Kerajaan di Indonesia yang pertama berkembang di Indonesia yaitu kerajaan Hindu dan
Buddha sedangkan sistem perekonomian yang di gunakan pada waktu itu adalah perdagangan,
sehingga hubungan dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, China
dan wilayah Timur Tengah pun bisa terjalin.
Pada zaman kerajaan berkembang Agama Hindu lah yang pertama masuk ke Indonesia
dengn diperkirakan pada awal Tarikh Masehi dan terus berkembang sampai kerajaan-kerajaan
Islam bermunculan. Berikut daftar kerajaan di Indonesia.
1. Kerajaan Hindu
1. Kerajaan Kutai (Martadipura)
Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan Kutai
diperkirakan muncul pada abad 5 M atau ± 400 M. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman,
Kalimantan Timur (dekat kota Tenggarong), tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai
diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut.
Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan
nama kerajaan ini. Karena memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh akibat
kurangnya sumber sejarah.
Keberadaan kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan
yaitu berupa prasasti yang berbentuk yupa / tiang batu berjumlah 7 buah. Yupa yang
menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta tersebut, dapat disimpulkan tentang
keberadaan Kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan, antara lain politik, sosial,
ekonomi, dan budaya. Adapun isi prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan
Kutai bernama Kudungga. Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut
sebagai wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh
Mulawarman. Penggunaan nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi berikutnya
menunjukkan telah masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam Kerajaan Kutai dan hal tersebut
membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang telah memeluk agama
Hindu.
Raja-Raja Kerajaan Kutai :
1. Maharaja Kudungga
2. Maharaja Asmawarman
3. Maharaja Mulawarman
4. Maharaja Irwansyah
5. Maharaja Sri Aswawarman
6. Maharaja Marawijaya Warman
7. Maharaja Gajayana Warman
8. Maharaja Tungga Warman
9. Maharaja Jayanaga Warman
10. Maharaja Nalasinga Warman
11. Maharaja Nala Parana Tungga
12. Maharaja Gadingga Warman Dewa
13. Maharaja Indra Warman Dewa
14. Maharaja Sangga Warman Dewa
15. Maharaja Singsingamangaraja XXI
16. Maharaja Candrawarman
17. Maharaja Prabu Nefi Suriagus
18. Maharaja Ahmad Ridho Darmawan
19. Maharaja Riski Subhana
20. Maharaja Sri Langka Dewa
21. Maharaja Guna Parana Dewa
22. Maharaja Wijaya Warman
23. Maharaja Indra Mulya
24. Maharaja Sri Aji Dewa
25. Maharaja Mulia Putera
26. Maharaja Nala Pandita
27. Maharaja Indra Paruta Dewa
28. Maharaja Dharma Setia
1. Prasasti Yupa
Prasasti Yupa adalah salah satu peninggalan sejarah kerajaan kutai yang paling tua.
benda bersejarah satu ini merupakan bukti terkuat adanya kerajaan hindu yang
bercokol di atas tanah Kalimantan. Sedikitnya ada 7 prasasti yupa yang hingga kini
masih tetap ada.
2. Ketopong Sultan
Ketopong adalah mahkota Sultan Kerajaan Kutai yang terbuat dari emas. Beratnya
1,98 kg dan saat ini disimpan di Musium Nasional di Jakarta. Ketopong sultan kutai
ditemukan pada 1890 di daerah Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Di Musium
Mulawarman sendiri, ketopong yang dipajang adalah ketopong tiruan.
3. Kalung Ciwa
Kalung Ciwa adalah peninggalan sejarah kerajaan Kutai yang ditemukan pada masa
pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Penemuan terjadi pada tahun 1890
oleh seorang penduduk di sekitar Danau Lipan, Muara Kaman. Kalung Ciwa sendiri
hingga saat ini masih digunakan sebagai perhiasan kerajaan dan dipakai oleh sultan
saat ada pesta penobatan sultan baru.
4. Kalung Uncal
Kalung Uncal adalah kalung emas seberat 170 gram yang dihiasi liontin berelief
cerita ramayana. Kalung ini menjadi atribut kerajaan Kutai Martadipura dan mulai
digunakan oleh Sultan Kutai Kartanegara pasca Kutai Martadipura berhasil di
taklukan. Adapun berdasar penelitian para ahli, kalung uncal sendiri diperkirakan
berasal dari India (Unchele). Di dunia, saat ini hanya ada 2 kalung uncal, satu berada
di India dan satunya lagi ada di Museum Mulawarman, Kota Tenggarong.
5. Kura-Kura Emas
Peninggalan sejarah kerajaan kutai yang menurut saya cukup unik adalah kura-kura
emas. Benda ini sekarang ada di Musium Mulawarman. Ukurannya sebesar setengah
kepalan tangan. Dan berdasarkan label yang tertera di dalam etalasenya, benda unik
ini ditemukan di daerah Long Lalang, daerah yang terletak di hulu sungai Mahakam.
Adapun berdasar riwayat, benda ini diketahui merupakan persembahan dari seorang
pangeran dari Kerajaan di China bagi sang putri raja Kutai, Aji Bidara Putih. Sang
Pangeran memberikan beberapa benda unik pada kerajaan sebagai bukti
kesungguhannya yang ingin mempersunting sang putri.
Pedang Sultan Kutai terbuat dari emas padat. Pada gagang pedang terukir gambar
seekor harimau yang sedang siap menerkam, sementara pada ujung sarung pedang
dihiasi dengan seekor buaya. Pedang Sultan Kutai saat ini dapat Anda lihat di
Museum Nasional, Jakarta.
7. Tali Juwita
Tali juwita adalah peninggalan kerajaan kutai yang menyimbolkan 7 muara dan 3
anak sungai (sungai Kelinjau, Belayan dan Kedang Pahu) yang dimiliki sungai
mahakam. Tali juwita terbuat dari benang yang banyaknya 21 helai dan biasanyan
digunakan dalam upacara adat Bepelas.
8. Keris Bukit
Kang Keris bukit kang adalah keris yang digunakan oleh Permaisuri Aji Putri Karang
Melenu, permaisuri Raja Kutai Kartanegara yang pertama. Berdasarkan legenda,
permaisuri ini adalah putri yang ditemukan dalam sebuah gong yang hanyut di atas
balai bambu. Dalam gong tersebut, selain ada seorang bayu perempuan, di dalamnya
juga terdapat sebuah telur ayam dan sebuah keris, keris bukit kang.
9. Kelambu Kuning
Ada beberapa benda peninggalan kerajaan yang dipercaya memiliki kekuatan magis
oleh masyarakat adat Kutai hingga saat ini. benda-benda ini ditempatkan dalam
kelambu kuning untuk menghindari tuah dan bala yang bisa ditimbulkannya.
Beberapa benda peninggalan sejarah kerajaan kutai tersebut antara lain kelengkang
besi, tajau, gong raden galuh, gong bende, arca singa, sangkoh piatu, serta Keliau Aji
Siti Berawan.
Singgasana sultan merupakan peninggalan sejarah kerajaan kutai yang masih tetap
terjaga hingga kini. Benda tersebut terletak di Museum Mulawarman. Dahulu
Setinggil / Singgasana ini digunakan oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sultan
Aji Muhammad Parikesit, dan raja-raja kerajaan kutai sebelumnya. Singgasana ini
juga dilengkapi dengan payung, umbul-umbul, dan peraduan pengantin Kutai
Keraton.
