Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah mengenai “MASALAH
KEMISKINAN DI INDONESIA”. Karya ilmiah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Bahasa Indonesia
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Vita Riahni Saragih, M.Pd sebagai
dosen yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan karya
ilmiah ini.
Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini.
Penulis
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I PENDAHULUAN
Bab II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
Daftar Pustaka
Bab I
PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan yang ada di Indonesia adalah kemiskinan, sejauh ini
pemerintah belum mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan tersebut. Pada
tahun 2002 Remi dan Tjiptoherijanto mengatakan bahwa upaya menurunkan tingkat
kemiskinan telah dimulai tahun 1970-an, diantaranya melalui program bimbingan
masyarakat (Bimas) dan bantuan desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami
tahapan jenuh pada tahun 1980an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di
tahun 1970-an tidak maksimal, sehinggajumlah orang miskin pada awal 1990-an
kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan melebar yang
mencakup antar sektor,kelompok dan wilayah.
Kondisi kemiskinan semakin parah akibat krisis ekonomi pada tahun 1998. Namun
ketika pertumbuhan ekonomi yang sempat menurun akibat krisis dapat teratasi dan
dapat dipulihkan,kemiskinan tetap saja sulit di tanggulangi. Pada tahun 1999, 27% dari
total penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebanyak 33,9% penduduk desa
dan 16,4% penduduk kota adalah orang miskin.
1. Kemiskinan alamiah
Kemiskinan alamiah terjadi akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan
teknologi yang rendah, dan bencana alam.
2. Kemiskinan buatan
Kemiskinan ini terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat
membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi
dan berbagai fasilitas lain sehingga mereka tetap miskin.
3. Disebabkan orang itu sendiri
Seperti kemalasan,kebodohan,dll yang ada dalam diri orang itu sendiri.
1. Kurang tersedianya sarana yang dapat dipakai keluaga miskin secara layak
contohnya puskesmas dan sekolah
2. Rendahnya minat masyarakat miskin untuk berjuang mencapai haknya karena
mereka kurang mendapat pengetahuan mengenai pentingnya memiliki
pendidikan tinggi dan kessehaan yang baik.
3. Wilayah Indonesia yang sangat luas sehingga sulit bagi pemrintah untuk
menjangkau seluruh wilayah dengan perhatian yang sama. Hal ini menyebabkan
perbedaan masalah kesehatan,mutu pangan dan pendidikan antara wilayah yang
jauh dari perkotaan.
1.2 Rumusan Masalah
Kemiskinan secara etimologis berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak
berharta benda dan seba kekurangan. Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana
seseorang kurang dan bahkan tidak dapat memiliki hal-hal yang biasanya dimiliki
setiap orang pada umumnya. Menurut BAPPENAS(1993), kemiskinan merupakan
situasi kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh orang miskin, tetapi
karena keadaan yang tidak bisa dihindari oleh kekuatan yang ada padanya.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan,pakaian,tempat berlindung,pendidikan dan
kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan
dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan
merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komperatif, sementara yang lainnya dari segi moral dan evaluative, dan yang
lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup :
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari-hari,sandang,perumahan,dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam
arti ini dipahami sebagai suatu kelangkaan barang barang dan pelayanan
pasar.
Gambaran tentang kebutuhan sosial,termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial
biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-
masalah politik dan moral,dan tidak di batasi pada bidang ekonomi.
Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran
yang lainnya
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna memadai di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik
dan ekonomi.gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek
penghasilan di luar profesi secara halal. Perkecualian jika institusi tempatnya
bekerja melarang.
Berikut ini defenisi kemiskinan menurut beberapa para ahli :
1. Soerjono Soekanto
2. Gillin
3. Bappenas
Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan karena keadaan yang tidak dapat
dihindari oleh seseorang dengan kekuatan yang dimilikinya.
5. Suparlan
Kemiskinan adalah standar tingkat hidup yang rendah karena kekurangan materi
pada sejumlah atau golongan orang bila dibandingkan dengan standar kehidupan
yang berlaku di masyarakat sekitarnya.
