Anda di halaman 1dari 18

Nama : Mazmur Barus

Raka Saragih

Samuel Hutabarat

Kelas : V-A ( Teologi)

Mata Kuliah : Teologi Kontekstual

Dosen : Dr.Rohny Pasu Sinaga

Injil dan Kemiskinan

I. Pendahuluan
Kemiskinan merupakan masalah sosial1 yang terjadi di seluruh dunia, baik di
Negara berkembang, bahkan juga di Negara maju. Kemiskinan juga tidak terbatas
bagi penduduk di desa, tetapi juga di perkotaan. Di balik kemewahan gedung-
gedung, dan rumah mewah yang berjejer, kita menjumpai orang yang tinggal di
bantaran sungai, teras-teras toko dan lain-lain. Bahkan Di Indonesia kemiskinan
juga masalah sosial yang terjadi sejak dahulu, dari zaman ke zaman dan bertambah
secara signifikan, Badan Pusat statistik memaparkan presentase penduduk miskin
pada maret 2020 sebesar 9,78 persen, meningkat 0,56 persen dari September 2019
dengan jumlah penduduk miskin 2020 26,42 juta orang, meningkat 1,63 orang
terhadap September 2019 dan meningkat 1,28 juta pada maret 2019. 2 Selama
bertahun-tahun, Isu tentang kemiskinan menjadi pembicaraan yang hangat bagi
publik dan semua kalangan, termasuk Gereja. Berbagai pandangan dan sudut
pandang memberikan solusi secara teoritis-dan praktis mengentaskan masalah sosial
ini. Masalah kemiskinan memang harus menjadi pembicaraan untuk mencari solusi-
solusi melihat, kemiskinan yang dalam kenyataanya tetap ada.
Penulisan ini mencoba membahas dan menganalisis akar penyebab Kemiskinan,
melalui pendekatan sosial, berdasarkan pakar-pakar ekonomi, Theolog Sosial-

1
Masalah sosial adalah keadaan yang dianggap oleh anggota masyarakat yang berpengaruh
sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, tidak dapat ditoleransi, atau sebagai ancaman terhadap nilai-nilai
dasar masyarakat, dan memerlukan tindakan kelompok untuk menyelesaikannya.Masalah sosial berbeda
dengan masalah-masalah yang lain karena hubungannya yang eratdengan institusi dan norma. Masalah
sosial dinggap masalah karena melibatkan hubungan manusia serta nilai-nilai dan menjadi gangguan
kepada harapan masyarakat atau hal-hal yang dianggap perlu dari segi moral. M. Taufiq Rahaman, Glosari
Teori Sosial,(Bandung: Ibnu Sina Press,2011), .67.

