Anda di halaman 1dari 64

Kerajaan – Kerajaan Di Indonesia

Kerajaan di Indonesia yang pertama berkembang di Indonesia yaitu kerajaan Hindu dan
Buddha sedangkan sistem perekonomian yang di gunakan pada waktu itu adalah perdagangan,
sehingga hubungan dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, China
dan wilayah Timur Tengah pun bisa terjalin.
Pada zaman kerajaan berkembang Agama Hindu lah yang pertama masuk ke Indonesia
dengn diperkirakan pada awal Tarikh Masehi dan terus berkembang sampai kerajaan-kerajaan
Islam bermunculan. Berikut daftar kerajaan di Indonesia.

1. Kerajaan Hindu
1. Kerajaan Kutai (Martadipura)
Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan Kutai
diperkirakan muncul pada abad 5 M atau ± 400 M. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman,
Kalimantan Timur (dekat kota Tenggarong), tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai
diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut.
Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan
nama kerajaan ini. Karena memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh akibat
kurangnya sumber sejarah.
Keberadaan kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan
yaitu berupa prasasti yang berbentuk yupa / tiang batu berjumlah 7 buah. Yupa yang
menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta tersebut, dapat disimpulkan tentang
keberadaan Kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan, antara lain politik, sosial,
ekonomi, dan budaya. Adapun isi prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan
Kutai bernama Kudungga. Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut
sebagai wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh
Mulawarman. Penggunaan nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi berikutnya
menunjukkan telah masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam Kerajaan Kutai dan hal tersebut
membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang telah memeluk agama
Hindu.
Raja-Raja Kerajaan Kutai :

1. Maharaja Kudungga
2. Maharaja Asmawarman
3. Maharaja Mulawarman
4. Maharaja Irwansyah
5. Maharaja Sri Aswawarman
6. Maharaja Marawijaya Warman
7. Maharaja Gajayana Warman
8. Maharaja Tungga Warman
9. Maharaja Jayanaga Warman
10. Maharaja Nalasinga Warman
11. Maharaja Nala Parana Tungga
12. Maharaja Gadingga Warman Dewa
13. Maharaja Indra Warman Dewa
14. Maharaja Sangga Warman Dewa
15. Maharaja Singsingamangaraja XXI
16. Maharaja Candrawarman
17. Maharaja Prabu Nefi Suriagus
18. Maharaja Ahmad Ridho Darmawan
19. Maharaja Riski Subhana
20. Maharaja Sri Langka Dewa
21. Maharaja Guna Parana Dewa
22. Maharaja Wijaya Warman
23. Maharaja Indra Mulya
24. Maharaja Sri Aji Dewa
25. Maharaja Mulia Putera
26. Maharaja Nala Pandita
27. Maharaja Indra Paruta Dewa
28. Maharaja Dharma Setia

Peninggalan Kerajaan Kutai

Peninggalan Sejarah Kerajaan Kutai Di abad 21 sekarang ini, beberapa


peninggalan sejarah Kerajaan Kutai masih bisa di temukan di Museum Mulawarman
yang letaknya ada di Kota Tenggarong, Kutai Kartanegara.

1. Prasasti Yupa

Prasasti Yupa adalah salah satu peninggalan sejarah kerajaan kutai yang paling tua.
benda bersejarah satu ini merupakan bukti terkuat adanya kerajaan hindu yang
bercokol di atas tanah Kalimantan. Sedikitnya ada 7 prasasti yupa yang hingga kini
masih tetap ada.

2. Ketopong Sultan

Ketopong adalah mahkota Sultan Kerajaan Kutai yang terbuat dari emas. Beratnya
1,98 kg dan saat ini disimpan di Musium Nasional di Jakarta. Ketopong sultan kutai
ditemukan pada 1890 di daerah Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Di Musium
Mulawarman sendiri, ketopong yang dipajang adalah ketopong tiruan.

3. Kalung Ciwa

Kalung Ciwa adalah peninggalan sejarah kerajaan Kutai yang ditemukan pada masa
pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Penemuan terjadi pada tahun 1890
oleh seorang penduduk di sekitar Danau Lipan, Muara Kaman. Kalung Ciwa sendiri
hingga saat ini masih digunakan sebagai perhiasan kerajaan dan dipakai oleh sultan
saat ada pesta penobatan sultan baru.

4. Kalung Uncal

Kalung Uncal adalah kalung emas seberat 170 gram yang dihiasi liontin berelief
cerita ramayana. Kalung ini menjadi atribut kerajaan Kutai Martadipura dan mulai
digunakan oleh Sultan Kutai Kartanegara pasca Kutai Martadipura berhasil di
taklukan. Adapun berdasar penelitian para ahli, kalung uncal sendiri diperkirakan
berasal dari India (Unchele). Di dunia, saat ini hanya ada 2 kalung uncal, satu berada
di India dan satunya lagi ada di Museum Mulawarman, Kota Tenggarong.

5. Kura-Kura Emas

Peninggalan sejarah kerajaan kutai yang menurut saya cukup unik adalah kura-kura
emas. Benda ini sekarang ada di Musium Mulawarman. Ukurannya sebesar setengah
kepalan tangan. Dan berdasarkan label yang tertera di dalam etalasenya, benda unik
ini ditemukan di daerah Long Lalang, daerah yang terletak di hulu sungai Mahakam.
Adapun berdasar riwayat, benda ini diketahui merupakan persembahan dari seorang
pangeran dari Kerajaan di China bagi sang putri raja Kutai, Aji Bidara Putih. Sang
Pangeran memberikan beberapa benda unik pada kerajaan sebagai bukti
kesungguhannya yang ingin mempersunting sang putri.

6. Pedang Sultan Kutai

Pedang Sultan Kutai terbuat dari emas padat. Pada gagang pedang terukir gambar
seekor harimau yang sedang siap menerkam, sementara pada ujung sarung pedang
dihiasi dengan seekor buaya. Pedang Sultan Kutai saat ini dapat Anda lihat di
Museum Nasional, Jakarta.

7. Tali Juwita

Tali juwita adalah peninggalan kerajaan kutai yang menyimbolkan 7 muara dan 3
anak sungai (sungai Kelinjau, Belayan dan Kedang Pahu) yang dimiliki sungai
mahakam. Tali juwita terbuat dari benang yang banyaknya 21 helai dan biasanyan
digunakan dalam upacara adat Bepelas.

8. Keris Bukit

Kang Keris bukit kang adalah keris yang digunakan oleh Permaisuri Aji Putri Karang
Melenu, permaisuri Raja Kutai Kartanegara yang pertama. Berdasarkan legenda,
permaisuri ini adalah putri yang ditemukan dalam sebuah gong yang hanyut di atas
balai bambu. Dalam gong tersebut, selain ada seorang bayu perempuan, di dalamnya
juga terdapat sebuah telur ayam dan sebuah keris, keris bukit kang.

9. Kelambu Kuning

Ada beberapa benda peninggalan kerajaan yang dipercaya memiliki kekuatan magis
oleh masyarakat adat Kutai hingga saat ini. benda-benda ini ditempatkan dalam
kelambu kuning untuk menghindari tuah dan bala yang bisa ditimbulkannya.
Beberapa benda peninggalan sejarah kerajaan kutai tersebut antara lain kelengkang
besi, tajau, gong raden galuh, gong bende, arca singa, sangkoh piatu, serta Keliau Aji
Siti Berawan.

10. Singgasana Sultan

Singgasana sultan merupakan peninggalan sejarah kerajaan kutai yang masih tetap
terjaga hingga kini. Benda tersebut terletak di Museum Mulawarman. Dahulu
Setinggil / Singgasana ini digunakan oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sultan
Aji Muhammad Parikesit, dan raja-raja kerajaan kutai sebelumnya. Singgasana ini
juga dilengkapi dengan payung, umbul-umbul, dan peraduan pengantin Kutai
Keraton.
11. Meriam Kerajaan kutai

merupakan kerajaan yang dilengkapi dengan sistem pertahanan kuat. Hal ini
dibuktikan oleh banyaknya peninggalan sejarah berupa meriam dan beberapa alat bela
diri lainnya. Adapun meriam, kerajaan kutai memiliki 4 yang hingga kini masih
terjaga dengan rapi. Keempat meriam tersebut antara lain Meriam Sapu Jagat,
Meriam Gentar Bumi, Meriam Aji Entong, dan Meriam Sri Gunung. Peninggalan

12. Tombak Kerajaan Majapahit

Tombak-tombak tua yang berasal dari Kerajaan Majapahit juga merupakan


peninggalan sejarah kerajaan kutai. Ya, tombak-tombak tersebut telah ada di Muara
Kaman sejak dulu. Ini membuktikan jika kerajaan kutai dan Kerajaan Majapahit pada
masa silam memiliki hubungan yang sangat erat. Peninggalan

13. Keramik Kuno Tiongkok

Ratusan keramik kuno yang diperkirakan berasal dari berbagai dinasti di kekaisaran
Cina tempo dulu yang sempat ditemukan tertimbun di sekitar danau Lipan
membuktikan bahwa kerajaan kutai dan kekaisaran china telah melakukan hubungan
perdagangan yang erat pada masa silam. Ratusan keramik kuno yang menjadi
peninggalan sejarah kerajaan Kutai itu kini tersimpan di ruang bawah tanah musium
mulawarman di Tenggarong, Kutai kartanegara. Peninggalan

14. Gamelan Gajah Prawoto

Di Museum Mulawarman saat ini juga terdapat seperangkat gamelan. Gamelan-


gamelan ini diyakini berasal dari pulau Jawa. Tak hanya itu, beberapa topeng, keris,
pangkon, wayang kulit, serta barang-barang kuningan dan perak yang ada sebagai
peninggalan sejarah kerajaan kutai tempo silam juga membuktikan bahwa telah ada
hubungan erat antara kerajaan-kerajaan di Jawa dengan Kerajaan Kutai Kartanegara

Runtuhnya Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia
tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum
Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan
Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama
(Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam
sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam
yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
2. Kerajaan Tarumanegara
Sejarah Kerajaan Tarumanegara merupakan salah satu dari kerajaan tertua di Indonesia
atau kedua tertua setelah Kerajaan Kutai. Kerajaan ini berdiri dari abad ke-4 sampai abad ke-
7. Menurut catatan sejarah Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan beraliran agama
Hindu.

Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358


M. Kerajaan ini adalah kelanjutan sejarah Kerajaan Salakanegara yang berdiri antara tahun
130 M sampai 362 M. Pada saat Kerajaan Tarumanegara berdiri diawali dengan pemindahan
ibukota negara dari Salakanegara ke Tarumanegara. Sedangkan Salakanegara menjadi
kerajaan daerah dibawah Kerajaan Tarumanegara.

Kerajaan Tarumanegara terletak di daerah Salakanegara. Lebih detailnya berada


di daerah Banten dan Bogor. Ibukotanya Sundapura. Menurut prasasti Tugu pada
tahun 417 M daerah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara meliputi Banten, Jakarta,
Bogor dan Cirebon

Raja-Raja Kerajaan Tarumanegara

 Jayasingawarman

Jayasingawarman berkuasa dari tahun 358 sampai 382 M. Beliau adalah


salah satu dari pendiri Kerajaan Tarumanegara. Jayasingawarman adalah
seorang maharesi dari India. Tepatnya Salankayana yang mengungsi ke
nusantara yang daerahnya diserang dan ditaklukkan Kerajaan Magada yang
dipimpin oleh Maharaja Samudragupta. Dirinya wafat dan dimakamkan di
tepi sungai di bekasi tepatnya kali Gomati.

Pada saat Jayasingawarman berkuasa beliau memindahkan pusat kerajaan


dari Rajatapura ke Tarumanegara. Rajatapura adalah nama lain dari
Salankayana atau Kota Perak.

 Dharmayawarman

Darmayawarman adalah anak dari Jayasingawarman yang menggantikan


ayahnya. Beliau naik tahta pada tahun 382 M sampai 395 M. Tidak banyak
catatan sejarah yang bisa didaptkan tentang Raja kedua Kerajaan
Tarumanegara. Namanya hanya tercantum di Naskah Wangsakerta.

 Purnawarman

Raja Purnawarman adalah raja yang terkenal di Kerjaan Tarumanegara.


Namanya banyak tertulis di Prasasti pada abad ke-5. Namanya tertulis juga di
Naskah Wangsakerta dan ditulis dirinya memerintah dari tahun 395 M sampai
434 M.

Raja Purnawarman yang memindahkan ibukota kerajaan pada tahun397 M


ke Sundapura. Inilah awal nama Sunda tercipta. Beliau menamakan ibukota
Kerajaannya dengan Sunda unntuk menyebut ibukota kerajaannya sendiri.

Berkat Raja Purnawarman kekuasaan Kerajaan Tarumanegara menjadi


besar karena menguasai 48 kerajaan kecil dibawah kekuasaannya.
Kekuasaannya membentang dari Salakanegara atau Rajapura yang
diperkirakan berada di daerah Teluk Lada, Pandeglang sampai Purbalingga,
Jawa Tengah. Batas Kerajaan Tarumanegara dulunya dianggap sampai Kali
Brebes.

Setelah Kekuasaan Maharaja Purnawarman ada beberapa nama raja lain


yaitu Wisnuwarman yang berkuasa pada tahun 434 M sampai 455 M.
Kemudia digantikan anak beliau Indrawarman pada tahun 455 M sampai 515
M. Kemudian Maharaja Candrawarman pada tahun 515 M -535 M lalu
dilanjutkan Suryawarman pada tahun 535 M dan berakhir pada 561 M.

 Suryawarman

Suryawarman adalah raja Kerajaan tarumanegara yang ketujuh. Setelah


ayahnya Maharaja Candrawarman meninggal. Beliau memerintah selama 26
tahun. Suryawarman memiliki kebijakan yang berbeda dibandingkan ayahnya,
raja terdahulu. Dulu Raja Candrawrman memberikan otonomi kepada raja-
raja didaerah untuk mengurus kerajaannya sendiri. Tetapi Suryawarman
mengalihkan pikirannya untuk perkembangan bagian timu kerajaan. Hal itu
ditunjukkan dengan didirikannya kerjaan oleh menantunya yaitu Manikmaya
sebuah kerajaan di Kendan. Daerah Bandung dan Limbangan Garut.

Daerah timur saat itu berkembang sangat pesat dikarenakan didirikannya


Kerajaan Galuh oleh cicit Manikmaya pada tahun 612 M.

Setelah Suryawarman raja-raja Kerajaan Tarumanegara berturut-turut


adalah Kertawarman (561-628 M), Sudhawarman (628-639 M),
Hariwangsawarman (639-640 M) Nagajayawarman (640-666 M)

 Linggawarman

Raja Linggawarman adalah raja terakhir Kerajaan Tarumanegara.


Linggawarman berkuasa dari tahun 666 M sampai 669 M. Saat itu Raja
Linggawarman tidak mempunyai putera. Dia hanya mempunyai dua orang
puteri. Puteri sulung bernama Manasih. Manasih menikah dengan Tarusbawa
yang kelak menggantikan Linggawarman menjadi raja. Puteri bungsu
bernama Sobakancana yang menikah dengan Dapunta Hyang Sri Jayanasa
yang kelak menjadi pendiri kerajaan terbesar di Indonesia, Kerajaan
Sriwijaya.

Masa Runtuhnya

Keruntuhan Kerajaan tarumanegara jarang diketahui. Bahkan dalam berbagai


prasasti hanya menyebutkan nama Maharaja Purnawarman. Hal yang paling
memungkinkan adalah ketika Raja Linggawarman turun tahta. Beliau digantikan oleh
menantunya Tarusbawa. Tarusbawa yang saat itu naik tahta ketika pamor Kerajaan
Tarumanegara sudag turun berniat untuk membangkitkan nama besar kerajaan
mertuanya. Namun Langkah yang diambil justru menghilangkan Kerajaan
Tarumanegara.

Dalam tahun 670 M. Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa,
merubah nama Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa itu
membuat Wretikandayun, cicit Manikmaya yang saat itu menjadi Raja Kerajaan
Galuh memisahkan negaranya dari Tarusbawa.

Pemisahan ini juga mendapat dukungan dari Kerajaan Kalingga. Karena saat itu
putera mahkota Kerajaan Galuh Sanna menikah dengan Sanaha Puteri Maharani Sima
dari Kerajaan Kalingga, Jepara Jawa Tengah. Dukungan tersebut membuat
Wretikandayun meminta untuk wilayah Kerajaan Tarumanegara dibagi dua. Karena
ingin menghindari perang saudara, maka Raja Tarusbawa memecah wilayah Kerajaan
Tarumanegara menjadi wilayah Kerajaan Sunda dan wilayah Kerajaan Galuh dengan
Citarum sebagai batasnya.

Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

1. Prasasti Ciateureun

Prasasti ini ditemukan di sungai Ciateureun salah satu muara sungai Cisadane
Bogor. Prasasti ini juga dikenal dengan sebutan Prasasti Ciampea yang ditemukan
dengan huruf pallawa dan sansekerta. Terdiri dari 4 baris dalam bentuk sloka
dengan metrun anustubh. DI prasasti ini juga ditemukan gambar seekor laba-laba
dan telapak kaki Maharaja Purnawarman.

2. Prasasti Jambu

Prasasti ini juga disebut Prasasti Pasir Koleangkak karena di temukan di bukit
Koleangkak di perkebunan jambu. Tepatnya 30 km sebelah barat kota Bogor.
Isinya tertulis memuji kebesaran Raja Purnawarman beserta gambar telapak kaki.

3. Prasasti Kebon Kopi

Ditemukan di Kampung Cibungbulan Bogor tepatnya di Kampung Muara Hilir.


Istimewanya prasasti ini karena terdapat sepasang tapak kaki gajah. Tapak kaki
gajah ini digambarkan sebagai tapak kaki Maharaj Purnawarman. Gajah adalah
hewan yang disakralkan dan dekat dengan Dewa Wisnu yang konon diibaratkan
adalah pencitraan Maharaj Purnawarman

4. Prasasti Muara Cianten

Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang
belum dapat dibaca. Di samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.

5. Prasasti Pasir Alwi

Prasasti ini ditemukan diperbukitan Pasir Alwi Bojong Honje Sukamakmur Bogor

6. Prasasti Cidanghayang

Prasastini ini juga dikenal oleh masyarakat lokal sebagai prasasti Lebak,
ditemukan di kampung lebak di tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul
kabupaten Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi
2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi
prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.

7. Prasasti Tugu

Prasasti ini adalah prasasti terpanjang sepanjang ditemukan mengenai Kerajaan


Tarumanegara. Prasasti ini ditemukan di Tugu, Kecamatan Cilincing Jakarta
Utara. Dioahat pada batu bulat panjang melingkar.

3. Kerajaan Kediri

Sejarah Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan Hindu yang terletak di tepi Sungai
Brantas, Jawa Timur. Kerajaan yang berdiri pada abad ke-12 ini merupakan bagian
dari Kerajaan Mataram Kuno. Raja pertamanya bernama Shri Jayawarsa Digjaya
Shastraprabu yang menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan perintah Raja Airlangga yang
membagi kerajaan menjadi dua bagian, yakni Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu
(Kediri) yang dibatasi dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuannya supaya
tidak ada pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas Malang dan Delta
Sungai Brantas dengan pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, Ibu Kotanya
Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu (Kediri) meliputi, Kediri, Madiun, dan Ibu
Kotanya Daha.
Kemudian pada November 1042, kedua putra Raja Airlangga memperebutkan
tahta kerajaan sehingga dengan terpaksa Airlangga membelah kerajaan menjadi dua.
Hasil dari perang saudara tersebut, Kerajaan Panjalu diberikan kepada Sri
Samarawijaya yang pusatnya di Kota Daha. Sedangkan Kerajaan Jenggala diberikan
kepada Mapanji Garasakan yang berpusat di Kahuripan. Dalam Prasasti Meaenga
disebutkan bahwa Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan nama Raja Mapanji
Garasakan(1042-1052 M) diabadikan. Namun, pada peperangan selanjutnya,
Kerajaan Panjalu (Kediri) berhasil menguasai seluruh tahta Airlangga.

Raja-Raja Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri yang termasyhur pernah diperintah 8 raja dari awal berdirinya
sampai masa keruntuhan kerajaan ini. Dari kedelapan raja yang pernah memerintah
kerajaan ini yang sanggup membawa Kerajaan Kediri kepada masa keemasan adalah
Prabu Jayabaya, yang sangat terkenal hingga saat ini.

1. Sri Jayawarsa

Sejarah tentang raja Sri Jayawarsa ini hanya dapat diketahui dari prasasti Sirah Keting
(1104 M). Pada masa pemerintahannya Jayawarsa memberikan hadiah kepada rakyat
desa sebagai tanda penghargaan, karena rakyat telah berjasa kepada raja. Dari prasasti
itu diketahui bahwa Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya terhadap masyarakat
dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

2. Sri Bameswara

Raja Bameswara banyak meninggalkan prasasti seperti yang ditemukan di daerah


Tulung Agung dan Kertosono. Prasasti seperti yang ditemukan itu lebih banyak
memuat masalah-masalah keagamaan, sehingga sangat baik diketahui keadaan
pemerintahannya.

3. Prabu Jayabaya

Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya.
Strategi kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang
sangat mengagumkan. Kerajaan yang beribu kota di Dahono Puro, bawah kaki
Gunung Kelud, ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh
menghijau.

Hasil pertanian dan perkebunan berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran
sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga
makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi.
Hasil bumi itu kemudian diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik
perahu menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar, sehingga Kerajaan
Kediri benar-benar dapat disebut sebagai negara yang “Gemah Ripah Loh Jinawi Tata
Tentrem Karta Raharja”.

Prabu Jayabaya memerintah antara tahun 1130 sampai 1157 Masehi. Dukungan
spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintahan tidak
tanggung-tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan
Prabu Jayabaya layak dikenang sepanjang masa.

Jika rakyat kecil hingga saat ini ingat kepada beliau, hal itu menunjukkan bahwa pada
masanya berkuasa tindakan beliau yang selalu bijaksana dan adil terhadap rakyat.

4. Sri Sarwaswera

Sejarah tentang raja ini didasarkan pada prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti
Kahyunan (1161). Sebagai raja yang taat beragama dan berbudaya, Sri Sarwaswera
memegang teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah (semua)
itu, semua makhluk adalah engkau”.

Menurut Prabu Sri Sarwaswera, tujuan hidup manusia yang terakhir adalah moksa,
yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu
yang menuju arah kesatuan, sehingga segala sesuatu yang menghalangi kesatuan
adalah tidak benar.

5. Sri Aryeswara

Berdasarkan prasasti Angin (1171), Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang
memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake
Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.

Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara naik tahta. peninggalan sejarahnya
berupa prasasti Angin, 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada saat itu
Ganesha. Tidak diketahui pula kapan pemerintahannya berakhir. Raja Kediri
selanjutnya berdasarkan prasasti Jaring adalah Sri Gandra.

6. Sri Gandra

Masa pemerintahan Raja Sri Gandra (1181 M) dapat diketahui dari prasasti Jaring,
yaitu tentang penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti seperti nama gajah,
kebo, dan tikus. Nama-nama tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat
seseorang dalam istana.

7. Sri Kameswara
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra dapat diketahui dari Prasasti Ceker (1182) dan
Kakawin Smaradhana. Pada masa pemerintahannya dari tahun 1182 sampai 1185
Masehi, seni sastra mengalami perkembangan sangat pesat, diantaranya Empu
Dharmaja mengarang kitab Smaradhana. Bahkan pada masa pemerintahannya juga
dikeal cerita-cerita panji seperti cerita Panji Semirang.

8. Sri Kertajaya

Berdasarkan prasasti Galunggung (1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah


(1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton, pemerintahan
Sri Kertajaya berlangsung pada tahun 1190 hingga 1222 Masehi.

Raja Kertajaya juga dikenal dengan sebutan “Dandang Gendis”. Selama masa
pemerintahannya, kestabilan kerajaan menurun. Hal ini disebabkan Kertajaya ingin
mengurangi hak-hak kaum Brahmana.

Keadaan ini ditentang oleh kaum Brahmana. Kedudukan kaum Brahmana di Kerajaan
Kediri waktu itu semakin tidak aman. Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta
bantuan ke Tumapel yang saat itu diperintah oleh Ken Arok.

Mengetahui hal ini Raja Kertajaya kemudian mempersiapkan pasukan untuk


menyerang Tumapel. Sementara itu Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana
melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu bertemu di dekat Ganter
(1222 M).

Peninggalan Kerajaan Kediri

Peninggalan Prasasti Kerajaan Prasasti

Prasasti pada masa Kerajaan Kediri, antara lain yaitu sebagai berikut :

 Prasasti Turun Hyang Prasasti Malenga (974 Saka/1052 M)


 Prasasti Banjaran (974 Saka/1052)
 Prasasti Padlegan (1038 Saka/1116)
 Prasasti Hantang (1057 Saka/1135 M)
 Prasasti Jaring (1103Saka/1181 M)
 dan Prasasti Lawudan (1127 Saka/ 1205).

Peninggalan Kitab Kerajaan Kediri

Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat sehingga banyak karya sastra yang
dihasilkan. Karya sastra tersebut adalah sebagai berikut :
 Kitab Wertasancaya karangan Empu Tan Akung yang berisi petunjuk tentang cara
membuat syair yang baik.

 Kitab Smaradhahana yang digubah oleh Empu Dharmaja dan berisi pujian
kepada raja sebagai titisan Dewa Kama. Kitab ini juga menyebutkan bahwa nama
ibu kota kerajaannya adalah Dahana.

 Kitab Lubdaka karangan Empu Tan Akung yang berisi kisah Lubdaka sebagai
seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang
istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.

 Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai
anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karean suka menolong dan sakti.

 Kitab Samanasantaka karangan Empu Monaguna yang mengisahkan Bidadari


Harini yang terkenal untuk Begawan Trenawindu.

 Kitab Baharatayuda yang diubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh.

 Kitab Gatotkacasraya dan Kitab Hariwangsa yang diubah oleh Empu Panuluh.

Kejayaan Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja


Jayabaya. Daerah kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah
meluas hingga hampir ke seluruh daerah Pulau Jawa. Selain itu, pengaruh Kerajaan
Kediri juga sampai masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
Kejayaan pada saat itu semakin kuat ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang
bernama Chou Ku-fei pada tahun 1178 M berisi tentang Negeri paling kaya di masa
kerajaan Kediri pimpinan Raja Sri Jayabaya. Bukan hanya daerah kekuasaannya saja
yang besar, melainkan seni sastra yang ada di Kediri cukup mendapat perhatian.
Dengan demikian, Kerajaan Kediri semakin disegani pada masa itu.

Runtuhnya Kerajaan Kediri

Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya ,


terjadi pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah
melanggar agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum
Brahmana meminta perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan
memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam
pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai
berakhirnya kerajaan Kediri.

Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di


bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari,
Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik,
Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai
daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim oleh
Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini
dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan
tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk
menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan.
Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.

4. Kerajaan Singosari

Dalam hal ini kerajaan singasari merupakan sebuah kerajaan di Jawa Timur yang
dimana didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222, lokasi kerajaan ini sekarang
diperkirakan berada didaerah Singosari, Malang.

Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singasari yang sesungguhnya


ialah Kerajaan Tumapel, menurut Nagarakretagama, yang ketika pertama kali
didirikan tahun 1222 ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja. Pada tahun 1253
Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama Kertanagara sebagai
yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi Singasari. Nama singasari yang
merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel,
maka Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singasari. Nama
Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan.

Awal Berdiri Singasari

Menurut Pararaton Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan


Kadiri, yang menjabat sebagai akuwu “setara camat” Tumapel saat itu ialah Tunggul
Ametung. Ia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri yang
bernama Ken Arok yang kemudian menjadi akuwu baru. Ken Arok juga yang
mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes. Ken Arok kemudian
berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kerajaan Kadiri.
Pada tahun 1254 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kerajaan Kadiri
melawan kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok
yang mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang
Amurwabhumi. Perang melawan Kerajaan Kadiri meletus di desa Ganter yang
dimenangkan oleh pihak Tumapel.

Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan


Tumapel, namun tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok, dalam naskah itu,
pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang
berhasil mengalahkan Kertajaya raja Kerajaan Kadiri. Prasasti Mula Malurung atas
nama Kertanagara tahun 1255 menyebutkan kalau pendiri Kerajaan Tumapel ialah
Bhatara Siwa, mungkin nama ini ialah gelar anumerta dari Rangga Rajasa, karena
dalam Nagarakretagama arwah pendiri Kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai
Siwa. Selain itu Pararaton juga menyebutkan bahwa sebelum maju perang melawan
Kerajaan Kadiri, Ken Arok lebih dulu menggunakan julukan Bhatara Siwa.

Silsilah Wangsa Rajasa

Wangsa Rajasa yang didirikan oleh Ken Arok, keluarga kerajaan ini menjadi
penguasa Singasari dan berlanjut pada kerajaan Majapahit. Terdapat perbedaan antara
Pararaton dan Nagarakretagama dalam menyebutkan urutan raja-raja Singasari.

Versi Pararaton
 Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi (1222-1247)
 Anusapati (1247-1249)

 Tohjaya (1249-1250)

 Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250-1272)

 Kertanagara (1272-1292)

Versi Nagarakretagama
 Rangga Rajasa Sang Girinathaputra (1222-1227)
 Anusapati (1227-1248)

 Wisnuwardhana (1248-1254)

 Kertanagara (1254-1292)

Sumber Sejarah Kerajaan Singasari

Ada beberapa sumber sejarah yang terkait dengan keberadaan Kerajaan Singasari
yakni dari kitab Pararaton, Negarakertagama dan beberapa candi peninggalan
Kerajaan Singasari.
 Kitab Pararaton : Dalam kitab ini, kita dapat mengetahui mengenai asal-usul
dari raja pertama Kerajaan Singasari, yakni Ken Arok. (Kisah hidupnya sudah
dijelaskan diatas)

 Kitab Negarakertagama : kitab ini merupakan karangan Mpu Pranca yang


isinya menjelaskan tentang raja-raja dari Kerajaan Majapahit dan Kerajaan
Majapahit.

 Bangunan Candi : Keberadaan Kerajaan Singasari juga dibuktikan dengan


penemuan beberpa candi yaitu Candi Kidal, Candi Jago Candi dan Candi
Singasari.

Peninggalan Kerajaan Singasari

Seperti halnya dengan kerajaan lainnya, Kerajaan Singasari juga meninggalkan


beberapa jejak peninggalan sejarah yang dapat kita jumpai. Peninggalan tersebut
merupakan sebuah sumber yang dapat kita lihat sebagai patokan mengenai
keberadaan kerajaan singasari. Peninggalan Kerajaan Singasari berupa bangunan
Candi, Arca dan Prasasti.
 Candi : Candi Singasari, Candi Jago, Candi Sumber Awan, Candi Jawi dan Candi
Kidal
 Arca : Arca Dwarapala,

 Prasasti : Prasasti Singasari, Prasasti Wurare.

Kejayaan

Kertanagara ialah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singasari (1272-
1292), ia ialah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun
1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai
benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa mongol. Saat itu penguasa
Sumatra ialah Kerajaan Dharmasraya “kelanjutan dari Kerajaan Malayu”, Kerajaan
ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca
Amoghapasa yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.

Pada tahun 1284 Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukan Bali, pada
tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singasai meminta agar Jawa
mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara.
Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singasari di luar Jawa pada
masa Kertanagara antara lain Melayu, Bali, Pahang, Gurun dan Bakulapura.

Keruntuhan

Kerajaan Singasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa


akhirnya mengalami keropos di bagian dalam, pada tahun 1292 terjadi
pemberontakan Jayakatwang bupati Gelanggelang yang merupakan sepupu, sekaligus
ipar, sekaligus besan dari Kertanagara sendiri, dalam serangn itu Kertanegara mati
terbunuh. Setelah runtuhnya Singasari Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu
kota baru di Kerajaan Kadiri, riwayat Kerajaan Tumapel-Singasari pun berakhir.