6. Friedman
8. Ellis
Kemiskinan adalah sebuah gejala multidimensional yang bisa dikaji dari dimensi
ekonomi dan sosial politik.
9. Levitan
1. Paul Spicker
a. Individual explanation
Diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri: malas,
pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, cacat bawaan, belum siap
memiliki anak dan sebagainya.
b. Familial explanation
Akibat faktor keturunan, dimana antar generasi terjadi
ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat pendidikan.
c. Subcultural explanation
Akibat karakteristik perilaku suatu lingkungan yang berakibat
pada moral dari masyarakat.
d. Structural explanation
Menganggap kemiskinan sebagai produk dari masyarakat yang
menciptakan ketidakseimbangan dengan pembedaan status atau hak.
2. Menurut Sharp et al.
Kemiskinan disebabkan oleh :
a. Rendahnya kualitas angkatan kerja.
Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan adalah karena
rendahnya kualitas angkatan kerja. Kualitas angkatan kerja ini bisa
dilihat dari angka buta huruf. Sebagai contoh Amerika Serikat hanya
mempunyai angka buta huruf sebesar 1%, dibandingkan dengan
Ethiopia yang mempunyai angka diatas 50%
b. Akses yang sulit terhadap kepemilikan modal.
Kepemilikan modal yang sedikit serta rasio antara modal dan
tenaga kerja (capital-to-labor ratios) menghasilkan produktivitas
yang rendah yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab
kemiskinan.
Secara garis besar penduduk suatu Negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja
dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang
berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda di setiap Negara
yang satu dengan yang lain.
Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia yaitu minimal 10 tahun tanpa batas
umur maksimum. Jadi setiap orang atau semua penduduk kesenjangan dikatakan lunak,
distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup merata.
Penduduk yang banyak bisa menjadi modal yang berharga seandainya tingkat
pendidikannya cukup tinggi dan kesehatan yang baik. Walaupun sudah lebih dari 90
persen anak-anak Indonesia mengenyam tingkat pendidikan dasar 6 tahun tapi yang bisa
melanjutkan pendidikannya ke sekolah lanjutan pertama, sekolah menengah atas dan
perguruan tinggi sangat sedikit. Hambatan utama yang dihadapi adalah kemiskinan.
Walaupun pemerintah sudah memberlakukan wajib belajar 9 tahun dan membebaskan
uang sekolah serta memberi berbagai kemudahan dan bea siswa, tapi kemiskinan
membuat banyak keluarga memutuskan untuk tidak menyekolahkan anak-anaknya lebih
lanjut. Hal ini dapat dipahami mengingat sekolah tidak hanya bayar uang sekolah tapi
juga membeli seragam, biaya transpor, uang jajan dan pungutan sekolah.
Dari kedua pendapat di atas dapat dipahami bahwa keadaan ekonomi keluarga
sangat mempengaruhi pelaksanaan pendidikan anak dalam keluarga, artinya bila
ekonomi keluarga sangat minim maka akan menuntut orang tuanya selalu berusaha
mencari nafkah keluarga. Hal ini tidak jarang dilakukan oleh seorang ayah atau ibu. Bila
kedua orang tua telah disibukkan dengan pekerjaannya sehari-hari untuk mencukupi
kebutuhan mereka, maka anggota keluarganya (anak-anak mereka) akan kehilangan
Pembina dan pembimbingnya, sehingga mereka tidak lagi terurus dan sebagainya
akibatnya moral serta tingkah laku anak tak terarah. Oleh karena itu pemerintah harus
lebih memperhatikan masyarakatnya agar anak-anak Indonesia dapat mengenyam
pendidikan minimal SMA, supaya tingkat pendidikan di Indonesia meningkat dan dapat
bersaing dengan negara lain.
2.3.1 Pengangguran
2.3.2 Kriminalitas
Begitupula data statistik yang dikeluarkan oleh BPS, bahwa di tingkat provinsi
dan kabupaten menunjukkan terdapat kelompok anak-anak tertentu yang terkena
dampak paling rentan yang sebagian besar berasal dari keluarga miskin sehingga tidak
mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Benarkah ini karena faktor
ekonomi atau sistem yang tidak berpihak pada mereka?
