Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ANALISIS KEBUTUHAN DAN MASALAH SOSIAL

“Kemiskinan Menjadi Suatu Masalah Sosial Di Kalangan


Masyarakat Indonesia”

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Analisis Kebutuhan dan Masalah Sosial,
Dosen Pengampu : Dadan Darmawan, M.Pd.

Disusun Oleh :

Alfiandri Agustian (2221180047)

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTANG AGENG TIRTAYASA
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 2

1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2

1.4. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 2

1.5. Sistematika Penulisan ....................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Kemiskinan Di Indonesia .................................................................. 4

2.2. Indikator Penyebab Terjadinya Kemiskinan ..................................... 6

2.3. Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Kemiskinan ........................... 9

2.4. Tingkat Perkembangan Kemiskinan Di Indonesia .......................... 12

2.5. Solusi Kebijakan Dan Program Penuntasan Kemiskinan .............. 15

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ..................................................................................... 23

3.2. Saran ................................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan
lahir bersamaan dengan keterbatasan sebagian manusia dalam mencukupi
kebutuhannya. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban
manusia. Pada setiap belahan dunia dapat dipastikan adanya golongan konglomerat
dan golongan melarat. Dimana golongan yang konglomerat selalu bisa memenuhi
kebutuhannya, sedangkan golongan yang melarat hidup dalam keterbatasan materi
yang membuatnya semakin terpuruk.
Pada sebagian besar pendapat manusia mengenai kemiskinan pada intinya
mereka berpendapat bahwa kemiskinan menggambarkan sisi negatif, yaitu
pengamen yang membuat tidak nyaman pengguna jalan raya, pengemis, gubuk
kumuh dibawah jembatan layang yang nampak tidak indah, mencemari sungai
karena membuang sampah sembarangan, penjambretan, penodongan,
pencurian,dll. Dengan demikian, kemiskinan sangat indentik dengan kotor, kumuh,
malas, sulit diatur, tidak disiplin, sumber penyakit, kekacauan bahkan kejahatan.
Sebagai masalah yang menjadi isu global disetiap negara berkembang, wacana
kemiskinan dan pemberantasanya haruslah menjadi agenda wajib bagi para
pemerintah pemimpin negara. Peran serta pekerja sosial dalam menangani
permasalahan kemiskinan sangat diperlukan, terlebih dalam memberikan masukan
(input) dan melakukan perencanaan strategis tentang apa yang akan menjadi suatu
kebijakan dari pemerintah.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa definisi kemiskinan?
2. Apa saja indikator penyebab terjadinya kemiskinan?

1
3. Apa faktor – faktor yang menjadi penyebab kemiskinan?
4. Bagaimana tingkat perkembangan kemiskinan di Indonesia?
5. Bagaimana solusi kebijakan dan program penuntasan kemiskinan di
Indonesia?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui arti kemiskinan.
2. Untuk mengetahui indikator penyebab terjadinya kemiskinan.
3. Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab kemiskinan.
4. Untuk mengetahui tingkat perkembangan kemiskinan di Indonesia.
5. Untuk mengetahui solusi kebijakan dan program yang dapat dilakukan
untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia.

1.4 Metode Pengumpulan Data


Adapun metode pengumpulan data yang dikemukakan dalam makalah ini yaitu
sebagai berikut :
1. Jurnal
Pengumpulan data-data materi yang disajikan bersumber dari beberapa
jurnal yang ada di internet, jurnal Indonesia yang sesuai dengan materi yang
dibahas.
2. Website
Pengumpulan data-data materi yang disajikan bersumber pula dari beberapa
website-website yang dianggap terpercaya sesuai dengan materi yang
dibahas.

1.5 Sistematika Penulisan


Karya tulis atau makalah ini disusun dengan urutan sebagai berikut.
a. Bab I Pendahuluan

2
Pada bab ini, penulis menjelaskan tentang latar belakang penulisan karya tulis,
tujuan penulisan karya tulis, pembatasan masalah, metode pengumpulan data,
dan sistematika penulisan karya tulis.

b. Bab II Pembahasan
Pada bab ini, penulis akan membahas lebih lanjut tentang tema dan judul karya
tulis, yakni pengertian masalah sosial, pengertian disorganisasi keluarga, dan
pengaruh disorganisasi keluarga terhadap perkembangan sosial anak.
Pembahasan pada bab ini bersumber dari teori yang dikemukan oleh berbagai
tokoh dari berbagai sumber yang telah didapatkan oleh penulis.

c. Bab III
Pada bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan dari pembahasan yang telah
disampaikan pada bab 2 karya tulis ini. Selain itu, penulis akan menyampaikan
saran terkait permasalahan yang dijelaskan dan menjadikan sebagai referensi
untuk pembaca.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kemiskinan di Indonesia