5. Kerajaan Majapahit

Sejarah Terbentuknya Kerajaan Majapahit

Pada saat terjadi serangan Jayakatwang, Raden Wijaya yang bertugas


menghadang di bagian utara, ternyata serangan yang terjadi lebih besar justru
dilancarkan dari selatan. Maka setelah Raden Wijaya kembali ke Istana, ia melihat
Istana Kerajaan Singasari sudah hampir habis dilalap api serta mendengar
Kertanegara telah terbunuh bersama dengan pembesar-pembesar lainnya. Akhirnya ia
melarikan diri bersama sisa-sisa tentaranya yang masih setia serta dibantu penduduk
desa Kugagu. Setelah merasa aman ia pergi ke Madura untuk meminta perlindungan
dari Aryawiraraja. Berkat bantuannya itu ia berhasil menduduki tahta, dengan
menghadiahkan daerah tarik kepada Raden Wijaya sebagai daerah kekuasaannya.
Ketika tentara Mongol datang ke Jawa dibawah pimpin Shih-Pi, Ike-Mise, serta Kau
Hsing dengan bertujuan menghukum Kertanegara, maka Raden Wijaya
memanfaatkan situasi tersebut untuk bekerja sama menyerang Jayakatwang. Setelah
Jayakatwang terbunuh, tentara Mongol berpesta pora merayakan kemenanganya.
Kemudian Kesempatan tersebut juga dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk berbalik
melawan tentara Mongol, sehingga tentara Mongol terusir dari Jawa serta pulang ke
negrinya. Maka di tahun 1293 Raden Wijaya naik tahta serta bergelar Sri Kertajasa
Jayawardhana.

Raja-raja Majapahit

Kertajasa Jawardhana (1293 – 1309)


Kertajasa Jawardhana merupakan pendiri kerajaan Majapahit, di masa
pemerintahannya, Raden Wijaya dibantu oleh mereka yang turut berjasa dalam
merintis berdirinya Kerajaan Majapahit, dan karena Aryawiraraja yang sangat besar
jasanya diberikanlah kekuasaan atas sebelah Timur meliputi daerah Lumajang,
Blambangan. Raden Wijaya kemudian memerintah dengan sangat baik
serta bijaksana. Susunan pemerintahannya tidak berbeda dengan susunan
pemerintahan Kerajaan Singasari.

Raja Jayanegara (1309-1328)


Kala Gemet naik tahta setelah menggantikan ayahnya dengan mempunyai gelar Sri
Jayanegara. Pada Masa pemerintahannnya ditandai dengan adanya pemberontakan-
pemberontakan. Misalnya pada pemberontakan Ranggalawe 1231 saka,
pemberontakan Lembu Sora 1233 saka, pemberontakan Juru Demung 1235 saka,
pemberontakan Gajah Biru 1236 saka, Pemberontakan Nambi, Lasem, Semi, Kuti
dengan peristiwa Bandaderga. Pemberontakan Kuti ialah pemberontakan yang
berbahaya, hampir meruntuhkan Kerajaan Majapahit pada saat itu. tetapi semua itu
dapat diatasi. kemudian Raja Jayanegara dibunuh oleh tabibnya sendiri yang bernama
Tanca. Tanca dibunuh pula oleh Gajah Mada.

Tribuwana Tunggadewi (1328 – 1350)


Raja Jayanegara meninggal tanpa meninggalkan seorang putrapun, Oleh karena itu
yang seharusnya menjadi raja ialah Gayatri, tetapi karena ia telah menjadi seorang
Bhiksu maka digantikan oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan gelar sebagai
Tribuwana Tunggadewi, dan dibantu oleh suaminya yang bernama Kartawardhana.
Di tahun 1331 timbulah pemberontakan yang dilakukan oleh daerah Sadeng dan Keta
(Besuki). Pemberontakan ini kemudian berhasil ditumpas oleh Gajah Mada yang pada
saat itu menjabat sebagai Patih Daha. Atas jasanya ini kemudian Gajah Mada
diangkat sebagai Mahapatih Kerajaan Majapahit menggantikan Pu Naga. Gajah Mada
kemudian berusaha untuk menunjukkan kesetiaannya, dan ia bercita-cita menyatukan
wilayah Nusantara yang dibantu oleh Mpu Nala serta Adityawarman. Pada tahun
1339, Gajah Mada bersumpah tidak makan Palapa sebelum wilayah Nusantara
bersatu. Sumpahnya itu dikenal dengan nama Sumpah Palapa,adapun isi dari sumpah
palapa ialah sebagai berikut :

:”Lamun luwas kalah nusantara isum amakti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring
Seram, ring Sunda, ring Palembang, ring Tumasik, samana sun amukti palapa”.

Kemudian Gajah Mada melakukan penaklukan-penaklukan.

Hayam Wuruk

Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda ialah 16 tahun serta bergelar
Rajasanegara. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk yang didampingi oleh Mahapatih
Gajah Mada , pada saat itu Majapahit mencapai keemasannya. Dari Kitab
Negerakertagama lah maka dapat diketahui bahwa daerah kekuasaan pada masa
pemerintahan Raja Hayam Wuruk,ialah hampir sama luasnya dengan wilayah
Indonesia yang sekarang, bahkan pengaruh kerajaan Majapahit sampai pada negara-
negara tetangga. Satu-satunya daerah yang tidak tunduk kepada kekuasaaan
Majapahit ialah kerajaan Sunda yang saat itu dibawah pimpinan Sri baduga
Maharaja. Hayam Wuruk kemudian bermaksud mengambil putri Sunda untuk
dijadikan permaisurinya. Setelah putri Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya Sri
Baduga Maharaja bersama dengan para pembesar Sunda berada di Bubat, Gajah
Mada melakukan tipu muslihat, Gajah Mada tidak mau perkawinan Hayam Wuruk
serta putri Sunda dilangsungkan begitu saja. Ia menghendaki agar putri Sunda itu
dipersembahkan kepada Majapahit (sebagai upeti). Maka terjadilah perselisihan
paham serta akhirnya terjadinya perang Bubat. Banyak korban dikedua belah pihak,
Sri Baduga gugur, putri Sunda bunuh diri.

Pada tahun 1364 Gajah Mada meninggal, Kerajaan Majapahit kehilangan seorang
mahapatih yang tak ada duanya. Untuk dapat memilih penggantinya bukan suatu
pekerjaan yang sangat mudah. Dewan Saptaprabu yang sudah beberapa kali
mengadakan sidang untuk dapat memilih pengganti Gajah Mada akhirnya
memutuskan bahwa Patih Hamungkubhumi Gajah Mada ialah tidak akan diganti
“untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan diangkat Mpu Tandi
sebagai Wridhamantri, Mpu Nala sebagai menteri Amancanegara serta patih dami
sebagai Yuamentri. kemudian Raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389.

Wikramawardhana
Putri mahkota Kusumawardhani yang kemudian naik tahta menggantikan ayahnya
bersuamikan Wikramawardhana. Dalam prakteknya Wikramawardhanalah yang
menjalankan roda pemerintahannya. Sedangkan Bhre Wirabhumi anak Hayam Wuruk
dari selir, dikarenakan Bhre Wirabhumi (Putri Hayam Wuruk) dari selir maka ia tidak
berhak menduduki tahta kerajaan walaupun demikian ia masih diberi kekuasaan
untuk dapat memerintah di Bagian Timur Majapahit , yaitu daerah Blambangan.
Perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi disebut
dengan nama perang Paregreg.

Wikramawardhana kemudian meninggal tahun 1429, pemerintahan raja-raja


berikutnya berturut-turut ialah Suhita, Kertawijaya, Rajasa Wardhana, Purwawisesa
dan Brawijaya V, yang tidak luput ditandai perebutan kekuasaan.

Sumber Sejarah

Sumber sejarah mengenai berdiri serta berkembangnya kerajaan Majapahit ini


yakni :

Prasasti Butok (1244 tahun).


Prasasti ini dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah Raden Wijayaberhasil naik tahta
kerajaan. Prasasti ini kemudian memuat peristiwa keruntuhan kerajaan Singasari
serta perjuangan Raden Wijaya untuk mendirikan kerajaan

Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama,


kedua kidung ini menceritakan Raden Wijaya yang ketika menghadapi musuh dari
kediri serta tahun-tahun awal perkembangan Majapahit

Kitab Pararaton,
menceritakan tentang pemerintahan raja-raja Singasari serta Majapahit

Kitab Negarakertagama,
menceritakan tentang perjalanan Raja Hayam Wuruk ke Jawa Timur.

Kehidupan Sosial Ekonomi dan Kebudayaan

Hubungan persahabatan yang dijalin dengan negara tentangga itu sangatlah


mendukung dalam bidang perekonomian (pelayaran serta perdagangan). Wilayah
kerajaan Majapahit terdiri atas pulau serta daerah kepulauan yang dapat
menghasilkan berbagai sumber barang dagangan.
Barang dagangan yang dipasarkan antara lain ialah seperti beras, lada, gading, timah,
besi, intan, ikan, cengkeh, pala, kapas serta kayu cendana.

Dalam dunia perdagangan, kerajaan Majapahit memegang dua peranan yang


terpenting , yaitu sebagai :

1. kerajaan Produsen – Majapahit mempunyai wilayah yang sangat luas dengan


kondisi tanah yang juga sangat subur. Dengan daerah subur itulah maka kerajaan
Majapahit ialah produsen barang dagangan.
2. Sebagai Kerajaan Perantara – Kerajaan Majapahit membawa hasil bumi dari
daerah satu ke daerah yang lainnya. dalam Keadaan masyarakat yang teratur
mendukung terciptanya karya-karya budaya yang bermutu.

Bukti-bukti perkembangan dalam kebudayaan di kerajaan Majapahit juga


dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan berikut ini :

 Candi : Antara lain candi Penataran (Blitar), Candi Tegalwangi dan candi Tikus
(Trowulan).
 Sastra : Hasil sastra zaman Majapahit dapat kita bedakan menjadi

Sastra Zaman Majapahit Awal

1. Kitab Negarakertagama, karangan Mpu Prapanca


2. Kitab Sutasoma, karangan Mpu Tantular
3. Kitab Arjunawiwaha, karangan Mpu Tantular
4. Kitab Kunjarakarna
5. Kitab Parhayajna
6. Sastra Zaman Majapahit Akhir

Hasil sastra zaman Majapahit akhir ditulis dalam bahasa Jawa Tengah, diantaranya
ada yang ditulis dalam bentuk tembang (kidung) dan yang ditulis dalam bentuk
gancaran (prosa).

Hasil sastra terpenting antara lain :

 Kitab Prapanca, isinya menceritakan raja-raja Singasari dan Majapahit


 Kitab Sundayana, isinya tentang peristiwa Bubat
 Kitab Sarandaka, isinya tentang pemberontakan sora
 Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe
 Panjiwijayakrama, isinya menguraikan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi
raja
 Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Pulau Bali oleh Gajah Mada dan
Aryadamar, pemindahan Keraton Majapahit ke Gelgel dan penumpasan raja
raksasa bernama Maya Denawa.
 Kitab Usana Bali, isinya tentanng kekacauan di Pulau Bali.
 Kitab Paman Cangah, Tantu Pagelaran, Calon Arang, Korawasrama, Babhulisah,
Tantri Kamandaka serta Pancatantra

Kejayaan Majapahit

Raja kerajaan Majapahit terus berganti, hingga akhirnya Hayam Wuruk -cicit dari Raden
Wijaya- yang masih berusia 16 tahun diserahi kekuasan atas kerajaan besar ini pada tahun
1350. Meski masih berusia belia, Hayam Wuruk pada akhirnya mampu membawa Majapahit
mencapai puncak kejayaan. Dibantu oleh Mahapatih Gajah Mada, ia mampu menaklukan
beberapa kerajaan di sekitar nusantara. Perkembangan kian pesat, hingga taji Majapahit juga
pernah menembus daerah-daerah di sekitar Asia Tenggara, termasuk Thailand, Singapura,
dan Malaysia.

Jatuhnya Majapahit

Sepeninggal Mahapatih Gajah Mada dan Hayam Wuruk, kerajaan Majapahit secara
berangsur-angsur mengalami kemunduran. Kemunduran terjadi selain karena adanya
perebutan kekuasaan, juga karena gempuran dari kerajaan-kerajaan Islam yang mulai
bermunculan kala itu. Adapun keruntuhan kerajaan Majapahit kemudian terjadi pada
masa kepemimpinan Patih Udara yaitu pada tahun 1518.

2. Kerajaan Budha

1. Kerajaan Kalingga

Kalingga berasal dari kata kalinga,nama sebuah kerajaan di india selatan, yang
didirikan oleh beberapa kelompok orang lain dari india yang berasal dari orissa,
mereka melarikan diri karena daerah orissa dihancurkan oleh Maharaga Asoka.
Kerajaan ini didirikan pada abad ke-6 dan dibubarkan pada abad ke-7.
Kerajaan kalingga diperkirakan terletak di jawa tengah, di kecamatan keling
sebelah utara gunung muria, Sekarang letak nya dekat dengan kabupaten pekalongan
dan kabupaten jepara. Ibu kota dari kerajaan kalingga adalah keling(jepara), bahasa
yang digunakan kerajaan kalingga yaitu, melayu kuna sanskerta, agama yang dianut
kerajaan kalingga yaitu, hindu dan buddha. Sebenarnya agama yang dianut oleh
penduduk kerajaan ini umumnya buddha, karena agama buddha berkembang pesat
pada saat itu,bahkan pendeta cina datang ke keling dan tinggal selama tiga tahun.
Ratu Sima adalah penguasa di Kerajaan Kalingga. Ia digambarkan sebagai
seorang pemimpin wanita yang tegas dan taat terhadap peraturan yang berlaku
dalam kerajaan itu. Ratu sima memerintah sekitar tahun 674-732 m.

Raja – Raja Kerajaan Kalingga

1. Santanu (632-648)

Bergelar Prabhu Kirathasingha. Beliau pernah mengirimkan duta besarnya ke


Cina, pada tahun 632 M dan 640 M.
Menurut catatan I-Tshing, diketahui bahwa pada tahun 644 M, datang seorang
pendeta buddha dari cina bernama Hwi-Ning. Ia menetap di Kalingga selama 3
tahun.
Kemudian, Hwi-Ning menerjemahkan salah satu kitab suci agama Budha
Hinayana yang berbahasa Sanksekerta ke dalam bahasa Cina. Dalam usahanya
tersebut Hwi-Ning dibantu oleh seorang pendeta kerajaan Kalingga yang
bernama Janabadra.

2. Selendra (648-674)
Bergelar Prabhu Kartikeyasingha sang mokteng Mahamerwacala. Beliau telah
dua kali mengirimkan duta besarnya ke Cina, pertama pada tahun 648 M, dan kedua
pada tahun 666 M. Diketahui, Beliau wafat di Gunung Mahameru.
Dari pernikahan Prabu Kartikeyasingha dengan Dewi Sima, dikaruniai satu Putri
dan satu Putra. yaitu :
* Dewi Parwati, diperisteri oleh raja Mandiminyak dari Galuh,
* Radiyah Narayana, menjadi menantu raja Jayasinghanegara dari Keling.

3. Maharani Sima (674-695)


Bergelar Sri Maharani Mahisa Suramardini Satyaputikeswara. Beliau adalah
Raja yang terkenal dari kerajaan Kalingga.
Pada masa pemerintahannya, Hukum dan Keadilan diterapkan secara disiplin. Hal
tersebut berlaku bagi seluruh warga negara Kalingga yang melanggar aturan akan
diberikan sanksi tegas.
Suatu saat seorang saudagar Arab berkeinginan untuk membuktikan ketaatan
rakyat Kalingga terhadap hukum yang diterapkan.
Ia meletakkan pundi-pundi uang di jalanan pusat kota. Ternyata tak ada
seorangpun yang berani menyentuh atau pun mengambilnya.
Hingga suatu hari secara tidak sengaja kaki Putra Mahkota menyentuh pundi-
pundi itu. Maka Ratu Sima memerintahkan agar anaknya di potong kakinya sebagai
hukuman.
Karena hukuman itu dirasa terlalu berat, para penasehat Ratu memohon agar
hukuman diperingan, namun Ratu tetap teguh dengan pendiriannya.
Setelah didesak, Ratu Sima memutuskan untuk memperingan hukumannya. Kaki
putra mahkota tidak jadi dipotong tetapi hanya jari-jari kakinya saja.
Setelah Ratu Sima wafat pada tahun 695 M, kerajaan Kalingga dibagi menjadi
dua wilayah kerajaan, untuk Dewi Parwati di sebelah utara, dan untuk Radiyah
Narayana di sebelah selatan. Sang Mandiminyak, suami Dewi Parwati, tidak
menggantikan di situ, karena ia menjadi raja di kerajaan Galuh.
Kerajaan Kalingga Utara

4. Dewi Parwati (695-717)


Dari pernikahan Prabhu Mandiminyak dengan Dewi Parwati dikaruniai seorang
Putri, bernama Dewi Sannaha. Kemudian Dewi Sannaha naik tahta menggantikan
ibundanya.
5. Dewi Sannaha (717-732)
Sannaha menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Bratasenawa.
Mereka berdua memiliki Putra yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja
Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).
Kerajaan Kalingga Selatan

4. Narayana (695-732)
Setelah Prabhu Narayana wafat, Beliau digantikan oleh puteranya yaitu Sang
Prabhu Dewa Singha.
5. Dewa Singha
Pada waktu itu Sang Prabhu Dewa Singha memerintah wilayah selatan yang
tunduk di bawah kekuasaan Sanjaya.