Mereka yang tidak dapat melanjutkan sekolah ini sebagian besar berijazah
terakhir sekolah dasar (42,1 persen) maupun tidak memiliki ijazah (30,7 persen). Meski
demikian, rencana untuk menyekolahkan anak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
ternyata cukup besar, yakni 93,9 persen. Hanya 6,1 persen yan menyatakan tidak
memiliki rencana untuk itu.
Tingginya angka penduduk usia kerja hanya akan menjadi bonus (window of
opportunity) apabila penyediaan kesempatan kerja sudah sesuai dengan jumlah
penduduk usia kerja serta ditopang oleh kualitas angkatan kerja yang baik.
Namun selain tekad, harus didukung dengan niat yang ikhlas, perencanaan,
pelaksanaan dan juga pengawasan yang baik. Tanpa itu semua hanya omong belaka.
2.4.1 Pendidikan
Pertama, meningkatkan pendidikan rakyat. Sebisa mungkin pendidikan
harus terjangkau oleh seluruh rakyat Indonesia. Banyaknya sekolah yang rusak
menunjukkan kurangnya pendidikan di Indonesia. Tentu bukan hanya fisik, bisa
jadi gurunya pun kekurangan gaji dan tidak mengajar lagi.
Dulu pada tahun 1970-an, sekolah dasar dibagi dua. Ada sekolah pagi
dan ada sekolah siang sehingga 1 bangunan sekolah bisa dipakai untuk 2 sekolah
dan melayani murid dengan jumlah 2 kali lipat. Sebagai contoh di sekolah saya
ada SDN Bidaracina 01 Pagi (Sekarang berubah jadi Cipinang Cempedak 01
Pagi) dan SDN Bidaracina 02 Petang. Sekolah pagi mulai dari jam 7.00 hingga
12.00 sedang yang siang dari jam 12:30 hingga 17:30. Satu bangunan sekolah
bisa menampung total 960 murid!
Ini tentu lebih efektif dan efisien. Biaya pembangunan dan pemeliharaan
gedung sekolah bisa dihemat hingga separuhnya. Mungkin ada yang
berpendapat bahwa hal itu bisa mengurangi jumlah pelajaran karena jam belajar
berkurang. Padahal tidak. Sebaliknya jam pelajaran di sekolah terlalu lama justru
membuat siswa jenuh dan tidak mandiri karena dicekoki oleh gurunya. Guru
bisa memberi mereka PR atau tugas yang dikerjakan baik sendiri, bersama orang
tua, atau teman-teman mereka. Ini melatih kemandirian serta kerjasama antara
anak dengan orang tua dan juga dengan teman mereka.
Selain itu biaya untuk beli buku cukup tinggi, yaitu per semester atau
caturwulan bisa mencapai Rp 200 ribu lebih. Setahun paling tidak Rp 400 ribu
hanya untuk beli buku. Jika punya 3 anak, berarti harus mengeluarkan uang Rp
1,2 juta per tahun. Hanya untuk uang buku orang tua harus mengeluarkan 130%
lebih dari Upah Minimum Regional (UMR) para buruh yang hanya sekitar 900
ribuan.
Untuk mengurangi beban orang tua dalam hal uang buku, pemerintah
bisa menyediakan Perpustakaan Sekolah. Dulu perpustakaan sekolah
meminjamkan buku-buku Pedoman (waktu itu terbitan Balai Pustaka) kepada
seluruh siswa secara gratis. Untuk soal bisa didikte atau ditulis di papan tulis.
Ini beda dengan sekarang di mana buku harus ditulis dengan pulpen
sehingga begitu selesai dipakai harus dibuang. Tak bisa diturunkan ke adik-
adiknya.