Ahmad Rizqi (2015: 1) mengatakan bahwa “Kemiskinan adalah keadaan
dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan
dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini
secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi
moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah
yang telah mapan.”
Azmil Anil (2018: 1) mengemukakan bahwa “Kemiskinan juga dapat
diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tersebut tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau bisa dikatakan dengan suatu
kondisi serba kekurangan dalam arti minimnya materi yang dimana mereka
ini tidak dapat menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.”
Pengertian kemiskinan ada yang absolut dan relatif, kemiskinan relatif
merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum
mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, seperti pada masyarakat yang
berada di pelosok yang kurang perhatian dari pemerintah. Hal ini senada dengan
pendapat dari Arya Dwiandana Putri (2013: 88) “Kemiskinan relatif yaitu
kemiskinan yang berkaitan dengan distribusi pendapatan yang mengukur
ketidakmerataan. Dalam kemiskinan relatif ini seseorang yang telah mampu
memenuhi kebutuhan minimumnya belum tentu dikatakan tidak miskin.”
Warto (2011: 55) mengemukakan bahwa “Masalah kemiskinan
merupakan isu sentral di Tanah Air, terutama setelah Indonesia dilanda krisis

4
multidimensional yang memuncak pada periode 1997 – 1999. Setelah dalam
kurun waktu 1976 – 1996 tingkat kemiskinan menurun secara spektakuler
dari 40,1% menjadi 11,3%, jumlah orang miskin meningkat kembali dengan
tajam, terutama selama krisis ekoomi. Studi yang dilakukan BPS. UNDIP dan
UNSFIR menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada periode 1996 –
1998, meningkat dengan tajam dari 22,5 juta jiwa (11,3%) menjadi 49,5 juta
jiwa (24,2%) atau bertambah sebanyak 27,0 juta jiwa.”
Sementaea itu, menurut INDEF tahun 2009 yang memproyeksikan jumlah
penduduk miskin mencapai 40 juta (16,8%) sedangkan data BPS pada Maret 2008
menyatakan bahwa penduduk miskin sebantak 35 juta jiwa (15,4%).
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru tahun 2006, mencapai 60 juta
jiwa dan total penduduk atau sekitae 25%. Dengan asumsi pendapatan perbulan
hanya Rp. 150.000 perbulan. Padahal standar Bank Dunia orang miskin memiliki
pendapatan US$2 perkapita per hari. Maka jika standar ini digunakan maka jumlah
keluarga miskin di Indonesia lebih fantastis lagi. Kemiskinan sebuah kondisi
kekurangan yang dialami seseorang atau suatu keluarga. Kemiskinan telah menjadi
masalah yang kronis karena berkaitan dengan kesenjangan dan pengangguran.
Walaupun kemiskinan dapat dikategorikan sebagai persoalan klasik, tetapi sampai
saat ini belum ditemukan strategi yang tepat untuk menanggulangi masalah
kemiskinan, sementara jumlah penduduk miskin tiap tahunnya meningkat.
Walaupun kemiskinan dapat dikategorikan sebagai persoalan klasik, tetapi
sampai saat ini belum ditemukan strategi yang tepat untuk menanggulangi masalah
kemiskinan dan merumuskan kebijakan anti kemiskinan, sementara jumlah
penduduk miskin tiap tahunnya meningkat. Ketidakberhasilan itu kiranya
bersumber dari cara pemahaman dan penanggulangan kemiskinan diartikan sebagai
sebuah kondisi ekonomi semata – mata.
Mengatasi kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya memberdayakan
orang miskin untuk dapat mandiri, baik dalam pengertian ekonomi, budaya dan
politik. Penanggulangan kemiskinan tidak hanya dengan pemberdayaan ekonomi,

5
akan tetapi juga dengan pemberdayaan politik bagi lapisan miskin merupakan
sesuatu yang tidak dapat terelakan kalua pemerataan ekonomi dan terwujudnya
kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan sosial seperti yang dikehendaki.
Eko Suharto (2009: 15) mengemukakan bahwa “Kemiskinan dipahami
dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan
pangansehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan
barang-barang dan pelayanan dasar.
2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan
sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang
ekonomi.
3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang
memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi
bagian-bagian politik danekonomi di seluruh dunia.”

2.2 Indikator Penyebab Terjadinya Kemiskinan Di Indonesia


Mardimin (1996: 24) menyatakan bahwa “Berikut adalah jenis-jenis
kemiskinan dilihat dari keadaan dan penyebabnya:
1. Kemiskinan absolut. Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak
mampu memenuhi kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara
fisiknya agar dapat bekerja penuh dan efisien,
2. Kemiskinan relatif. Kemiskinan relatif muncul jika kondisi seseorang
atau sekelompok orang dibandingkan dengan kondisi orang lain dalam
suatu daerah,