Peninggalan Kerajaan Kalingga


Prasasti Tukmas
 Ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa
Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah.
 Bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta.

 Isi prasasti menceritakan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang
mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India.

 Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka,
cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia
dengan dewa-dewa Hindu.

Candi Bubrah, Jepara

 Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten


Jepara, Jawa Tengah.
 Candi Bubrah adalah salah satu candi Buddha yang berada di dalam kompleks
Taman Wisata Candi Prambanan, yaitu di antara Percandian Rara Jonggrang
dan Candi Sewu. Secara administratif, candi ini terletak di Dukuh Bener, Desa
Bugisan, Kecamatan Prambanan, KabupatenKlaten, Provinsi Jawa Tengah.

 Dinamakan ‘Bubrah’ karena keadaan candi ini rusak (bubrah dalam bahasa
Jawa) sejak ditemukan. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9
pada zaman Kerajaan Mataram Kuno, satu periode dengan Candi Sewu.

 Candi ini mempunyai ukuran 12 m x 12 m terbuat dari jenis batu andesit,


dengan sisa reruntuhan setinggi 2 meter saja. Saat ditemukan masih terdapat
beberapa arca Buddha, walaupun tidak utuh lagi.

Candi Angin
 Candi Angin terdapat di desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara.
Karena letaknya yang tinggi tapi tidak roboh terkena angin, maka dinamakan
“Candi Angin”.
 Menurut para penelitian Candi Angin lebih tua dari pada Candi Borobudur.
Bahkan ada yang beranggapan kalau candi ini buatan manusia purba di
karenakan tidak terdapat ornamen-ornamen Hindu-Budha.

Prasasti Sojomerto
 Ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa
Tengah.
 Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuno

 Berasal dari sekitar abad ke-7 masehi.

 Bersifat keagamaan Siwais.

 Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu
ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya
bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang
bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa
Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.

 Bahan prasasti ini adalah batu andesit dengan panjang 43 cm, tebal 7 cm, dan
tinggi 78 cm. Tulisannya terdiri dari 11 baris yang sebagian barisnya rusak
terkikis usia.
Masa kejayaan kerajaan kalingga :

Masa kepemimpinan Ratu sima menjadi masa keemasan bagi kerajaan kalingga
sehingga membuat raja-raja dari kerajaan lain segan, hormat, kagum, sekaligus
penasaran. Masa masa itu adalah masa keemasan bagi perkembangan kebudayaan
apapun. Agama buddha juga berkembang secara harmonis, sehingga wilayah di sekitar
kerajaan Ratu Sima juga sering disebut Di Hyang(tempat bersatunya dua kepercayaan
hindu dan buddha).

Dalam bercocok tanam Ratu Sima mengadopsi sistem pertanian dari kerajaan
kakak mertuanya. Ia merancang sistem pengairan yang diberi nama subak.
Kebudayaan baru ini yang kemudian melahikan istilah Tanibhala, atau masyarakat
yang mengolah mata pencahariannya dengan cara bertani atau bercocok tanam.

Masa kehancuran kerajaan kalingga :


Kerajaan kalingga mengalami kemunduran kemungkinan akibat serangan
sriwijaya yang menguasai perdagangan, serangan tersebut mengakibatkan
pemerintahan kijen menyingkir ke jawa bagian timur atau mundur ke pedalaman jawa
bagian tengah antara tahun 742-755 M. Bersama melayu dan tarumanegara yang
sebelumnya telah ditaklukan kerajaan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut menjadi
pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.

2. Kerajaan Sriwijaya

Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan Budha yang didirikan sejaka abad
ke-7. Hal ini diperkuat dengan adanya bukti prasasti Kedukan Bukit di Palembang
(682). Kerajaan Sriwijaya ini menjadi kerajaan yang kuat di Pulau Sumatera.

Mengenai penamaannya, kata Sriwijaya ini berasal dari bahasa Sansekerta “Sri”
dengan arti “bercahaya” dan “Wijaya” artinya “kemenangan”. Dengan begitu dapat
disimpulkan bahwa kerajaan ini adalah kemenangan yang gemilang atau bercahaya.

Dikutip dari catatan perjalanan I-Tsing, salah seorang pendeta Tiongkok yang
pada tahun 671 selama 6 bulan mengunjungi Sriwijaya mengatakan apabila pusat
Kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus atau yang sekarang kita
kenal dengan Provinsi Riau.

Kerajaan Sriwijaya ini dipimpin oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa, yang juga
merupakan raja pertama di kerajaan ini.

Raja-Raja Kerajaan Sriwijaya

Raja-raja yang pernah memimpin kerajaan Sriwijaya:

1. Dapunta Hyang Sri Jayanasa


2. Sri Indravarman

3. Rudra Vikraman

4. Maharaja Wisnu Dharmmatunggadewa

5. Dharanindra Sanggramadhananjaya

6. Samaragrawira

7. Samaratungga

8. Balaputradewa

9. Sri UdayadityavarmanSe-li-hou-ta-hia-li-tan

10. Hie-tche (Haji)

11. Sri CudamanivarmadevaSe-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa

12. Sri MaravijayottunggaSe-li-ma-la-pi

13. Sumatrabhumi

14. Sangramavijayottungga

15. Rajendra Dewa KulottunggaTi-hua-ka-lo

16. Rajendra II
17. Rajendra III

18. Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa

19. Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa

20. Srimat Sri Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa

Peninggalan Kerajaan Sriwijaya


Prasasti Talang Tuo

Prasasti Talang Tuo ini ditemukan di sebelah barat Palembang pada tahun 606 SM /
684 M. Berisi tentang Dapunta Hyang Sri Jayanaga yang mana telah membuat Taman
Sriksetra untuk kemakmuran semua makhluk.

Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan pada tahun 605 SM / 683 SM di Palembang.


Prasasti ini berisi ekspansi 8 hari yang dilakukan oleh Dapunta Hyang bersama 20.000
tentara yang akhirnya berhasil menakhlukkan beberapa daerah sehingga kerajaan
Sriwijaya menjadi makmur.

Prasasti Kota Kapur

Prasasti Kota Kapur ini ditemukan di Bangka pada tahun 608 SM / 686 M. Prasasti ini
berisi tentang permohonan yang diajukan kepada Dewa untuk meminta keselamatan
kerajaan Sriwijaya beserta seluruh rakyatnya.

Prasasti Karang Birahi

Prasasti Karang Birahi ini ditemukan pada tahun 608 SM / 686 M di Jambi. Isinya
serupa dengan prasasti Kota Kapur.
Prasasti Talang Batu

Prasasti Talang Batu ini ditemukan di Palembang, tapi tidak ada keterangan tahunnya.
Sementara itu, prasasti ini berisi kutukan terhadap pelaku tindak kejahatan serta
mereka yang melanggar perintah raja.

Prasasti Ligor

Prasasti Ligor ditemukan pada tahun 679 SM / 775 M di daerah Tang Genting Kra.
Berisi tentang kisah semasa Sriwijaya berada di bawah kekuasaan Darmaseta.

Prasasti Palas Di Pasemah

Prasasti ini juga tidak berangkat tahun, ditemukan di Lampung Selatan yang berisi
tentang keberhasilan Sriwijaya menduduki Lampung Selatan.

Prasasti ini ditemukan di Lampung namun tidak diketahui keterangan tahunnya.


Prasasti tersebut berisi perihal keberhasilan Sriwijaya menguasai Lampung Selatan.

Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

Abad 9-10 merupakan masa kejayaan kerajaan Sriwijaya. Pada waktu itu kerajaan
Sriwijaya berhasil menguasai jalur perdagangan maritim Asia Tenggara. Bahkan
kerajaan Sriwijaya ini sudah menguasai nyaris semua kerajaan di Asia Tenggara.
Seperti; Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Kamboja, Thailand, Filipina dan
Vietnam.

Lebih dari itu Sriwijaya ini juga merangkap menjadi pengendali rute perdagangan
lokal yang sewaktu itu semua kapal yang melintas dikenakan bea cukai. Sriwijaya
menguasai Malaka dan Selat Sunda. Bukan hanya itu saja, kerajaan ini juga
mengumpulkan seluruh kekayaannya dari gudang perdagangan dan jasa pelabuhan.

Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya


Keruntuhan kerajaan Sriwijaya bermula saat Raja Rajendra Chola yang
merupakan penguasa Kerajaan Cholamandala menyerang kerajaan Sriwijaya pada
tahun 1007 dan 1023 masehi.

Penyerangan ini berhasil merebut bandar-bandar kota Sriwijaya. Penyerangan ini


bisa terjadi karena kedua kerajaan tersebut bersaing dalam bidang pelayaran dan
perdagangan.

Tujuan penyerangan ini adalah untuk meruntuhkan armada Sriwijaya, jadi bukan
menjajah. Keruntuhan ini membuat kondisi ekonomi Sriwijaya berangsur melemah
sebab para pedagang yang sebelumnya berdagang di Sriwijaya semakin berkurang.

Keadaan inilah yang membuat kekuatan militer Sriwijaya juga melemah, kondisi
ini membuat para prajuritnya melepaskan diri. Hingga akhirnya kerajaan Sriwijaya ini
runtuh pada abad ke-13.

3.Kerajaan Mataram Kuno / Mataralam Lama

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang sering
disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gununggunung,
seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung
Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh
banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai
Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.

Kerajaan Mataram Kuno atau juga yang sering disebut Kerajaan Medang
merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Tercatat terdapat 3 Wangsa (dinasti) yang
pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra
dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan pemuluk Agama Hindu beraliran
Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan pengikut agama Budah, Wangsa
Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.
Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya yang juga merupakan
pendiri Wangsa Sanjya yang menganut agama Hindu. Setelah wafat, Sanjaya
digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian berpindah agama Budha beraliran
Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu baik agama Hindu
dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram Kuno. Mereka yang beragama
Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara, dan mereka yang menganut agama
Buddha berada di wilayah Jawa Tengah bagian selatan.

Pusat Kerajaan Mataram Kuno pada awal berdirinya diperkirakan terletak di


daerah Mataram (dekat Yogyakarta sekarang). Kemudian pada masa pemerintahan
Rakai Pikatan dipindah ke Mamrati (daerah Kedu). Lalu, pada masa pemerintahan
Dyah Balitung sudah pindah lagi ke Poh Pitu (masih di sekitar Kedu). Kemudian pada
zaman Dyah Wawa diperkirakan kembali ke daerah Mataram. Mpu Sindok kemudian
memindahkan istana Medang ke wilayah Jawa Timur sekarang

Raja-Raja Kerajaan Mataram Kuno


Daftar raja-raja Medang menutur teori Slamet Muljana adalah sebagai berikut:

1. Sanjaya, (merupakan pendiri Kerajaan Medang)


2. Rakai Panangkaran, (awal berkuasanya Wangsa Syailendra)
3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4. Rakai Warak alias Samaragrawira
5. Rakai Garung alias Samaratungga
6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, (awal kebangkitan Wangsa Sanjaya)
7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8. Rakai Watuhumalang
9. Rakai Watukura Dyah Balitung
10. Mpu Daksa
11. Rakai Layang Dyah Tulodong
12. Rakai Sumba Dyah Wawa
13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
14. Sri Lokapala (merupaka suami dari Sri Isanatunggawijaya)
15. Makuthawangsawardhana
16. Dharmawangsa Teguh, (berakhirnya Kerajaan Medang)
Pada daftar di atas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu, sedangkan raja
sesudahnya memakai gelar Sri Maharaja.

Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Dari hasil budaya dan peninggalanya kerajaan ini meningalkan berbagai prasasti dan
hasil budaya yang sampai sekarang masih ada :

1. Candi-Candi Dan Prasasti Peninggalan Mataram Kuno

Mataram kuno terdiri dari dua Dinasti besar yang masih berhubungan, yaitu dinasti
Sanjaya dan dinasti Sailendra. Banyak peninggalan-peninggalan yang bersejarah dari dua
kerajaan tersebut. Beberapa candi yang terkenal bercorak Hindu dan Buddha. Bukan
hanya candi saja bukti sejarah kerajaan mataram dinasti sanjaya dan dinasti sailendra
tetapi juga bukti-bukti penemuan prasasti.

 Candi-Candi Bercorak Hindu,Peninggalan bangunan suci dari keduanya


antara lain ialah Candi Gedong Songo, kompleks Candi Dieng, Candi Siwa,
Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Sukuh, Candi Boko dan kompleks Candi
Prambanan yang berlatar belakang Hindu.

 Candi-Candi Bercorak Buddha, Adapun yang berlatar belakang agama


Buddha antara lain ialah Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi Mendut,
Candi Sewu, dan Candi Plaosan, Candi Sojiwan, Candi Pawon, Candi Sari.

2. Prasasti Peninggalan Mataram Kuno

 Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya dengan berangka tahun


berbentuk Candrasengkala berbunyi Srutiindriyarasa atau tahun 654 Saka 732
M berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Isi pokok Prasasti Canggal
adalah pendirian sebuah lingga di Bukit Stirangga buat keselamatan
rakyatnya.

 Prasasti Balitung yang berangka tahun 907 M disebutkan nama keluarga raja-
raja keturunan Sanjaya memuat nama Panangkaran. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada waktu itu Dinasti Sanjaya dan Sailendra sama-sama
berperan di Jawa Tengah. Dinasti Sanjaya dibagian utara dengan mendirikan
candi Hindu seperti Gedong Sanga di Ungaran, Candi Dieng di DataranTinggi
Dieng. Adapun Dinasti Sailendra dibagian selatan dengan mendirikan candi
Buddha, seperti Borobudur, Mendut, dan Kalasan.

 Prasasti Kelurak (di daerah Prambanan) tahun 782 disebutkan tentang


pembuatan Arca Manjusri sebagai perwujudan Buddha, Dharma, dan Sanggha
yang dapat disamakan dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa. Mungkin sekali
bangunan sucinya ialah Candi Lumbung yang terletak di sebelah utara
Prambanan. Raja yang memerintah pada waktu itu ialah Indra. Pengganti
Indra yang terkenal ialah Smaratungga yang dalam pemerintahannya
mendirikan Candi Borobudur tahun 824.

 Prasasti Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh Raja Balitung.
Prasasti itu menyebutkan bahwa sanjaya adalah raja pertama (Wangsakarta)
dengan ibu kota kerajaannya di Medangri Poh Pitu.

Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan


Raja Balitung (898-910 M). Di masa kekuasaannya, daerah-daerah di sebelah timur
Mataram berhasil ditaklukkannya. Oleh karena itu, daerah kekuasaan Mataram
semakin luas, yang meliputi Bagelen (Jawa Tengah) sampai Malang (Jawa Timur).

Penyebab kejayaan kerajaan Mataram Kuno:

 Naik tahtanya Sanjaya yang sangat ahli dalam peperangan


 Pembangunan sebuah waduk Hujung Galuh di Waringin Sapta (Waringin Pitu)
guna mengatur aliran Sungai Berangas, sehingga banyak kapal dagang dari
Benggala, Sri Lanka, Chola, Champa, Burma, dan lain-lain datang ke pelabuhan
itu.
 Pindahnya kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur yang didasari oleh:
o Adanya sungai-sungai besar, antara lain Sungai Brantas dan Bengawan Solo
yang sangat memudahkan bagi lalu lintas perdagangan.
o Adanya dataran rendah yang luas sehingga memungkinkan penanaman padi
secara besar-besaran.
o Lokasi Jawa Timur yang berdekatan dengan jalan perdagangan utama waktu
itu, yaitu jalur perdagangan rempah-rempah dari Maluku ke Malaka.

Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno

Hancurnya Kerajaan Mataram Kuno dipicu permusuhan antara Jawa dan Sumatra
yang dimulai saat pengusiaran Balaputradewa oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa
yang kemudian menjadi Raka Sriwijaya menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan.
Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi permusuhan turun-temurun
pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga bersaing untuk
menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika
Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan
Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang
(sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.

