Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Masalah kemiskinan merupakan isu sentral di Tanah Air, terutama setelah Indonesia
dilanda krisis multidimensional yang memuncak pada periode 1997-1999. Setelah dalam
kurun waktu 1976-1996 tingkat kemiskinan menurun secara spektakuler dari 40,1 persen
menjadi 11,3 persen, jumlah orang miskin meningkat kembali dengan tajam, terutama
selama krisis ekonomi. Studi yang dilakukan BPS, UNDP dan UNSFIR menunjukkan
bahwa jumlah penduduk miskin pada periode 1996-1998, meningkat dengan tajam dari
22,5 juta jiwa (11,3%) menjadi 49,5 juta jiwa (24,2%) atau bertambah sebanyak 27,0 juta
jiwa (BPS, 1999).
Sementara itu, menurut INDEF tahun 2009 yang memproyeksikan jumlah penduduk
miskin mencapai 40 juta (16,8%) sedangkan data BPS pada Maret 2008 menyatakan
bahwa penduduk miskin sebanyak 35 juta jiwa (15,4%)
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru tahun 2006, mencapai 60 juta jiwa dari
total penduduk atau sekitar 25 persen. Dengan asumsi pendapatan perbulan hanya RP 150
ribu perbulan. Padahal standar Bank Dunia orang miskin memiliki pendapatan US$2
perkapita per hari. Maka jika standar ini digunakan maka jumlah keluarga miskin di
Indonesia lebih fantastik lagi. Kemiskinan sebuah kondisi kekurangan yang dialami
seseorang atau suatu keluarga. Kemiskinan telah menjadi masalah yang kronis karena
berkaitan dengan kesenjangan dan pengangguran. Walaupun kemiskinan dapat
dikategorikan sebagai persoalan klasik, tetapi sampai saat ini belum ditemukan strategi
yang tepat untuk menanggulangi masalah kemiskinan, sementara jumlah penduduk miskin
tiap tahunnya meningkat.
Walaupun kemiskinan dapat dikategorikan sebagai persoalan klasik, tetapi sampai saat
ini belum ditemukan strategi yang tepat untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan
merumuskan kebijakan anti kemiskinan, sementara jumlah penduduk miskin tiap tahunnya
meningkat. Ketidakberhasilan itu kiranya bersumber dari cara pemahaman dan
penanggulangan kemiskinan yang selalu diartikan sebagai sebuah kondisi ekonomi semata-
mata.
Mengatasi kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya memberdayakan orang
miskin untuk dapat mandiri, baik dalam pengertian ekonomi, budaya dan politik.
Penanggulangan kemiskinan tidak hanya dengan pemberdayaan ekonomi, akan tetapi juga
dengan pemberdayaan politik bagi lapisan miskin merupakan sesuatu yang tidak dapat
terelakkan kalau pemerataan ekonomi dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang
berkeadilan sosial seperti yang dikehendaki.

1
2. Permasalahan
Makalah ini akan membahas tentang masalah-masalah :
1. Kemiskinan Di Indonesia
2. Definisi Kemiskinan
3. Penyebab Terjadinya Kemiskinan
4. Identifikasi Pelayanan Pekerjaan Sosial yang berhubungan dengan kemiskinan
5. Identifikasi Potensi dan Sistem Sumber di Indonesia Pemecahan Kemiskinan Melalui
Pendekatan-Pendekatan Pemecahan Masalah
3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui pengetahuan mengenai masalah-
masalah kemiskinan dan memberi informasi tentang kemiskinan, selain itu makalah ini
juga digunakan sebagai salah satu syarat memperoleh nilai pada mata kuliah Analisis
Masalah Sosial.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi masalahnya sebagai berikut:
Tingkat Kemiskinan Di Indonesia cukup tinggi yakni 25% dari jumlah penduduk
Indonesia Pemecahan masalah Kemiskinan bukan hanya melalui pendekatan ekonomi saja
2.2 Definisi Masalah
Kemiskinan memiliki defenisi berbeda bergantung pada cara pandang dan
indikatornya. Secara tradisional kemiskinan sering dipandang sebagai ketidakmampuan
orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang paling mendasar. Kemiskinan
merupakan konsep yang berwayuh wajah, bermatra multidimensional. Ellis (1984:242-
245), misalnya, menunjukkan bahwa dimensi kemiskinan menyangkut aspek ekonomi,
politik dan sosial-psikologis.
Secara ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya
yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan
sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut tidak hanya aspek
finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan konsepsi ini, maka kemiskinan
dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumberdaya yang dimiliki
melalui penggunaan standar baku yang dikenal dengan garis kemiskinan (poverty line).
Cara seperti ini sering disebut dengan metode pengukuran kemiskinan absolut. Garis
kemiskinan yang digunakan BPS sebesar 2,100 kalori per orang per hari yang disetarakan
dengan pendapatan tertentu atau pendekatan Bank Dunia yang menggunakan 1 dolar AS
per orang per hari adalah contoh pengukuran kemiskinan absolut.
Secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan (power).
Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan
kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya. Ada
tiga pertanyaan mendasar yang bekaitan dengan akses terhadap kekuasaan ini, yaitu
(a) bagaimana orang dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam masyarakat,
(b) bagaimana orang dapat turut ambil bagian dalam pembuatan keputusan penggunaan
sumberdaya yang tersedia, dan (c) bagaimana kemampuan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.
Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur
sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan
produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang
disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi
seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat.
Faktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal.
Faktor internal datang dari dalam diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan

3
atau adanya hambatan budaya. Teori “kemiskinan budaya” (cultural poverty) yang
dikemukakan Oscar Lewis, misalnya, menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul
sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin,
seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dsb.
Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti
birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam
memanfaatkan sumberdaya. Kemiskinan model ini seringkali diistilahkan dengan
kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini, kemiskinan terjadi bukan dikarenakan
“ketidakmauan” si misikin untuk bekerja (malas), melainkan karena “ketidakmampuan”
sistem dan struktur sosial dalam menydiakan kesempatan-kesempatan yang
memungkinkan si miskin dapat bekerja. Konsepsi kemiskinan yang bersifat
multidimensional ini kiranya lebih tepat jika digunakan sebagai pisau analisis dalam
mendefinisikan kemiskinan dan merumuskan kebijakan penanganan kemiskinan di
Indonesia.
Sebagaimana akan dikemukakan pada pembahasan berikutnya, konsepsi kemiskinan
ini juga sangat dekat dengan perspektif pekerjaan sosial yang memfokuskan pada konsep
keberfungsian sosial dan senantiasa melihat manusia dalam konteks lingkungan dan situasi
sosialnya. (Edi Suharto, 2004).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Sosial (2004), kemiskinan
adalah ketidakmampuan induvidu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup
secara layak dan mencapai kesejahteraan sosial. Sedangkan menurut pengertian lain,
Kemiskinan (poverty) adalah suatu kondisi yang ditandai oleh berbagai keterbatasan yang
mengakibatkan rendahnya kualitas kehidupan seseorang/keluarga seperti rendahnya
penghasilan, keterbatasan kepemilikan rumah tinggal yang layak huni, pendidikan dan
keterampilan yang rendah, serta hubunyan sosial dan akses informasi yang terbatas (Pola
Pembangunan Kesejahteraan Sosial, 2003:145).
Dengan mengacu pendapat di atas, maka di peroleh pengertian bahwa, kemiskinan
merupakan kondisi individu, keluarga ataupun kelompok masyarakat yang mengalami
hambatan dalam pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar yang lain, sehingga
kualitas hidup dan tingkat kesejahteraan sosialnya rendah.
2.3 Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor. Jarang ditemukan kemiskinan yang hanya
disebakan oleh faktor tunggal. Menurut Suharto, (2009:17-18), secara konsep, kemiskinan
bisa diakibatkan oleh empat faktor, yaitu :
1. Faktor individual.
Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dan psikologis si miskin. Orang
miskin disebabkan oleh perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin itu sendiri
dalam menghadapi kehidupannya.