6
3. Kemiskinan Struktural. Kemiskinan struktural lebih menuju kepada
orang atau sekelompok orang yang tetap miskin atau menjadi miskin
karena struktur masyarakatnya yang timpang, yang tidak
menguntungkan bagi golongan yang lemah. Ketidaktepatan kebijakan
pemerintah juga bisa menyebabkan kemiskinan struktural,
4. Kemiskinan Situsional atau kemiskinan natural. Kemiskinan
situsional terjadi di daerah-daerah yang kurang menguntungkan dan
oleh karenanya menjadi miskin.
5. Kemiskinan kultural. Kemiskinan penduduk terjadi karena kultur
atau budaya masyarakatnya yang sudah turun temurun yang
membuat mereka menjadi miski.”
Beberapa Indikator Kemiskinan, antara lain :
1. Penduduk Miskin. Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-
rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Jumlah
Penduduk miskin suatu wilayah, diartikan banyaknya penduduk miskin
yang terdapat di wilayah tersebut.
2. Garis Kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan representasi dari jumlah
rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pook
minuman dan makanan yang setara dengan 2100 kalori per kapita per hari
dan kebutuhan pokok bukan makanan. Garis kemiskinan (GK) = Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) + Garis Kemiskinan Non-Makanan
(GKNM).
3. Persentase Kemiskinan (Tingkat Kemiskinan). Secara sederhana Persentase
Kemiskinan yang juga disebut Tingkat Kemiskinan menggambarkan
proporsi penduduk miskin di suatu wilayah. Perhitungan dilakukan dengan
rumus tertentu yang menggambarkan prosentase jumlah penduduk yang
hidup di bawah garis kemiskinan di suatu wilayah dibandingkan jumlah
penduduk di wilayah terrsebut.

7
4. Biasanya BPS mengadakan pengukuran Jumlah dan persentase penduduk
miskin dengan survey Susenas (Survey Sosial Ekonomi Nasional) dan
mengeluarkan data pada maret dan sepetember tahun yang bersangkutan
(Sumber: BPS, Eknsiklopedia BPS).
5. Merujuk definis tersebut, adalah sangat berbeda antara jumlah penduduk
miskin dan persentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin sangat
berkorelasi dengan jumlah penduduk. Sebagai misal Provinsi Jawa Barat,
Jawa Tengah dan DKI karena merupakan Provinsi terpadat dengan jumlah
penduduk paling banyak otomatis jumlah penduduk miskinnya juga banyak
dan jauh lebih banyak apabila dibandingkan dengan Papua, NTB misalnya.
Sehingga jumlah penduduk miskinnya jika dirangking maka langsung
ketiga Provinsi itu menempati urutan teratas. Tetapi, jika jumlah penduduk
miskin tersebut dipersentase dengan perhitungan BPS tadi hasilnya
berbeda, Provinsi yang paling tinggi persentase kemiskinan adalah bisa jadi
provinsi lain.
Iwan Setyawan (2016: 11) mengemukakan bahwa “Untuk menuju solusi
kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-
indikator kemiskinan tersebut. Adapun indikator-indikator kemiskinan,
antara lain sebagi berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang,
pangan dan papan).
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya
(kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk
pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun
massa.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber
daya alam.

8
6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak
terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin,
kelompok marginal dan terpencil).”
Kemiskinan itu kompleks, menyikapinya harus dengan komprehensif dan
didasarkan situasi yang ada. Semua pihak harus berjuang memberantas
kemiskinan, masyarakat selaku kelompok dan individu harus berjuang memerangi
kemiskinan dirinya. Pemerintah harus memikirkan strategi, program dan aksi
nyata penanggulangan kemiskinan yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan
(sudah sangat banyak ya aksi, program tinggal penajaman dan dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh).
Swasta, perusahaan, CSR juga ada perannya. Adalah tidak mungkin kita hanya
berkutat pada angka jumlah penduduk miskin yang berada di bawah garis
kemiskinan saja karena sesungguhnya kemiskinan itu seperti fenomena gungung
es juga, Banyak penduduk yang sebetulnya rentan miskin/hampir miskin yang jika
terjadi inflasi, harga sembako naik maka mereka yang tadinya masih berada di atas
garis kemiskinan akan jatuh ambruk di bawah garis kemiskinan.

2.3 Faktor – Faktor Penyebab Kemiskinan Di Indonesia

Secara umum faktor penyebab kemiskinan disebabkan oleh pola pikir


masyarakat, pendidikan dan persaingan di dunia kerja. Hal ini sanada dengan
pendapat dari Tri Wahyu Rejekiningsih (2011: 21) “Pembahasan terhadap
faktor penyebab kemiskinan didasarkan pada aspek mental manusia, hal ini
dikategorikan sebagai faktor endogen penyebab kemiskinan. Sistem nilai
budaya dan sikap merupakan faktor-faktor mental yang menyebabkan

9
timbulnya pola-pola berpikir tertentu pada warga masyarakat terutama
warga miskin. pola-pola berpikir ini kemudian mempengaruhi tindakan dan
kelakuan masyarakat, baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam
membuat keputusan-keputusan yang penting dalam hidup.”

Penyebab kemiskinan sangat kompleks, sehingga perspektif dalam melihat


berdasarkan persoalan real dalam masyarakat tersebut. Persoalan real dalam
masyarakat biasanya karena adanya kecacatan individual dalam bentuk kondisi
dari kelemahan biologis, psikologis, maupun kultural sehingga dapat
menghalanginya untuk memperoleh peruntungan untuk dapat memajukan
hidupnya. Kelompok yang masuk dalam golongan yang tidak beruntung, yaitu
kemiskinan fisik yang lemah, kerentaan, keterisolasian dan ketidakberdayaan.