2
Www.Bps.go.id. Presentase Kemiskinan di Indonesia,2020. Diakses pada 27 Oktober 2020
Kontekstual dan bagaimana injil berbicara kemiskinan di masa kini, impilikasinya
bagi Gereja masa kini dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui Teologi
kontekstual, Teologi Praktis.
II. Pembahasan
II.1. Pengertian Kemiskinan
II.1.1. Pengertian Kemiskinan Secara Umum
Kemiskinan secara harfiah berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta
benda. Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai
kondisi ketidakmampuan baik secara individu, kelompok, maupun keluarga,
sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial lain. 3 Dalam
KBBI mengartikan kemiskinan sebagai; kata Miskin diartikan tidak berharta;serba
kekurangan ( berpenghasilan rendah), kemiskinan hak miskin.4 Secara umum
kemiskinan diartikan sebagai kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam
mencukupi kebutuhan pokok, sehingga kurang mampu untuk menjamin
kelangsungan hidup.5 Kemiskinan sering diidentifikasikan dengan kekurangan,
terutama kekurangan bahan pokok, seperti pangan, kesehatan, sandang, papan, dan
sebagainya. Dengan kata lain, menurut Siswanto yang dikutip oleh Mawardi,
”kemiskinan merupakan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok sehingga ia
mengalami keresahan, kesengsaraan, atau kemelaratan dalam setiap langkah
hidupnya”.6 Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis
kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain.7
II.1.2. Kemiskinan Menurut Ilmu Sosiologi-Masalah Kemiskinan
Pendapat para ahli ilmu sosial tentang masalah kemiskinan, khusunya perihal
mengapa munculnya kemiskinan dalam suatu masyaratakat sanagt berbeda.
Sekelompok ahli ilmu sosial melihat kemiskinan dalam suatu masyarakat
berkaitan dengan budaya yang hidup dalam suatu masyarakat. Atau sering
dikaitkan dengan rendahnya etos kerja. Ahli sosial lain berpendapat bahwa
kemiskinan didasari karena adanya ketidakadilan. Pemilikan tanah yang tidak
3
Bambang Rustanto. Menangani Kemiskinan. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Cet. 1. 2015).
1
4
KBBI.WEB.ID.Kemiskinan.Html
5
Suryawati, Teori Ekonomi Mikro, (Yogyakarta:Jarnasih), 122
6
Mawardi, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar (IAD-ISD-IBD),
(Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 187
7
Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, (Bandung: Refika Aditama, 1986), h. 226
merata dalam suatu masyarakat pedesaat menimbulkan kemiskinan dalam
masyarakat itu . Pembangunan yang tidak merata, yang dinikmati sebagian orang,
para pendukung sektor ekonomi tradisional miskin karena adanya kebijakan yang
menganaktirikan mereka. Banyak faktor yang menjadi penyebab kemiskinan, oleh
karena itu kemiskinan tidak dapat dipandang dari satu sudut pandang saja, tidak
boleh begitu saja mengaitkan orang miskin dengan etos kerja yang kurang, karena
data empirik membuktikan bahwa orang miskin justru lebih rajin. Seperti yang
dikatakan oleh Robert Combers 1983, bahwa orang miskin tidak ada waktu untuk
bermalas-malasan atau bersikap bodoh untuk hidup, harus bekerja ekstra tanpa
bekerja ekstra dan malas, bodoh pasti mati. Kurangnya penyuluhan pertanian
kepada petani/transmigran membuat mereka tidak mampu mengangkat diri dari
kemiskinan.8
II.1.3. Kemiskinan Dalam Ilmu Ekonomi dan Tolak Ukur Kemiskinan
dalam Ilmu Ekonomi
Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan
sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan.Sekelompok orang. Menurut pengertian itu, kemiskinan sekelompok
orang dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan hanya
menyangkut kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum untuk hidup layak.
Bila pendapatan seseorang atau keluarga tidak memenuhi kebutuhan minimum,
maka orang atau keluarga itu dapat dikatagorikan miskin. Tingkat pendapatan atau
kebutuhan minimum merupakan garis batas antara miskin atau tidak miskin. Garis
pembaatasan antara miskin dan tidak miskin disebut garis kemiskinan. Cara
demikian disebut dengan pengukuran kemiskinan absolut. Sebagai contoh
pengukuran kemiskina absolut adalah metode Sajogyo.Menurut Supardi Suparlan
dalam bukunya yang berjudul Kemiskinan di Perkotaan, pengertian kemiskinan
adalah Suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat
kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan
standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak pengaruhnya terhadap
tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang
tergolong sebagai orang miskin.9

8
Loekman Sutrisno, Kemiskinan Perempuan pemberdayaan ( Yogyakarta: Kanisius,1997), 16-17
9
Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan: Bacaan Untuk Antropologi Perkotaan ,
(Jakarta: Sinar Harapan dan Yayasan Obor Indonesia, 1984), 12
Adapun Profesor Sajogyo dalam Ninik Sudarwati, mengukurkemiskinan
melalui kebutuhan beras ekuivalen, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Ia
mendefinisikan batas garis kemiskinan sebagai tingkat konsumsi per kapita
setahun yang sama dengan beras. Pada awalnya Sajogyo membuat garis
kemiskinan adalah setara dengan 240 kg per orang per tahun untuk perkotaan.
Namun, selanjutnya ketentuan garis kemiskinan berubah menjadi lebih rinci, yaitu
dibawah 240, 240 – 320, 320 – 480, dan lebih dari 480 kg ekuivalen beras. Dengan
adanya klasifikasi ini maka dapat dikelompokkan penduduk menjadi sangat
miskin, miskin, berkecukupan, dan kecukupan.10 Menurut Badan Pusat Statistik,
kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar
yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Membandingkan tingkat
konsumsi penduduk dengan garis kemiskinan atau jumlah rupiah untuk konsumsi
orang perbulan. Sedangkan bagi dinas sosial mendefinisikan.orang miskin adalah
mereka yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak
mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan dan
mereka yang sudah mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan.11
tolak ukur yang berbeda-beda dalam menakar kemiskinan,
menghasilkan pengertian yang berbeda pula tentang siapa saja yang pantas
dikatakan miskin. Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, pemerintah
menetapkan suatu standar bahwa yang termasuk golongan miskin adalah mereka
yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok. Dalam konteks keindonesiaan,
yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah beras. Seseorang yang tidak
terpenuhi kebutuhannya akan beras mereka digolongkan dalam kelompok
miskin.12 Bank dunia menetapkan mereka yang diebut sebagai penduduk miskin
adalah mereka yang berpenghasilan kurang dari $5 per hari.13