11. Meriam Kerajaan kutai
merupakan kerajaan yang dilengkapi dengan sistem pertahanan kuat. Hal ini
dibuktikan oleh banyaknya peninggalan sejarah berupa meriam dan beberapa alat bela
diri lainnya. Adapun meriam, kerajaan kutai memiliki 4 yang hingga kini masih
terjaga dengan rapi. Keempat meriam tersebut antara lain Meriam Sapu Jagat,
Meriam Gentar Bumi, Meriam Aji Entong, dan Meriam Sri Gunung. Peninggalan
Ratusan keramik kuno yang diperkirakan berasal dari berbagai dinasti di kekaisaran
Cina tempo dulu yang sempat ditemukan tertimbun di sekitar danau Lipan
membuktikan bahwa kerajaan kutai dan kekaisaran china telah melakukan hubungan
perdagangan yang erat pada masa silam. Ratusan keramik kuno yang menjadi
peninggalan sejarah kerajaan Kutai itu kini tersimpan di ruang bawah tanah musium
mulawarman di Tenggarong, Kutai kartanegara. Peninggalan
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia
tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum
Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan
Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama
(Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam
sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam
yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
2. Kerajaan Tarumanegara
Sejarah Kerajaan Tarumanegara merupakan salah satu dari kerajaan tertua di Indonesia
atau kedua tertua setelah Kerajaan Kutai. Kerajaan ini berdiri dari abad ke-4 sampai abad ke-
7. Menurut catatan sejarah Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan beraliran agama
Hindu.
Jayasingawarman
Dharmayawarman
Purnawarman
Suryawarman
Linggawarman
Masa Runtuhnya
Dalam tahun 670 M. Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa,
merubah nama Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa itu
membuat Wretikandayun, cicit Manikmaya yang saat itu menjadi Raja Kerajaan
Galuh memisahkan negaranya dari Tarusbawa.
Pemisahan ini juga mendapat dukungan dari Kerajaan Kalingga. Karena saat itu
putera mahkota Kerajaan Galuh Sanna menikah dengan Sanaha Puteri Maharani Sima
dari Kerajaan Kalingga, Jepara Jawa Tengah. Dukungan tersebut membuat
Wretikandayun meminta untuk wilayah Kerajaan Tarumanegara dibagi dua. Karena
ingin menghindari perang saudara, maka Raja Tarusbawa memecah wilayah Kerajaan
Tarumanegara menjadi wilayah Kerajaan Sunda dan wilayah Kerajaan Galuh dengan
Citarum sebagai batasnya.
1. Prasasti Ciateureun
Prasasti ini ditemukan di sungai Ciateureun salah satu muara sungai Cisadane
Bogor. Prasasti ini juga dikenal dengan sebutan Prasasti Ciampea yang ditemukan
dengan huruf pallawa dan sansekerta. Terdiri dari 4 baris dalam bentuk sloka
dengan metrun anustubh. DI prasasti ini juga ditemukan gambar seekor laba-laba
dan telapak kaki Maharaja Purnawarman.
2. Prasasti Jambu
Prasasti ini juga disebut Prasasti Pasir Koleangkak karena di temukan di bukit
Koleangkak di perkebunan jambu. Tepatnya 30 km sebelah barat kota Bogor.
Isinya tertulis memuji kebesaran Raja Purnawarman beserta gambar telapak kaki.
Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang
belum dapat dibaca. Di samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.
Prasasti ini ditemukan diperbukitan Pasir Alwi Bojong Honje Sukamakmur Bogor
6. Prasasti Cidanghayang
Prasastini ini juga dikenal oleh masyarakat lokal sebagai prasasti Lebak,
ditemukan di kampung lebak di tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul
kabupaten Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi
2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi
prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.
7. Prasasti Tugu
3. Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan Hindu yang terletak di tepi Sungai
Brantas, Jawa Timur. Kerajaan yang berdiri pada abad ke-12 ini merupakan bagian
dari Kerajaan Mataram Kuno. Raja pertamanya bernama Shri Jayawarsa Digjaya
Shastraprabu yang menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan perintah Raja Airlangga yang
membagi kerajaan menjadi dua bagian, yakni Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu
(Kediri) yang dibatasi dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuannya supaya
tidak ada pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas Malang dan Delta
Sungai Brantas dengan pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, Ibu Kotanya
Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu (Kediri) meliputi, Kediri, Madiun, dan Ibu
Kotanya Daha.
Kemudian pada November 1042, kedua putra Raja Airlangga memperebutkan
tahta kerajaan sehingga dengan terpaksa Airlangga membelah kerajaan menjadi dua.
Hasil dari perang saudara tersebut, Kerajaan Panjalu diberikan kepada Sri
Samarawijaya yang pusatnya di Kota Daha. Sedangkan Kerajaan Jenggala diberikan
kepada Mapanji Garasakan yang berpusat di Kahuripan. Dalam Prasasti Meaenga
disebutkan bahwa Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan nama Raja Mapanji
Garasakan(1042-1052 M) diabadikan. Namun, pada peperangan selanjutnya,
Kerajaan Panjalu (Kediri) berhasil menguasai seluruh tahta Airlangga.
Kerajaan Kediri yang termasyhur pernah diperintah 8 raja dari awal berdirinya
sampai masa keruntuhan kerajaan ini. Dari kedelapan raja yang pernah memerintah
kerajaan ini yang sanggup membawa Kerajaan Kediri kepada masa keemasan adalah
Prabu Jayabaya, yang sangat terkenal hingga saat ini.
1. Sri Jayawarsa
Sejarah tentang raja Sri Jayawarsa ini hanya dapat diketahui dari prasasti Sirah Keting
(1104 M). Pada masa pemerintahannya Jayawarsa memberikan hadiah kepada rakyat
desa sebagai tanda penghargaan, karena rakyat telah berjasa kepada raja. Dari prasasti
itu diketahui bahwa Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya terhadap masyarakat
dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
2. Sri Bameswara
3. Prabu Jayabaya
Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya.
Strategi kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang
sangat mengagumkan. Kerajaan yang beribu kota di Dahono Puro, bawah kaki
Gunung Kelud, ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh
menghijau.
Hasil pertanian dan perkebunan berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran
sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga
makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi.
Hasil bumi itu kemudian diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik
perahu menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar, sehingga Kerajaan
Kediri benar-benar dapat disebut sebagai negara yang “Gemah Ripah Loh Jinawi Tata
Tentrem Karta Raharja”.
Prabu Jayabaya memerintah antara tahun 1130 sampai 1157 Masehi. Dukungan
spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintahan tidak
tanggung-tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan
Prabu Jayabaya layak dikenang sepanjang masa.
Jika rakyat kecil hingga saat ini ingat kepada beliau, hal itu menunjukkan bahwa pada
masanya berkuasa tindakan beliau yang selalu bijaksana dan adil terhadap rakyat.
4. Sri Sarwaswera
Sejarah tentang raja ini didasarkan pada prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti
Kahyunan (1161). Sebagai raja yang taat beragama dan berbudaya, Sri Sarwaswera
memegang teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah (semua)
itu, semua makhluk adalah engkau”.
Menurut Prabu Sri Sarwaswera, tujuan hidup manusia yang terakhir adalah moksa,
yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu
yang menuju arah kesatuan, sehingga segala sesuatu yang menghalangi kesatuan
adalah tidak benar.
5. Sri Aryeswara
Berdasarkan prasasti Angin (1171), Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang
memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake
Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara naik tahta. peninggalan sejarahnya
berupa prasasti Angin, 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada saat itu
Ganesha. Tidak diketahui pula kapan pemerintahannya berakhir. Raja Kediri
selanjutnya berdasarkan prasasti Jaring adalah Sri Gandra.
6. Sri Gandra
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra (1181 M) dapat diketahui dari prasasti Jaring,
yaitu tentang penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti seperti nama gajah,
kebo, dan tikus. Nama-nama tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat
seseorang dalam istana.
7. Sri Kameswara
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra dapat diketahui dari Prasasti Ceker (1182) dan
Kakawin Smaradhana. Pada masa pemerintahannya dari tahun 1182 sampai 1185
Masehi, seni sastra mengalami perkembangan sangat pesat, diantaranya Empu
Dharmaja mengarang kitab Smaradhana. Bahkan pada masa pemerintahannya juga
dikeal cerita-cerita panji seperti cerita Panji Semirang.
8. Sri Kertajaya
Raja Kertajaya juga dikenal dengan sebutan “Dandang Gendis”. Selama masa
pemerintahannya, kestabilan kerajaan menurun. Hal ini disebabkan Kertajaya ingin
mengurangi hak-hak kaum Brahmana.
Keadaan ini ditentang oleh kaum Brahmana. Kedudukan kaum Brahmana di Kerajaan
Kediri waktu itu semakin tidak aman. Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta
bantuan ke Tumapel yang saat itu diperintah oleh Ken Arok.
