbatas. Mulawarman diabadikan di salah satu Yupa karena
kedermawanannya yang murah hati dengan menawarkan 20 ribu ekor sapi kepada para
Brahmana dan ia dikatakan sebagai cucu Kudungga atau putra Aswawarman, yang keduanya
juga dipengaruhi oleh budaya India.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Kalingga

Sedangkan isi Prasasti Yupa tentang kehidupan sosial, diketahui bahwa abad ke-4 M, di Kerajaan
Kutai, orang Indonesia sudah memeluk agama Hindu sehingga pola pengaturan kerajaan juga
sangat terorganisasi seperti pemerintahan kerajaan di India. Hal ini menunjukkan bahwa
kehidupan sosial selama Kerajaan Kutai telah berkembang seiring dengan perkembangan zaman
dan masyarakat Indonesia juga sudah mulai menerima unsur dari India lalu dikembangkan untuk
menyesuaikan diri dengan tradisi di Indonesia.

Saat Raja Mulawarman memberikan hadiah seribu sapi juga pohon kelapa pada Brahmana yang
berbentuk seperti api di Vaprakeswara, yaitu yaitu tempat suci untuk memuja Dewa Siwa. Karena
kebaikannya, pilar upacara pemakaman dibuat oleh para pendeta yang berkumpul di sana.

Isi prasasti Yupa tentang kehidupan budaya dalam budaya orang Kutai sangat berkaitan dengan
agama yang dianut dan prasasti Yupa merupakan produk budaya masyarakat Kutai, monumen
batu merupakan warisan budaya nenek moyang dari orang Indonesia di era Meghalithic yaitu
budaya Menhir.

Dalam salah satu Prasasti Yupa disebutkan tempat suci dengan Vaprakecvara yang merupakan
tempat pemujaan dewa Siwa dan menunjukkan bahwa agama Hindu adalah Siwa Hindu. Hal ini
semakin diperkuat karena pengaruh besar Kerajaan Pallawa yang juga beragam dalam Siwa juga
peran penting para Brahmana di Kerajaan Kutai dalam agama Siwa.

Bukti lain yang menunjukkan kejayaan Kerajaan Kutai dari perspektif ekonomi ditulis di salah satu
Yupa yang menyebutkan bahwa Raja Mulawarman sering mengadakan upacara pengorbanan
emas yang sangat besar juga bisa dilihat dari kemunculan kelompok terdidi/terpelajar yang terdiri
dari para ksatria dan brahmana yang diperkirakan sudah melakukan perjalanan jauh ke India dan
juga beberapa tempat penyebaran agama Hindu di wilayah Asia Tenggara. Orang-orang ini
mendapatkan posisi dan perilaku dalam sistem pemerintahan Kerajaan Kutai.

Sedangkan isi Yupa yang bercerita tentang kehidupan beragama menjelaskan bahwa Kerajaan
Kutai, agama Hindu sangat berkembang, terutama pada masa pemerintahan Raja Asmawarman.
Perkembangan hindu di Kerajaan Kutai ditandai dengan adanya tempat suci yang disebut
Waprakeswara yang merupakan tempat suci untuk menyembah dewa Siwa. Meski agama hindu
adalah agama resmi Kerajaan Kutai, itu hanya dikembangkan di daerah istana, sedangkan orang
Kutai masih menggunakan budaya asli mereka dan memeluk agama Kaharingan, yaitu
kepercayaan yang dipegang oleh orang Dayak asli, yaitu menyembah Ranying Hatalla Langit
yang telah menciptakan dunia supranatural dan pengikut Kaharingan juga mengadakan upacara
kremasi seperti Ngaben di Hindau sehingga pada 20 April 1980, Kaharingan masuk ke agama
Hindu.

Kelambu Kuning

Beberapa benda peninggalan kerajaan kutai diyakini oleh adat kutai memiliki kekuatan magis
hingga sekarang sehingga untuk menghindari bala dan tuah yang munkin ditimbulkan maka
semua benda tersebut disimpan dalam kelambu kuning. Benda peninggalan kerajaan kutai yang
disimpan dalam kelambu kuning ini dantaranya yaitu Sangkoh Paitu, Gong Bende, Patung Singa,
Tajau, Lengkungan Besi, Gong Raden Galuh dan juga Keliau Aji Siti Cloudy.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

Ketopong Sultan
Ketopong merupakan mahkota emas dilengkapi permata miliki Sultan Kerajaan Kutai yang
beratnya mencapai 1,98 kg dan sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta. Benda ini
ditemukan di daerah Muara Kaman, Kutai Kartanegara pada tahun 1890, sedangkan yang
dipamerkan di Museum Mulawarman adalah mahkota sultan tiruan. Mahkota ini pernah dipakai
oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman (1845-1899) dan juga dipakai Sultan Kutai Kartanegara.

