Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MATERI KULIAH SISTEM SOSIAL POLITIK INDONESIA

KEMISKINAN SEBAGAI MASALAH SOSIAL

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 5

1. NENGSI WAHYUNI AMIN


2. FIRMAN SANTHIA BUDHI
3. AKBAR ADETYA SYAM

4. Ariyandi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK

2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang tidak hanya menyangkut masalah


pendapatan. Masalah lain, seperti kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa,
lokasi, kondisi geografis, gender, dan kondisi lingkungan merupakan dimensi-dimensi
kemiskinan yang juga memengaruhi kondisi seseorang atau rumah tangga dalam status
kemiskinan. Dalam rangka meningkatkan efektivitas upaya penanggulangan kemiskinan,
Pemerintah Kota Salatiga telah menerbitkan Keputusan Walikota Salatiga Nomor 054-
05/205/2017 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK),
SekretariatTKPK, Kelompok Kerja (Pokja) TKPK, dan Kelompok Program (Pokgram)
TKPK.

Berdasarkan Keputusan Walikota Salatiga Nomor 054-05/205/2017 tersebut diatas,Tim


Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Salatiga telah melaksanakan kegiatan
koordinasi dalam rangka percepatan program penanggulangan kemiskinan yang hasilnya
dapat dimanifestasikan dalam penyusunan Laporan Kinerja Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan Kota Salatiga Tahun 2018.

Laporan ini memberikan informasi mengenai Kondisi Umum Kemiskinan di Kota Salatiga
termasuk didalamnya adalah perkembangan tingkat kemiskinan di Kota Salatiga, Kebijakan
Penanggulangan Kemiskinan, Program Penanggulangan Kemiskinan dan Pelaksanaan
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Disamping itu, dalam laporan ini juga memuat
permasalahan yang muncul berkaitan dengan pelaksanaan program penanggulanan
kemiskinan dan rekomendasi dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang ada.

Dengan tersusunnya laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh pemangku
kepentingan dan menjadi acuan dalam perumusan kebijakan dan program-program yang
dapat menjamin percepatan penanggulangan kemiskinan di Kota Salatiga.

2
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan...........................................................................................................1

1. Permasalahan ..................................................................................................................2

2. tujuanpenulis....................................................................................................................3

BAB II Pembahasan..........................................................................................................4

2.1 Identifikasi masalah.......................................................................................................5

2.2 Definisi masalah............................................................................................................6

2.3 Penyebab kemiskinan....................................................................................................7

2.4 Identifikasi pelayanan perkos yang berhubungan dengan maslah.................................8

2.5 Identifikasi potensi dan sistem sumber..........................................................................9

2.6 Pemecahan masalah melalui pendekatan-pendekatan pemecahan masalah..................10

BAB III Penutup................................................................................................................11

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................12

3.2 Daftar pustaka................................................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Masalah kemiskinan merupakan isu sentral di Tanah Air, terutama setelah