Runtuhnya Kerajaan Mataram ketika Raja Dharmawangsa Teguh yang merupakan


cicit Mpu Sindok memimpin. Waktu itu permusuhan antara Mataram Kuno dan
Sriwijaya sedang memanas. Tercatat Sriwijaya pernah menggempur Mataram Kuno
tetapi pertempuran tersebut dimenangkan oleh Dharmawangsa. Dharmawangsa juga
pernah melayangkan serangan ke ibu kota Sriwijaya. Pada tahun 1006 (atau 1016)
Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana
Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan
sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas

3. Kerajaan Islam

1. Kerajaan Perlak
Kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah Kerajaan Perlak. Kerajaan
Perlak muncul mulai tahun 840 M sampai tahun 1292 M. Kerajaan Perlak adalah
sebuah kerajaan Islam awal yang terletak di Perlak, Aceh. Perlak merupakan sebuah
daerah di pesisir timur daerah Aceh. Kata Perlak berasal dari nama pohon kayu besar
yaitu “Kayei Peureulak” (Kayu Perlak). Kayu ini sangat baik digunakan untuk bahan
dasar pembuatan perahu kapal, sehingga banyak dibeli oleh perusahaan-perusahaan
perahu kapal. Dan di Perlak banyak tumbuh jenis pepohonan ini, sehingga disebut
negeri Perlak.

Raja dan rakyat penduduk daerah negeri Perlak adalah keturunan dari Maharaja
Pho He La Syahir Nuwi (Meurah Perlak Syahir Nuwi) dan keturunan dari pasukan-
pasukan pengikutnya.

Masa pemerintahan Islam Perlak berlangsung selam 467 tahun dari tahun 225-692
H. Kerajaan Islam Perlak lahir bertepatan dengan masa pemerintahan Al-Muktashim
Billah, khalifah Abbasiyah terkahir yang memerintah tahun 218-227 H(833-842 M).
Sampai awal abad ke-10 tercatat empat orang raja yang memerintah Kerajaan Islam
Perlak, yaitu: Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah (225-249 H /840-864
M),Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdurrahim Syah (249-285 H/ 864-888 H),
SultanAlaiddin Saiyid Maulana Abbas Syah (285-300 H / 888-913 H), Sultan
Alaiddin SaiyidMaulana Ali Mughaiyat Syah (302-305 H/ 915-918 M).

Raja-Raja yang memerintah di Kerajaan Perlak adalah:

A. Dinasti Saiyyid Maulana


1. Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Abdul Aziz Syah (840-864)
2. Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Abdur Rahim Syah (864-888)
3. Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Abbas Syah (888-913)
4. Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Ali Mughayah Syah (915-918)

B. Dinasti Makhdum Johan Berdaulat

1. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Syah Johan Berdaulat (918-922)
2. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat (922-
946)
3. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah Joha Berdaulat (946-973)
4. a. Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Mahmud Syah (976-988/Syiah)
b. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat (976-
1012/Sunni)
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan Berdaulat (1012-1059)
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Syah Johan Berdaulat (1059-1078)
7. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Syah Johan Berdaulat (1078-1108)
8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Syah Johan Berdaulat (1108-1134)
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah II Johan Berdaulat(1134-1158)
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Syah Johan Berdaulat (1158-1170)
11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Syah Johan Berdaulat (1170-1196)
12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Jalil Syah Johan Berdaulat (1196-1225)
13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Amin Syah II Johan Berdaulat (1225-1263)
14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (1263-1292)
Sumber dan Bukti Sejarah

Sumber sejarah Kerajaan Perlak yakni naskah berbahasa melayu serta berbagai
macam bukti peninggalan sejarah misalnya Silsilah Raja-Raja Perlak dan Pasai,
karangan Sayid Abdullah Ibn Saiyid Habib Saifuddin.

Bukti peninggalan sejarah Kerajaan Perlak terdiri atas :

Mata uang

Mata uang perlak terdiri dari emas, perak, dan tembaga. Peninggalan mata uang ini
menunjukkan bahwa kerajaan perlak merupakan kerajaan yang telah maju.

Stempel kerajaan

Stempel kerajaan bertuliskan kalimat “ Al Wasiq Billah Kerajaan Negeri Bendahara


Sanah 512 ”. Kerajaan Negeri Bendahara adalah menjadi bagian dari Kerajaan perlak

Makam Raja

Telah ditemukannya makam salah seorang raja Benoa tepi Sungai Trenggulon. Batu
nisan makam tersebut bertuiskan huruf arab. Benoa adalah Negara bagian dari
Kerajaan Perlak

Masa Kejayaan Kerajaan Perlak

Masa kejayaan Kerajaan Perlak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Makhdum
Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah II Jouhan Berdaulat yakni pada tahun 1225
sampai 1262 Masehi. Pada masa pemerintahan beliau, Kerajaan Perlak mengalami
kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat, yakni dalam bidang pendidikan
Islam dan bidang perluasan dakwah Islamiah.

Runtuhnya Kerajaan Perlak


Sementara itu, runtuhnya kerajaan Perlak karena banyak terjadi perang saudara
antara dua golongan yang berbeda yaitu aliran Syiah dan aliran Sunni. Seperti yang
sudah dijelaskan di atas, pada masa sultan ke 17 Kerajaan Perlak melakukan strategi
politik persahabatan dengan kerajaan-kerajaan tetangga sehingga penggabungan
kerajaan perlak dengan kerajaan samudra pasai tidak dapat dihindarkan.
2. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudera Pasai ini biasanya lebih dikenal dengan Kesultanan Pasai atau
Samudera Darussalam. Kerajaan Islam tertua ini merupakan kerajaan pertama
sekaligus yang tertua dalam sejarah Islam. Selain itu kerajaan tersebut terletak di
daerah pesisir pantai sebelah utara Pulau Sumatera yang lebih tepatnya lagi berada
diantara kota Lhokseumawe dengan Aceh Utara (sekarang bernama Geudong).
Kerajaan ini dibangun setelah terjadi runtuhnya Kerajaan Sriwijaya, tepatnya
dibangun sekitar abad ke 13 M. Selain itu Kerajaan Samudera Pasai juga didirikan
oleh yang bernama Sultan Malik As-Shaleh yang sebelum memeluk Islam lebih
dikenal dengan nama Meurah Silu.
Adanya berita tentang Kerajaan Samudera Pasai ini ditemukan oleh seorang
sejarawan dari maroko yang bernama Ibnu Butatah saat ia berlayar dan kemudian ia
berkunjung ke Kerajaan Samudera Pasai pada tahun 1345 – 1346. Kemudian Ibnu
Butatah menyebutnya dengan “Sumutrah” atau ejaannya untuk nama Samudera yang
sekarang berubah menjadi Sumatera.
Menurut catatan dari Butatah, Islam telah hadir sejak satu abad yang lalu tepatnya
sekitar abad ke 12 M. Setelah selama setahun berada di Pasai, kemudian Butatah
melanjutkan pelayarannya ke China. Dan akhirnya pada tahun 1347 Butatah kembali
lagi ke Samudera Pasai.
Tak lama kemudian masa pemerintahan Sultan Malik As-Shaleh pun digantikan
oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad Malik Az-Zahir. Pada masa
pemerintahannya, koin emas digunakan sebagai mata uang di Kerajaan Samudera
Pasai. Seiring dengan perkembangan zaman, Pasai menjadi salah satu tempat untuk
berdagang dan sekaligus untuk pengembangan dakwah Islam.

Raja-raja Kerajaan Samudera Pasai


1. Sultan Malik al-Saleh (Meurah Silu)

2. Sultan Al-Malik azh-Zhahir I / Muhammad I

3. Sultan Ahmad I

4. Sultan Al-Malik azh-Zhahir II

5. Sultan Zainal Abidin I

6. Ratu Nahrasyiyah

7. Ratu Nahrasyiyah

8. Sultan Shalahuddin
9. Sultan Ahmad II

10. Sultan Abu Zaid Ahmad III

11. Sultan Ahmad IV

12. Sultan Mahmud

13. Sultan Zainal Abidin III

14. Sultan Muhammad Syah II

15. Sultan Al-Kamil

16. Sultan Adlullah

17. Sultan Muhammad Syah III

18. Sultan Abdullah

19. Sultan Ahmad V

20. Sultan Zainal Abidin IV

Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai


 Lonceng Cakra Donya, lonceng tersebut terbuat dari besi yang berbentuk seperti
stupa dan dibuat oleh China pada tahun 1409 M. Pada bagian lonceng terdapat
beberapa ukiran aksara Arab dan China yang sangat indah. Lonceng tersebut
diberikan oleh kaisar China ke raja Samudera Pasai pada waktu itu.
 Koin Dirham, koin ini digunakan sebagai mata uang Kerajaan Samudera Pasai.
Selain itu koin tersebut juga terbuat dari beberapa campuran antara emas, perak
dan tembaga. Disalah satu dari koin tersebut terdapat aksara Arab yang
bertuliskan Muhammad Malik Az-Zahir dan di sisi lainnya bertuliskan Al-Sultan
Al-Adil.
 Naskah Surat Sultan Zainal Abidin, surat ini ditulis oleh Sultan Zainal Abidin
dan diberikan kepada Kapten Moran sebelum ia meninggal. Surat tersebut ditulis
pada tahun 1518 M dengan menggunakan aksara Arab. Naskah surat tersebut
berisi tentang keadaan Samudera Pasai pada abad ke 16 M, tepatnya saat Portugis
berhasil menguasai Malaka pada tahun 1511 M.
 Makam Raja Pasai, para raja-raja Kerajaan Pasai juga termasuk dalam salah satu
peninggalan yang paling bersejarah. Untuk saat ini makam tersebut dijadikan
sebagai tempat wisata religi. Makam tersebut terletak disekitar komplek makam
raja Samudera Pasai, di desa Beuringin, kecamatan Samudera.

Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai


Tepatnya pada tahun 1383 sampai tahun 1405 Kerajaan Samudera Pasai mulai
bangkit dibawah pimpinan Sultan Zain Al-Abidin Az-Zahir. Selain itu menurut
catatan dari negeri China dalam bentuk kronik China Sultan Zain Al-Abidin Malik
Az-Zahir dikenal dengan nama cina Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki. Kemudian masa
pemerintahan Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir berakhir dan saat itu kekuasaan
Kerajaan Samudera Pasai dipimpin oleh Janda Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir
yaitu Sultanah Nahrasiyah, ia juga bisa disebut dengan raja perempuan pertama di
Kerajaan Samudera Pasai.
Dibawah kepemimpinan Sultanah Nahrasiyah, Kerajaan Samudera Pasai berada
dimasa kejayaannya. Pada saat itu ia pernah didatangi seorang Laksamana Laut
Cheng Ho. Armada Cheng Ho berkunjung berkali-kali ke Kerajaan Samudera Pasai
antaranya tahun 1405, 1408 dan 1412.
Selain itu juga banyak terdapat kemajuan yang besar dalam berbagai bidang
diantaranya:
 Perdagangan
 Pelayaran
 Perekonomian
 Hubungan Internasional

Runtuhnya Kerajaan Samudera Pasai


Kerajaan Samudera Pasai ini menjadi runtuh karena disebabkan oleh beberapa
faktor Internal dan Eksternal. Runtuhnya kerajaan tersebut berawal dengan adanya
peperangan antar saudara di kerajaan tersebut. Dalam peperangan tersebut terjadi
sebuah perebutan kekuasaan dan jabatan dalam kerajaan, hingga akhirnya
peperangan tersebut tidak bisa dihindari.

Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1521 Kerajaan Samudera Pasai
diserang oleh bangsa Portugis. Dan saat itu menjadi sebab runtuhnya Kerajaan
Samudera Pasai dari faktor eksternal. Akan tetapi bibit-bibit kejayaan kerajaan
tersebut masih ada tahun 1524 Kerajaan Samudera Pasai kerena menjadi bagian dari
Kesultanan Aceh.
3. Kerajaan Aceh Darussalam

Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Bandar Aceh
Darussalam. Sultan yang pertama memerintah kesultanan aceh sekaligus pendirinya
adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal
913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu
(1496 - 1903), Aceh mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer,
berkomitmen dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, memiliki sistem
pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu
pengetahuan, dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Kesultanan Aceh Darussalam memulai pemerintahannya ketika Kerajaan
Samudera Pasai sedang dalam masa keruntuhan. Samudera Pasai diserang oleh
Kerajaan Majapahit hingga mengalami kemunduran pada sekitar abad ke-14,
tepatnya pada 1360. Pada masa akhir riwayat kerajaan Islam pertama di nusantara
itulah benih-benih Kesultanan Aceh Darussalam mulai lahir. Kesultanan Aceh
Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang
pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra
Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura (Indrapuri).

Sultan Ali Mughayat mendirikan Kesultanan Aceh pada tahun 1496 yang pada
mulanya kerajaan ini berdiri atas wilayah kerajaan lamuri. Pemerintahaan kesultanan
Aceh kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya
mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai
sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru.

Raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Aceh Darussalam

1. Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M)

2. Sultan Salahuddin (1528-1537 M)

3. Sultan Salahuddin Riayat Syah Al-Kahar (1537-1568 M)

4. Sultan Sri Alam (1575-1576 M).

5. Sultan Zain al-Abidin (1576-1577).

6. Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589)

7. Sultan Buyong (1589-1596)

8. Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604).

9. Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607)


10. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636).

11. Iskandar Thani (1636-1641).

12. Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675).

13. Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678)

14. Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)

15. Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699)

16. Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702)

17. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)

18. Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)

19. Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)

20. Sultan Syams al-Alam (1726-1727)

21. Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735)

22. Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760)

23. Sultan Mahmud Syah (1760-1781)

24. Sultan Badr al-Din (1781-1785)

25. Sultan Sulaiman Syah (1785-…)

26. Alauddin Muhammad Daud Syah.

27. Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824)

28. Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)

29. Sultan Muhammad Syah (1824-1838)

30. Sultan Sulaiman Syah (1838-1857)

31. Sultan Mansur Syah (1857-1870)

32. Sultan Mahmud Syah (1870-1874)

33. Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903)


PENINGGALAN KERAJAAN ACEH DARUSSALAM

1. Mesjid Raya Baiturrahman

Mesjid kebanggan rakyat Aceh ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan

Iskandar Muda memerinbtah kerajaan Aceh. Sultan membangun masjid ini sekitar

tahun 1612 Masehi yang terletak di Banda Aceh. masjid ini sempat dibakar oleh

Belanda pada saat Agresi Militer Belanda II, namun Belanda membangunnya

kembali untuk meredam kemarahan rakyat Aceh.

2. Benteng Indra Patra

Sebenarnya, benteng ini telah dibangun sejak masa Kerajaan Lamuri berkuasa.

Kerajaan Lamuri ialah kerajaan Hindu tertua di Aceh, tepatnya sejak abad ke 7

Masehi. Benteng ini memiliki peranan penting dalam melindungi rakyat Aceh dari

serangan-serangan meriam yang diluncurkan kapal perang Portugis. Sekarang,

benteng ini terletak di desa Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, Kab.Aceh Besar.

3. Gunongan

Gunongan merupakan sebuah bangunan yang dibangun oleh Sultan Aceh untuk

permaisurinya dari negeri Pahang. Pada saat itu, negeri Pahang telah takluk oleh

kerajaan Aceh, dan seorang putri yang cantik dari kerajaan Pahang ditawan oleh

Aceh. Sultan pada saat itu tertarik dan ingin mempersunting putri tersebut. Hingga
akhirnya putri itu meminta dibuatkan sebuah taman yang sama persis dengan istana

kerajaan nya dahulu untuk mengobati kerinduannya akan kerajaan Pahang.