Ketopang dalam bentuk mahkota brunjungan dan pada wajah meru bertingkat dihiasi dengan
kombinasi dua motif yaitu spiral dan sulur. Di mahkota sisi belakang ada hiasan berbentuk elang
yang mungkin dihiasi motif bunga, burung dan rusa.

Kalung Ciwa

Kalung ini ditemukan pada saat Sultan Aji Muhammad Sulaiman memerintah yakni pada tahun
1890 oleh seorang rakyat di sekitar Danau Lipan, Muara Kaman. Hingga kini, kalung ciwa masih
digunakan sebagai perhiasan kerajaan dan sudah dikenakan oleh Sultan selama penobatan
Sultan baru.

Kalung Uncal
Kalung Uncal adalah kalung yang dihiasi dengan liontin lega dengan cerita Ramayana. Kalung ini
terbuat dari emas seberat 170 gram yang. Kalung ucal digunakan sebagai simbol Kerajaan Kutai
Martadipura dan dikenakan oleh Sultan Kutai Kartanegara setelah penaklukan Kutai Martadipura.
Dari penelitian yang dilakukan, Kalung Uncal berasal dari India dengan nama Unchele dan masih
ada 2 Kalung Uncal di dunia yang terletak di India dan juga di Museum Mulawarman di
Tenggarong.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Samudera Pasai

Kalung ini dari emas 18 karat berbentuk bulat dengan ukurab panjang 9 cm. Terdapat ukiran Dewi
Sinta dan Rama yang sedang membidik babi pada kalung ini. Selain itu, ada juga 4 buah dan 2 di
antaranya berhiaskan batu permata. Kalung ini juga merupakan penentu kevalidan pelantikan
Raja Kutai.

Raja Kutai bisa mengenakan Kalung Uncal ini sebanyak dua kali, yaitu pada saat penobatan dan
juga pernikahan dan tidak ada yang bisa mengenakan kalung ini selain Sultan atau Raja. Kalung
ucal akan dilepas pada prosesi ritual tertentu seperti membakar dupa dan membaca dimensi
disebut basawai. Dikatakan bahwa jika kalung Uncal dari India hanya ada 2 pasang di dunia
karena hanya digunakan oleh Sri Rama dan Dewi Shinta.

Pada saat Sri Rama bisa mendapatkan kembali Dewi Shinta dari Rahwana, ia ragu apakah
istrinya masih murni dan belum diganggu oleh Rahwana. Kecurigaan Sri Rama dibenarkan,
karena kalung Uncal yang menjadi simbol kemurnian sudah menghilang dari leher Dewi Shinta.

Dewi Shinta merasa dapat dimengerti dengan keraguan suaminya Sri Rama, namun meskipun
kalungnya hilang, dia masih suci dan untuk membuktikannya, dia meminta api unggun terbesar
untuk membakar dirinya untuk membuktikan bahwa dia masih murni dan jika dia sudah ternoda,
maka dia berkata jika dia akan mati ditelan oleh Dewi Agni yang merupakan Dewi Api.
Orang-orang Ayodiapala kemudian menyadari permintaan itu, ketika api dinyalakan di depan Sri
Rama dan juga pejabat Kerajaan Ayodiapala, Sinta naik ke tangga menara yang disiapkan. Pada
saat dia sampai di atap menara, dia juga mengatakan kepada suaminya bahwa meskipun
kalungnya hilang, dia masih suci dan jika memang dia ternoda, maka dia akan dibakar oleh Dewi
Agni. Namun jika tidak, maka Anda melihat saya kembali ke kanda dan Dewi Shinta terjun ke
dalam nyala api.

Shinta kemudian dilalap api dan tidak terlihat, namun beberapa saat kemudian, muncul dari api
sebuah singgasana yang naik perlahan dan berhenti di depan Sri Rama dan melihat Dewi Shinta
duduk sambil tersenyum melihat Sri Rama. Kalung ucul dikatakan milik Ratu Kudungga yang
merupakan ratu di India dan dari cerita, apabila kalung ini tidak bisa disatukan dan kembali
berdampingan, selama itu juga India tidak bisa hidup dalam kedamaian, kemakmuran dan
kedamaian. Bencana akan selalu melanda negara dan juga kelaparan, perang dan kemiskinan
juga tidak akan pernah berhenti dan inilah yang diyakini oleh rakyat India.