Indonesia dilanda krisis multidimensional yang memuncak pada periode 1997-
1999. Setelah dalam kurun waktu 1976-1996 tingkat kemiskinan menurun
secara spektakuler dari 40,1 persen menjadi 11,3 persen, jumlah orang miskin
meningkat kembali dengan tajam, terutama selama krisis ekonomi. Studi yang
dilakukan BPS, UNDP dan UNSFIR menunjukkan bahwa jumlah penduduk
miskin pada periode 1996-1998, meningkat dengan tajam dari 22,5 juta jiwa
(11,3%) menjadi 49,5 juta jiwa (24,2%) atau bertambah sebanyak 27,0 juta jiwa
(BPS, 1999).
Sementara itu, menurut INDEF tahun 2009 yang memproyeksikan jumlah
penduduk miskin mencapai 40 juta (16,8%) sedangkan data BPS pada Maret
2008 menyatakan bahwa penduduk miskin sebanyak 35 juta jiwa (15,4%)
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru tahun 2006, mencapai 60
juta jiwa dari total penduduk atau sekitar 25 persen. Dengan asumsi pendapatan
perbulan hanya RP 150 ribu perbulan. Padahal standar Bank Dunia orang
miskin memiliki pendapatan US$2 perkapita per hari. Maka jika standar ini
digunakan maka jumlah keluarga miskin di Indonesia lebih fantastik lagi.
Kemiskinan sebuah kondisi kekurangan yang dialami seseorang atau suatu
keluarga. Kemiskinan telah menjadi masalah yang kronis karena berkaitan
dengan kesenjangan dan pengangguran. Walaupun kemiskinan dapat
dikategorikan sebagai persoalan klasik, tetapi sampai saat ini belum ditemukan
strategi yang tepat untuk menanggulangi masalah kemiskinan, sementara
jumlah penduduk miskin tiap tahunnya meningkat.
Walaupun kemiskinan dapat dikategorikan sebagai persoalan klasik,
tetapi sampai saat ini belum ditemukan strategi yang tepat untuk menanggulangi
masalah kemiskinan dan merumuskan kebijakan anti kemiskinan, sementara
jumlah penduduk miskin tiap tahunnya meningkat. Ketidakberhasilan itu
kiranya bersumber dari cara pemahaman dan penanggulangan kemiskinan yang
selalu diartikan sebagai sebuah kondisi ekonomi semata-mata.

4
Mengatasi kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya
memberdayakan orang miskin untuk dapat mandiri, baik dalam pengertian
ekonomi, budaya dan politik. Penanggulangan kemiskinan tidak hanya dengan
pemberdayaan ekonomi, akan tetapi juga dengan pemberdayaan politik bagi
lapisan miskin merupakan sesuatu yang tidak dapat terelakkan kalau
pemerataan ekonomi dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang
berkeadilan sosial seperti yang dikehendaki. 

Permasalahan
Makalah ini akan membahas tentang masalah-masalah :
Kemiskinan Di Indonesia
Definisi Kemiskinan
Penyebab Terjadinya Kemiskinan
Identifikasi Pelayanan Pekerjaan Sosial yang berhubungan dengan kemiskinan
Identifikasi Potensi dan Sistem Sumber di Indonesia Pemecahan Kemiskinan
Melalui Pendekatan-Pendekatan Pemecahan Masalah

Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui pengetahuan mengenai
masalah-masalah kemiskinan dan memberi informasi tentang kemiskinan, selain
itu makalah ini juga digunakan sebagai salah satu syarat memperoleh nilai pada
mata kuliah Analisis Masalah Sosial.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi masalahnya


sebagai berikut:
Tingkat Kemiskinan Di Indonesia cukup tinggi yakni 25% dari jumlah
penduduk Indonesia
Pemecahan masalah Kemiskinan bukan hanya melalui pendekatan ekonomi saja
2.2 Definisi Masalah
Kemiskinan memiliki defenisi berbeda bergantung pada cara pandang dan
indikatornya. Secara tradisional kemiskinan sering dipandang sebagai
ketidakmampuan orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang paling
mendasar. Kemiskinan merupakan konsep yang berwayuh wajah, bermatra
multidimensional. Ellis (1984:242-245), misalnya, menunjukkan bahwa dimensi
kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis.

Secara ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan


sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini
menyangkut tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan
(wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas.
Berdasarkan konsepsi ini, maka kemiskinan dapat diukur secara langsung
dengan menetapkan persediaan sumberdaya yang dimiliki melalui penggunaan
standar baku yang dikenal dengan garis kemiskinan (poverty line). Cara seperti
ini sering disebut dengan metode pengukuran kemiskinan absolut. Garis
kemiskinan yang digunakan BPS sebesar 2,100 kalori per orang per hari yang
disetarakan dengan pendapatan tertentu atau pendekatan Bank Dunia yang
menggunakan 1 dolar AS per orang per hari adalah contoh pengukuran
kemiskinan absolut.

Secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan


(power). Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang
dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan
menggunakan sumberdaya. Ada tiga pertanyaan mendasar yang bekaitan
dengan akses terhadap kekuasaan ini, yaitu

6
(a) bagaimana orang dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam
masyarakat,
(b) bagaimana orang dapat turut ambil bagian dalam pembuatan
keputusan penggunaan sumberdaya yang tersedia, dan (c) bagaimana
kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.
Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan
dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-
kesempatan peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat
diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor
penghambat yang mencegah atau merintangi  seseorang dalam memanfaatkan
kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat.

Faktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal


dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam diri si miskin itu sendiri, seperti
rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Teori “kemiskinan
budaya” (cultural poverty) yang dikemukakan Oscar Lewis, misalnya,
menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai
atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah
menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dsb.

Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan,


seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambat
seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya. Kemiskinan model ini seringkali
diistilahkan dengan kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini, kemiskinan
terjadi bukan dikarenakan “ketidakmauan” si misikin untuk bekerja (malas),
melainkan karena “ketidakmampuan” sistem dan struktur sosial dalam
menydiakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat
bekerja. Konsepsi kemiskinan yang bersifat multidimensional ini kiranya lebih
tepat jika digunakan sebagai pisau analisis dalam mendefinisikan kemiskinan
dan merumuskan kebijakan penanganan kemiskinan di Indonesia.

Sebagaimana akan dikemukakan pada pembahasan berikutnya, konsepsi


kemiskinan ini juga sangat dekat dengan perspektif pekerjaan sosial yang
memfokuskan pada konsep keberfungsian sosial dan senantiasa melihat manusia
dalam konteks lingkungan dan situasi sosialnya. (Edi Suharto, 2004).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Sosial (2004),


kemiskinan adalah ketidakmampuan induvidu dalam memenuhi kebutuhan
7
dasar minimal untuk hidup secara layak dan mencapai kesejahteraan sosial.
Sedangkan menurut pengertian lain, Kemiskinan (poverty) adalah suatu kondisi
yang ditandai oleh berbagai keterbatasan yang mengakibatkan rendahnya
kualitas kehidupan seseorang/keluarga seperti rendahnya penghasilan,
keterbatasan kepemilikan rumah tinggal yang layak huni, pendidikan dan
keterampilan yang rendah, serta hubunyan sosial dan akses informasi yang
terbatas (Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, 2003:145).

Dengan mengacu pendapat di atas, maka di peroleh pengertian bahwa,


kemiskinan merupakan kondisi individu, keluarga ataupun kelompok
masyarakat yang mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan pokok dan
kebutuhan dasar yang lain, sehingga kualitas hidup dan tingkat kesejahteraan
sosialnya rendah.

2.3 Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor. Jarang ditemukan kemiskinan yang


hanya disebakan oleh faktor tunggal. Menurut Suharto, (2009:17-18), secara
konsep, kemiskinan bisa diakibatkan oleh empat faktor, yaitu : 
1. Faktor individual.
Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dan psikologis si miskin.
Orang miskin disebabkan oleh perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin
itu sendiri dalam menghadapi kehidupannya. 
2. Faktor sosial.
Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin.
Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia, jender, etnis yang menyebabkan
seseorang menjadi miskin. Termasuk dalam faktor ini adalah kondisi sosial dan
ekonomi keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan kemiskinan antar
generasi. 
3. Faktor kultural.
Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara
khusus sering menunjuk pada konsep “kemiskinan kultural” atau “budaya
kemiskinan” yang menggabungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau
mentalitas. Sikap-sikap “negatif seperti malas, fatalisme atau menyerah pada
nasib, tidak memiliki jiwa wirausaha, dan kurang menghirmati etos kerja,
misalnya sering ditemukan pada orang miskin. 
4. Faktor struktural.