Pada umumnya di Negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah


sebagai berikut:

1. Kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia di Indonesia, Seperti kita


ketahui lapangan pekerjaan yang terdapat di Indonesia tidak seimbang
dengan jumlah penduduk yang ada dimana lapangan pekerjaan lebih
sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduknya. Dengan demikian
banyak penduduk di Indonesia yang tidak memperoleh penghasilan itu
menyebabkan kemiskinan di Indonesia.
2. Tidak meratanya pendapatan penduduk Indonesia Pendapatan penduduk
yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka lakukan relative tidak
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada sebagian penduduk
di Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih. Ini yang diusebut tidak
meratanya pendapatan penduduk di Indonesia.
3. Tingakat pendidikan masyarakat yang rendah Banyak masyarakat
Indonesia yang tidak memiliki pendidikan yang di butuhkan oleh
perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja. Dan pada umumya untuk

10
memperoleh pendapatan yang tinggi diperlukan tingkat pendidikan yang
tinggi pula atau minimal mempunyai memiliki ketrampilan yang memadai
dehingga dapat memp[eroleh pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan
dehari-hari sehingga kemakmuran penduduk dapat terlaksana dengan baik
dan kemiskinan dpat di tanggulangi.
Salah satu faktor penyebab kemiskinan adalah keluarga dan pendidikan,
semakin banyak anggota keluarga yang memiliki pendidikan yang rendah maka
semakin sempit pula kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, dan
dari situ lah penyebab kemiskinan. Hal ini senada dengan pendapat dari Ikhsan
(1999: 65) “Faktor – faktor determinan kemiskinan menjadi empat
kelompok, yaitu modal sumber daya manusia (human capital), modal fisik
produktif (physical productive capital), status pekerjaan, dan karakteristik
desa. Modal SDM dalam suatu rumah tangga merupakan faktor yang akan
mempangaruhi kemampuan suatu rumah tangga untuk memperoleh
pekerjaan dan pendapatan. Dalam hal ini, indikator yang sering digunakan
adalah jumlah tahun bersekolah anggota keluarga, pendidikan kepala
keluarga, dan jumlah anggota keluarga. Secara umum semakin tinggi
pendidikan anggota keluarga maka akan semakin tinggi kemungkinan
keluarga tersebut bekerja di sektor formal dengan pendapatan yang lebih
tinggi.”
Fajrus Sodiq (2012: 9) menyatakan bahwa “Ada dua kondisi yang
menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan
kemiskinan buatan. Kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam
(SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam.
Kemiskinan buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang
berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang
tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut
kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik

11
kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang
dari pemerataan.”
Karimah Kuraiyyim (2016: 78) menyatakan bahwa “Di bawah ini
beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim,
yang antara lain adalah :
Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
Yang penting digaris bawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-
kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem.
Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita
pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut
maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan. Berikut beberapa
faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan
per-kapita :
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
Faktor-faktor luar negeri, diantaranya:
1. Rusaknya syarat-syarat perdagangan
2. Beban hutang
3. Kurangnya bantuan luar negeri, dan
4. Perang.”

Darmadi (2009: 179) menyatakan bahwa “Limbah adalah produk akhir yang
berupa material bangunan dari sebuah proses pencucian, dekontaminasi atau
proses metabolisme tubuh, yang dapat berbentuk cairan atau setengah padat.”

2.4 Tingkat Perkembangan Kemiskinan Di Indonesia

Laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) menyebutkan bahwa dalam lima


tahun terakhir keadaan kemiskinan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini

12
diduga karena pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan
meningkatnya Gross Domestic Product (GDP) dan atau disebabkan semakin
luasnya kesenjangan social.

Hingga kini kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang menjadi


isu sentral di Indonesia. Lebih dari 110 juta orang Indonesia hidup dengan
penghasilan kurang dari US$ 2 per hari. Jumlah ini sama dengan jumlah penduduk
Malaysia, Vietnam, dan Kamboja jika digabungkan. Sebagian besar penduduk
miskin di Asia Tenggara tinggal di Indonesia.

Kemiskinan menjadi alasan rendahnya Human Development Index (Indeks


Pembangunan Manusia) Indonesia. Secara menyeluruh, kualitas manusia
Indonesia relatif sangat rendah jika dibandingkan dengan kualitas manusia di
negara-negara lain di dunia. United Nations Development Programme (UNDP)
menempatkan HDI Indonesia di peringkat 124 dari 187 negara pada tahun 2011.
Di tahun yang sama, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 30 juta orang,
sebesar 37% dari jumlah tersebut berada di daerah perkotaan dan 63% di daerah
pedesaan.

Sherly Jasmine (2016: 17) menyatakan bahwa “Jumlah kemiskinan dan


persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun,
meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005).
Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta,
yaitu dari 34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999.
Kembali cerah ketika periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57
juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta (18,20%).
Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan
penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan presentasi
menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006

13
penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta
(17,75%) berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).”