Prasasti pada masa Kerajaan Kediri, antara lain yaitu sebagai berikut :
Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat sehingga banyak karya sastra yang
dihasilkan. Karya sastra tersebut adalah sebagai berikut :
Kitab Wertasancaya karangan Empu Tan Akung yang berisi petunjuk tentang cara
membuat syair yang baik.
Kitab Smaradhahana yang digubah oleh Empu Dharmaja dan berisi pujian
kepada raja sebagai titisan Dewa Kama. Kitab ini juga menyebutkan bahwa nama
ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
Kitab Lubdaka karangan Empu Tan Akung yang berisi kisah Lubdaka sebagai
seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang
istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai
anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karean suka menolong dan sakti.
Kitab Baharatayuda yang diubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh.
Kitab Gatotkacasraya dan Kitab Hariwangsa yang diubah oleh Empu Panuluh.
4. Kerajaan Singosari
Dalam hal ini kerajaan singasari merupakan sebuah kerajaan di Jawa Timur yang
dimana didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222, lokasi kerajaan ini sekarang
diperkirakan berada didaerah Singosari, Malang.
Wangsa Rajasa yang didirikan oleh Ken Arok, keluarga kerajaan ini menjadi
penguasa Singasari dan berlanjut pada kerajaan Majapahit. Terdapat perbedaan antara
Pararaton dan Nagarakretagama dalam menyebutkan urutan raja-raja Singasari.
Versi Pararaton
Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi (1222-1247)
Anusapati (1247-1249)
Tohjaya (1249-1250)
Kertanagara (1272-1292)
Versi Nagarakretagama
Rangga Rajasa Sang Girinathaputra (1222-1227)
Anusapati (1227-1248)
Wisnuwardhana (1248-1254)
Kertanagara (1254-1292)
Ada beberapa sumber sejarah yang terkait dengan keberadaan Kerajaan Singasari
yakni dari kitab Pararaton, Negarakertagama dan beberapa candi peninggalan
Kerajaan Singasari.
Kitab Pararaton : Dalam kitab ini, kita dapat mengetahui mengenai asal-usul
dari raja pertama Kerajaan Singasari, yakni Ken Arok. (Kisah hidupnya sudah
dijelaskan diatas)
Kejayaan
Kertanagara ialah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singasari (1272-
1292), ia ialah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun
1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai
benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa mongol. Saat itu penguasa
Sumatra ialah Kerajaan Dharmasraya “kelanjutan dari Kerajaan Malayu”, Kerajaan
ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca
Amoghapasa yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Pada tahun 1284 Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukan Bali, pada
tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singasai meminta agar Jawa
mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara.
Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singasari di luar Jawa pada
masa Kertanagara antara lain Melayu, Bali, Pahang, Gurun dan Bakulapura.
Keruntuhan
5. Kerajaan Majapahit
Raja-raja Majapahit
:”Lamun luwas kalah nusantara isum amakti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring
Seram, ring Sunda, ring Palembang, ring Tumasik, samana sun amukti palapa”.
Hayam Wuruk
Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda ialah 16 tahun serta bergelar
Rajasanegara. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk yang didampingi oleh Mahapatih
Gajah Mada , pada saat itu Majapahit mencapai keemasannya. Dari Kitab
Negerakertagama lah maka dapat diketahui bahwa daerah kekuasaan pada masa
pemerintahan Raja Hayam Wuruk,ialah hampir sama luasnya dengan wilayah
Indonesia yang sekarang, bahkan pengaruh kerajaan Majapahit sampai pada negara-
negara tetangga. Satu-satunya daerah yang tidak tunduk kepada kekuasaaan
Majapahit ialah kerajaan Sunda yang saat itu dibawah pimpinan Sri baduga
Maharaja. Hayam Wuruk kemudian bermaksud mengambil putri Sunda untuk
dijadikan permaisurinya. Setelah putri Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya Sri
Baduga Maharaja bersama dengan para pembesar Sunda berada di Bubat, Gajah
Mada melakukan tipu muslihat, Gajah Mada tidak mau perkawinan Hayam Wuruk
serta putri Sunda dilangsungkan begitu saja. Ia menghendaki agar putri Sunda itu
dipersembahkan kepada Majapahit (sebagai upeti). Maka terjadilah perselisihan
paham serta akhirnya terjadinya perang Bubat. Banyak korban dikedua belah pihak,
Sri Baduga gugur, putri Sunda bunuh diri.
Pada tahun 1364 Gajah Mada meninggal, Kerajaan Majapahit kehilangan seorang
mahapatih yang tak ada duanya. Untuk dapat memilih penggantinya bukan suatu
pekerjaan yang sangat mudah. Dewan Saptaprabu yang sudah beberapa kali
mengadakan sidang untuk dapat memilih pengganti Gajah Mada akhirnya
memutuskan bahwa Patih Hamungkubhumi Gajah Mada ialah tidak akan diganti
“untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan diangkat Mpu Tandi
sebagai Wridhamantri, Mpu Nala sebagai menteri Amancanegara serta patih dami
sebagai Yuamentri. kemudian Raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389.
Wikramawardhana
Putri mahkota Kusumawardhani yang kemudian naik tahta menggantikan ayahnya
bersuamikan Wikramawardhana. Dalam prakteknya Wikramawardhanalah yang
menjalankan roda pemerintahannya. Sedangkan Bhre Wirabhumi anak Hayam Wuruk
dari selir, dikarenakan Bhre Wirabhumi (Putri Hayam Wuruk) dari selir maka ia tidak
berhak menduduki tahta kerajaan walaupun demikian ia masih diberi kekuasaan
untuk dapat memerintah di Bagian Timur Majapahit , yaitu daerah Blambangan.
Perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi disebut
dengan nama perang Paregreg.
Sumber Sejarah
Kitab Pararaton,
menceritakan tentang pemerintahan raja-raja Singasari serta Majapahit
Kitab Negarakertagama,
menceritakan tentang perjalanan Raja Hayam Wuruk ke Jawa Timur.
Candi : Antara lain candi Penataran (Blitar), Candi Tegalwangi dan candi Tikus
(Trowulan).
Sastra : Hasil sastra zaman Majapahit dapat kita bedakan menjadi
Hasil sastra zaman Majapahit akhir ditulis dalam bahasa Jawa Tengah, diantaranya
ada yang ditulis dalam bentuk tembang (kidung) dan yang ditulis dalam bentuk
gancaran (prosa).
Kejayaan Majapahit
Raja kerajaan Majapahit terus berganti, hingga akhirnya Hayam Wuruk -cicit dari Raden
Wijaya- yang masih berusia 16 tahun diserahi kekuasan atas kerajaan besar ini pada tahun
1350. Meski masih berusia belia, Hayam Wuruk pada akhirnya mampu membawa Majapahit
mencapai puncak kejayaan. Dibantu oleh Mahapatih Gajah Mada, ia mampu menaklukan
beberapa kerajaan di sekitar nusantara. Perkembangan kian pesat, hingga taji Majapahit juga
pernah menembus daerah-daerah di sekitar Asia Tenggara, termasuk Thailand, Singapura,
dan Malaysia.
Jatuhnya Majapahit
Sepeninggal Mahapatih Gajah Mada dan Hayam Wuruk, kerajaan Majapahit secara
berangsur-angsur mengalami kemunduran. Kemunduran terjadi selain karena adanya
perebutan kekuasaan, juga karena gempuran dari kerajaan-kerajaan Islam yang mulai
bermunculan kala itu. Adapun keruntuhan kerajaan Majapahit kemudian terjadi pada
masa kepemimpinan Patih Udara yaitu pada tahun 1518.
2. Kerajaan Budha
1. Kerajaan Kalingga
Kalingga berasal dari kata kalinga,nama sebuah kerajaan di india selatan, yang
didirikan oleh beberapa kelompok orang lain dari india yang berasal dari orissa,
mereka melarikan diri karena daerah orissa dihancurkan oleh Maharaga Asoka.
Kerajaan ini didirikan pada abad ke-6 dan dibubarkan pada abad ke-7.