8
Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak
accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompo orang menjadi
miskin. Sebagai contoh, sisten ekonomi neoliberalisme yang diterapkan di
Indonesia telah menyebabkan para petani, nelayan, dan pekerja sektor informal
terjerat oleh, dan sulit keluar dari kemiskinan. Sebaliknya. Stimulus ekonomi,
pajak dan ilklim investasi lebih menhuntungkan orang kaya dan pemodal asing
untuk terus menumpuk kekayaan

2.4 Identifikasi Pelayanan Peksos yang berhubungan dengan masalah

Secara konseptual pekerjaan sosial memandang bahwa kemiskinan merupakan


persoalan-persoalan multidimensional, yang bermatra ekonomi-sosial dan
individual-struktural. Berdasarkan perspektif ini, ada tiga kategori kemiskinan
yang menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu:  

1.   Kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan


sebagai fakir miskin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan
dibawah garis kemiskinan (umumnya tidak memiliki sumber pendapatan sama
sekali) serta tidak memiliki akses terhadap berbagai pelayanan sosial.

2.   Kelompok miskin (poor). Kelompok ini memiliki pendapatan dibawah garis


kemiskinan namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar
(misalnya, masih memiliki sumber-sumber finansial, memiliki pendidikan dasar
atau tidak buta hurup,). 

3.   Kelompok rentan (vulnerable group). Kelompok ini dapat dikategorikan


bebas dari kemesikinan, karena memiliki kehidupan yang relatif lebih baik
ketimbang kelompok destitute maupun miskin. Namun sebenarnya kelompok
yang sering disebut “near poor” (agak miskin) ini masih rentan terhadap
berbagai perubahan sosial di sekitarnya. Mereka seringkali berpindah dari status
“rentan” menjadi “miskin” dan bahhkan “destitute” bila terjadi krisis ekonomi
dan tidak mendapat pertolongan sosial.

Secara tegas, memang sulit mengkategorikan bahwa sasaran garapan pekerjaan


sosial adalah salah satu kelompok dari ketiga kelompok di atas. Pekerjaan sosial
melihat bahwa kelompok sasaran dalam menangani kemiskinan harus
mencakup tiga kelompok miskin secara simultan. Dalam kaitan ini, maka
seringkali orang mengklasifikasikan kemiskinan berdasarkan “status” atau
“profil” yang melekat padanya yang kemudian disebut Penyandang Masalah
9
Kesejahteraan Sosial (PMKS). Gelandangan, pengemis, anak jalanan, suku
terasing, jompo terlantar, penyandang cacat (tubuh, mental, sosial) dll adalah
beberapa contoh PMKS yang sering diidentikan dengan sasaran pekerjaan sosial
di Indonesia. Belum ada hasil penelitian yang komprehensif apakah mereka ini
tergolong pada kelompok destitute, poor atau vulnerable. Namun dapat
diasumsikan bahwa proporsi jumlah PMKS diantara ketiga kategori tersebut
membentuk piramida kemiskinan.

Sesuai dengan konsepsi mengenai keberfungsian sosial, strategi penanganan


kemiskinan pekerjaan sosial terfokus pada peningkatan kemampuan orang
miskin dalam menjalankan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan statusnya.
Karena tugas-tugas kehidupan dan status merupakan konsepsi yang dinamis dan
multi-wajah, maka intervensi pekerjaan sosial senantiasa melihat sasaran
perubahan (orang miskin) tidak terpisah dari lingkungan dan situasi yang
dihadapinya. Prinsip ini dikenal dengan pendekatan “person-in-environment dan
person-in-situation”. 

Pada pendekatan pertama, pekerja sosial melihat penyebab kemiskinan dan


sumber-sumber penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya dengan lingkungan
dimana si miskin tinggal, baik dalam konteks keluarga, kelompok pertemanan
(peer group), maupun masyarakat. Penanganan kemiskinan yang bersifat
kelembagaan (institutional) biasanya didasari oleh pertimbangan ini. Beberapa
bentuk PROKESOS yang telah dan sedang dikembangkan oleh Depsos dapat
disederhanakan menjadi:

1.   Pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh


panti-panti sosial.

2.   Program jaminan, perlindungan dan asuransi kesejahteraan sosial.

Pendekatan kedua, yang melihat si miskin dalam konteks situasinya, strategi


pekerjaan sosial berpijak pada prinsip-prinsip individualisation dan self-
determinism yang melihat si miskin secara individual yang memiliki masalah
dan kemampuan unik. Program anti kemiskinan dalam kacamata ini disesuaikan
dengan kejadian-kejadian dan/atau masalah-masalah yang dihadapinya.