4
2. Faktor sosial.
Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin.
Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia, jender, etnis yang menyebabkan seseorang
menjadi miskin. Termasuk dalam faktor ini adalah kondisi sosial dan ekonomi
keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan kemiskinan antar generasi.
3. Faktor kultural.
Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus
sering menunjuk pada konsep “kemiskinan kultural” atau “budaya kemiskinan” yang
menggabungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau mentalitas. Sikap-sikap
“negatif seperti malas, fatalisme atau menyerah pada nasib, tidak memiliki jiwa
wirausaha, dan kurang menghirmati etos kerja, misalnya sering ditemukan pada orang
miskin.
4. Faktor struktural.
Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible
sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompo orang menjadi miskin. Sebagai
contoh, sisten ekonomi neoliberalisme yang diterapkan di Indonesia telah
menyebabkan para petani, nelayan, dan pekerja sektor informal terjerat oleh, dan sulit
keluar dari kemiskinan. Sebaliknya. Stimulus ekonomi, pajak dan ilklim investasi
lebih menhuntungkan orang kaya dan pemodal asing untuk terus menumpuk kekayaan
2.4 Identifikasi Pelayanan Peksos yang berhubungan dengan masalah
Secara konseptual pekerjaan sosial memandang bahwa kemiskinan merupakan
persoalan-persoalan multidimensional, yang bermatra ekonomi-sosial dan individual-
struktural. Berdasarkan perspektif ini, ada tiga kategori kemiskinan yang menjadi pusat
perhatian pekerjaan sosial, yaitu:
1. Kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan sebagai fakir
miskin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan
(umumnya tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta tidak memiliki akses
terhadap berbagai pelayanan sosial.
2. Kelompok miskin (poor). Kelompok ini memiliki pendapatan dibawah garis
kemiskinan namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar
(misalnya, masih memiliki sumber-sumber finansial, memiliki pendidikan dasar atau
tidak buta hurup,).
3. Kelompok rentan (vulnerable group). Kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari
kemesikinan, karena memiliki kehidupan yang relatif lebih baik ketimbang kelompok
destitute maupun miskin. Namun sebenarnya kelompok yang sering disebut “near
poor” (agak miskin) ini masih rentan terhadap berbagai perubahan sosial di sekitarnya.
Mereka seringkali berpindah dari status “rentan” menjadi “miskin” dan bahhkan
“destitute” bila terjadi krisis ekonomi dan tidak mendapat pertolongan sosial.

5
Secara tegas, memang sulit mengkategorikan bahwa sasaran garapan pekerjaan sosial
adalah salah satu kelompok dari ketiga kelompok di atas. Pekerjaan sosial melihat bahwa
kelompok sasaran dalam menangani kemiskinan harus mencakup tiga kelompok miskin
secara simultan. Dalam kaitan ini, maka seringkali orang mengklasifikasikan kemiskinan
berdasarkan “status” atau “profil” yang melekat padanya yang kemudian disebut
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Gelandangan, pengemis, anak
jalanan, suku terasing, jompo terlantar, penyandang cacat (tubuh, mental, sosial) dll adalah
beberapa contoh PMKS yang sering diidentikan dengan sasaran pekerjaan sosial di
Indonesia. Belum ada hasil penelitian yang komprehensif apakah mereka ini tergolong
pada kelompok destitute, poor atau vulnerable. Namun dapat diasumsikan bahwa proporsi
jumlah PMKS diantara ketiga kategori tersebut membentuk piramida kemiskinan.
Sesuai dengan konsepsi mengenai keberfungsian sosial, strategi penanganan
kemiskinan pekerjaan sosial terfokus pada peningkatan kemampuan orang miskin dalam
menjalankan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan statusnya. Karena tugas-tugas
kehidupan dan status merupakan konsepsi yang dinamis dan multi-wajah, maka intervensi
pekerjaan sosial senantiasa melihat sasaran perubahan (orang miskin) tidak terpisah dari
lingkungan dan situasi yang dihadapinya. Prinsip ini dikenal dengan pendekatan “person-
in-environment dan person-in-situation”.
Pada pendekatan pertama, pekerja sosial melihat penyebab kemiskinan dan sumber-
sumber penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya dengan lingkungan dimana si miskin
tinggal, baik dalam konteks keluarga, kelompok pertemanan (peer group), maupun
masyarakat. Penanganan kemiskinan yang bersifat kelembagaan (institutional) biasanya
didasari oleh pertimbangan ini. Beberapa bentuk PROKESOS yang telah dan sedang
dikembangkan oleh Depsos dapat disederhanakan menjadi:
1. Pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh panti-panti
sosial.
2. Program jaminan, perlindungan dan asuransi kesejahteraan sosial.
Pendekatan kedua, yang melihat si miskin dalam konteks situasinya, strategi pekerjaan
sosial berpijak pada prinsip-prinsip individualisation dan self-determinism yang
melihat si miskin secara individual yang memiliki masalah dan kemampuan unik.
Program anti kemiskinan dalam kacamata ini disesuaikan dengan kejadian-kejadian
dan/atau masalah-masalah yang dihadapinya.
Penanganan kemiskinan dapat dikategorikan kedalam beberapa strategi:
1. Strategi kedaruratan. Misalnya, bantuan uang, barang dan tenaga bagi korban bencana
alam.
2. Strategi kesementaraan atau residual. Misalnya, bantuan stimulan untuk usaha-usaha
ekonomis produktif.
3. Strategi pemberdayaan. Misalnya, program pelatihan dan pembinaan keluarga muda
mandiri, pembinaan partisipasi sosial masyarakat, pembinaan anak dan remaja.