Kura-Kura Emas

Penyu emas merupakan peninggalan kerajaan kutai dengan ukuran separuh kepalan tangan dan
sekarang disimpan di Museum Mulawarman. Dari label yang tercantum pada etalase, lokasi
penemuan kura-kura emas ini berada di daerah Long Lalang (daerah hulu sungai Mahakam).

Objek ini dikatakan sebagai persembahan seorang pangeran kerajaan Cina untuk putri Raja Kutai
yang bernama Aji Bidara Putih. Pengeran  memberi beberapa barang unik lainnya ke kerajaan,
sebagai bukti ketulusannya yang ingin menikahi sang putri.

Penyu emas ini terbuat dari emas 23 karat dalam bentuk penyu yang juga dipakai dalam upacara
pelantikan Sultan Kutai Kartanegara.  Peninggalan  ini merupakan simbol dari inkarnasi Dewa
Wisnu.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Kediri

Arca Bulus
Pedang Sultan Kutai
Pedang ini dibuat dari emas murni dan pada gagangnya diukir gambar harimau yang siap
menerkam, sedangkan pada bagian ujung sarungnya dihiasi dengan buaya dan sekarang pedang
Sultan disimpan di Museum Nasional Jakarta.

Tali Juwita

Tali Juwita mewakili simbol 7 muara dan 3 anak sungai Mahakam. Tali ini dibuat dari 21 helai
benang dan umumnya digunakan saat upacara Bepelas.

Tali juwita terbuat dari emas, perak dan perunggu dengan 3 liontin dalam bentuk gelang dan dua
potong mata kucing dan barjat putih lalu liontin lainnya dalam bentuk lentera dengan dua  dekorasi
pendulum kecil. Tali Juwita berasal dari kata Upavita yakni kalung yang dianugrahkan pada raja.

Keris Bukit Kang


Keris ini adalah keris yang dipakai permaisuri pertama raja kutai kartanegara yaitu Permaisuri Aji
Putri Karang Melenu. Dari legenda, permaisuri tersebut adalah seorang bayi perempuan bersama
telur da keris yang ditemukan pada gong yang melayang-layang di aula bambu.

Tahta Sultan

Tahta Sultan atau Singgasana Sultan ini pernah dipakai oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman,
Sultan Aji Muhammad Parikesit dan juga beberapa raja Kutai terdahulu. Di atas singgasana
Sultan juga dilengkapi spanduk, kelambu dan pengantin wanita Kutai Keraton. Tahta sultan ini
disimpan di Museum Mulawarman.

Baca Juga : Sejarah Perang Aceh

Meriam
Meriam digunakan sebagai pertahanan bagi Kerajaan Kutai, ada sebanyak 4 buah dan masih
dipertahankan hingga sekarang. Meriam tersebut diantaranya Meriam Gentar Bumi, Meriam Aji
Entong, Meriam Sapu Jagat dan Meriam Gunung Sri.

Keramik Tiongkok Kuno

Berbagai keramik kuno diduga berasal dari dinasti kekaisaran Cina juga ditemukan di tumpukan
dekat Danau Lipan. Hal ini menunjukkan bahwa kerajaan Kutai juga Kekaisaran Cina sudah
membuat hubungan dagang yang baik dari dulu. Ratusan Keramik Tiongkok Kuno kini berada di
Museum Mulawarman Tengawarong, Kutai Kartanegara, semuanya disimpan di bilik bawah
tanah.

Gamelan Gajah Prawoto

Satu set gamelan gajah prawoto disimpan di museum Mulawarman dan asal gamelan ini
dipercaya dari Jawa. Selain itu, ada juga berbagai barang lain seperti pangkon, keris, topeng,
wayang kulit dan beberapa barang yang terbuat dari kuningan dan perak yang juga merupakan
bukti ikatan kuat antara kerajaan ini dengan kerajaan yang ada di Jawa.

Tombak Kerajaan Majapahit

Mengapa ada peninggalan kerajaan kutai berupa tombak kerajaan Majapahit. Tombak tersebut
menjadi bukti bahwa kerajaan Kutai memiliki hubungan yang sangat dekat dengan kerajaan
Majapahit. Ada yang mengatakan, bahwa tombak ini sudah ada di Muara Kaman sejak dulu.

Anda mungkin juga menyukai