Kerajaan kalingga diperkirakan terletak di jawa tengah, di kecamatan keling
sebelah utara gunung muria, Sekarang letak nya dekat dengan kabupaten pekalongan
dan kabupaten jepara. Ibu kota dari kerajaan kalingga adalah keling(jepara), bahasa
yang digunakan kerajaan kalingga yaitu, melayu kuna sanskerta, agama yang dianut
kerajaan kalingga yaitu, hindu dan buddha. Sebenarnya agama yang dianut oleh
penduduk kerajaan ini umumnya buddha, karena agama buddha berkembang pesat
pada saat itu,bahkan pendeta cina datang ke keling dan tinggal selama tiga tahun.
Ratu Sima adalah penguasa di Kerajaan Kalingga. Ia digambarkan sebagai
seorang pemimpin wanita yang tegas dan taat terhadap peraturan yang berlaku
dalam kerajaan itu. Ratu sima memerintah sekitar tahun 674-732 m.
1. Santanu (632-648)
2. Selendra (648-674)
Bergelar Prabhu Kartikeyasingha sang mokteng Mahamerwacala. Beliau telah
dua kali mengirimkan duta besarnya ke Cina, pertama pada tahun 648 M, dan kedua
pada tahun 666 M. Diketahui, Beliau wafat di Gunung Mahameru.
Dari pernikahan Prabu Kartikeyasingha dengan Dewi Sima, dikaruniai satu Putri
dan satu Putra. yaitu :
* Dewi Parwati, diperisteri oleh raja Mandiminyak dari Galuh,
* Radiyah Narayana, menjadi menantu raja Jayasinghanegara dari Keling.
4. Narayana (695-732)
Setelah Prabhu Narayana wafat, Beliau digantikan oleh puteranya yaitu Sang
Prabhu Dewa Singha.
5. Dewa Singha
Pada waktu itu Sang Prabhu Dewa Singha memerintah wilayah selatan yang
tunduk di bawah kekuasaan Sanjaya.
Isi prasasti menceritakan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang
mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India.
Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka,
cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia
dengan dewa-dewa Hindu.
Dinamakan ‘Bubrah’ karena keadaan candi ini rusak (bubrah dalam bahasa
Jawa) sejak ditemukan. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9
pada zaman Kerajaan Mataram Kuno, satu periode dengan Candi Sewu.
Candi Angin
Candi Angin terdapat di desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara.
Karena letaknya yang tinggi tapi tidak roboh terkena angin, maka dinamakan
“Candi Angin”.
Menurut para penelitian Candi Angin lebih tua dari pada Candi Borobudur.
Bahkan ada yang beranggapan kalau candi ini buatan manusia purba di
karenakan tidak terdapat ornamen-ornamen Hindu-Budha.
Prasasti Sojomerto
Ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa
Tengah.
Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuno
Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu
ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya
bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang
bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa
Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
Bahan prasasti ini adalah batu andesit dengan panjang 43 cm, tebal 7 cm, dan
tinggi 78 cm. Tulisannya terdiri dari 11 baris yang sebagian barisnya rusak
terkikis usia.
Masa kejayaan kerajaan kalingga :
Masa kepemimpinan Ratu sima menjadi masa keemasan bagi kerajaan kalingga
sehingga membuat raja-raja dari kerajaan lain segan, hormat, kagum, sekaligus
penasaran. Masa masa itu adalah masa keemasan bagi perkembangan kebudayaan
apapun. Agama buddha juga berkembang secara harmonis, sehingga wilayah di sekitar
kerajaan Ratu Sima juga sering disebut Di Hyang(tempat bersatunya dua kepercayaan
hindu dan buddha).
Dalam bercocok tanam Ratu Sima mengadopsi sistem pertanian dari kerajaan
kakak mertuanya. Ia merancang sistem pengairan yang diberi nama subak.
Kebudayaan baru ini yang kemudian melahikan istilah Tanibhala, atau masyarakat
yang mengolah mata pencahariannya dengan cara bertani atau bercocok tanam.
2. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan Budha yang didirikan sejaka abad
ke-7. Hal ini diperkuat dengan adanya bukti prasasti Kedukan Bukit di Palembang
(682). Kerajaan Sriwijaya ini menjadi kerajaan yang kuat di Pulau Sumatera.
Mengenai penamaannya, kata Sriwijaya ini berasal dari bahasa Sansekerta “Sri”
dengan arti “bercahaya” dan “Wijaya” artinya “kemenangan”. Dengan begitu dapat
disimpulkan bahwa kerajaan ini adalah kemenangan yang gemilang atau bercahaya.
Dikutip dari catatan perjalanan I-Tsing, salah seorang pendeta Tiongkok yang
pada tahun 671 selama 6 bulan mengunjungi Sriwijaya mengatakan apabila pusat
Kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus atau yang sekarang kita
kenal dengan Provinsi Riau.
Kerajaan Sriwijaya ini dipimpin oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa, yang juga
merupakan raja pertama di kerajaan ini.
3. Rudra Vikraman
5. Dharanindra Sanggramadhananjaya
6. Samaragrawira
7. Samaratungga
8. Balaputradewa
9. Sri UdayadityavarmanSe-li-hou-ta-hia-li-tan
13. Sumatrabhumi
14. Sangramavijayottungga
16. Rajendra II
17. Rajendra III
Prasasti Talang Tuo ini ditemukan di sebelah barat Palembang pada tahun 606 SM /
684 M. Berisi tentang Dapunta Hyang Sri Jayanaga yang mana telah membuat Taman
Sriksetra untuk kemakmuran semua makhluk.
Prasasti Kota Kapur ini ditemukan di Bangka pada tahun 608 SM / 686 M. Prasasti ini
berisi tentang permohonan yang diajukan kepada Dewa untuk meminta keselamatan
kerajaan Sriwijaya beserta seluruh rakyatnya.
Prasasti Karang Birahi ini ditemukan pada tahun 608 SM / 686 M di Jambi. Isinya
serupa dengan prasasti Kota Kapur.
Prasasti Talang Batu
Prasasti Talang Batu ini ditemukan di Palembang, tapi tidak ada keterangan tahunnya.
Sementara itu, prasasti ini berisi kutukan terhadap pelaku tindak kejahatan serta
mereka yang melanggar perintah raja.
Prasasti Ligor
Prasasti Ligor ditemukan pada tahun 679 SM / 775 M di daerah Tang Genting Kra.
Berisi tentang kisah semasa Sriwijaya berada di bawah kekuasaan Darmaseta.
Prasasti ini juga tidak berangkat tahun, ditemukan di Lampung Selatan yang berisi
tentang keberhasilan Sriwijaya menduduki Lampung Selatan.
Abad 9-10 merupakan masa kejayaan kerajaan Sriwijaya. Pada waktu itu kerajaan
Sriwijaya berhasil menguasai jalur perdagangan maritim Asia Tenggara. Bahkan
kerajaan Sriwijaya ini sudah menguasai nyaris semua kerajaan di Asia Tenggara.
Seperti; Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Kamboja, Thailand, Filipina dan
Vietnam.
Lebih dari itu Sriwijaya ini juga merangkap menjadi pengendali rute perdagangan
lokal yang sewaktu itu semua kapal yang melintas dikenakan bea cukai. Sriwijaya
menguasai Malaka dan Selat Sunda. Bukan hanya itu saja, kerajaan ini juga
mengumpulkan seluruh kekayaannya dari gudang perdagangan dan jasa pelabuhan.
Tujuan penyerangan ini adalah untuk meruntuhkan armada Sriwijaya, jadi bukan
menjajah. Keruntuhan ini membuat kondisi ekonomi Sriwijaya berangsur melemah
sebab para pedagang yang sebelumnya berdagang di Sriwijaya semakin berkurang.
Keadaan inilah yang membuat kekuatan militer Sriwijaya juga melemah, kondisi
ini membuat para prajuritnya melepaskan diri. Hingga akhirnya kerajaan Sriwijaya ini
runtuh pada abad ke-13.
Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang sering
disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gununggunung,
seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung
Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh
banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai
Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.