Nur Firdaus (2013: 5) menyatakan bahwa “Kemiskinan menyebabkan


jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan secara
terbatas, membuat anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang
berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya kemampuan untuk
menabung dan berinvestasi, minimnya akses ke pelayanan publik, kurangnya
lapangan pekerjaan dan jaminan sosial, serta menguatnya arus urbanisasi ke
kota.”

Menurut Tambunan (2006: 112) “Paling tidak terdapat tiga alasan untuk
menjalaskan fenomena ini, yakni (i) pertumbuhan output sektor pertanian
menyebabkan meningkatnya pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di
sektor pertanian; (ii) meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada aktivitas-
aktivitas nonpertanian di perdesaan, seperti agro-industri, perdagangan,
jasa-jasa dan transportasi di daerah perdesaan sebagai hasil dari
peningkatan infrastruktur dan koneksi desa-kota; (iii) banyak tenaga kerja
takterlatih, yang tidak terserap oleh petumbuhan di sektor pertanian dan
aktifitas-aktifitas nonpertanian di perdesaan, bermigrasi ke daerah
perkotaan dan bekerja pada industri manufaktur padat karya seperti
industri makanan dan minuman, tekstil dan garmen, produk-produk kulit,
elektronik dan alas kaki, konstruksi, transporatsi dan jasa-jasa.”

Jumadi (2014: 11) menyatakan bahwa “Namun sangat disayangkan, badai


krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada pertengahan tahun 1997
dan mencapai puncaknya pada tahun 1998, memberikan shock yang sangat
dahsyat terhadap kondisi perekonomian kala itu. Krisis tersebut
menguncang sendi-sendi ekonomi, sosial, dan politik bangsa. Sebagai
dampaknya, pada tahun 1998, jumlah penduduk miskin kembali melonjak

14
hingga mencapai 48,99 juta orang atau sekitar 23,4 persen dari total
penduduk Indonesia. Sementara itu, tingkat kemiskinan di daerah perkotaan
dan perdesaan melonjak hingga mencapai dua kali lipat, yakni masing-
masing sebesar 17,6 juta orang (21,92 persen) dan 31,39 juta orang (25,72
persen). Kondisi kemiskinan pada tahun 1998 ini mendekati kondisi
kemiskinan pada tahun 1978 dan tahun 1980, atau dengan kata lain, krisis
ekonomi tahun 1997 menjadikan capain pembangunan terkait pengurangan
kemiskinan mengalami kemunduran lebih dari 15 tahun.”

2.5 Solusi Kebijakan Dan Program Penuntasan Kemiskinan Di Indonesia

Upaya dalam menanggulangi kemiskinan dapat berupa program – progam dari


pemerintah, sejauh ini sudah banyak program yang sudah di buat oleh pemerintah,
tetapi belum juga bisa mengatasi kemiskinan itu. Hal ini senada dengan pendapat
dari Nano Prawoto (2009: 10) mengatakan bahwa “Banyak program lain
dalam upaya mengatasi kemiskinan tersebut telah dilakukan, misalnya,
program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Inpres ini, yaitu Inpres No. 5/1993
tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan. Pada saat terjadinya
krisis ekonomi yang kemudian berlanjut menjadi krisis multidimensional,
diluncurkan program daerah dalam mengatasi dampak krisis ekonomi
(PDM-DKE) yang kemudian dilanjutkan dengan program pengentasan
kemiskinan perkotaan (P2KP), dan lain-lain. Meskipun masyarakat miskin
telah mendapatkan bantuan program pengentasan kemiskinan, tapi hasilnya
tidak seperti yang diharapkan. Dengan demikian evaluasi selalu harus
dilakukan oleh pemerintah karena bagaimanapun program penanggulangan
kemiskinan tetap harus dijalankan.”

Dalam upaya penanggulangan kemiskinan perlu adanya berbagai macam


strategi, strategi ini lebih di arahkan untuk mengikis nilai – nilai budaya. Hal ini

15
senada dengan pendapat dari Huraerah (2005: 67) menyatakan bahwa “Karena
kemiskinan bersifat multidimensional, maka program pengentasan
kemiskinan seyogyanya juga tidak hanya memprioritaskan aspek ekonomi
tapi memperhatikan dimensi lain. Dengan kata lain, pemenuhan kebutuhan
pokok memang perlu mendapat prioritas, namun juga harus mengejar target
mengatasi kemiskinan nonekonomik.”

Kemiskinan bisa diatasi dengan cara berwirausaha, seseorang bisa mencoba


buka usaha seperti makanan di pinngir jalan, atau jualan online, atau usaha lainnya
yang bermodalkan tidak terlalu besar. Hal ini senada dengan pendapat dari Rini
Sayyidah (2014: 262) mengemukakan bahwa “Kewirausahaan sosial
merupakan gagasan perubahan sosial yang berlandasakan pada pendekatan
kewirausahaan. Fenomena kewirausahaan sosial telah tumbuh dengan cepat
seiring dengan upaya penyelesaian berbagai masalah sosial, seperti perbaikan
ekonomi dan pengentasan kemiskinan.”