Masa Kejayaan
Kesultanan Aceh berdiri tepat setelah keruntuhan kerajaan Samudra Pasai pada
abad ke-14. Ibu kota kesultanan Aceh adalah Kutaraja yang sekarang ini dikenal oleh
rakyat Indonesia dengan sebutan Banda Aceh. Sejarah telah terukir bahwa kesultanan
Aceh di masa lalu memiliki kemegahan karena kemampuannya dalam
mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, perjuangannya yang tak
terkalahkan dalam mengusir penjajahan dan imperialisme bangsa barat dari tanah
serambi Makkah. Selain itu sistem pemerintahannya sudah sangat teratur dan
sistematik, memiliki pusat pengkajian ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang
pesat kala itu dan memiliki kemampuan dalam hal hubungan diplomatik dengan
negara lain.
Pada tahun 1873, Belanda sebagai pemenang dari persaingan bangsa barat di
Indonesia melancarkan serangan ke Aceh. Pada awalnya Belanda menggunakan
ancaman diplomatik, namun cara ini gagal. Lantas pecahlah perang yang disebut
perang Aceh. Namun kesultanan Aceh tidak begitu saja dapat ditaklukkan karena
perlawanan yang sengit. Sehingga cukup lama Belanda tidak bisa menguasai wilayah
Aceh. Perang kembali berkecamuk pada tahun 1887, namun Aceh tetap gagal
dikuasai karena perlawanan para pejuang Aceh yang gagah berani. Pada tahun 1892
dan 1893, perang Aceh kembali meletus dan Belanda tetap gagal merebut Aceh.

Keruntuhan Kesultanan Aceh


Keruntuhan kesultanan Aceh bermula dengan strategi penyusupan yang dilakukan
oleh Dr. Christian Snouck Hurgronje. Ia berpura-pura masuk Islam dan diterima
dengan baik oleh masyarakat Aceh. Ia mendapat kepercayaan dari para pemimpin
Aceh. Disitulah ia mengetahui kelemahan masyarakat Aceh. Ia menyarankan kepada
Belanda untuk mengarahkan serangan kepada para ulama karena kekuatan Aceh
terletak pada ulamanya. Ketika dilaksanakan, saran ini berhasil dan Belanda
kemudian menguasai Aceh dengan diangkatnya Johannes Benedictus vab Heutsz
sebagai gubernur Aceh pada tahun 1898 yang merebut sebagian besar wilayah Aceh.
Pada tahun 1903, Sultan Muhammad Dawud menyerahkan diri kepada Belanda
setelah anak dan ibunya ditangkap oleh Belanda. Maka pada tahun 1904 seluruh
wilayah Aceh jatuh ke tangan Belanda dan kesultanan Aceh pun telah berakhir.
4. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak mulanya merupakan sebuah kadipaten yang berada di bawah
kekuasaan dari Kerajaan majapahit. Ketika Kerajaan Majapahit runtuh, Demak lalu
mulai memisahkan diri dari Ibu Kota di Bintoro. Kerajaan Demak merupakan
kerajaan islam pertama yang ada di Pulau Jawa.

Kerajaan Demak pertama kali didirikan oleh Raden Patah. Kerajaan demak
memiliki lokasi yang sangat strategis karena terletak antara pelabuhan bergota dari
kerajaan Mataram Kuno dan Jepara, kedua tempat inilah yang telah membuat Demak
menjadi kerajaan dengan pengaruh sangat besar di Nusantara.

Kerajaan Demak didirikan oleh raden Patah asal yang masih keturunan dari

Majapahit dengan seorang putri dari Campa. Daerah kekuasaan dari Kerajaan Demak

mencakup Banjar, Palembang dan Maluku serta bagian utara pada pantai Pulau Jawa.

Raja – Raja Kerajaan Demak

1. Raden Patah (1500-1518)

2. Pati Unus (1518-1521)

3. Sultan Trenggono (1521-1546)

4. Sunan Prawoto (1546-1549)

Peninggalan Kerajaan Demak


1. Masjid Agung Demak

Peninggalan Kerajaan Demak yang paling dikenal tentu adalah Masjid Agung
Demak. Bangunan yang didirikan oleh Walisongo pada tahun 1479 ini masih berdiri
kokoh hingga saat ini meski sudah mengalami beberapa renovasi. Bangunan ini juga
menjadi salah satu bukti bahwa kerajaan Demak pada masa silam telah menjadi pusat
pengajaran dan penyebaran Islam di Jawa. Jika Anda tertarik untuk melihat keunikan
arsitektur dan nilai-nilai filosofisnya , datanglah ke masjid ini. Letaknya berada di
Desa Kauman, Demak – Jawa Tengah.

2. Pintu Bledek

Dalam bahasa Indonesia, Bledek berarti petir, oleh karena itu, pintu bledek bisa
diartikan sebagai pintu petir. Pintu ini dibuat oleh Ki Ageng Selo pada tahun 1466
dan menjadi pintu utama dari Masjid Agung Demak. Berdasarkan cerita yang
beredar, pintu ini dinamai pintu bledek tak lain karena Ki Ageng Selo memang
membuatnya dari petir yang menyambar. Saat ini, pintu bledek sudah tak lagi
digunakan sebagai pintu masjid. Pintu bledek dimuseumkan karena sudah mulai
lapuk dan tua. Ia menjadi koleksi peninggalan Kerajaan Demak dan kini disimpan di
dalam Masjid Agung Demak.

3. Soko Tatal dan Soko Guru

Soko Guru adalah tiang berdiameter mencapai 1 meter yang berfungsi sebagai
penyangga tegak kokohnya bangunan Masjid Demak. Ada 4 buah soko guru yang
digunakan masjid ini, dan berdasarkan cerita semua soko guru tersebut dibuat oleh
Kanjeng Sunan Kalijaga. Sang Sunan mendapat tugas untuk membuat semua tiang
tersebut sendiri, hanya saja saat ia baru membuat 3 buah tiang setelah masjid siap
berdiri. Sunan Kalijaga dengan sangat terpaksa kemudian menyambungkan semua
tatal atau potongan-potongan kayu sisa pembuatan 3 soko guru dengan kekuatan
spiritualnya dan mengubahnya menjadi soko tatal alias soko guru yang terbuat dari
tatal.

4. Bedug dan Kentongan

Bedug dan kentongan yang terdapat di Masjid Agung Demak juga merupakan
peninggalan Kerajaan Demak yang bersejarah dan tak boleh dilupakan. Kedua alat
ini digunakan pada masa silam sebagai alat untuk memanggil masyarakat sekitar
mesjid agar segera datang melaksanakan sholat 5 waktu setelah adzan
dikumandangkan. Kentongan berbentuk menyerupai tapal kuda memiliki filosofi
bahwa jika kentongan tersebut dipukul, maka warga sekitar harus segera datang
untuk melaksanakan sholat 5 waktu secepat orang naik kuda.

5. Situs Kolam Wudlu

Situs kolam wudlu dibuat seiring berdirinya bangunan Masjid Demak. Situs ini
dahulunya digunakan sebagai tempat berwudlu para santri atau musyafir yang
berkunjung ke Masjid untuk melaksanakan sholat. Namun, saat ini situs tersebut
sudah tidak digunakan lagi untuk berwudlu dan hanya boleh dilihat sebagai benda
peninggalan sejarah.

6. Maksurah Maksurah

Adalah dinding berukir kaligrafi tulisan Arab yang menghiasi bangunan Masjid
Demak. Maksurah tersebut dibuat sekitar tahun 1866 Masehi, tepatnya pada saat
Aryo Purbaningrat menjabat sebagai Adipati Demak. Adapun tulisan dalam kaligrafi
tersebut bermakna tentang ke-Esa-an Alloh.

7. Dampar Kencana
Dampar kencana adalah singgasana para Sultan yang kemudian dialih fungsikan
sebagai mimbar khutbah di Masjid Agung Demak. Peninggalan Kerajaan Demak
yang satu ini hingga kini masih terawat rapi di dalam tempat penyimpanannya di
Masjid Demak.

8. Piring Campa

Piring Camapa adalah piring pemberian seorang putri dari Campa yang tak lain
adalah ibu dari Raden Patah. Piring ini jumlahnya ada 65 buah. Sebagian dipasang
sebagai hiasan di dinding masjid, sedangkan sebagian lain dipasang di tempat imam.

Kejayaan Kerajaan Demak

Titik awal kejayaan Demak sebenarnya dimulai dari peristiwa ditaklukannya


Majapahit oleh Demak, sebab dari peristiwa penaklukan itu pada nyatanya membuat
mata kerajaan-kerajaan di Nusantara menjadi tertunduk memandang kekuatan
Demak, setalah peristiwa itu pula juga negara-negara bawahan Majapahit yang
tersebar di Nusantara secara otomatis menjadi bawahan Demak.

Luasnya kekuasaan Majapahit yang diwarisi oleh kerajaan Demak ini rupanya
dimanfaatkan benar-benar oleh Demak, Demak memanfaatkan upeti yang didapat
dari kerajaan-kerajaan Bawahannya untuk memperkuat armada tempurnya, kekuatan
tempur Demak tercatat pada peristiwa pengiriman Ribuan Kapal perang Demak Ke
Malaka untuk menyerang Portugis dengan peristiwa penyerangan Demak ke Galuh,
Sunda Kelapa dan Banten bersama sekutunya kerajaan Cirebon.

Selain itu juga kekayaan Demak yang dihasilkan dari penerimaan upeti dari
kerajaan-kerajaan bawahanya ternyata digunakan juga untuk membiyayai ongkos
penyebaran agama Islam.

Masa Keruntuhan

Keruntuhan kerjaaan Demak dimulai setelah peristiwa kemangkatan Raja Ke 3


Demak Sultan Trenggana. Setelah kewafatanya pada Tahun 1546, yang menjadi
Sultan Demak selanjutnya adalah Sunan Perwata anak dari Terenggana. Ketika
Sunan Perwata menjadi Raja Demak yang ke 4 inilah peristiwa tak terduga-duga
terjadi. Rupanya Sunan Petwata bersama istrinya dibunuh oleh Arya Penangsang
melalui pengikutnya.
5. Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai
kelanjutan Kerajaan Demak. Kompleks keraton, yang sekarang tinggal batas-batas
fondasinya saja, berada di perbatasan Kelurahan Pajang, Kota Solo dan Desa Makam
haji,Karatsura,Sukoharjo.
Pada abad ke-14 Pajang sudah disebut dalam kitab Negarakertagama karena
dikunjungi oleh Hayam Wuruk dalam perjalanannya memeriksa bagian Barat. Antara
abad ke-11 dan 14 di Jawa Tengah Selatan tidak ada Kerajaan tetapi Majapahit masih
berkuasa sampai kesana. Sementara itu, di Demak mulai muncul Kerajaan kecil yang
didirikan oleh tokoh-tokoh beragama Islam. Namun, sampai awal abad ke-16
kewibawaan raja Majapahit masih diakui.
Baru pada akhir abad ke 17 dan awal abad ke-18 para penulis kronik di Kartasura
menulis seluk beluk asal usul raja-raja Mataram dimana Pajang dilihat sebagai
pendahulunya. Pajang sendiri sebagai kelanjutan dari Pengging pada tahun 1618
yang pernah dihancurkan ibukota dan sawah ladangnya oleh pasukan-pasukan dari
Mataram karena memberontak. Di bekas kompleks keraton Raja Pajang yang
dikubur di Butuh banyak ditemukan sisa-sisa keramik asal negeri Cina.
Ceritera mengenai sejarah Pajang malah termuat dalam kitab Babad Banten yang
menyebutkan Ki Andayaningrat berputera 2 orang yaitu, Kebo Kenanga dan Kebo
Kanigara. Meskipun Majapahit ambruk pada tahun 1625, Pengging dibawah Kebo
Kenanga berdaulat terus hingga pertengahan abad ke-16. untuk menundukkan
pengging Raja Demak memanfaatkan jasa Ki Wanapala dan Sunan Kudus, dengan
cara pendahuluan berupa adu kekuatan ngelmu.
Dua tahun kemudian, Kebo Kenanga berhasil dibunuh sedangkan anak laki-
lakinya yaitu Jaka Tingkir kelak mengabdi ke Istana Demak untuk akhirnya
mendirikan Kerajaan Pajang dengan sebutan Adi Wijaya.

RAJA-RAJA YANG MEMERINTAH DI KERAJAAN PAJANG

1. Jaka Tingkir
2. Arya Pangiri
3. Pangeran Benawa

Peninggalan Kerajaan Pajang


1. Masjid Laweyan
2. Makam Para Bangsawan
Beberapa tokoh yang dimakamkan di sini diantaranya adalah :
 Kyai Ageng Henis
 Susuhunan Paku Buwono

 Permaisuri Paku Buwono V

 Pangeran Widjil I Kadilangu


 Nyai Ageng Pati

 Nyai Pandanaran

 Prabuwinoto anak bungsu dari Paku Buwono IX

 Dalang Keraton Kasunanan Surakarta

 Kyai Ageng Proboyekso

3. Bandar Kabanaran

4. Pasar Laweyan

Masa Kejayaan Kerajaan Islam Pajang

Kerajaan Pajang merupakan Kerajaan Islam pertama yang letaknya berada di


daerah pedalaman Jawa. Pada saat Kerajaan Islam Pajang berdiri, kekuasaan hanya
ada di sekitaran sekitar Jawa Tengah. Hal ini terjadi karena ketika kerajaan Islam
Demak mengalami kemunduran, banyak wilayah di Jawa Timur yang mulai
melepaskan diri. Namun kemudian pada tahun 1586 M, Sultan Hadiwijaya beserta
beberapa adipati yang ada di Jawa Timur kemudian dipertemukan di Giri Kedaton
oleh Sunan Prepen. Nah, pada pertemuan tersebut kemudian para adipati di Jawa
Timur mengakui kedaulatan Kerajaan Pajang atas kadipaten yang ada di Jawa Timur.

Kerajaan Islam Pajang sendiri mengalami masa keemasan atau masa kejayaan
kerajaan Pajang adalah pada masa Sultan Hadiwijaya. Ada banyak pencapaian yang
berhasil diraih pada masa Sultan Hadiwijaya. Perpindahan kekuasaan Islam Demak
ke Pajang sendiri seakan menjadi sebuah simbol dari kemenangan Islam kejawen
atas Islam ortodok pada masa itu.

KEMUNDURAN KERAJAAN PAJANG


Sepulang dari perang, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Terjadi
persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri
sebagai raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik
takhta tahun 1583.
Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam
terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal itu membuat Pangeran
Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin. Pada tahun 1586 Pangeran
Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582
Sutawijaya memerangi Sultan Hadiwijaya, namun Pangeran Benawa tetap
menganggapnya sebagai saudara tua.
Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan
Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran Benawa
kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga. Pemerintahan Pangeran Benawa berakhir
tahun 1587.

6. Kerajaan Mataram Islam


Pada waktu Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan dilantik
menjadi bupati di Mataram sebagai imbalan atas keberhasilannya membantu
menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan diambil anak
angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun
1575, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di Mataram.

Sutawijaya ternyata tidak puas menjadi bupati dan ingin menjadi raja yang
menguasai seluruh Jawa. Oleh karena itu, Sutawijaya mulai memperkuat sistem
pertahanan Mataram. Hal itu ternyata diketahui oleh Hadiwijaya sehingga ia
mengirim pasukan untuk menyerang Mataram. Peperangan sengit terjadi pada tahun
1582. Prajurit Pajang menderita kekalahan. Keadaan Sultan Hadiwijaya sendiri pada
saat itu sedang sakit. Beberapa waktu kemudian Sultan Hadiwijaya mangkat. Setelah
itu, terjadilah perebutan kekuasaan di antara para bangsawan Pajang. Pangeran
Pangiri (menantu Hadiwijaya yang menjabat Bupati Demak) datang menyerbu
Pajang untuk merebut takhta. Hal itu tentu saja ditentang keras oleh para bangsawan
Pajang yang bekerja sama dengan Sutawijaya, Bupati Mataram. Akhirnya, Pangeran
Pangiri beserta pengikutnya dapat dikalahkan dan diusir dari Pajang.

Setelah suasana aman, Pangeran Benawa (putra Hadiwijaya) menyerahkan


takhtanya kepada Sutawijaya yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya
ke Mataram pada tahun 1586. Sejak saat itu berdirilah Kerajaan Mataram.

Raja-Raja Kerajaan Mataram Islam

1. Ki Ageng Pamanahan
2. Panembahan Senapati
3. Raden Mas Jolang
4. Raden Mas Rangsang
5. Amangkurat I
6. Amangkurat II

Peninggalan Kerajaan Mataram Islam


 Sastra Ghending karya dari Sultan Agung,
 Tahun Saka,
 Kerajinan Perak,

 Kalang Obong, yang merupakan tradisi kematian orang kalang, yakni dengan
membakar peninggalan orang yang meninggal.

 Kue kipo yang merupakan makanan khas masyarakat kotagede, makanan ini
telah ada sejak jaman kerajaan.