II.2. Bentuk-Bentuk Kemiskinan


Kartasasmita dan Baswir sepeti dikutip Rustanto mengidentifikasi tiga
bentuk kemiskinan yang sekaligus menjadi faktor penyebab awal mula
10
Ninik Sudarwati, Kebijakan Pengentasan Kemiskinan, (Malang: Intimedia, 2009), .
15.
11
http://www.ekonomirakyat.html. Diakses pada 26 Oktober 2020 Pukul 20.00
12
Muhammad dan Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan: Instrumen pemberdayaan ekonomi ,
(Yogyakarta: UII Press, 2005), 7
13
Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan., 12
kemiskinan, yaitu kemiskinan natural, kemiskinan kultural dan kemiskinan
struktural.14
a. Kemiskinan Natural adalah keadaan miskin karena dari awalnya memang
sudah miskin, kelompok masyarakat tersebut sudah miskin karena tidak
memiliki sumber daya yang memadai, baik sumber daya alam, sumber daya
manusia maupun sumber daya pembangunan atau kalaupun mereka ikut serta
dalam pembangunan, mereka hanya mendapatkan upah yang rendah.
Kemiskinan natural juga bisa disebabkan oleh factor-faktor alamiah seperti
cacat, sakit, lanjut usia, atau bencana alam. Kondisi kemiskinan seperti ini
disebut persistency poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun
temurun, daerah seperti pada umumnya merupakan daerah yang kritis sumber
daya alamnya atau daerah yang terisolasi.
b. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap hidup seseorang atau kelompok
masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya
dimana mereka hidup tidak berkecukupan dan selalu merasa kekurangan.
Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi
dalam pembangunan, tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan merubah
tingkat kehidupannya, akhirnya tingkat pendapatan mereka rendah menurut
ukuran yang dipakai secara umum.
c. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh factor-faktor
buatan manusia, seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi asset
produksi yang tidak merata, korupsi, kolusi serta tatanan ekonomi dunia yang
cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu. Kartasasmita
menyebutnya accident poverty, yaitu kemiskinan karena dampak dari suatu
kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan
masyarakat.
Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan
tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan,
pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap
ancaman tindak kriminal,
Kemiskinan mempunyai pengertian yang luas dan tidak mudah untuk
mengukurnya. Namun demikian, secara umum ada 2 macam ukuran kemiskinan
yaitu:

14
Bambang Rustanto. Menangani Kemiskinan,6.
1. Kemiskinan absolut, dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan
orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan
dasarnya. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan
miskin dengan tidak miskin, atau sering disebut garis batas miskin. Konsep ini
sering disebut dengan kemiskinan absolut, hal ini dimaksudkan untuk
menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenihi
kebutuhan fisik seerti pakaian, makanan, dan perumahan untuk menjamin
kelangsungan hidup.15
2. Kemiskinan relative, adalah orang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan dasar namun masih jauh lebih rendah dibanding
dengan keadaan masyarakat sekitar, maka orang tersebut masih dianggap miskin.
II.3. Dampak Kemiskinan
Muttaqien (2006:3) mengungkapkan, bahwa kemiskinan menyebabkan
efek yang hampir sama di semua negara. Kemiskinan menyebabkan: (1)
Hilangnya kesejahteraan bagi kalangan miskin (sandang, pangan, papan), (2)
Hilangnya hak akan pendidikan, (3) Hilangnya hak akan kesehatan, (4)
Tersingkirnya dari pekerjaan yang layak secara kemanusiaan, (5)
Termarjinalkannya dari hak atas perlindungan hukum, (6) Hilangnya hak atas rasa
aman, (7) Hilangnya hak atas partisipasi terhadap pemerintah dan keputusan
publik, (8) Hilangnya hak atas psikis, (9) Hilangnya hak untuk berinovasi, dan
(10) Hilangnya hak atas kebebasan hidup.16
II.4. Pandangan Alkitab Mengenai Kemiskinan
Sejak permulaan kemisinan dipandang sebagai hukuman Allah (Yes. 2-16-
24; Mzm. 109:10-12). Di tempat lain kemiskinan dihubungkan dengan penindasan
yang dilakukan oleh orang-orang kaya” “Merka menjual benar karena uang, dan
orang miskin karena sepasang kasut; mereka menginjak-injak kepala orang lemah
ke dalam debu” (Ams. 2:6; 5:1-12; 8:4-5). Orang miskin adalah mereka yang mau
tidak mau harus membungkuk di hadapan orang kaya, lebih kuat atau berkuasa.
Dalam Kitab Amsal disebut-sebut alasan mengapa orang menjadi miskin: malas
(6:6-11), terlalu banyak berbicara saja (14:23), suka bersenang-senang (21:17),
mengejar barang yang sia-sia (28:19). Kepada mereka ini dinasihatkan supaya

15
Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, ( Yogyakarta: UPP STIM YKPM, 2016), 301
16
Arif Muttaqien, Paradigma Baru Pemberantasan Kemiskinan, Rekonstruksi Arah
Pembangunan Menuju Masyarakat Yang Berkeadilan, Terbebaskan Dan Demokratis, (Jakarta; Khanata
Pustaka LP3ES Indonesia, 2006),. 146
bekerja keras. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa orang-orang miskin adalah
orang-orang yang tidak terpandang, yang hanya hidup dari belas kasihan orang
lain. Tidak ada seorang pun yang bangga hidup dalam seperti itu.
Kalau dalam Kisah Para Rasul (2:44-45) diceritakan bahwa “segala
kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama dan selalu ada dari mereka yang
menjual harta miliknya…”, tidak berarti bahwa gereja awal ingin membangun diri
sebagai gereja yang terdiri dari orang-orang miskin. Yang mau diungkapkan
adalah semangat persaudaraan. Mereka membangun persekutuan, berkumpul,
bersatu, sehati. Bahkan dalam Kis. 4:34 dikatakan bahwa tidak ada seorang pun
yang berkekurangan di antara mereka di antara mereka…” (bdk. Ul. 15:4). Jadi
kalau anggota jemaat menjual milik mereka dan membagi-bagikannya, hal itu
dilakukan bukan karena mereka mau menjadi miskin, melainkan agar tidak ada
orang miskin di antara mereka. Tindakan tersebut merupakan wujud dari cita-cita
untuk membangun suatu jemaat yang hidup berdasarkan cinta. Bukan cinta akan
kemiskinan, melainkan cinta kepada orang-orang miskin.
Miskin dalam latar belakang Yahudi tidak sekedar menggambarkan keadaan
orang yang secara ekonomis yang tidak kecukupan melainkan keadaan seseorang
yang selalu tunduk. Orang miskin adalah orang yang dianggap rendah, tidak
mampu menuntut agar hak-haknya dihormati. Mereka adalah orang yang tunduk
secara batin, tidak memberontak: suatu sikap batin yang mencakup kerendahan
hati, ketabahan, kesabaran, kelembutan dan tidak mau kekerasan (bdk. Kol. 3:12;
Ef. 4:2; Flp. 2:3; 1Ptr 3:8). Yesus sendiri menunjukkan sikap seperti itu (Mat.
11:28-30). Orang akan tahu bahwa Yesus yang lemah lembut dan rendah hati
mengerti kelemahan mereka, Dia menghargai kemungkinan-kemungkinan yang
ada pada mereka, mengusahakan kemajuan mulai dari diri mereka sendiri, suatu
sikap yang bertentangan dengan mereka yang bijak dan pandai (Mat.11:25). Sikap
Yesus ini merupakan undangan dan dorongan untuk membangun sikap yang sama,
menjadi murid-Nya.17
II.5. Faktor Penyebab Kemiskinan
Ditinjau dari sisi penyebabnya, maka sebab-sebab kemiskinan berbeda
menurut konteks, budaya, sumber daya alam. Menurut Sumodiningrat,
kemiskinan disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal
dari dalam diri seseorang atau lingkungannya. Sedangkan faktor eksternal adalah

