Anda di halaman 1dari 7

Kemiskinan adalah kelaparan, kemiskinan adalah kurangnya tempat tinggal, kemiskinan adalah sakit dan

bukan bisa ke dokter, kemiskinan tidak punya akses ke sekolah dan tahu caranya baca, kemiskinan tidak
memiliki pekerjaan, adalah ketakutan akan masa depan, hidup sehari-hari. Kemiskinan adalah
kehilangan seorang anak karena penyakit yang disebabkan oleh air yang tidak bersih. Kemiskinan adalah
ketidakberdayaan, kurangnya representasi dan kebebasan " (Bank Dunia, 2002).

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita
perbulan dibawah garis kemiskinan.

Dilansir dari buku Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin (2015) karya Ali Khomsan dan
kawan-kawan, dijelaskan beberapa jenis kemiskinan, yaitu: Kemiskinan absolut Kemiskinan absolut
merupakan jenis kemiskinan di mana orang-orang miskin mempunyai tingkat pendapatan di bawah garis
kemiskinan atau jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, seperti
pangan, pakaian, dan tempat tinggal. Adapun kemiskinan absolut menurut bank dunia. Bank Dunia
mendefinisikan : Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan
Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari. Kemiskinan relatif merupakan jenis
kemiskinan yang terjadi karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh
masyarakat. Sehingga mengakibatkan terjadinya ketimpangan pada pendapatan atau bisa dikatakan
bahwa seseorang sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah
kemampuan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan kultural Kemiskinan kultural merupakan jenis
kemiskinan yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti malas, tidak ada usaha untuk memperbaiki
tingkat kehidupan, pemboros, dan lain-lain. Kemiskinan struktural Kemiskinan struktural merupakan
kemiskinan yang dialami oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat tersebut
memungkinkan golongan masyarakat tidak ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang
sebenarnya tersedia bagi mereka.

Meskipun telah berjuang puluhan tahun untuk membebaskan diri dari kemiskinan, kenyataan
memperlihatkan bahwa sampai saat ini Indonesia belum bisa melepaskan diri dari belenggu masalah
kemiskinan. Sekelompok anggota masyarakat dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila
pendapatan kelompok anggota masyarakat tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok,
seperti pangan, pakaian, dan tempat tinggal. Sedangkan, di Indonesia, salah satu landasan yang
digunakan untuk menentukan menentukan apakah seseorang termasuk kategori miskin atau tidak
adalah dengan mengacu pada kriteria yang telah ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Menurut Sumodiningrat (1998) dalam Soleh (2010), jika dilihat dari penyebabnya, kemiskinan terdiri
dari: Kemiskinan Natural, Kemiskinan Kultural, dan Kemiskinan Struktural.
Kemiskinan Natural merupakan suatu kondisi kemiskinan yang terjadi karena dari awalnya memang
miskin. Kelompok masyarakat tersebut menjadi miskin karena tidak memiliki sumberdaya yang memadai
baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya pembangunan, atau kalaupun
mereka ikut serta dalam pembangunan, mereka hanya mendapat imbalan pendapatan yang rendah.
kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti karena cacat,
sakit, usia lanjut atau karena bencana alam. Kondisi kemiskinan seperti ini menurut Kartasasmita (1996)
disebut sebagai Persistent Poverty yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Daerah
seperti ini pada umumnya merupakan daerah yang kritis sumberdaya alamnya atau daerah yang
terisolir.

Kemiskinan Kultural merupakan suatu kondisi kemiskinan yang terjadi karena kultur, budaya atau adapt
istiadat yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap hidup
seseorang atau kelompok masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya di
mana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat seperti
ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mau berusaha untuk
memperbaiki dan merubah tingkat kehidupannya. Akibatnya tingkat pendapatan mereka rendah
menurut ukuran yang dipakai secara umum. Penyebab kemiskinan ini karena faktor budaya seperti
malas, tidak disiplin, boros dan lain-lainnya.

Sedangkan Kemiskinan Struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor faktor buatan manusia
seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi aset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi
serta tatanan ekonomi dunia yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu.
Munculnya kemiskinan struktural disebabkan karena berupaya menanggulangi kemiskinan natural, yaitu
dengan direncanakan bermacam-macam program dan kebijakan. Namun karena pelaksanaannya tidak
seimbang, pemilikan sumberdaya tidak merata, kesempatan yang tidak sama menyebabkan
keikutsertaan masyarakat menjadi tidak merata pula, sehingga menimbulkan struktur masyarakat yang
timpang. Bentuk kemiskinan seperti ini juga terkadang memiliki unsur diskriminatif.