Kerajaan Mataram Kuno atau juga yang sering disebut Kerajaan Medang
merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Tercatat terdapat 3 Wangsa (dinasti) yang
pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra
dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan pemuluk Agama Hindu beraliran
Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan pengikut agama Budah, Wangsa
Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.
Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya yang juga merupakan
pendiri Wangsa Sanjya yang menganut agama Hindu. Setelah wafat, Sanjaya
digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian berpindah agama Budha beraliran
Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu baik agama Hindu
dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram Kuno. Mereka yang beragama
Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara, dan mereka yang menganut agama
Buddha berada di wilayah Jawa Tengah bagian selatan.
Dari hasil budaya dan peninggalanya kerajaan ini meningalkan berbagai prasasti dan
hasil budaya yang sampai sekarang masih ada :
Mataram kuno terdiri dari dua Dinasti besar yang masih berhubungan, yaitu dinasti
Sanjaya dan dinasti Sailendra. Banyak peninggalan-peninggalan yang bersejarah dari dua
kerajaan tersebut. Beberapa candi yang terkenal bercorak Hindu dan Buddha. Bukan
hanya candi saja bukti sejarah kerajaan mataram dinasti sanjaya dan dinasti sailendra
tetapi juga bukti-bukti penemuan prasasti.
Prasasti Balitung yang berangka tahun 907 M disebutkan nama keluarga raja-
raja keturunan Sanjaya memuat nama Panangkaran. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada waktu itu Dinasti Sanjaya dan Sailendra sama-sama
berperan di Jawa Tengah. Dinasti Sanjaya dibagian utara dengan mendirikan
candi Hindu seperti Gedong Sanga di Ungaran, Candi Dieng di DataranTinggi
Dieng. Adapun Dinasti Sailendra dibagian selatan dengan mendirikan candi
Buddha, seperti Borobudur, Mendut, dan Kalasan.
Prasasti Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh Raja Balitung.
Prasasti itu menyebutkan bahwa sanjaya adalah raja pertama (Wangsakarta)
dengan ibu kota kerajaannya di Medangri Poh Pitu.
Hancurnya Kerajaan Mataram Kuno dipicu permusuhan antara Jawa dan Sumatra
yang dimulai saat pengusiaran Balaputradewa oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa
yang kemudian menjadi Raka Sriwijaya menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan.
Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi permusuhan turun-temurun
pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga bersaing untuk
menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika
Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan
Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang
(sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.
3. Kerajaan Islam
1. Kerajaan Perlak
Kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah Kerajaan Perlak. Kerajaan
Perlak muncul mulai tahun 840 M sampai tahun 1292 M. Kerajaan Perlak adalah
sebuah kerajaan Islam awal yang terletak di Perlak, Aceh. Perlak merupakan sebuah
daerah di pesisir timur daerah Aceh. Kata Perlak berasal dari nama pohon kayu besar
yaitu “Kayei Peureulak” (Kayu Perlak). Kayu ini sangat baik digunakan untuk bahan
dasar pembuatan perahu kapal, sehingga banyak dibeli oleh perusahaan-perusahaan
perahu kapal. Dan di Perlak banyak tumbuh jenis pepohonan ini, sehingga disebut
negeri Perlak.
Raja dan rakyat penduduk daerah negeri Perlak adalah keturunan dari Maharaja
Pho He La Syahir Nuwi (Meurah Perlak Syahir Nuwi) dan keturunan dari pasukan-
pasukan pengikutnya.
Masa pemerintahan Islam Perlak berlangsung selam 467 tahun dari tahun 225-692
H. Kerajaan Islam Perlak lahir bertepatan dengan masa pemerintahan Al-Muktashim
Billah, khalifah Abbasiyah terkahir yang memerintah tahun 218-227 H(833-842 M).
Sampai awal abad ke-10 tercatat empat orang raja yang memerintah Kerajaan Islam
Perlak, yaitu: Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah (225-249 H /840-864
M),Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdurrahim Syah (249-285 H/ 864-888 H),
SultanAlaiddin Saiyid Maulana Abbas Syah (285-300 H / 888-913 H), Sultan
Alaiddin SaiyidMaulana Ali Mughaiyat Syah (302-305 H/ 915-918 M).
1. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Syah Johan Berdaulat (918-922)
2. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat (922-
946)
3. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah Joha Berdaulat (946-973)
4. a. Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Mahmud Syah (976-988/Syiah)
b. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat (976-
1012/Sunni)
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan Berdaulat (1012-1059)
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Syah Johan Berdaulat (1059-1078)
7. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Syah Johan Berdaulat (1078-1108)
8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Syah Johan Berdaulat (1108-1134)
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah II Johan Berdaulat(1134-1158)
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Syah Johan Berdaulat (1158-1170)
11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Syah Johan Berdaulat (1170-1196)
12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Jalil Syah Johan Berdaulat (1196-1225)
13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Amin Syah II Johan Berdaulat (1225-1263)
14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (1263-1292)
Sumber dan Bukti Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Perlak yakni naskah berbahasa melayu serta berbagai
macam bukti peninggalan sejarah misalnya Silsilah Raja-Raja Perlak dan Pasai,
karangan Sayid Abdullah Ibn Saiyid Habib Saifuddin.
Mata uang
Mata uang perlak terdiri dari emas, perak, dan tembaga. Peninggalan mata uang ini
menunjukkan bahwa kerajaan perlak merupakan kerajaan yang telah maju.
Stempel kerajaan
Makam Raja
Telah ditemukannya makam salah seorang raja Benoa tepi Sungai Trenggulon. Batu
nisan makam tersebut bertuiskan huruf arab. Benoa adalah Negara bagian dari
Kerajaan Perlak
Masa kejayaan Kerajaan Perlak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Makhdum
Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah II Jouhan Berdaulat yakni pada tahun 1225
sampai 1262 Masehi. Pada masa pemerintahan beliau, Kerajaan Perlak mengalami
kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat, yakni dalam bidang pendidikan
Islam dan bidang perluasan dakwah Islamiah.
3. Sultan Ahmad I
6. Ratu Nahrasyiyah
7. Ratu Nahrasyiyah
8. Sultan Shalahuddin
9. Sultan Ahmad II
Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1521 Kerajaan Samudera Pasai
diserang oleh bangsa Portugis. Dan saat itu menjadi sebab runtuhnya Kerajaan
Samudera Pasai dari faktor eksternal. Akan tetapi bibit-bibit kejayaan kerajaan
tersebut masih ada tahun 1524 Kerajaan Samudera Pasai kerena menjadi bagian dari
Kesultanan Aceh.
3. Kerajaan Aceh Darussalam
Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Bandar Aceh
Darussalam. Sultan yang pertama memerintah kesultanan aceh sekaligus pendirinya
adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal
913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu
(1496 - 1903), Aceh mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer,
berkomitmen dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, memiliki sistem
pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu
pengetahuan, dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Kesultanan Aceh Darussalam memulai pemerintahannya ketika Kerajaan
Samudera Pasai sedang dalam masa keruntuhan. Samudera Pasai diserang oleh
Kerajaan Majapahit hingga mengalami kemunduran pada sekitar abad ke-14,
tepatnya pada 1360. Pada masa akhir riwayat kerajaan Islam pertama di nusantara
itulah benih-benih Kesultanan Aceh Darussalam mulai lahir. Kesultanan Aceh
Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang
pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra
Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura (Indrapuri).
Sultan Ali Mughayat mendirikan Kesultanan Aceh pada tahun 1496 yang pada
mulanya kerajaan ini berdiri atas wilayah kerajaan lamuri. Pemerintahaan kesultanan
Aceh kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya
mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai
sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru.
Mesjid kebanggan rakyat Aceh ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda memerinbtah kerajaan Aceh. Sultan membangun masjid ini sekitar
tahun 1612 Masehi yang terletak di Banda Aceh. masjid ini sempat dibakar oleh
Belanda pada saat Agresi Militer Belanda II, namun Belanda membangunnya
Sebenarnya, benteng ini telah dibangun sejak masa Kerajaan Lamuri berkuasa.
Kerajaan Lamuri ialah kerajaan Hindu tertua di Aceh, tepatnya sejak abad ke 7
Masehi. Benteng ini memiliki peranan penting dalam melindungi rakyat Aceh dari
benteng ini terletak di desa Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, Kab.Aceh Besar.