 Pertapaan Kembang Lampir yang merupakan tempat Ki Ageng Pemanahan


pernah bertapa untuk mendapatkan wahyu kerajaan Mataram

 Segara Wana serta Syuh Brata yang merupakan meriam- meriam yang diberikan
oleh Belanda atas perjanjiannya dengan kerjaan Mataram saat kepemimpinan
Sultan Agung.

 Puing – puing candi Hindu dan Budha di aliran Sungai Opak serta aliran sungai
Progo

 Batu Datar yang berada di Lipura letaknya tidak jauh di barat daya kota
Yogyakarta

 Pakaian Kiai Gundil atau yang lebih dikenal dengan Kiai Antakusuma

 Masjid Agung Negara yang dibangun pada tahun 1763 oleh PB III.

 Masjid Jami Pakuncen yang didirikan oleh sunan Amangkurat I

 Gapura Makam Kota Gede, yag merupakan perpaduan dari corak hindu dan
islam.

 Masjid yang berada di Makam Kota Gede.

 Bangsal Duda

 Rumah Kalang

 Makam dari Raja- Raja Mataram yang berlokasi di Imogiri

Kejayaan Kerajaan Mataram Islam


Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya pada jaman Sultan Agung
Hanyokrokusumo (1613-1646). Daerah kekuasaannya mencakup Pulau Jawa (kecuali
Banten dan Batavia), Pulau Madura, dan daerah Sukadana di Kalimantan Barat. Pada
waktu itu, Batavia dikuasai VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie )
Belanda.Kekuatan militer Mataram sangat besar. Sultan Agung yang sangat anti
kolonialisme itumenyerang VOC di Batavia sebanyak dua kali (1628 dan 1629).
Menurut Moejanto sepertiyang dikutip oleh Purwadi (2007), Sultan Agung memakai
konsep politik keagungbinataran yang berarti bahwa kerajaan Mataram harus berupa
ketunggalan, utuh, bulat, tidak tersaingi,dan tidak terbagi-bagi.

Runtuhnya Kerajaan Mataram Islam


Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut
Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu, kehidupan
ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat dikerahkan untuk berperang.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika
Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan
Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang
(sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.

7. Kerajaan Cirebon
Kesultanan Cirebon merupakan kerajaan Islam pertama di daerah Jawa Barat.
Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Ia diperkirakan lahir pada tahun 1448
M dan wafat pada tahun 1568 M, dalam usia 120 tahun. Kedudukannya sebagai Wali
Songo mendapatkan penghormatan dari raja-raja di Jawa, seperti Demak dan Pajang.
Setelah Cirebon resmi berdiri sebuah Kerajaan Islam yang merdeka dari kekuasaan
Kerajaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan Kerajaan Pajajaran
yang belum menganut ajaran Islam.

Dari Cirebon Sunan Gunung Jati, mengembnagkan ajaran Islam kedaerah-daerah


lain seperti Majalengka, Kuningan, Galuh, Sunda Kelapa dan Banten. Pada tahun
1525 M, ia kembali ke Cirebon dan menyerahkan Bnten kepada anaknya yang
bernama Sultan Hasanuddin. Sultan inilah yang meruntuhkan raja-raja Banten.

Setelah Sunan Gunung Jati wafat, ia digantikan oleh cicitnya yang bergelar
Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan wafat pada tahun 1650 M dan
digantikan oleh putranya yang bernama Panembahan Girilaya. Sepeninggalannya,
Kesultanan Cirebon dipecah menjadi dua pada tahun 1697 dan dipentahkan oleh dua
orang putranya, yaitu Martawijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau
Panembahan Anom. Penembahan Sepuh memimpin Kesultanan Kasepuhan yang
bergelar Syamsuddin, semeentara Panembahan Anom memimpin Kesultanan
Kanoman yang bergelar Badruddin.

Raja-raja Kerajaan Cirebon

1. Cakrabuana dan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunungjati) tahun 1479.

2. Syarif Hidayatullah (Sultan I Cirebon) tahun 1479-1495.

3. Kesultanan Cirebon diperintah oleh Pangeran Pasarean, namun beliau wafat


sebelum dinobatkan, kemudian berlanjut diperintah oleh pangeran Dipati Anom
Carbon 1 (Pangeran Sedang Kemuning) tahun 1495-1555.
4. Kesultanan Cirebon tanpa Sultan, negara diambil alih oleh pejabat pengganti
Sultan tahun 1552-1568.

5. esultanan Cirebon diperintah oleh Sultan Ke II yang bergelar Panembahan Ratu


(Pangeran Agung) tahun 1568-1649.

6. Kesultanan Cirebon diperintah oleh Pangeran Sedang Gayam (Pangeran Dipati


Anom Carbon II) tahun 1649

7. Kerajaan Cirebon diperintah oleh Sultan Ke III yaitu Panembahan Girilaya


(Pangeran Putera) tahun 1649-1662.

8. Kesultanan Cirebon tanpa Sultan selama 16 tahun tahun 1661-1678.

Peninggalan-peninggalan Kerajaan Cirebon

1. Keraton Kasepuhan Cirebon

2. Kereta Singa Barong Kasepuhan

3. Keraton Kanoman

4. Kereta Paksi Naga Lima

5. Keraton Kacirebonan

6. Masjid Sang Cipta Rasa

7. Makam Sunan Gunung Jati

Masa Kejayaaan Kerajaan Cirebon

Kesultanan Cirebon mencapai masa kejayaan pada saat Syarif Hidayatullah


memerintah. Di bawah pemerintahan Syarif Hidayatullah, Kerjaan Cirebon memiliki
perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini juga mempengaruhi
perkembangan dan penyebaran Islam. Dengan dukungan letak yang strategis,
pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari daerah pedalaman, Cirebon
kemudian menjadi sebuah kota besar dan menjadi salah satu kota dagang dan
pelabuhan ekspor impor di pesisir utara Jawa baik dalam kegiatan pelayaran dan
perdagangan di kepulauan Nusantara maupun dengan bagian dunia lainnya.
Perkembangan Pelabuhan Cirebon yang semakin ramai pun menghasilkan untung
bagi dareah pedalaman. Selain itu, Cirebon tumbuh menjadi cikal bakal pusat
penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
Hubungan baik Cirebon dengan Kerajaan Demak dan Malaka juga mengalami
peningkatan.
Pada masa pemerintahan Syarif Hidayatullah, tepatnya tahun 1480, beliau
membangun Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Selesai membangun masjid, beliau juga
membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan Cirebon dengan daerah-daerah
Kadipaten lainnya untuk memperluas pengembangan Islam di seluruh Tanah
Pasundan.

Runtuhnya Kerajaan Cirebon

Keruntuhan Kesultanan Cirebon dimulai ketika kesultanan ini dibagi menjadi


dua kekuasaan, yakni kesultanan Kasepuhan dan kesultanan Kanoman. Perselisihan
antara kedua kesultanan dan adanya campur tangan politik VOC Belanda yang saat
itu menduduki Indonesia membuat Cirebon runtuh secara perlahan.
Tahun 1700, kesultanan menjadi empat kekusaan. Selain Kasepuhan dan
Kanoman, terdapat juga kesultanan Kacirebonan di bawah Pangeran Arya Cirebon,
dan Kaprabonan (Panembahan) di bawah Pangeran Wangsakerta. Sejak itu
perdagangan internasional melalui pelabuhan Cirebon sudah berada di tangan VOC.
Sejak awal abad ke-18, Kesultanan Cirebon, baik di bidang politik maupun
ekonomi-perdagangan, mengalami kemunduran karena dikendalikan VOC yang
berlanjut hingga pemerintahan kolonial Hindia-Belanda sejak abad ke-19 dan masa
pendudukan Jepang tahun 1942, di mana sultan-sultan mendapat gaji dari pemerintah
kolonial pada masanya.

8. Kerajaan Banten

Pada awal abad ke-16, daerah pajajaran yang beragama hindu. pusat kerajaan ini
berlokasi di pakuan ( sekarang bogor ). kerajaan pajajaran memiliki bandar-bandar
penting seperti banten, sunda kelapa ( jakarta ) dan cirebon.

Kerajaan pajajaran telah mengadakan kerja sama dengan portugis. oleh kerena
itu, portugis diizinkan mendirikan kantor dagang dan benteng pertahanan di sunda
kelapa. untuk membendung pengaruh portugis di pajajaran, sultan trenggono dari
demak memrintahkan fatahilah selaku panglima perang demak untuk menaklukan
bandar-bandar pajajaran. pada tahun 1526, armada demak berhasil menguasai
banten.

Pasukan fatahillah juga berhasil merebut pelabuhan sunda kelapa pada tanggal
22 juni 1527. sejak saat iru nama “sunda kelapa” diubah menjadi “jayakarta” atau
“jakarta” yang berarti kota kemenanggan. tanggal itu ( 22 juni ), kemudian dijadikan
hari jadi kota jakarta.
Dalam waktu singkat. seluruh pantai utara jawa barat dapat dikuasai
fatahillah,agama islam lambat laun tersebar di jawa barat. fatahillah kemudian
menjadi wali ( ulama besar ) dengan gelar sunan gunung jati dan berkedudukan di
cirebon. Pada tahun 1552, putra fatahillah yang bernama hasanudin diangkat menjadi
penguasa banten. putranya yang lain, pasarean diangkat menjadi penguasa di
cirebon. fatahillah sendiri mendirikan pusat kegiatan keagamaan di gunung jati,
cirebon sampai beliau wafat pada tahun pada tahun 1568. jadi, pada awalnya
kerajaan banten merupakan wilayah kekuasaan kerajaan demak.

Raja-Raja Kerajaan Banten

1. Sultan hasanuddin

2. Maulana Yusuf

3. Maulana Muhammad

4. Pangeran Ratu ( Abdul Mufakhir )

5. Sultan Ageng Tirtayasa

Peninggalan Kerajaan Banten

1. Masjid Agung Banten

Masjid Agung Banten adalah salah satu bukti peninggalan kerajaan Banten sebagai
salah satu kerajaan Islam di Indonesia. Masjid yang berada di desa Banten Lama,
kecamatan Kasemen ini masih berdiri kokoh sampai sekarang.

Masjid Agung Banten dibangun pada tahun 1652, tepat pada masa pemerintahan
putra pertama Sunan Gunung Jati yaitu Sultan Maulana Hasanudin. Selain itu,
Masjid Agung Banten juga merupakan salah satu dari 10 masjid tertua di Indonesia
yang masih berdiri sampai sekarang.

Keunikan masjid ini yaitu bentuk menaranya yang mirip mercusuar dan atapnya
mirip atap pagoda khas China. Selain itu, dikiri kanannya bangunan masjid tersebut
ada sebuah serambi dan komplek pemakaman sultan Banten bersama keluarganya.

2. Istana Keraton Kaibon

Peninggalan kerajaan Banten yang selanjutnya yaitu bangunan Istana Keraton


Kaibon. Istana ini dulunya digunakan sebagai tempat tinggal Bunda Ratu Aisyah
yang merupakan ibu dari Sultan Syaifudin.
Tapi kini bangunan ini sudah hancur dan tinggal sisa-sisa runtuhannya saja, sebagai
akibat dari bentrokan yang pernah terjadi antara kerajaan Banten dengan
pemerintahan Belanda di nusantara pada tahun 1832.

3. Istana Keraton Surosowan

Selain Istana Keraton Kaibon, ada satu lagi peninggalan kerajaan Banten yang
berupa Istana yaitu Istana Keraton Surosowan. Istana ini digunakan sebagai tempat
tinggal Sultan Banten sekaligus menjadi tempat pusat pemerintahan.

Nasib istana yang dibangun pada 1552 ini juga kurang lebih sama dengan Istana
Keraton Kaibon, dimana saat ini tinggal sisa-sisa runtuhan saja yang bisa kita lihat
bersama dengan sebuah kolam pemandian para putri kerajaan.

4. Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk adalah peninggalan kerajaan Banten sebagai bentuk dalam


membangun poros pertahanan maritim kekuasaan kerajaan di masa lalu. Benteng
setinggi 3 meter ini dibangun pada tahun 1585.

Selain berfungsi sebagai pertahanan dari serangan laut, benteng ini juga digunakan
untuk mengawasi aktivitas pelayaran di sekitar Selat Sunda. Benteng ini juga
memiliki Mercusuar, dan didalamnya juga ada beberapa meriam, serta sebuah
terowongan yang menghubungkan benteng tersebut dengan Istana Keraton
Surosowan.

5. Danau Tasikardi

Di sekitar Istana Keraton Kaibon, ada sebuah danau buatan yaitu Danau Tasikardi
yang dibuat pada tahun 1570 – 1580 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf.
Danau ini dilapisi dengan ubin dan batu bata.

Danau ini dulunya memiliki luas sekitar 5 hektar, tapi kini luasnya menyusut karena
dibagian pinggirnya sudah tertimbun tanah sedimen yang dibawa oleh arus air hujan
dan sungai di sekitar danau tersebut.

Danau Tasikardi pada masa itu berfungsi sebagai sumber air utama untuk keluarga
kerajaan yang tinggal di Istana Keraton Kaibon dan sebagai saluran air irigasi
persawahan di sekitar Banten.

6. Vihara Avalokitesvara

Walaupun kerajaan Banten adalah kerajaan Islam, tapi toleransi antara warga biasa
dengan pemimpinnya dalam hal agama sangat tinggi. Buktinya adalah adanya
peninggalan kerajaan Banten yang berupa bangunan tempat ibadah agama Budha.
Tempat ibadah umat Budha tersebut yaitu Vihara Avalokitesvara yang sampai
sekarang masih berdiri kokoh. Yang unik dari bangunan ini yaitu di dinding Vihara
tersebut ada sebuah relief yang mengisahkan tentang legenda siluman ular putih.

7. Meriam Ki Amuk

Seperti yang disebut sebelumnya, di dalam benteng Speelwijk adalah beberapa


meriam, dimana diantara meriam-meriam tersebut ada meriam yang ukurannya
paling besar dan diberi nama meriam ki amuk.

Dinamakan seperti itu, karena konon katanya meriam ini memiliki daya tembakan
sangat jauh dan daya ledaknya sangat besar. Meriam ini adalah hasil rampasan
kerajaan Banten terhadap pemerintah Belanda pada masa perang.

Kejayaan Kerajaan Banten

Kerajaan Banten mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng


Tirtayasa (1651-1682). Dimana, Banten membangun armada dengan contoh Eropa
serta memberi upah kepada pekerja Eropa. Namun, Sultan Ageng Tirtayasa sangat
menentang Belanda yang terbentuk dalam VOC dan berusaha keluar dari tekanan
VOC yang telah memblokade kapal dagang menuju Banten. Selain itu, Banten juga
melakukan monopoli Lada di Lampung yang menjadi perantara perdagangan dengan
negara-negara lain sehingga Banten menjadi wilayah yang multi etnis dan
perdagangannya berkembang dengan pesat.

Runtuhnya Kerajaan Banten

Kerajaan Banten mengalami kemunduruan berawal dari perselisihan antara Sultan


Ageng dengan putranya, Sultan Haji atas dasar perebutan kekuasaan. Situasi ini
dimanfaatkan oleh VOC dengan memihak kepada Sultan Haji. Kemudian Sultan
Ageng bersama dua putranya yang lain bernama Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf
terpaksa mundur dan pergi ke arah pedalaman Sunda. Namun, pada 14 Maret 1683
Sultan Ageng berhasil ditangkap dan ditahan di Batavia. Dilanjutkan pada 14
Desember 1683, Syekh Yusuf juga berhasil ditawan oleh VOC dan Pangeran purbaya
akhirnya menyerahkan diri.

Atas kemenangannya itu, Sultan Haji memberikan balasan kepada VOC berupa
penyerahan Lampung pada tahun 1682. Kemudian pada 22 Agustus 1682 terdapat
surat perjanjian bahwa Hak monopoli perdagangan lada Lampung jatuh ketangan
VOC. Sultan Haji meninggal pada tahun 1687. Setelah itu, VOC menguasai Banten
sehingga pengangkatan Sultan Banten harus mendapat persetujuan Gubernur Jendral
Hindian Belanda di Batavia.

Terpilihlah Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya sebagai pengganti Sultan Haji
kemudian digantikan oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Aabidin. Pada
tahun 1808-1810, Gubernur Hindia Jenderal Belanda menyerang Banten pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin.

Penyerangan tersebut akibat Sultan menolak permintaan Hindia Belanda untuk


memindahkan ibu kota Banten ke Anyer. Pada akhirnya, tahun 1813 Banten telah
runtuh ditangan Inggris.