Saat ini biaya SPP sekolah gratis hanya mencakup SD dan SMP (Meski
sebetulnya tetap bayar yang lain dengan istilah Ekskul atau Les) sedang untuk
Perguruan Tinggi Negeri biayanya justru jauh lebih tinggi dari Universitas
Swasta yang memang bertujuan komersial. Untuk masuk UI misalnya orang
tahun 2005 saja harus bayar uang masuk antara Rp 25 hingga 75 juta. Padahal
tahun 1998 orang cukup bayar sekitar Rp 300 ribu sehingga orang miskin dulu
tidak takut untuk menyekolahkan anaknya di PTN seperti UI, IPB, UGM, ITS,
dan sebagainya. Meski ada surat edaran Rektor bahwa orang tua tidak perlu
takut akan bayaran karena bisa minta keringanan, namun teori beda dengan
praktek.
Boleh dikata orang-orang miskin saat ini mimpi untuk bisa masuk ke
PTN. Jika pun ada paling cuma segelintir saja yang mau bersusah payah
mengurus surat keterangan tidak mampu dan merendahkan diri mereka di depan
birokrat kampus sebagai Keluarga Miskin (Gakin) untuk minta keringanan
biaya.
Tanpa pendidikan, sulit bagi rakyat Indonesia untuk mengurangi
kemiskinan dan menjadi bangsa yang maju.
2.4.2 Reformasi Tanah untuk Rakyat
Pembagian tanah/lahan pertanian untuk petani. Paling tidak separuh
rakyat (sekitar 100 juta penduduk) Indonesia masih hidup di bidang pertanian.
Menurut Bank Dunia, mayoritas petani Indonesia memiliki lahan kurang dari 0,4
hektar. Bahkan ada yang tidak punya tanah dan sekedar jadi buruh tani. Kadang
terjadi tawuran antar desa hingga jatuh korban jiwa hanya karena
memperebutkan lahan beberapa hektar!
Artinya jika 1 hektar bisa menghasilkan 6 ton gabah dan panen 2 kali
dalam setahun serta harga gabah hanya Rp 2.000/kg, pendapatan kotor petani
hanya Rp 9,6 juta per tahun atau Rp 800 ribu/bulan. Jika dikurangi dengan biaya
benih, pestisida, dan pupuk dengan asumsi 50% dari pendapatan mereka, maka
penghasilan petani hanya Rp 400 ribu/bulan saja.
Pada saat yang sama 69,4 juta hektar tanah dikuasai oleh 652 pengusaha.
Ini menunjukkan belum adanya keadilan di bidang pertanahan. Dulu pada zaman
Orba (Orde Baru) ada proyek Transmigrasi di mana para petani mendapat tanah
1-2 hektar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Transportasi, rumah,
dan biaya hidup selama setahun ditanggung oleh pemerintah.
Program itu sebenarnya cukup baik untuk diteruskan mengingat saat ini
Indonesia kekurangan pangan seperti beras, kedelai, daging sapi, dsb sehingga
harus impor puluhan trilyun rupiah setiap tahunnya.
Jika petani dapat tanah 2 hektar, maka penghasilan mereka meningkat
jadi Rp 48 juta per tahun atau bersih bisa Rp 2 juta/bulan per keluarga. Memang
biaya transmigrasi cukup besar. Untuk kebutuhan hidup selama setahun, rumah,
lahan, dan transportasi paling tidak perlu Rp 40 juta per keluarga. Dengan
anggaran Rp 10 trilyun per tahun ada 250.000 keluarga yang dapat
diberangkatkan per tahunnya.
Seandainya tiap keluarga mendapat 2 hektar dan tiap hektar
menghasilkan 12 ton beras per tahun, maka akan ada tambahan produksi sebesar
6 juta ton per tahun. Ini sudah cukup untuk menutupi kekurangan beras di dalam
negeri.
Saat ini dari 2 juta ton kebutuhan kedelai di Indonesia (sebagian untuk
tahu dan tempe), 60% diimpor dari luar negeri. Karena harga kedelai luar negeri
naik dari Rp 3.500/kg menjadi Rp 7.500/kg, para pembuat tahu dan tempe
banyak yang bangkrut dan karyawannya banyak yang menganggur.
Jika program transmigrasi dilakukan tiap tahun dan produk yang ditanam
adalah produk di mana kita harus impor seperti kedelai, niscaya kekurangan
kedelai bisa diatasi dan Indonesia tidak tergantung dari impor kedelai yang
nilainya lebih dari Rp 8 trilyun per tahunnya. Ini akan menghemat devisa.