10
Penanganan kemiskinan dapat dikategorikan kedalam beberapa strategi:

1.   Strategi kedaruratan. Misalnya, bantuan uang, barang dan tenaga bagi


korban bencana alam.

2.   Strategi kesementaraan atau residual. Misalnya, bantuan stimulan untuk


usaha-usaha ekonomis produktif.

3.   Strategi pemberdayaan. Misalnya, program pelatihan dan pembinaan


keluarga muda mandiri, pembinaan partisipasi sosial masyarakat, pembinaan
anak dan remaja.

4.   Strategi “penanganan bagian yang hilang”. Strategi yang oleh Caroline


Moser disebut sebagai “the missing piece strategy” ini meliputi program-
program yang dianggap dapat memutuskan rantai kemiskinan melalui
penanganan salah satu aspek kunci kemiskinan yang kalau “disentuh” akan
membawa dampak pada aspek-aspek lainnya. Misalnya, pemberian kredit,
program KUBE atau Kelompok Usaha Bersama.

2.5 Identifikasi Potensi dan Sistem Sumber

Potensi adalah manusia, alam, dan institusi social yang belum dikembangkan
namun dapat digunakan untuk usaha dalam menangani kemiskinan di Indonesia.

Banyak potensi yang dimiliki Indonesia, baik potensi alam ataupun potensi
manusia dalam menangani masalah kemiskinan. Kekayaan alam misalnya saja
dapat membuat lapangan kerja baru, merekrut tenaga kerja, dan akhirnya dapat
mengurangi tingkat kemiskinan. Potensi-potensi manusia juga bisa
diberdayakan, Misalnya, program pelatihan dan pembinaan keluarga muda
mandiri, pembinaan partisipasi sosial masyarakat, pembinaan anak dan remaja.

Sumber-sumber penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya dengan lingkungan


dimana si miskin tinggal, baik dalam konteks keluarga, kelompok pertemanan
(peer group), maupun masyarakat. Dukungan lingkungan, institusi, dan keluarga
agar keluar dari kemiskinan sangat berpengaruh.

2.6 Pemecahan Masalah Melalui Pendekatan-Pendekatan Pemecahan Masalah

A. Melalui pendekatan agama

11
Kegiatan untuk membantu keluarga yang miskin telah dilakukan oleh
masyarakat yang secara ekonomi mampu, baik secara pribadi maupun
kelompok. Mengenai kegiatan pemberian bantuan secara atau bersifat pribadi
biasanya merek alakukan pada ssaat tertentu dan bagi yang beragama islam
dalam bentuk sedekah ataupun pada saat menjelang hari raya idul firti berupa
zakat fitrah, ataupun zakat mal, sesuai ketentuan agama islam. Sementara
kegiatan pemberian bantuan kepada keluarga miskin dilaksanakan oleh umat
yng beragama katholik ataupun Kristen disebut tabungan cinta kasih
(Tacika)yang biasanya diberikan pada saat menjelang hari natal dan hari
paskah.

B. Melalui pendekatan Jurnalistik

Dengan pendekatan jurnalistik dimaksudkan sebagai usaha penyebarluasan


informasi yang berkaitan dengan masalah sosial melalui tulisan-tulisan di media
cetak. Melalui pendekatan ini masalah sosial diusahakan untuk dikenalkan pada
masyarakat baik dalam arti masalah sosial itu sendiri maupun sebab-akibat serta
cara-cara menghadapinya. Artikel-artikel di media baca, maupun media internet
mengenai kemiskinan yang terjadi di Indonesia dapat membuat masyarakat
lebih peka. Juga bisa sebagai media pengajak masyarakat dan organisasi untuk
berpartisipasi memutus rantai kemiskinan di Indonesia.