3. Gunongan
Gunongan merupakan sebuah bangunan yang dibangun oleh Sultan Aceh untuk
permaisurinya dari negeri Pahang. Pada saat itu, negeri Pahang telah takluk oleh
kerajaan Aceh, dan seorang putri yang cantik dari kerajaan Pahang ditawan oleh
Aceh. Sultan pada saat itu tertarik dan ingin mempersunting putri tersebut. Hingga
akhirnya putri itu meminta dibuatkan sebuah taman yang sama persis dengan istana
Masa Kejayaan
Kesultanan Aceh berdiri tepat setelah keruntuhan kerajaan Samudra Pasai pada
abad ke-14. Ibu kota kesultanan Aceh adalah Kutaraja yang sekarang ini dikenal oleh
rakyat Indonesia dengan sebutan Banda Aceh. Sejarah telah terukir bahwa kesultanan
Aceh di masa lalu memiliki kemegahan karena kemampuannya dalam
mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, perjuangannya yang tak
terkalahkan dalam mengusir penjajahan dan imperialisme bangsa barat dari tanah
serambi Makkah. Selain itu sistem pemerintahannya sudah sangat teratur dan
sistematik, memiliki pusat pengkajian ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang
pesat kala itu dan memiliki kemampuan dalam hal hubungan diplomatik dengan
negara lain.
Pada tahun 1873, Belanda sebagai pemenang dari persaingan bangsa barat di
Indonesia melancarkan serangan ke Aceh. Pada awalnya Belanda menggunakan
ancaman diplomatik, namun cara ini gagal. Lantas pecahlah perang yang disebut
perang Aceh. Namun kesultanan Aceh tidak begitu saja dapat ditaklukkan karena
perlawanan yang sengit. Sehingga cukup lama Belanda tidak bisa menguasai wilayah
Aceh. Perang kembali berkecamuk pada tahun 1887, namun Aceh tetap gagal
dikuasai karena perlawanan para pejuang Aceh yang gagah berani. Pada tahun 1892
dan 1893, perang Aceh kembali meletus dan Belanda tetap gagal merebut Aceh.
Kerajaan Demak pertama kali didirikan oleh Raden Patah. Kerajaan demak
memiliki lokasi yang sangat strategis karena terletak antara pelabuhan bergota dari
kerajaan Mataram Kuno dan Jepara, kedua tempat inilah yang telah membuat Demak
menjadi kerajaan dengan pengaruh sangat besar di Nusantara.
Kerajaan Demak didirikan oleh raden Patah asal yang masih keturunan dari
Majapahit dengan seorang putri dari Campa. Daerah kekuasaan dari Kerajaan Demak
mencakup Banjar, Palembang dan Maluku serta bagian utara pada pantai Pulau Jawa.
Peninggalan Kerajaan Demak yang paling dikenal tentu adalah Masjid Agung
Demak. Bangunan yang didirikan oleh Walisongo pada tahun 1479 ini masih berdiri
kokoh hingga saat ini meski sudah mengalami beberapa renovasi. Bangunan ini juga
menjadi salah satu bukti bahwa kerajaan Demak pada masa silam telah menjadi pusat
pengajaran dan penyebaran Islam di Jawa. Jika Anda tertarik untuk melihat keunikan
arsitektur dan nilai-nilai filosofisnya , datanglah ke masjid ini. Letaknya berada di
Desa Kauman, Demak – Jawa Tengah.
2. Pintu Bledek
Dalam bahasa Indonesia, Bledek berarti petir, oleh karena itu, pintu bledek bisa
diartikan sebagai pintu petir. Pintu ini dibuat oleh Ki Ageng Selo pada tahun 1466
dan menjadi pintu utama dari Masjid Agung Demak. Berdasarkan cerita yang
beredar, pintu ini dinamai pintu bledek tak lain karena Ki Ageng Selo memang
membuatnya dari petir yang menyambar. Saat ini, pintu bledek sudah tak lagi
digunakan sebagai pintu masjid. Pintu bledek dimuseumkan karena sudah mulai
lapuk dan tua. Ia menjadi koleksi peninggalan Kerajaan Demak dan kini disimpan di
dalam Masjid Agung Demak.
Soko Guru adalah tiang berdiameter mencapai 1 meter yang berfungsi sebagai
penyangga tegak kokohnya bangunan Masjid Demak. Ada 4 buah soko guru yang
digunakan masjid ini, dan berdasarkan cerita semua soko guru tersebut dibuat oleh
Kanjeng Sunan Kalijaga. Sang Sunan mendapat tugas untuk membuat semua tiang
tersebut sendiri, hanya saja saat ia baru membuat 3 buah tiang setelah masjid siap
berdiri. Sunan Kalijaga dengan sangat terpaksa kemudian menyambungkan semua
tatal atau potongan-potongan kayu sisa pembuatan 3 soko guru dengan kekuatan
spiritualnya dan mengubahnya menjadi soko tatal alias soko guru yang terbuat dari
tatal.
Bedug dan kentongan yang terdapat di Masjid Agung Demak juga merupakan
peninggalan Kerajaan Demak yang bersejarah dan tak boleh dilupakan. Kedua alat
ini digunakan pada masa silam sebagai alat untuk memanggil masyarakat sekitar
mesjid agar segera datang melaksanakan sholat 5 waktu setelah adzan
dikumandangkan. Kentongan berbentuk menyerupai tapal kuda memiliki filosofi
bahwa jika kentongan tersebut dipukul, maka warga sekitar harus segera datang
untuk melaksanakan sholat 5 waktu secepat orang naik kuda.
Situs kolam wudlu dibuat seiring berdirinya bangunan Masjid Demak. Situs ini
dahulunya digunakan sebagai tempat berwudlu para santri atau musyafir yang
berkunjung ke Masjid untuk melaksanakan sholat. Namun, saat ini situs tersebut
sudah tidak digunakan lagi untuk berwudlu dan hanya boleh dilihat sebagai benda
peninggalan sejarah.
6. Maksurah Maksurah
Adalah dinding berukir kaligrafi tulisan Arab yang menghiasi bangunan Masjid
Demak. Maksurah tersebut dibuat sekitar tahun 1866 Masehi, tepatnya pada saat
Aryo Purbaningrat menjabat sebagai Adipati Demak. Adapun tulisan dalam kaligrafi
tersebut bermakna tentang ke-Esa-an Alloh.
7. Dampar Kencana
Dampar kencana adalah singgasana para Sultan yang kemudian dialih fungsikan
sebagai mimbar khutbah di Masjid Agung Demak. Peninggalan Kerajaan Demak
yang satu ini hingga kini masih terawat rapi di dalam tempat penyimpanannya di
Masjid Demak.
8. Piring Campa
Piring Camapa adalah piring pemberian seorang putri dari Campa yang tak lain
adalah ibu dari Raden Patah. Piring ini jumlahnya ada 65 buah. Sebagian dipasang
sebagai hiasan di dinding masjid, sedangkan sebagian lain dipasang di tempat imam.
Luasnya kekuasaan Majapahit yang diwarisi oleh kerajaan Demak ini rupanya
dimanfaatkan benar-benar oleh Demak, Demak memanfaatkan upeti yang didapat
dari kerajaan-kerajaan Bawahannya untuk memperkuat armada tempurnya, kekuatan
tempur Demak tercatat pada peristiwa pengiriman Ribuan Kapal perang Demak Ke
Malaka untuk menyerang Portugis dengan peristiwa penyerangan Demak ke Galuh,
Sunda Kelapa dan Banten bersama sekutunya kerajaan Cirebon.
Selain itu juga kekayaan Demak yang dihasilkan dari penerimaan upeti dari
kerajaan-kerajaan bawahanya ternyata digunakan juga untuk membiyayai ongkos
penyebaran agama Islam.