Penanganan masalah kurang gizi dan kekurangan pangan meliputi :

a) Perbaikan gizi masyarakat dengan kegiatan prioritas: penanggulangan


kurang energi protein, anemia gizi besi, gangguan akibat kurang
yodium, kurang vitamin A, dan zat gizi mikro lainnya pada rumah
tangga miskin.
b) Peningkatan ketahanan pangan dengan kegiatan prioritas: penyaluran
beras bersubsidi untuk keluarga miskin.

Perluasan Kesempatan Masyarakat Miskin Atas Pendidikan :

a) Perluasan kesempatan masyarakat miskin atas pendidikan meliputi


kegiatan prioritas sebagai berikut :
b) Penyediaan bantuan operasional sekolah untuk SD, SMP, Pesantren
Salafiyah, dan satuan pendidikan non Islam setara SD dan SMP.

16
c) Beasiswa siswa miskin jenjang SMA.
d) Pengembangan pendidikan untuk dapat membaca.

Perluasan kesempatan masyarakat miskin atas kesehatan :

a) Perluasan kesempatan masyarakat miskin atas kesehatan meliputi


kegiatan prioritas sebagai berikut :
b) Pelayanan kesehatan penduduk miskin di Puskesmas
c) Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dasar terutama
di daerah perbatasan, terpencil, tertinggal, dan kepulauan.
d) Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan terutama untuk penanganan
penyakit menular dan berpotensi wabah, pelayanan kesehatan ibu dan
anak, gizi buruk dan pelayanan ke gawat darurat.
e) Pelatihan teknis bidan dan tenaga kesehatan untuk mengurangi tingkat
kematian pada kelahiran.

Perluasan kesempatan berusaha meliputi peningkatan dukungan pengembangan


usaha bagi masyarakat miskin dengan kegiatan pokok:

a) Percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah rumah tangga miskin.


b) Penasehat penataan hak kepemilikan dan sertifikasi lahan petani.
c) Penyediaan sarana dan prasarana untuk usaha.
d) Pelatihan ketrampilan untuk menjalankan usaha.
e) Peningkatan pelayanan koperasi sebagai modal usaha

Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan


menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan
pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci
dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai

17
acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan
pembangunan tahunan.

Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan


mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan
Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan
seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 %
pemerintah kabupaten/ kota telah membentuk Komite penanggulangan
Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama penanggulangan kemiskinan di daerah
dan mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.

Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai


berikut :

Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan :

1. penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama


daerah-daerah langka sumber air bersih.
2. pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal.
3. redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki
pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK).

Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana


stimulan untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan
investasi dan revitalisasi industri.

Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan


pelayanan antara lain :

1. pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk


tunjangan bagi murid yang kurang mampu.

18
2. jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di
puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.
Sri Hery Susilowati (2010: 18) menyatakan bahwa “Sangat sulit untuk
untuk memberantas kemiskinan secara utuh,tetapi setidaknya mengurangi
angka kemiskinan. Berbagai cara yang di lakukan oleh pemerintah namun
pada kenyataanya kemiskinan masih sangat memperihatinkan.
Pengembangan dan perbaikan daerah terpencil Pemberian Bantuan
Langsung tunai (BLT) yang di tujukan kepada masyarakat yang kurang
mampu, dan pendidikan gratis sampai tingkat Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Namun pada kenyataanya berjalan berjalan dengan maksimal.”
Kartasasmita (1996: 40) menyebutkan “Kebijakan penanggulangan
kemiskinan dapat tertuang dalam tiga arah kebijakan. Pertama, kebijakan
tidak langsung yang diarahkan pada penciptaan kondisi yang menjamin
kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskinan; kedua, kebijakan
langsung yang ditujukan kepada golongan masyarakat berpenghasilan
rendah; dan ketiga, kebijakan khusus yang dimaksudkan untuk
mempersiapkan masyarakat miskin itu sendiri dan apparat yang
bertanggung jawab langsung terhadap kelancaran program dan sekaligus
memacu dan memperluas upaya penanggulangan kemiskinan.Salah satu
program yang menarik untuk dikaji lebih jauh adalah Program Keluarga
Harapan (PKH).”
Gatot Sumarjo (2007: 10) mengatakan bahwa "Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan
atau PNPM-Perdesaan atau Rural PNPM)— merupakan salah satu
mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM
Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan
perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. PNPM Mandiri
Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak 1998.