6
4. Strategi “penanganan bagian yang hilang”. Strategi yang oleh Caroline Moser disebut
sebagai “the missing piece strategy” ini meliputi program-program yang dianggap
dapat memutuskan rantai kemiskinan melalui penanganan salah satu aspek kunci
kemiskinan yang kalau “disentuh” akan membawa dampak pada aspek-aspek lainnya.
Misalnya, pemberian kredit, program KUBE atau Kelompok Usaha Bersama.
2.5 Identifikasi Potensi dan Sistem Sumber
Potensi adalah manusia, alam, dan institusi social yang belum dikembangkan namun dapat
digunakan untuk usaha dalam menangani kemiskinan di Indonesia.
Banyak potensi yang dimiliki Indonesia, baik potensi alam ataupun potensi manusia dalam
menangani masalah kemiskinan. Kekayaan alam misalnya saja dapat membuat
lapangan kerja baru, merekrut tenaga kerja, dan akhirnya dapat mengurangi tingkat
kemiskinan. Potensi-potensi manusia juga bisa diberdayakan, Misalnya, program
pelatihan dan pembinaan keluarga muda mandiri, pembinaan partisipasi sosial
masyarakat, pembinaan anak dan remaja.
Sumber-sumber penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya dengan lingkungan dimana si
miskin tinggal, baik dalam konteks keluarga, kelompok pertemanan (peer group),
maupun masyarakat. Dukungan lingkungan, institusi, dan keluarga agar keluar dari
kemiskinan sangat berpengaruh.
2.6 Pemecahan Masalah Melalui Pendekatan-Pendekatan Pemecahan Masalah
A. Melalui pendekatan agama
Kegiatan untuk membantu keluarga yang miskin telah dilakukan oleh masyarakat
yang secara ekonomi mampu, baik secara pribadi maupun kelompok. Mengenai
kegiatan pemberian bantuan secara atau bersifat pribadi biasanya merek alakukan pada
ssaat tertentu dan bagi yang beragama islam dalam bentuk sedekah ataupun pada saat
menjelang hari raya idul firti berupa zakat fitrah, ataupun zakat mal, sesuai ketentuan
agama islam. Sementara kegiatan pemberian bantuan kepada keluarga miskin
dilaksanakan oleh umat yng beragama katholik ataupun Kristen disebut tabungan cinta
kasih (Tacika)yang biasanya diberikan pada saat menjelang hari natal dan hari paskah.
B. Melalui pendekatan Jurnalistik
Dengan pendekatan jurnalistik dimaksudkan sebagai usaha penyebarluasan
informasi yang berkaitan dengan masalah sosial melalui tulisan-tulisan di media cetak.
Melalui pendekatan ini masalah sosial diusahakan untuk dikenalkan pada masyarakat
baik dalam arti masalah sosial itu sendiri maupun sebab-akibat serta cara-cara
menghadapinya. Artikel-artikel di media baca, maupun media internet mengenai
kemiskinan yang terjadi di Indonesia dapat membuat masyarakat lebih peka. Juga bisa
sebagai media pengajak masyarakat dan organisasi untuk berpartisipasi memutus
rantai kemiskinan di Indonesia.