17
J.B. Banawiratma, Kemiskinan dan Pembebasan, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), 86-88.
faktor di luar jangkauan individu yang menghambat seseorang untuk meraih
kesempatan. Artinya seseorang miskin bukan karena ia tidak mau bekerja
melainkan struktur sosial dan kebijakan yang tidak berpihak kepada orang
miskin yang menjadi hambatan.18
Masalah kemiskinan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling
berkaitan, mengenai tingkat pendapatan, pendidikan, akses terhadap barang dan
jasa, lokasi geografis, gender dan lokasi lingkungan. Kemiskinan tidak hanya
dipahami sebagai ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi
hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang
dalam menjalani hidupnya secara bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara
umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, dan pekerjaan.19
Kemiskinan disebabkan oleh adannya ketimpangan dan kesenjangan oleh
kaum kapitalis berhasil mengutamakan nilai-nilai ekonomi dari pada nilai yang
lainnya.Seperti nilai politik mereka leluasa mempekerjakan kaum buruh dengan
semena-mena. Dari berbagai kesenjangan ada di dalam kehidupan sosial yang
membuat kum miskin menjadi semakin miskin dan orang-orang yang berada
ditingkaytan astas menjadi semakin makmur.20
Disisi lain Korupsi juga menjadi akar penyebab kemiskinan Korupsi di
Indonesia merupakan hal yang sering ditemukan dan bahkan menjadi suatu
budaya. Indonesia termasuk dalam urutan ke-15 besar negara dengan tingkat
korupsi yang tinggi dalam jajaran negara-negara dunia. Dalam hal ini, jika kita
amati lebih dalam ternyata korupsi mempunyai dampak dan pengaruh yang besar
terhadap kondisi Negara Indonesia, salah satunya  yaitu timbulnya permasalah
kemiskinan. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat
yang menyalahgunakan kewenangan yang dimiliki dengan semena-mena.
Besarnya dampak yang ditimbulkan dari kegiatan korupsi terhadap permasalahan
kemiskinan di Indonesia memberikan kesengsaraan terhadap berbagai golongan
masyarakat terutama golongan masyarakat menengah kebawah. Kini dampak
dari korupsi ini telah menyebar dan menyeluruh ke dalam berbagai aspek
kehidupan yang tentunya sangat meresahkan masyarakat.21
18
Keppi Sukesi, Gender dan Kemiskinan di Indonesia, (Malang : Universitas Brawijaya Press,
2015), 94
19
Sri Edi Suwarsono, Sekitar Kemiskinan dan Keadilan, (Jsakarta: Cendikiawan Tentang Islam
Ui Press, 2007), 24.
20
ri Edi Suwarsono, Sekitar Kemiskinan Dan Keadilan, (Jakarta : Ui Perss ,1987), 24.
21
https://www.kompasiana.com/desinta00434/5daed09a0d823046720f0a62/dampak-korupsi-
terhadap-kemiskinan?page=all diakses pada Selasa 27 Oktober 2020 Pukul 21.00
Menurut Chriswardani Suryawati (2005), beberapa sumber dan proses penyebab
terjadinya kemiskinan, yaitu:

1. Policy induces processes, yaitu proses pemiskinan yang dilestarikan,


direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan, diantaranya adalah
kebijakan anti kemiskinan, tetapi relitanya justru melestarikan.
2. Socio-economic dualism, negara bekas koloni mengalami kemiskinan
karena poal produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah
yang paling subur dikuasai petani sekala besar dan berorientasi ekspor.