19
PNPM Mandiri sendiri dikukuhkan secara resmi oleh Presiden RI pada 30
April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah.”
Mochamad Syawie (2012: 35) mengemukkan bahwa “Permasalahan
mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses kepada sumber
permodalan, pasar dan teknologi serta organisasi tani yang masih lemah.
Oleh karena itu program penanggulangan kemiskinan merupakan bagian
dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan
kesepakatan global untuk mencapai Tujuan Millenium. Kementerian
Pertanian mulai tahun 2008 telah melaksanakan program Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di bawah koordinasi Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) dan
berada dalam kelompok program pemberdayaan masyarakat.
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah bagian dari
pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha
Gabungan Kelompoktani dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis
sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran.”
Yemim Krenhazia (2016: 184) menyatakan bahwa “Perdesaan atau yang
lebih dikenal sebagai PPIP, dicanangkan oleh Pemerintah melalui Direktorat
Jendral Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum sejak tahun 2007. PPIP
merupakan program yang dilaksanakan untuk mendukung kebijakan
pemerintah dalam pengentasan kemiskinan khususnya di wilayah perdesaan.
Pelaksanaan PPIP berbasis pada pemberdayaan masyarakat yang dalam
kegiatannya meliputi fasilitasi dan mobilisasi masyarakat sehingga
masyarakat mampu melakukan identifikasi permasalahan ketersediaan
akses ke infrastruktur dasar, menyusun perencanaan dan melaksanakan
pembangunan Infrastruktur yang akan dibangun bergantung pada
kemampuan masyarakat dalam memilih infrastruktur yang tepat, dengan
mempertimbangkan bahwa masing-masing karakteristik infrastruktur
memberikan dampak berbeda terhadap kawasan yang dibangun. PPIP

20
dilaksanakan dengan menggunakan dana Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),
merupakan dana stimulan sebesar Rp 250 juta, untuk membiayai upaya
peningkatan kualitas dan akses pelayanan infrastruktur dasar dan
pengembangan ekonomi kawasan.”
Kusriyah (2015: 327) mengatakan bahwa “CSR atau Corporate Social
Responsibility adalah merupakan komitmen perusahaan untuk bertanggung
jawab secara social dan lingkungan terhadap dampak yang timbul akibat
beroperasinya perusahaan disuatu daerah. Tanggung jawab sosial
perusahaan saat ini telah menjadi istilah yang kerap kita dengar dalam suatu
perusahaan, walaupun banyak perdebatan tentang definisinya di antara para
ilmuan, prktisi maupun akademisi. Hal ini disebabkan karena CST adalah
konsep atau istilah yang berasal dari luar, permasalaha utamanya memang
adalah memberikan pemaknaan atau arti yang sesuai dengan pemahaman
orang Indonesia, karena kebanyakan hal atau istilah dari luar biasanya
disalah artikan oleh masyarakat indonesia, sehingga tujuan konsep yang
seharusnya malah melenceng dan berbeda dengan tujuan awalnya.”
Darmadi (2009: 180) mengemukakan bahwa “DPRD memiliki fungsi
budgeting, legislating dan controlling. Dalam menjalankan fungsi tersebut,
dipertegas dalam undang-undang bahwa fungsi tersebut dijalankan dalam
kerangka representasi rakyat yang diwakilinya di kabupaten/ kota (pasal 343
ayat 2). Dapat dikatakan, bila anggota DPRD memandang bahwa
masyarakat di daerahnya banyak yang hidup serba kekurangan, gizi buruk,
penyakit mewabah, kelaparan masih ada di antara penduduk di daerahnya,
maka anggota DPRD dengan fungsifungsi DPRD yang dimiliki mampu
mengambil langkah-langkah strategis untuk penanganannya. Bisa melalui
PERDA dalam penanganannya, kebijakan pemerintah lainnya yang harus
didorong oleh anggota DPRD dan sebagainya. Banyak hal yang dapat
dilakukan oleh anggota DPRD terkait dengan keberadaannya sebagai wakil

21
rakyat untuk membantu masyarakat miskin keluar dari kehidupan yang
selama ini melilitnya.”

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas,
dapat disimpulkan bahwa masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari
sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang
alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak.
Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah,
melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas
dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat.
3.2 Saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah Pemerintah sebaiknya


menjalankan program terpadu secara serius dan bertanggung jawab agar dapat
segera mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. Sebagai warga negara
Indonesia yang baik, mari kita dukung semua program pemerintah dengan
sungguh-sungguh demi masa depan bangsa dan negara Indonesia terbebas dari
kemiskinan. Marilah kita tingkatkan kepedulian dan kepekaan sosial untuk
membantu saudara kita yang masih mengalami kemiskinan.