Masa Keruntuhan
1. Jaka Tingkir
2. Arya Pangiri
3. Pangeran Benawa
Nyai Pandanaran
3. Bandar Kabanaran
4. Pasar Laweyan
Kerajaan Islam Pajang sendiri mengalami masa keemasan atau masa kejayaan
kerajaan Pajang adalah pada masa Sultan Hadiwijaya. Ada banyak pencapaian yang
berhasil diraih pada masa Sultan Hadiwijaya. Perpindahan kekuasaan Islam Demak
ke Pajang sendiri seakan menjadi sebuah simbol dari kemenangan Islam kejawen
atas Islam ortodok pada masa itu.
Sutawijaya ternyata tidak puas menjadi bupati dan ingin menjadi raja yang
menguasai seluruh Jawa. Oleh karena itu, Sutawijaya mulai memperkuat sistem
pertahanan Mataram. Hal itu ternyata diketahui oleh Hadiwijaya sehingga ia
mengirim pasukan untuk menyerang Mataram. Peperangan sengit terjadi pada tahun
1582. Prajurit Pajang menderita kekalahan. Keadaan Sultan Hadiwijaya sendiri pada
saat itu sedang sakit. Beberapa waktu kemudian Sultan Hadiwijaya mangkat. Setelah
itu, terjadilah perebutan kekuasaan di antara para bangsawan Pajang. Pangeran
Pangiri (menantu Hadiwijaya yang menjabat Bupati Demak) datang menyerbu
Pajang untuk merebut takhta. Hal itu tentu saja ditentang keras oleh para bangsawan
Pajang yang bekerja sama dengan Sutawijaya, Bupati Mataram. Akhirnya, Pangeran
Pangiri beserta pengikutnya dapat dikalahkan dan diusir dari Pajang.
1. Ki Ageng Pamanahan
2. Panembahan Senapati
3. Raden Mas Jolang
4. Raden Mas Rangsang
5. Amangkurat I
6. Amangkurat II
Kalang Obong, yang merupakan tradisi kematian orang kalang, yakni dengan
membakar peninggalan orang yang meninggal.
Kue kipo yang merupakan makanan khas masyarakat kotagede, makanan ini
telah ada sejak jaman kerajaan.
Segara Wana serta Syuh Brata yang merupakan meriam- meriam yang diberikan
oleh Belanda atas perjanjiannya dengan kerjaan Mataram saat kepemimpinan
Sultan Agung.
Puing – puing candi Hindu dan Budha di aliran Sungai Opak serta aliran sungai
Progo
Batu Datar yang berada di Lipura letaknya tidak jauh di barat daya kota
Yogyakarta
Pakaian Kiai Gundil atau yang lebih dikenal dengan Kiai Antakusuma
Masjid Agung Negara yang dibangun pada tahun 1763 oleh PB III.
Gapura Makam Kota Gede, yag merupakan perpaduan dari corak hindu dan
islam.
Bangsal Duda
Rumah Kalang
7. Kerajaan Cirebon
Kesultanan Cirebon merupakan kerajaan Islam pertama di daerah Jawa Barat.
Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Ia diperkirakan lahir pada tahun 1448
M dan wafat pada tahun 1568 M, dalam usia 120 tahun. Kedudukannya sebagai Wali
Songo mendapatkan penghormatan dari raja-raja di Jawa, seperti Demak dan Pajang.
Setelah Cirebon resmi berdiri sebuah Kerajaan Islam yang merdeka dari kekuasaan
Kerajaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan Kerajaan Pajajaran
yang belum menganut ajaran Islam.
Setelah Sunan Gunung Jati wafat, ia digantikan oleh cicitnya yang bergelar
Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan wafat pada tahun 1650 M dan
digantikan oleh putranya yang bernama Panembahan Girilaya. Sepeninggalannya,
Kesultanan Cirebon dipecah menjadi dua pada tahun 1697 dan dipentahkan oleh dua
orang putranya, yaitu Martawijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau
Panembahan Anom. Penembahan Sepuh memimpin Kesultanan Kasepuhan yang
bergelar Syamsuddin, semeentara Panembahan Anom memimpin Kesultanan
Kanoman yang bergelar Badruddin.
3. Keraton Kanoman
5. Keraton Kacirebonan
8. Kerajaan Banten
Pada awal abad ke-16, daerah pajajaran yang beragama hindu. pusat kerajaan ini
berlokasi di pakuan ( sekarang bogor ). kerajaan pajajaran memiliki bandar-bandar
penting seperti banten, sunda kelapa ( jakarta ) dan cirebon.
Kerajaan pajajaran telah mengadakan kerja sama dengan portugis. oleh kerena
itu, portugis diizinkan mendirikan kantor dagang dan benteng pertahanan di sunda
kelapa. untuk membendung pengaruh portugis di pajajaran, sultan trenggono dari
demak memrintahkan fatahilah selaku panglima perang demak untuk menaklukan
bandar-bandar pajajaran. pada tahun 1526, armada demak berhasil menguasai
banten.
Pasukan fatahillah juga berhasil merebut pelabuhan sunda kelapa pada tanggal
22 juni 1527. sejak saat iru nama “sunda kelapa” diubah menjadi “jayakarta” atau
“jakarta” yang berarti kota kemenanggan. tanggal itu ( 22 juni ), kemudian dijadikan
hari jadi kota jakarta.
Dalam waktu singkat. seluruh pantai utara jawa barat dapat dikuasai
fatahillah,agama islam lambat laun tersebar di jawa barat. fatahillah kemudian
menjadi wali ( ulama besar ) dengan gelar sunan gunung jati dan berkedudukan di
cirebon. Pada tahun 1552, putra fatahillah yang bernama hasanudin diangkat menjadi
penguasa banten. putranya yang lain, pasarean diangkat menjadi penguasa di
cirebon. fatahillah sendiri mendirikan pusat kegiatan keagamaan di gunung jati,
cirebon sampai beliau wafat pada tahun pada tahun 1568. jadi, pada awalnya
kerajaan banten merupakan wilayah kekuasaan kerajaan demak.
1. Sultan hasanuddin
2. Maulana Yusuf
3. Maulana Muhammad
Masjid Agung Banten adalah salah satu bukti peninggalan kerajaan Banten sebagai
salah satu kerajaan Islam di Indonesia. Masjid yang berada di desa Banten Lama,
kecamatan Kasemen ini masih berdiri kokoh sampai sekarang.
Masjid Agung Banten dibangun pada tahun 1652, tepat pada masa pemerintahan
putra pertama Sunan Gunung Jati yaitu Sultan Maulana Hasanudin. Selain itu,
Masjid Agung Banten juga merupakan salah satu dari 10 masjid tertua di Indonesia
yang masih berdiri sampai sekarang.
Keunikan masjid ini yaitu bentuk menaranya yang mirip mercusuar dan atapnya
mirip atap pagoda khas China. Selain itu, dikiri kanannya bangunan masjid tersebut
ada sebuah serambi dan komplek pemakaman sultan Banten bersama keluarganya.
Selain Istana Keraton Kaibon, ada satu lagi peninggalan kerajaan Banten yang
berupa Istana yaitu Istana Keraton Surosowan. Istana ini digunakan sebagai tempat
tinggal Sultan Banten sekaligus menjadi tempat pusat pemerintahan.
Nasib istana yang dibangun pada 1552 ini juga kurang lebih sama dengan Istana
Keraton Kaibon, dimana saat ini tinggal sisa-sisa runtuhan saja yang bisa kita lihat
bersama dengan sebuah kolam pemandian para putri kerajaan.
4. Benteng Speelwijk
Selain berfungsi sebagai pertahanan dari serangan laut, benteng ini juga digunakan
untuk mengawasi aktivitas pelayaran di sekitar Selat Sunda. Benteng ini juga
memiliki Mercusuar, dan didalamnya juga ada beberapa meriam, serta sebuah
terowongan yang menghubungkan benteng tersebut dengan Istana Keraton
Surosowan.
5. Danau Tasikardi
Di sekitar Istana Keraton Kaibon, ada sebuah danau buatan yaitu Danau Tasikardi
yang dibuat pada tahun 1570 – 1580 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf.
Danau ini dilapisi dengan ubin dan batu bata.
Danau ini dulunya memiliki luas sekitar 5 hektar, tapi kini luasnya menyusut karena
dibagian pinggirnya sudah tertimbun tanah sedimen yang dibawa oleh arus air hujan
dan sungai di sekitar danau tersebut.