C. Melalui Pendekatan Seni

Pendekatan seni adalah suatu upaya yang dilakukan para seniman (seni drama,
musik, tari, lukis, sastra dsb) untuk membangun simpati kemanusiaan
sehubungan dengan sistuasi sosial yang bermasalah. Dalam adat Jawa biasanya
dalam membantu orang-orang miskin, orang-orang kaya mengundang mereka
dalam acara kesenian yang biasanya dimainkan oleh orang-orang miskin
tersebut. Pengundangan ini bukan hanya sebagai pentas kesenian namun tujuan
untuk membantu mereka mendapat penghasilan.Melalui Pentas drama theater
yang menggambarkan situasi sosial masyarakat miskin.

D. Melalui Pendekatan Interdisipliner

Pemecahan melalui aspek ekonomi ; Menciptakan iklim usaha yang kondusif


dan menyediakan lingkungan yang mampu mendorong pengembangan umkm

12
secara sistemik, mandiri dan berkelanjutan. Menciptakan lapangan kerja yang
mampu menyerap lapangan kerja sehingga mengurangi masalah pengangguran.
Karena pengangguran merupakan masalah terbesar di Indonesia.

Pemecahan aspek social ;  digalakkannya pembangunan didaerah sehingga


ineraksi social bisa lebih meningkat dengan adanya pembangunan dan teknologi
yang mendukung.

Pemecahan aspek struktural ; menghapuskan korupsi, sebab korupsi adalah


salah satu penyebab layanan masyarakat tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Sehingga masyarakat tidak bisa menikmati hak nya.

Pemecahan aspek psikolgi ; menanamkan rasa percaya diri dan


mengembangkan kreatifitas didalam lingkungan social, dan memberikan
pelayanan social kepada masyarakat.

Pemecahan aspek pendidikan ; memberikan informasi-informasi bahwa


pendidikan sangat penting didalam kehidupan social, apalagi sudah
diterapkannya wajib belajar 9tahun dengan bebas biaya.

Pemecahan aspek teologi ; menggalakkan program zakat, didalam ajaran islam


zakat diperkenalkan sebagai media untuk menumbuhkan pemerataan
kesejahteraan diantara masyarakat dan mengurangi kesenjangan kaya dan
miskin.

Pemecahan aspek kebudayaan ;  mengikuti berbagai pelatihan kursus sebagai


pengembangan diri agar mempunyai kemampuan dan keahlian.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masalah kemiskinan merupakan permasalahan kesejahteraan sosial di Indonesia


dan merupakan masalah yang kompleks, sehingga membutuhkan keterlibatan
berbagai pihak dalam penanganannya. Masalah ini dari dahulu sampai sekarang
tetap menjadi isu sentral di Indonesia. 

Pekerjaan sosial merupakan profesi utama dalam bidang kesejahteraan sosial


juga mempunyai tanggung jawab dalam penanganan permasalahan kemiskinan
tersebut. Dalam penanganan masalah kemiskinan profesi pekerjaan sosial
berfokus pada peningkatan keberfungsian sosial si miskin. Sebagaimana halnya
profesi kedokteran berkaitan dengan konsepsi kesehatan, psikolog dengan
konsepsi perilaku adekwat, guru dengan konsepsi pendidikan, dan pengacara
dengan konsepsi keadilan, maka keberfungsian sosial merupakan konsepsi yang
penting bagi pekerjaan social.

Pemecahan masalah Kemiskinan Di Indonesia juga dapat dilakukan dengan


berbagai pendekatan. Diantaranya melalui pendekatan Agama, Kesenian,
Jurnalistik, dan Interdisipliner.

14
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Warto, 2011. Kearifan Lokal Masyarakat dalam Upaya Penanganan


Kemiskinan. B2P3KSPRESS, Yogyakarta

Roebyantho,Haryati dkk, 2004. Faktor-Faktor Penghambat Perkembangan


Potensi Sosial Masyarakat Lokal di Daerah Miskin. Perpustakaan Nasional
Katalog Dalam terbitan, Jakarta.

Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat; Kajian


Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial. Refika
Aditama, Bandung.

Edi Suharto,2004, kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia dalam edisi


Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Di Bidang Kesehatan, Alfabeta,
Bandung. 

15

Anda mungkin juga menyukai