7
C. Melalui Pendekatan Seni
Pendekatan seni adalah suatu upaya yang dilakukan para seniman (seni drama,
musik, tari, lukis, sastra dsb) untuk membangun simpati kemanusiaan sehubungan
dengan sistuasi sosial yang bermasalah. Dalam adat Jawa biasanya dalam membantu
orang-orang miskin, orang-orang kaya mengundang mereka dalam acara kesenian
yang biasanya dimainkan oleh orang-orang miskin tersebut. Pengundangan ini bukan
hanya sebagai pentas kesenian namun tujuan untuk membantu mereka mendapat
penghasilan.Melalui Pentas drama theater yang menggambarkan situasi sosial
masyarakat miskin.
D. Melalui Pendekatan Interdisipliner
Pemecahan melalui aspek ekonomi ; Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan
menyediakan lingkungan yang mampu mendorong pengembangan umkm secara
sistemik, mandiri dan berkelanjutan. Menciptakan lapangan kerja yang mampu
menyerap lapangan kerja sehingga mengurangi masalah pengangguran. Karena
pengangguran merupakan masalah terbesar di Indonesia.
Pemecahan aspek social ; digalakkannya pembangunan didaerah sehingga
ineraksi social bisa lebih meningkat dengan adanya pembangunan dan teknologi yang
mendukung.
Pemecahan aspek struktural ; menghapuskan korupsi, sebab korupsi adalah salah
satu penyebab layanan masyarakat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga
masyarakat tidak bisa menikmati hak nya.
Pemecahan aspek psikolgi ; menanamkan rasa percaya diri dan mengembangkan
kreatifitas didalam lingkungan social, dan memberikan pelayanan social kepada
masyarakat.
Pemecahan aspek pendidikan ; memberikan informasi-informasi bahwa
pendidikan sangat penting didalam kehidupan social, apalagi sudah diterapkannya
wajib belajar 9tahun dengan bebas biaya.
Pemecahan aspek teologi ; menggalakkan program zakat, didalam ajaran islam
zakat diperkenalkan sebagai media untuk menumbuhkan pemerataan kesejahteraan
diantara masyarakat dan mengurangi kesenjangan kaya dan miskin.
Pemecahan aspek kebudayaan ; mengikuti berbagai pelatihan kursus sebagai
pengembangan diri agar mempunyai kemampuan dan keahlian.

8
2.7 Foto tentang kemiskinan

2.7 Peta Konsep kemiskinan

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masalah kemiskinan merupakan permasalahan kesejahteraan sosial di Indonesia dan
merupakan masalah yang kompleks, sehingga membutuhkan keterlibatan berbagai pihak
dalam penanganannya. Masalah ini dari dahulu sampai sekarang tetap menjadi isu sentral
di Indonesia.
Pekerjaan sosial merupakan profesi utama dalam bidang kesejahteraan sosial juga
mempunyai tanggung jawab dalam penanganan permasalahan kemiskinan tersebut. Dalam
penanganan masalah kemiskinan profesi pekerjaan sosial berfokus pada peningkatan
keberfungsian sosial si miskin. Sebagaimana halnya profesi kedokteran berkaitan dengan
konsepsi kesehatan, psikolog dengan konsepsi perilaku adekwat, guru dengan konsepsi
pendidikan, dan pengacara dengan konsepsi keadilan, maka keberfungsian sosial
merupakan konsepsi yang penting bagi pekerjaan social.
Pemecahan masalah Kemiskinan Di Indonesia juga dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan. Diantaranya melalui pendekatan Agama, Kesenian, Jurnalistik, dan
Interdisipliner.

10
DAFTAR PUSTAKA

Warto, 2011. Kearifan Lokal Masyarakat dalam Upaya Penanganan Kemiskinan.


B2P3KSPRESS, Yogyakarta
Roebyantho,Haryati dkk, 2004. Faktor-Faktor Penghambat Perkembangan Potensi Sosial
Masyarakat Lokal di Daerah Miskin. Perpustakaan Nasional Katalog Dalam terbitan, Jakarta.
Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat; Kajian Strategis Pembangunan
Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial. Refika Aditama, Bandung.
Edi Suharto,2004, kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia dalam edisi Menggagas
Model Jaminan Sosial Universal Di Bidang Kesehatan, Alfabeta, Bandung.

11
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I..............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
1. LATAR BELAKANG MASALAH..............................................................................................1
2. PERMASALAHAN...................................................................................................................2
3. TUJUAN PENULISAN..............................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.............................................................................................................................3
2.1 IDENTIFIKASI MASALAH....................................................................................................3
2.2 DEFINISI MASALAH...........................................................................................................3
2.3 PENYEBAB KEMISKINAN.............................................................................................4
2.4 IDENTIFIKASI PELAYANAN PEKSOS YANG BERHUBUNGAN DENGAN MASALAH................5
2.5 IDENTIFIKASI POTENSI DAN SISTEM SUMBER...................................................................7
2.6 PEMECAHAN MASALAH MELALUI PENDEKATAN-PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH7
2.7 FOTO TENTANG KEMISKINAN............................................................................................9
2.7 PETA KONSEP KEMISKINAN...............................................................................................9
BAB III.........................................................................................................................................10
PENUTUP....................................................................................................................................10
3.1 KESIMPULAN...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................11

12

Anda mungkin juga menyukai