Danau Tasikardi pada masa itu berfungsi sebagai sumber air utama untuk keluarga
kerajaan yang tinggal di Istana Keraton Kaibon dan sebagai saluran air irigasi
persawahan di sekitar Banten.
6. Vihara Avalokitesvara
Walaupun kerajaan Banten adalah kerajaan Islam, tapi toleransi antara warga biasa
dengan pemimpinnya dalam hal agama sangat tinggi. Buktinya adalah adanya
peninggalan kerajaan Banten yang berupa bangunan tempat ibadah agama Budha.
Tempat ibadah umat Budha tersebut yaitu Vihara Avalokitesvara yang sampai
sekarang masih berdiri kokoh. Yang unik dari bangunan ini yaitu di dinding Vihara
tersebut ada sebuah relief yang mengisahkan tentang legenda siluman ular putih.
7. Meriam Ki Amuk
Dinamakan seperti itu, karena konon katanya meriam ini memiliki daya tembakan
sangat jauh dan daya ledaknya sangat besar. Meriam ini adalah hasil rampasan
kerajaan Banten terhadap pemerintah Belanda pada masa perang.
Atas kemenangannya itu, Sultan Haji memberikan balasan kepada VOC berupa
penyerahan Lampung pada tahun 1682. Kemudian pada 22 Agustus 1682 terdapat
surat perjanjian bahwa Hak monopoli perdagangan lada Lampung jatuh ketangan
VOC. Sultan Haji meninggal pada tahun 1687. Setelah itu, VOC menguasai Banten
sehingga pengangkatan Sultan Banten harus mendapat persetujuan Gubernur Jendral
Hindian Belanda di Batavia.
Terpilihlah Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya sebagai pengganti Sultan Haji
kemudian digantikan oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Aabidin. Pada
tahun 1808-1810, Gubernur Hindia Jenderal Belanda menyerang Banten pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin.
8. Kerajaan Banjar
Wilayah Kerajaan Banjar saat ini termasuk ke dalam provinsi Kalimantan Selatan,
Indonesia. Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian dipindahkan
ke beberapa tempat dan terkahir di Martapura. Ketika beribukota di Martapura
disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.
Pusat Kerajaan Banjar yang pertama adalah daerah di sekitar Kuin Utara
(sekarang di daerah Banjarmasin) , kemudian dipindah ke martapura setelah keraton
di Kuin dihancurkan oleh Belanda. Kerajaan ini berdiri pada september 1526 dengan
Sultan Suriansyah (Raden Samudera) sebagai Sultan pertama Kerajaan Banjar.
Kerajaan Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905.
Perang Banjar merupakan peperangan yang diadakan kerajaan Banjar untuk
melawan kolonialisasi Belanda. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman
(1862 – 1905), yang meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan belanda di
puruk cahu.
18. Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman al-Mutamidullah (1825-
1857)
19. Sultan Tamjidullah II al-Watsiq Billah bin Pangeran Ratu Sultan Muda Abdur
Rahman bin Sultan Adam (1857-1859)
20. Sultan Hidayatullah Halilillah bin Pangeran Ratu Sultan Muda Abdur Rahman
bin Sultan Adam (1859-1862)
21. Pangeran Antasari bin Pangeran Mashud bin Sultan Amir bin Sultan Muhammad
Aliuddin Aminullah (1862)
23. Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu’tashim Billah bin Gusti Jumri bin Gusti Umar
bin Pangeran Haji Abubakar bin Pangeran Singosari bin Sultan Sulaiman al-
Mu’tamidullah (2010).
Setelah dikalahkannya Sultan Muhammad Seman oleh Belanda pada tahun 1905,
praktis seluruh wilayah Kerajaan banjar jatuh ke tangan Belanda dan Kerajaan
Banjar runtuh. Akan tetapi semangat yang dikobarkan pejuang perang Banjar
melalui sumpah perjuangan “haram manyarah waja sampai kaputing” benar-benar
memberikan semangat untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Walaupun akhirnya
jatuh ke tangan belanda juga, kita mesti menghargai perjuangan para pejuang yang
telah mengorbankan segalanya untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Kota
Banjarmasin yang sekarang adalah bukti sejarah hasil perjuangan Sultan Suriansyah
dan pengikutnya.
Pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Idris, beliau pergi ke Sulawesi
Selatan untuk menolong rakyat Sulawesi yang sedang berperang melawan
penjajahan Belanda. Sehingga tahta kesultanan Kutai direbut oleh Aji Kado yang
resmi menjadi Sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyuddin (1739-1780).
Tahta kesultanan kutai sebenarnya akan diberikan kepada Aji Imbut putra mahkota
Sultan Aji Muhammad Idris , namun karena usianya yang masih belia, Aji Kado
mengambil alih kesultanannya.
Setelah Aji Imbut dewasa dan dinobatkan sebagai Sultan Kutai denga gelar Aji
Muhammad Muslihuddin (1780-1816). Sejak itu dimulai perlawanan terhadap Aji
Muhammad Aliyuddin. Karena Aji Muhammad Muslihuddin mendapat bannyak
bantuan dari rakyat sehingga ia dapat memenangi perlawanan tersebut, dan akhirnya
Aji Muhammad Aliyuddin dihukum mati.
Dalam kesultanan Kutai Islam dijadikan sebagai agama resmi Negara. Para ulama
mendapat kedudukan terhormat sebagai penasehat sultan dan pejabat-pejabat
kesultanan, disamping sebagai hakim. Hukum Islam diberlakukan dalam
menyelesaikan perkara perdata dan keluarga. Sehingga ajaran Islam sangat
berpengaruh di daerah tersebut.
1. Prasasti Yupa
2. Ketopong Sultan
3. Kura-kura Emas
4. Kalung Ciwa
7. Singgasana Sultan.
8. Kalung Uncal
9. Tali Juwita
11. Meriam
Mundurnya Kerajaan Kutai diawali dengan kontaknya dengan bangsa Eropa pada
tahun 1844, ketika kapal Inggris dibawah pimpinan Erskine Murray datang ke
wilyah ini. Rakyat Kutai merasa tidak senang dengan kesombongan orang-orang
Inggris tersebut, sehingga rakyat Kutai melakukan perlawanan terhadap orang-orang
Inggris. Dalam perlawanan itu rakyat Kutai mencapai kemenangan, bahkan Erskine
Murray mati terbunuh dalam peristiwa ini.
Pada abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan
Islam ke sana. Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut
Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang dipimpin
Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore yang dipimpin oleh Sultan
Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati, dan Kesultanan
Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada masa kesultanan itu berkuasa,
masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar sampai ke Banda, Hitu, Haruku,
Makyan, dan Halmahera. Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau
Halmahera (Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol
dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku. Dalam
perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini bersaing memperebutkan hegemoni politik
di kawasan Maluku.
Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala
dan cengkeh, sehingga daerah ini menjadi pusat perdagangan rempah-rempah. Wilayah
Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai oleh Kesultanan Tidore,
sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan Banggai di Sulawesi, dan sampai
ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai
puncak kejayaannya pada masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai
puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku. Persaingan di antara kerajaan Ternate dan
Tidore adalah dalam perdagangan. Dari persaingan ini menimbulkan dua persekutuan
dagang, masing-masing menjadi pemimpin dalam persekutuan tersebut, yaitu:
Keruntuhan kedua kerajaan tersebut disebabkan karena adanya adu domba yang
dilakukan oleh bangsa asing yakni Portugis dan Spanyol. Adu domba itu bertujuan
untuk memonopoli perdagangan di daerah penghasil rempah-rempah tersebut.
Setelah kerajaan Ternate dan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh
Portugis dan Spanyol, kemudian mereka bersatu bangkit melawan penjajah dari
bangsa asing tersebut. Perlawanan berhasil membuat bangsa Portugis dan Spanyol
keluar dari Maluku, namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama setelah
kedatangan banga Belanda dengan kongsi dagangnya yang bernama VOC. kongsi
dagang ini kemudian menguasai perdagangan rempah-rempah di Maliku.