23
DAFTAR PUSTAKA
Sumber jurnal :
Rizqi, Ahmad. (2015). Kemiskinan Di Indonesia. Jurnal Masalah Sosial
Universitas Gunadarma, 1(1), 1-35. Retrieved from www.neliti.com on
September 2019.
Anil, Azmil. (2018). Faktor – Faktor Penghambat Perkembangan Potensi Sosial
Masyarakat Lokal Di Daerah Miskin. Jurnal Universitas Airlangga, 4(1), 1-
17. Retrieved from journal.unair.ac.id on September 2019.
Putri, Dwiandana Arya. (2013). Pengaruh Pendapatan, Jumlah Anggota Keluarga,
dan Pendidikan Terhadap Pola Konsumsi Rumah Tangga Miskin di
Kecamatan Gi Anyar. 56-121. Retrieved from www.neliti.com
Warto. (2011). Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Upaya Penanggulangan
Kemiskinan. Jurnal Universitas Gajah Mada, 1(5), 17-62. Retrieved from
https://www.academia.edu on September 2019.
Suharto, Eko. (2009). Kemiskinan Dan Perlindungan Sosial Di Indonesia
Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Jurnal
Pendidikan Masyarakat Bandung, 1(3), 1-70. Retrieved from
www.neliti.com on September 2019.
Mardimin. (1996). Indikator Kemiskinan Yang Harus Dipahami Oleh Orang
Awam. Jurnal Universitas Gajah Mada, 10(2), 13-58. Retrieved from
https://jurnal.ugm.ac.id on September 2019.
Setyawan, Iwan. (2016). Kemiskinan Dan Ketimpangan Sosial. Jurnal
Universitas Semarang, 1(6), 5-19. Retrieved from journals.usm.ac.id on
September 2019.
Rejekiningsih, Tri Wahyu. (2011). Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan Di
Kota Semarang Dari Dimensi Kultural. Jurnal Ekonomi Pembangunan,
1(72), 2-66. Retrieved from https://www.academia.edu on September
2019.
Ikhsan. (1999). Pengaruh Kemiskinan Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Riau, Jurnal JOM Fekon,
1(4), 39-78. Retrieved from www.neliti.com on September 2019.
Sodiq, Fajrus. (2012). Permasalahan Dan Upaya Pengentasan Kemiskinan Di
Pedesaan. Jurnal Masalah Sosial Kemiskinan, 1(9), 5-33. Retrieved from
www.neliti.com on September 2019.

24
Kuraiyyim, Karimah. (2016). Dimensi Struktural Kemiskinan. Jurnal
Universitas Sebelas Maret, 3(4), 69-88. Retrieved from
https://jurnal.uns.ac.id on September 2019.
Jasmine, Sherly. (2016). Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Partisipasi
Masyarakat Di Provinsi Bali. Jurnal Masalah Sosial Universitas Sebeleas
Maret, 2(9), https://jurnal.uns.ac.id on September 2019.
Firdaus, Nur. (2013). Analisis Pengaruh Pendidikan, PDRB Perkapita dan Tingkat
Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Bali. Jurnal
Ekonomi Dan Pembangunan, 9(2), 3-44. Retrieved from
https://www.academia.edu on September 2019.
Tambunan. (2016). Keserakahan, Kemiskinan, Dan Kerusakan Lingkungan. 95-
119. Retrieved from www.neliti.com on September 2019.
Jumadi. (2014). Dinamika Kemiskinan dan Pengukuran Kerentanan Kemiskinan
dalam Upaya Melindungi Anak-anak dari Dampak Kemiskinan. Jurnal
Universitas Gajah Mada, 5(9), 1-22. Retrieved from
https://jurnal.ugm.ac.id on September 2019.
Prawoto, Nano. (2009). Memahami Kemiskinan Dan Strategi
Penanggulangannya. Jurnal Ekonomi Dan Studi Pembangunan, 1(2), 3- 15.
Retrieved from www.neliti.com on September 2019.
Huraerah. (2005). Dinamika Kemiskinan Rumah Tangga dan Hubungannya
dengan Penguasaan Lahan pada Berbagai Ekosistem. Jurnal Pendidikan
Dan Teknologi, 1(11), 54-78. Retrieved from www.neliti.com on September
2019.
Sayyidah, Rini. (2014). Perubahan Angka Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur
pada PRA dan Era Otonomi Daerah. Jurnal Penelitian Masalah Sosial,
11(3), 201-298. Retrieved from www.neliti.com on September 2019.
Susilowati, Sri Hery. (2018). Pendekatan Skala Ekivalensi Untuk Mengukur
Kemiskinan. Jurnal Penelitian Masalah Sosial Masyarakat, 1(4), 5-22.
Retrieved from www.neliti.com on September 2019.
Kartasasmita. (1996). Evaluasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan. Jurnal
Agribisnis Fakultas Pertanian Unita, 1(1), 39-55. Retrieved from
www.neliti.com on September 2019.

25
Sumarjo, Gatot. (2007). Peran Partisipasi Masyarakat Dalam Program
Pengentasan Kemiskinan. Jurnal FISIP Problematika Sosial, 4(5), 4-23.
Retrieved from www.neliti.com on September 2019.
Syawie Mochamad. (2012). Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial. Jurnal Bulletin
Penelitian, 1(28), 30-66. Retrieved from https://www.academia.edu on
September 2019.
Krenhazia, Yemim. (2016). Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan
(PPIP) Terhadap Peningkatan Ekonomi Masyarakat Di Kecamatan Lembo
Kabupaten Morowali Utara. Jurnal Katalogis, 1(4), 184-196. Retrieved from
www.neliti.com on September 2019.
Kusriyah. (2015). Kebijakan Daerah Dalam Program Pengentasan Kemiskinan
Dalam. Rangka Peningkatan Kesejahteraan Rakyat. Jurnal Pembaharuan
Hukum, 1(3), 319-328. Retrieved from www.neliti.com on September
2019.
Darmadi. (2009). Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pilihan Investasi untuk
Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Problematika
Sosial Dan Cara Mengatasinya, 1(5), 179-232. Retrieved from
www.neliti.com on September 2019.

26
27

Anda mungkin juga menyukai