8. Kerajaan Banjar

Kesultanan Banjar. Kesultanan Banjar atau biasa disebut juga Kesultanan


Banjarmasin adalah sebuah kerajaan islam di Kalimantan yang berdiri tahun1520
dan dihapuskan sepihak oleh Belanda pada 11 Juni 1860. Namun rakyat Banjar tetap
mengakui ada pemerintahan darurat/pelarian yang baru berakhir pada 24 Januari
1905. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu
kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang merupakan ibukota
kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.

Wilayah Kerajaan Banjar saat ini termasuk ke dalam provinsi Kalimantan Selatan,
Indonesia. Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian dipindahkan
ke beberapa tempat dan terkahir di Martapura. Ketika beribukota di Martapura
disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.

Pusat Kerajaan Banjar yang pertama adalah daerah di sekitar Kuin Utara
(sekarang di daerah Banjarmasin) , kemudian dipindah ke martapura setelah keraton
di Kuin dihancurkan oleh Belanda. Kerajaan ini berdiri pada september 1526 dengan
Sultan Suriansyah (Raden Samudera) sebagai Sultan pertama Kerajaan Banjar.
Kerajaan Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905.
Perang Banjar merupakan peperangan yang diadakan kerajaan Banjar untuk
melawan kolonialisasi Belanda. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman
(1862 – 1905), yang meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan belanda di
puruk cahu.

Raja/Sultan Kerajaan Banjar

1. Sultan Suryanullah atau Raden Samudra (1520-1546)


2. Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah (1546-1570)

3. Sultan Sultan Hidayatullah Ibin Rahmatullah (1570-1595)

4. Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah I (1595-1641)

5. Sultan Inayatullah bin Sultan Mustain Billah (1641-1646)

6. Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah (1646-1660)

7. Sultan Ri’ayatullah bin Sultan Mustain Billah (1660-1663)

8. Sultan Amrullah Bagus Kasuma bin Sultan Saidullah (1663-1679)

9. Sultan Agung/Pangeran Suria Nata (ke-2) bin Sultan Inayatullah (1663-1679)


Mengkudeta/mengambil hak kemenakannya Sultan Amrullah Bagus Kasuma bin
Sultan Saidullah atau Raden Bagus sebagai Sultan Banjar

10. Sultan Amrullah Bagus Kasuma/Suria Angsa/Saidillah bin Sultan Saidullah


(1679-1700)

11. Sultan Tahmidullah I/Panembahan Kuning bin Sultan Amrullah (1700-1717)

12. Panembahan Kasuma Dilaga/Tahlilullah (1717-1730)

13. Sultan il-Hamidullah/Sultan Kuning bin Sultan Tahmidullah I (1730-1734)

14. Sultan Tamjidullah I bin Sultan Tahmidullah I (1734-1759)

15. Sultan Muhammadillah/Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan Il-


Hamidullah/Sultan Kuning (1759-1761)

16. Sunan Nata Alam(Pangeran Mangkubumi) bin Sultan Tamjidullah I (1761-1801)

17. Sultan Sulaiman al-Mutamidullah/Sultan Sulaiman Saidullah II bin Tahmidullah


II (1801-1825)

18. Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman al-Mutamidullah (1825-
1857)

19. Sultan Tamjidullah II al-Watsiq Billah bin Pangeran Ratu Sultan Muda Abdur
Rahman bin Sultan Adam (1857-1859)

20. Sultan Hidayatullah Halilillah bin Pangeran Ratu Sultan Muda Abdur Rahman
bin Sultan Adam (1859-1862)
21. Pangeran Antasari bin Pangeran Mashud bin Sultan Amir bin Sultan Muhammad
Aliuddin Aminullah (1862)

22. Sultan Muhammad Semanbin Pangeran Antasari Panembahan Amiruddin


Khalifatul Mukminin (1862-1905)

23. Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu’tashim Billah bin Gusti Jumri bin Gusti Umar
bin Pangeran Haji Abubakar bin Pangeran Singosari bin Sultan Sulaiman al-
Mu’tamidullah (2010).

Peninggalan Kerajaan Banjar

1. Candi AGUNG AMUNTAI

2. Masjid Sultan Suriansyah

3. Makam Nisan Raja sulaiman yg terdapa t angka 1230 H

Masa Kejayaan Kerajaan Banjar


Kesultanan Banjar mulai mengalami masa kejayaan pada dekade pertama abad
ke-17 dengan lada sebagai komoditas dagang, secara praktis barat daya, tenggara
dan timur pulau Kalimantan membayar upeti pada kerajaan Banjarmasin.
Sebelumnya Kesultanan Banjar membayar upeti kepada Kesultanan Demak, tetapi
pada masa Kesultanan Pajang penerus Kesultanan Demak, Kesultanan Banjar tidak
lagi mengirim upeti ke Jawa. Supremasi Jawa terhadap Banjarmasin, dilakukan lagi
oleh Tuban pada tahun 1615 untuk menaklukkan Banjarmasin dengan bantuan
Madura (Arosbaya) dan Surabaya, tetapi gagal karena mendapat perlawanan yang
sengit.
Sultan Agung dari Mataram (1613–1646), mengembangkan kekuasaannya atas
pulau Jawa dengan mengalahkan pelabuhan-pelabuhan pantai utara Jawa seperti
Jepara dan Gresik (1610), Tuban (1619), Madura (1924) dan Surabaya (1625). Pada
tahun 1622 Mataram kembali merencanakan program penjajahannya terhadap
kerajaan sebelah selatan, barat daya dan tenggara pulau Kalimantan, dan Sultan
Agung menegaskan kekuasaannya atas Kerajaan Sukadana tahun 1622.
Seiring dengan hal itu, karena merasa telah memiliki kekuatan yang cukup dari
aspek militer dan ekonomi untuk menghadapi serbuan dari kerajaan lain, Sultan
Banjar mengklaim Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit,
Mendawai, Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam
Asam, Kintap dan Swarangan sebagai vazal dari kerajaan Banjarmasin, hal ini terjadi
pada tahun 1636.
Kesultanan Banjarmasin merupakan kerajaan terkuat di pulau Kalimantan. Sultan
Banjar menggunakan perkakas kerajaan yang bergaya Hindu.

Masa Keruntuhan Kerajaan Banjar

Setelah dikalahkannya Sultan Muhammad Seman oleh Belanda pada tahun 1905,
praktis seluruh wilayah Kerajaan banjar jatuh ke tangan Belanda dan Kerajaan
Banjar runtuh. Akan tetapi semangat yang dikobarkan pejuang perang Banjar
melalui sumpah perjuangan “haram manyarah waja sampai kaputing” benar-benar
memberikan semangat untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Walaupun akhirnya
jatuh ke tangan belanda juga, kita mesti menghargai perjuangan para pejuang yang
telah mengorbankan segalanya untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Kota
Banjarmasin yang sekarang adalah bukti sejarah hasil perjuangan Sultan Suriansyah
dan pengikutnya.

9. Kerajaan Kutai Kalimantan Timur

Kerajaan Islam di Kalimantan timur adalah Kesultanan Kutai yang merupakan


kelanjutan dari kerajaan Hindu Kutai Kartanegara yang sudah berdiri sejak tahun
1300.
Masuknya Islam di Kalimantan timur di mulai pada abad ke – 17, berawal dari
Kerajaan Bajar yang berasal dari Kalimantan selatan yang di komandai oleh Dato’
Ribandang dan Tuan Tunggang Parangan. Ekspedisi mereka berjalan dengan lancar,
setelah itu dato’ Ribandang kembali ke Makassar dan Tuan Tunggang Parangan
menetap di Kutai, pada masa ini lah Raja Mahkota mulai menganut ajaran Islam.
selain daerah ini Islam juga datang dari arah Timur, yang dibawah oleh pedagang
Bugis-Makassar. Islam yang datang diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai dan
kemudian berubah menjadi kesultanan pada abad ke-18. Sultan pertama yang
memerintah di Kesultanan Kutai adalah Sultan Aji Muhammad Idris 1732-1739.

Pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Idris, beliau pergi ke Sulawesi
Selatan untuk menolong rakyat Sulawesi yang sedang berperang melawan
penjajahan Belanda. Sehingga tahta kesultanan Kutai direbut oleh Aji Kado yang
resmi menjadi Sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyuddin (1739-1780).
Tahta kesultanan kutai sebenarnya akan diberikan kepada Aji Imbut putra mahkota
Sultan Aji Muhammad Idris , namun karena usianya yang masih belia, Aji Kado
mengambil alih kesultanannya.

Setelah Aji Imbut dewasa dan dinobatkan sebagai Sultan Kutai denga gelar Aji
Muhammad Muslihuddin (1780-1816). Sejak itu dimulai perlawanan terhadap Aji
Muhammad Aliyuddin. Karena Aji Muhammad Muslihuddin mendapat bannyak
bantuan dari rakyat sehingga ia dapat memenangi perlawanan tersebut, dan akhirnya
Aji Muhammad Aliyuddin dihukum mati.
Dalam kesultanan Kutai Islam dijadikan sebagai agama resmi Negara. Para ulama
mendapat kedudukan terhormat sebagai penasehat sultan dan pejabat-pejabat
kesultanan, disamping sebagai hakim. Hukum Islam diberlakukan dalam
menyelesaikan perkara perdata dan keluarga. Sehingga ajaran Islam sangat
berpengaruh di daerah tersebut.

Nama-Nama Raja Kutai

1. Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)


2.Maharaja Asmawarman (anak Kundungga)
3.Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
4.Maharaja Marawijaya Warman
5.Maharaja Gajayana Warman
6.Maharaja Tungga Warman
7.Maharaja Jayanaga Warman
8.Maharaja Nalasinga Warman
9.Maharaja Nala Parana Tungga Warman
10.Maharaja Gadingga Warman Dewa
11Maharaja Indra Warman Dewa
12.Maharaja Sangga Warman Dewa
13.Maharaja Candrawarman
14.Maharaja Sri Langka Dewa Warman
15.Maharaja Guna Parana Dewa Warman
16.Maharaja Wijaya Warman
17.Maharaja Sri Aji Dewa Warman
18.Maharaja Mulia Putera Warman
19.Maharaja Nala Pandita Warman
20.Maharaja Indra Paruta Dewa Warman
21.Maharaja Dharma Setia Warman

Peninggalan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur

1. Prasasti Yupa
2. Ketopong Sultan

3. Kura-kura Emas

4. Kalung Ciwa

5. Pedang Sultan Kutai

6. Keris Bukit Kang

7. Singgasana Sultan.

8. Kalung Uncal

9. Tali Juwita

10. Kelambu Kuning

11. Meriam

12. Tombak Kerajaan Majapahit

13. Keramik Kuno Tiongkok

14. Gamelan Gajah Prawoto

Masa kejayaan Kesultanan Kutai

Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Muslihuddin (1739-1782) dan


pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Salihuddin (1782-1850). Pada masa
itu Kesultanan Kutai tampi sebagai daerah maritime yang memiliki armada
pelayaran yang meramikan perdagangan. Hasil rempah yang di hasilkan Kesultanan
Kutai diantaranya adalah lada, kopi, kopra, dan rempah-rempah. Sedangkan barang
yang masuk ke daerah Kutai yaitu, sutra, porselin, dan lain-lain. Para pedagang dari
Kesultanan Kutai sangat aktif berlayar di Kepulauan Nusantara, bahkan sampai ke
Singapura, Filipina, dan Cina.
Mundurnya Kerajaan Kutai

Mundurnya Kerajaan Kutai diawali dengan kontaknya dengan bangsa Eropa pada
tahun 1844, ketika kapal Inggris dibawah pimpinan Erskine Murray datang ke
wilyah ini. Rakyat Kutai merasa tidak senang dengan kesombongan orang-orang
Inggris tersebut, sehingga rakyat Kutai melakukan perlawanan terhadap orang-orang
Inggris. Dalam perlawanan itu rakyat Kutai mencapai kemenangan, bahkan Erskine
Murray mati terbunuh dalam peristiwa ini.

Ketika Belanda datang dari Makassar dan menyerang Tenggarong yang


merupakan sebagai pusat Kesultanan Kutai, akhirnya dapat dikuasai oleh bangsa
Eropa. Tenggarong berhasil dihancurkan Belanda pada tahun 1844. Sultan
Muhammad Salihuddin terpaksa melakukan perjanjian damai, yang dikenal dengan
perjanjian “Tepian Pandat Traktat”. Perjanjian ini merupakan akhir dari
kemerdekaan Kutai, karena setelah perjanjian tersebut Kesultanan Kutai tunduk
dibawah residen Belanda.

10. Kerajaan Ternate dan Tidore

Sejarah Kerajaan Ternate & Tidore

Pada abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan
Islam ke sana. Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut
Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang dipimpin
Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore yang dipimpin oleh Sultan
Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati, dan Kesultanan
Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada masa kesultanan itu berkuasa,
masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar sampai ke Banda, Hitu, Haruku,
Makyan, dan Halmahera. Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau
Halmahera (Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol
dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku. Dalam
perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini bersaing memperebutkan hegemoni politik
di kawasan Maluku.

Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala
dan cengkeh, sehingga daerah ini menjadi pusat perdagangan rempah-rempah. Wilayah
Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai oleh Kesultanan Tidore,
sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan Banggai di Sulawesi, dan sampai
ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai
puncak kejayaannya pada masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai
puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku. Persaingan di antara kerajaan Ternate dan
Tidore adalah dalam perdagangan. Dari persaingan ini menimbulkan dua persekutuan
dagang, masing-masing menjadi pemimpin dalam persekutuan tersebut, yaitu:

 Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan,


Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Sultan Baabulah, Kerajaan Ternate
mencapai aman keemasan dan disebutkan daerah kekuasaannya meluas ke
Filipina.

 Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi


Halmahera, Jailalo sampai ke Papua. Kerajaan Tidore mencapai aman keemasan
di bawah pemerintahan Sultan Nuku. Kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang
berkembang adalah Kesultanan Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro,
Kerajaan Bima di daerah bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i, Siak
Sri Indrapura yang didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih
banyak lagi Kerajaan Islam kecil lainnya di Indonesia.

Raja-Raja Kerajaan Ternate & Tidore


1. Raja pertama bernama Muhammad Naqil bin Jafar Asidiq
2. Raja kedua bernama Bosmawange
3. Raja ketiga bernama Syuhud / Subu
4. Raja keempat bernama Balibunga
5. Raja kelima bernama Kie Matiti

Kerajaan Ternate & Tidore

Peninggalan kerajaan ternate :

 Istana Sultan Ternate


 Benteng Kerajaan Ternate
 Masjid di Ternate

Peninggalan kerajaan tidore :

 Benteng-benteng peninggalan portugis


 Keraton Tidore

Kejayaan Kerajaan Ternate & Tidore

Kejayaan kerajaan Ternate terjadi pada masa pemerintahan Sultan Baabullah.


Wilayah kerajaan ini sampai ke daerah Filipina bagian selatan. selain itu, penyebaran
agama Islam sampai ke wilayah Filipina bagian selatan, sehingga sampai sekarang
penduduk Filipina bagian selatan banyak yang memeluk Islam. Sementara itu,
kejayaan kerajaan Todore terjadi pada masa pemerintahan Sultan Nuku tahun 1780
sampai 1805. Keberhasilan Sultan Nuku terlihat ketika berhasil menyatukan kerajaan
Ternate dan Tidore, kemudian bersama-sama melawan Belanda. Pada saat itu
wilayah kekuasaan kerajaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Raja Empat, Kai,
Pulau Seram, Makean Halmahera, dan Papua.

Keruntuhan Kerajaan Ternate & Tidore

Keruntuhan kedua kerajaan tersebut disebabkan karena adanya adu domba yang
dilakukan oleh bangsa asing yakni Portugis dan Spanyol. Adu domba itu bertujuan
untuk memonopoli perdagangan di daerah penghasil rempah-rempah tersebut.
Setelah kerajaan Ternate dan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh
Portugis dan Spanyol, kemudian mereka bersatu bangkit melawan penjajah dari
bangsa asing tersebut. Perlawanan berhasil membuat bangsa Portugis dan Spanyol
keluar dari Maluku, namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama setelah
kedatangan banga Belanda dengan kongsi dagangnya yang bernama VOC. kongsi
dagang ini kemudian menguasai perdagangan rempah-rempah di Maliku.

Anda mungkin juga menyukai