Faktor penyebab kemiskinan Dalam buku Memahami dan Mengukur Kemiskinan (2013) karya Indra
Maipita, dijelaskan bahwa kemiskinan disebabkan oleh dua faktor, yaitu: Faktor internal Faktor internal
merupakan faktor yang datang dari dalam diri seseorang, seperti sikap yang menerima apa adanya, tidak
bersungguh-sungguh dalam berusaha, kondisi fisik yang tidak sempurna, dan sebagainya. Faktor
eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar diri seseorang, seperti perubahan
iklim, kerusakan alam, kehidupan sosial, struktur sosial, kebijakan dan program pemerintah yang tidak
merata, dan lain-lain.
Penyebab Kemiskinan

Secara umum kemiskinan dapat disebabkan oleh dua kondisi, yaitu kemiskinan alamiah dan buatan.
Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi
yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di
masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan
berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Itulah sebabnya banyak pakar ekonomi
yang sering mengkritik pengukuran keberhasilan pembangunan yang hanya terfokus pada pencapaian
pertumbuhan ketimbang pemerataan.

Secara lebih terperinci, kemiskinan terjadi karena beberapa sebab :

• penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan,
atau kemampuan dari penduduk miskin;

• penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;

• penyebab sub-budaya ("subcultural"), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-


hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;

• penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang,
pemerintah, dan ekonomi;

• penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin :

1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita

Apabila pendapatan per kapita meningkat, maka kemampuan rata-rata pendapatan masyarakat di
suatu daerah akan semakin meningkat. Ini berarti kemampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan
pokok di daerah tersebut juga akan semakin meningkat. Jika kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
pokok meningkat, maka jumlah penduduk miskin di daerah tersebut akan berkurang. Sebaliknya, apabila
pendapatan per kapita di daerah berkurang/menurun, maka akan menurun pula kemampuan
pendapatan rata-rata masyarakat di daerah tersebut. Jika kemampuan pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan pokok menurun, maka jumlah penduduk miskin di daerah tersebut akan meningkat.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka PDRB per kapita berpengaruh negatif terhadap jumlah
penduduk miskin.

2) Pengeluaran Pemerintah Untuk Pembangunan

Pengeluaran pemerintah untuk pembangunan merupakan faktor penentu jumlah penduduk miskin
yang berasal dari sisi pendekatan anggaran pemerintah (Saleh, 2002). Pengeluaran tersebut meliputi
keseluruhan pengeluaran untuk program pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan penduduk di suatu daerah. Semakin tinggi pengeluaran pemerintah untuk pembangunan,
maka akan semakin tinggi pula taraf kesejahteraan yang dapat dicapai atau diperoleh penduduk di suatu
daerah.

3) Angka Melek Huruf (AMH)

Salah satu indikator kesejahteraan di bidang pendidikan adalah indikator jumlah penduduk yang
dinyatakan melek huruf. Indikator ini mencerminkan kemampuan penduduk di suatu daerah untuk
mengakses fasilitas, layanan pemerintahan, dan sarana lainnya yang membutuhkan kemampuan untuk
bisa membaca dan menulis, termasuk di antaranya adalah persyaratan dalam mencari kerja (Suryawati,
2004). Semakin tinggi jumlah penduduk yang melek huruf, maka akan semakin tinggi pula kemampuan
masyarakat untuk mengakses fasilitas maupun sarana untuk dapat meningkatkan taraf
kesejahteraannya.

4) Jumlah Penduduk Yang Tidak Mendapatkan Akses Air Bersih (RPA)

Air bersih atau air minum merupakan salah satu sarana publik yang cukup vital, sehubungan dengan
manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik individu maupun keluarga (Harahap, 2006). Akses
terhadap air bersih atau air minum akan menentukan kemampuan penduduk untuk mencukupi
kebutuhan pokoknya yang terdiri atas kebutuhan atas makanan dan minuman, serta kebutuhan lain
yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan. Semakin tinggi jumlah penduduk yang tidak
mendapatkanmendapatkan akses atas air bersih, maka akan semkin tinggi pula jumlah penduduk miskin
di daerah tersebut.

5) Jumlah Penduduk Yang Tidak Mendapatkan Akses Fasiliats Kesehatan

Fasilitas kesehatan merupakan salah satu fasilitas publik yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan (Saleh, 2002). Fasilitas kesehatan sekarang ini tidak hanya berfungsi untuk memberikan
layanan kesehatan, akan tetapi berperan pula untuk memberikan perbaikan gizi keluarga. Layanan
kesehatan akan memberikan pencegahan dan pengobatan atas penyakit atau gangguan medis, sehingga
akan mampu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Semakin tinggi jumlah penduduk yang tidak
mendapatkan akses fasilitas kesehatan, maka akan semakin tinggi resiko penularan penyakit ataupun
gizi buruk yang selanjutnya akan menjadi penyebab tingginya angka kematian dan buruknya kesehatan
ibu dan bayi

Dengan menggunakan perspektif yang berbeda David Cox (2004; 1-6) membagi kemiskinan ke dalam
beberapa dimensi :

a. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang dan yang kalah.
Pemenang umumnya adalah negara-negara maju, sedangkan negara-negara berkembang seringkali
semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi.
b. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten (kemiskinan akibat
rendahnya pembangunan), kemiskinan pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam
proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan
pertumbuhan perkotaaan)

c. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok minoritas.

d. Kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor
eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah
penduduk

Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan penanggulangan kemiskinan di Negara Indonesia :

Menurut Alif Basuki (2007) Ada dua faktor penting yang menyebabkan kegagalan program
penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama program-program penagnggulangan kemiskinan
selama ini cenderung fokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin, kedua adanya
latar belakang paradigma dan pemahaman yang kurang tepat tentang kemiiskinan itu sendiri sehingga
program penanggulangan kemiskinan ini tidak tepat sasaran. Penaggulangan kemiskinan haruslah
berperspektif kepada hak. Artinya Negara harus berusaha semaksimal mungkin memenuhi hak-hak
dasar rakyatnya. Meliputi hak atas pendidikan, kesehatan, perumahan, pekerjaan layak dll.

Strategi Kebijakan yang Seharusnya Diterapkan Pemerintah Mencermati beberapa kekeliruan


paradigmatik penanggulangan kemiskinan di atas, maka strategi yang harus dilakukan untuk mengatasi
kemiskinan adalah sebagai berikut: pertama, karena kemiskinan itu adalah masalah yang bersifat
multidimensional, maka program pengentasan kemiskinan seyogyanya juga tidak hanya
memprioritaskan aspek ekonomi, melainkan juga memperhatikan dimensi lain. Dengan kata lain,
pemenuhan kebutuhan pokok memang perlu mendapat prioritas, namun juga harus mengejar target
mengatasi kemiskinan nonekonomik. Oleh karena itu, strategi pengentasan kemiskinan hendaknya juga
diarahkan untuk mengikis nilai-nilai budaya negatif seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan,
dan lainlain. Apabila budaya ini tidak dihilangkan, maka kemiskinan ekonomi akan sulit untuk
ditanggulangi. Selain itu, langkah pengentasan kemiskinan yang efektif harus pula mengatasi hambatan-
hambatan yang sifatnya struktural dan politis. Kedua, untuk meningkatkan kemampuan dan mendorong
produktivitas, maka strategi yang dipilih adalah peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin
untuk meningkatkan pendapatan melalui langkah perbaikan kesehatan dan pendidikan, peningkatan
keterampilan usaha, teknologi, perluasan jaringan kerja (networking) serta informasi pasar. Ketiga,
melibatkan masyarakat miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan hingga evaluasi, bahkan pada proses pengambilan keputusan.
Keempat, strategi pemberdayaan. Kelompok agrarian populism yang dipelopori kelompok pakar dan
aktivis LSM, menegaskan bahwa masyarakat miskin adalah kelompok yang mampu membangun dirinya
sendiri jika pemerintah mau memberi kebebasan bagi kelompok itu untuk mengatur dirinya. Oleh
karena itu, jalan keluar yang diusulkan dalam rangka memberantas kemiskinan adalah pemberdayaan
(empowerment). Dalam kaitan ini, Ginandjar Kartasasmita menyatakan bahwa upaya memberdayakan
masyarakat setidaktidaknya harus dilakukan melalui tiga cara, yaitu

(1) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang dengan titik
tolak bahwa setiap manusia dan masyarakat memilki potensi (daya) yang dapat dikembangkan, (2)
memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat, dan (3) memberdayakan pula mengandung
arti melindungi. Artinya, bahwa dalam proses pemberdayaan, harus dicegah terjadinya proses
melemahkan pihak yang sudah lemah.2Untuk proyeksi ke masa depan sangat dibutuhkan upaya yang
lebih efektif dalam mengatasi kemiskinan. Strategi penanggulangan kemiskinan seperti yang dipaparkan
di atas, adalah perlu dipertimbangkan untuk diterapkan dalam setiap program pengentasan kemiskinan
sebagai upaya mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Hal ini perlu dilakukan, agar
kita tidak terbiasa “terjebak” dalam bias-bias penanggulangan kemiskinan.
Badan Pusat Statistik. 2021. Garis Kemiskinan. https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-
ketimpangan.html

Pratama, C. D. 2020. Kemiskinan: Definisi, Jenis, dan Faktor Penyebabnya.


https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/24/172143169/kemiskinan-definisi-jenis-dan-faktor-
penyebabnya?page=all.

Dimensi Kemiskinan Revisi. www.dpr.go.id

Suhada, B. 2015. Peran Strategis PNPM dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kota Metro.
http://kotaku.pu.go.id/view/3703/peran-strategis-pnpm-dalam-penanggulangan-kemiskinan-di-kota-
metro/print#:~:text=kemiskinan%20natural%20adalah%20kemiskinan%20yang,telah%20kronis%20atau
%20turun%20temurun.

e-journal.uajy.ac.id.

Djumiarti, T. 2005. STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN : POTRET KEBERHASILAN PEMBANGUNAN.


Dialogue JIAKP. Vol2No. 3. Hal. 887

Huraerah, A. 2013. Strategi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ilmu


Kesejahteraan Sosial Vol. 12, No. 1. Hal. 7-8

Anda mungkin juga menyukai