2.4.3 Agrobisnis Hanya untuk Rakyat
Tutup bisnis pangan kebutuhan utama rakyat dari para pengusaha besar.
Para petani/pekebun kecil sulit untuk mengekspor produk mereka. Sebaliknya
para pengusaha besar dengan mudah mengekspor produk mereka (para
pengusaha bisa menekan/melobi pemerintah) sehingga rakyat justru bisa
kekurangan makanan atau harus membayar tinggi sama dengan harga
Internasional. Ini sudah terbukti dengan melonjaknya harga minyak kelapa
hingga 2 kali lipat lebih dalam jangka waktu kurang dari 6 bulan akibat kenaikan
harga Internasional. Pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa.
Jika produk utama seperti beras, kedelai, terigu dikuasai oleh pengusaha,
rakyat akan menderita akibat permainan harga.Selain itu dengan dikuasainya
industri pertanian oleh pengusaha besar, para petani yang merupakan mayoritas
dari rakyat Indonesia akan semakin tersingkir dan termiskinkan.
2.4.4 Efisiensi
Lakukan efisiensi di bidang pertanian. Perlu dikaji apakah pertanian kita
efisien atau tidak. Jika pestisida kimia mahal dan berbahaya bagi kesehatan,
pertimbangkan predator alami seperti burung hantu untuk memakan tikus, dsb.
Begitu pula jika pupuk kimia mahal dan berbahaya, coba pupuk organik seperti
pupuk hijau/kompos. Semakin murah biaya pestisida dan pupuk, para petani
akan semakin terbantu karena ongkos tani semakin rendah.
Jika membajak sawah bisa dilakukan dengan sapi/kerbau, kenapa harus
memakai traktor? Dengan sapi/kerbau para petani bisa menternaknya sehingga
jadi banyak untuk kemudian dijual. Daging dan susunya juga bisa dimakan.
Sementara traktor bisa rusak dan butuh bensin/solar yang selain mahal juga
mencemari lingkungan.
Nelayan juga tidak perlu pakai solar/BBM. Coba kembangkan perahu
layar atau Turbin Angin yang kecepatannya bisa lebih cepat dari angin dan
melawan arah angin. Ini bisa menghemat biaya.
2.4.5 Penuhi Kebutuhan yang Masih Impor
Data produk-produk yang masih kita impor. Kemudian teliti produk
mana yang bisa dikembangkan di dalam negeri sehingga kita tidak tergantung
dengan impor sekaligus membuka lapangan kerja. Sebagai contoh jika mobil
bisa kita produksi sendiri, maka itu akan sangat menghemat devisa dan
membuka lapangan kerja. Ada 1 juta mobil dan 6,2 juta sepeda motor terjual di
Indonesia dengan nilai lebih dari Rp 200 trilyun/tahun. Jika pemerintah
menyisihkan 1% saja dari APBN yang Rp 1.000 trilyun/tahun untuk
membuat/mendukung BUMN yang menciptakan kendaraan nasional, maka akan
terbuka lapangan kerja dan penghematan devisa milyaran dollar setiap tahunnya.
Untuk melindungi industri dalam negeri, kenakan pajak impor minimal
20%. Jadi jika di satu bidang satu produsen bisa ekspor Rp 10 trilyun/tahun ke
Indonesia, dgn pajak impor yang RP 2 trilyun/tahun, bisa saja dia memindahkan
pabriknya ke Indonesia. Atau Industri dalam negeri Indonesia yang bangkit.
2.4.6 Nasionalisasi Perusahaan Tambang Asing (migas, emas, perak, tembaga,
dsb)
Stop eksploitasi/pengurasan kekayaan alam oleh perusahaan asing.
Kelola sendiri. Banyak kekayaan alam kita yang dikelola oleh asing dengan
alasan kita tidak mampu dan sedang transfer teknologi. Kenyataannya dari tahun
1900 hingga saat ini ketika minyak hampir habis kita masih ”transfer teknologi”.
Padahal95% pekerja dan insinyur di perusahaan-perusahaan asing adalah
orang Indonesia. Expat paling hanya untuk level managerial. Bahkan perusahaan
migas Qatar pun di Kompas sering pasang lowongan untuk merekrut ahli migas
kita. Saat ini 1.500 ahli perminyakan Indonesia bekerja di Timur Tengah seperti
Arab Saudi, Kuwait, dan Qatar. Bahkan ada Doktor Perminyakan yang bekerja
di negara Eropa seperti Noewegia!
Sekilas kita untung dengan pembagian 85% sedang kontraktor asing
hanya 15%. Padahal kontraktor asing tersebut memotong terlebih dulu
pendapatan yang ada dengan cost recovery yang besarnya mereka tentukan
sendiri. Bahkan ongkos bermain golf dan biaya rumah sakit di luar negeri ex-
patriat dimasukkan ke dalam cost recovery, begitu satu media
memberitakan. Akibatnya di Natuna sebagai contoh, Indonesia tidak dapat apa-
apa. Kontraktor asing sendiri, seperti Exxon sendiri mengantongi keuntungan
hingga Rp 360 trilyun setiap tahun dari pengelolaan minyak dan gas di berbagai
negara termasuk Indonesia. Menurut PENA, pada tahun 2008 saja sekitar Rp
2.000 trilyun/tahun dari hasil kekayaan alam Indonesia justru masuk ke kantong
asing. Padahal jitu bisa dipakai untuk melunasi hutang luar negeri dan
mensejahterakan rakyat Indonesia.
Biaya main golf, rumah sakit di luar negeri, bahkan biaya kantor pusat
perushaan migas tsb di Amerika Serikat dimasukkan sebagai cost recovery yg
harus dibayar pemerintah Indonesia lewat migasnya: Soal penggelembungan
cost recovery dijelaskan oleh ekonom Rizal Ramli. Modusnya perusahaan
investor bisa menyertakan pengeluaran yang tak relevan dengan kegiatan
eksplorasi minyak. “Misalnya biaya main golf dimasukan cost recovery, biaya
headquarter masuk cost recovery,”. Bahkan untuk royalti emas dan perak di
Papua, Freeport yang cuma “tukang cangkul” dapat 99% sementara bangsa
Indonesia sebagai pemilik emas cuma dibagi 1%! Bagaimana bisa kaya? Jadi
kalau didapat emas dan perak sebesar Rp 100 trilyun, Indonesia cuma dapat Rp
1 trilyun saja!
Banyak perusahaan asing beroperasi menguras kekayaan alam Indonesia.
Tetangga saya yang menambang emas bekerjasama dengan penduduk lokal
dengan memakai alat pahat dan martil saja bisa mendapat Rp 240 juta per bulan,
bagaimana dengan Freeport yang memakai banyak excavator dan truk-truk
raksasa yang meratakan gunung-gunung di Papua?
Agar Indonesia bisa makmur, maka Indonesia harus mengelola sendiri
alamnya. Nasionalisasi Perusahaan2 tambang asing.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Soerjono Soekanto
2. Gillin
3. Bappenas
Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan karena keadaan yang tidak dapat
dihindari oleh seseorang dengan kekuatan yang dimilikinya.
5. Suparlan
Kemiskinan adalah standar tingkat hidup yang rendah karena kekurangan materi
pada sejumlah atau golongan orang bila dibandingkan dengan standar kehidupan
yang berlaku di masyarakat sekitarnya.
1. Paul Spicker
a. Individual explanation
Diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri: malas,
pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, cacat bawaan, belum siap
memiliki anak dan sebagainya.
b. Familial explanation
Akibat faktor keturunan, dimana antar generasi terjadi
ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat pendidikan.
c. Subcultural explanation
Akibat karakteristik perilaku suatu lingkungan yang berakibat
pada moral dari masyarakat.
d. Structural explanation
Menganggap kemiskinan sebagai produk dari masyarakat yang
menciptakan ketidakseimbangan dengan pembedaan status atau hak.
2. Menurut Sharp et al.
Kemiskinan disebabkan oleh :
a. Rendahnya kualitas angkatan kerja.
Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan adalah karena
rendahnya kualitas angkatan kerja. Kualitas angkatan kerja ini bisa
dilihat dari angka buta huruf. Sebagai contoh Amerika Serikat hanya
mempunyai angka buta huruf sebesar 1%, dibandingkan dengan
Ethiopia yang mempunyai angka diatas 50%
b. Akses yang sulit terhadap kepemilikan modal.
Kepemilikan modal yang sedikit serta rasio antara modal dan
tenaga kerja (capital-to-labor ratios) menghasilkan produktivitas
yang rendah yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab
kemiskinan.
c. Rendahnya tingkat penguasaan teknologi.
Negara-negara dengan penguasaan teknologi yang rendah
mempunyai tingkat produktivitas yang rendah pula. Tingkat
produktivitas yang rendah menyebabkan terjadinya pengangguran.
Hal ini disebabkan oleh kegagalan dalam mengadaptasi teknik
produksi yang lebih modern. Ukuran tingkat penguasaan teknologi
yang rendah salah satunya bisa dilihat dari penggunaaan alat-alat
produksi yang masih bersifat tradisional.
d. Penggunaan sumber daya yang tidak efisien.
Negara miskin sumber daya yang tersedia tidak dipergunakan
secara penuh dan efisien. Pada tingkat rumah tangga penggunaan
sumber daya biasanya masih bersifat tradisional yang menyebabkan
terjadinya inefisiensi.
e. Pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Menurut teori Malthus jumlah penduduk berkembang sesuai deret
ukur sedangkan produksi bahan pangan berkembang sesuai deret
hitung. Hal ini mengakibatkan kelebihan penduduk dan kekurangan
bahan pangan. Kekurangan bahan pangan merupakan salah satu
indikasi terjadinya kemiskinan.
3. Menurut Kuncoro
a. Secara makro
kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan
timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam
jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah.
b. kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia
Karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti
produktivitas juga rendah, upahnyapun rendah.
c. kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal
Penyebab kemiskinan secara garis besar disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Pengangguran
2. Kriminalitas
3. Putus sekolah
4. Kesehatan sulit di dapat
5. Buruknya generasi penerus
B. Saran
Problem Kemiskinan di masyarakat saat ini berbanding lurusdengan
semakin bertambahnya jumlah penduduk indonesia. Masalahyang terjadi di kota
tidak terlepas karena adanya problem masalah yang terjadi di desa, kurangnya
sumber daya manusia yang produktif akibat urbanisasi menjadi masalah yang pokok
untuk diselesaikan danparadigma yang sempit bahwa dengan mengadu nasib
dikota makakehidupan menjadi bahagia dan sejahtera menjadi masalah
serius. Problem itu tidak akan menjadi masalah serius apabila pemerintah
lebih focus pada perkembangan dan pertumbuhan desa yang tertinggal
dengan membuka lapangan pekerjaan di pedesaan sekaligus
m e n g a l i r n y a i n v e s t a s i d a r i k o t a d a n j u g a m e n e r a p k a n desentralisasi
otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepadaseluruh daerah untuk
mengembangkanpotensinya menjadi lebih baik, sehingga desa dan kota dapat saling
mendukung dalam segala aspek kemiskinan. Sehingga masalah kemiskinan dapat
teratsi.
Daftar Pustaka
https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20170417145047-445-208082/tingginya-
angka-putus-sekolah-di-indonesia/
http://novabutar-butar.blogspot.com/2016/05/analisis-masalah-kemiskinan.html
https://web.facebook.com/notes/ikatan-mahasiswa-dan-alumni-stik-avicenna-kendari/
fenomena-kemiskinan-berkaitan-dengan-kesehatan-dan-standar-kemiskinan-catatan-la/
308739955805167/?_rdc=1&_rdr
http://alvianfirman.blogspot.com/2015/04/definisi-kemiskinan-penyebab-dampak-
dan.html
https://infoindonesiakita.com/2008/01/15/cara-solusi-mengatasi-kemiskinan-di-
indonesia/
http://www.academia.edu/34931699/
Ketidakmerataan_Distribusi_Pendapatan_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan
http://ilhamaulani.blogspot.com/2015/12/definisi-kemiskinan-menurut-para-ahli.html