3. Population growth, prespektif yang didasari oleh teori Malthus , bahwa


pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan
seperti deraet hitung.
4. Resaurces management and the environment, adalah unsur
mismanagement sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen
pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
5. Natural cycle and processes, kemiskinan terjadi karena siklus alam.
Misalnya tinggal dilahan kritis, dimana lahan itu jika turun hujan akan
terjadi banjir, akan tetapi jika musim kemarau kekurangan air, sehingga
tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.
6. The marginalization of woman, peminggiran kaum perempuan karena
masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan
penghargaan hasil kerja yang lebih rendah dari laki-laki.
7. Cultural and ethnic factors, bekerjanya faktor budaya dan etnik yang
memelihara kemiskinan. Misalnya pada pola konsumtif pda petani dan
nelayan ketika panenj raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat
upacara adat atau keagamaan.
8. Exploatif inetrmediation, keberadaan penolong yang menjadi penodong,
seperti rentenir
9. Inetrnal political fragmentation and civil stratfe, suatu kebijakan yang
diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, dapat
menjadi penyebab kemiskinan. j.Interbational processe, bekerjanya
sistem internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak
negara menjadi miskin. 22
II.6. Teologi Sosial-Kontekstual dalam upaya pengentasan kemiskinan.
II.6.1. Model Teologi Pembebasan Gustavo Dalam Pengentasan
Kemiskinan Amerika Latin
Gustavo Gutiérrez Merino lahir pada 08 Juni 1928 di sebuah kawasan
miskin di Lima Peru. Dia menjalani studi di Belgia, Prancis, dan Italia.
Gutiérrez dikenal sebagai teolog yang berusaha membuat teologi menjadi
otentik dan berjejak pada perjalanan historis dunia ini. Gutiérrez
menegaskan, “Hanya jika kita mulai dalam dataran praktis kita akan dapat
membangun wacana tentang Allah yang autentik dan penuh hormat” Dengan
demikian, menurut Gutiérrez, teologi seharusnya merupakan kegiatan kedua
(the second act) yang mengikuti praksis sebagai kegiatan pertama (the first
act). Perlu dijelaskan di sini, yang dimaksud dengan praksis adalah
kontemplasi (doa) dan 14 aksi (komitmen). Refleksi kritis atas praksis dalam
terang Injil Kristus itulah yang disebut teologi pembebasan Bagi Gutiérrez,
motivasi terdalam berteologi pembebasan adalah membiarkan diri kita disapa
oleh sabda Allah. Teologi Pembebasan lahir bukan sebagai ideologi yang
membenarkan status quo, bukan pula sebagai obat penenang ketika iman
berhadapan dengan tantangan-tantangan hidup yang berat melainkan sebagai
refleksi iman yang hidup bersama dan bagi orang-orang yang miskin,
tertawan, dan tertindas.23
Menurut Guiterrez bahwa tujuan pembebasan yaitu membebaskan orang-
orang miskin atau tertindas yang meliputi pembebasan secara politik
(struktur sosial yang tidak adil) dan juga secara personal yang artinya
mendapat kebebasan secara utuh. Pelayanan sosial melalui iman harus
dibuktikan secara nyata oleh orang Kristen dalam hidupnya,
diantaranya;Kasih yaitu penyerahan diri kepada Yesus Kristus dan kemudian
orang lain. Spitualitas yang memunculkan semacam kegiatan dalam hal
melakukan pembebasan bagi orang yang tertindas.·Gereja mengambil bagian
dalam pergolakan sosial pada jamanya dengan cara melayani.Melakukan

22
Chriswardani Suryawati, Memahami kemiskinan secara multidimensional,
https://jurnal.ugm.ac.id/jmpk/article/view/2927 dikases pada Selasa 27 Oktobe 2020
23
Martin Chen, Teologi Gustavo Gutierrez: Refleksi Dari Praksis Kaum Miskin. (Yogyakarta:
Kanisius,2002) 22,31.
suatu analisa zaman sehingga menghasilkan suatu bentuk pelayanan atau
bentuk pengembalaan. Dan eskhatologi yang memahami peran gereja dalam
kehidupan manusia.24
Kepedulian Gutierrez, untuk orang miskin mendorongnya untuk bekerja
dengan orang miskin. Dalam perjumpaannya dengan orang miskin ia
menemukan tiga hal penting, yaitu:25
• Kemiskinan adalah destruktif, sesuatu yang merusak, dan bukan
secara kebetulan atau dapat dibenarkan pada basis Alkitab
‘Seperti orang-orang miskin selalu ada padaMu’
• Kemiskinan bukan sesuatu kecelakaan, tetapi sesuatu yang
struktural. Orang-orang miskin adalah hasil dari sistem. Mereka
hidup pada bagian pinggiran dari dunia sosial dan kultural,
ditindas, dieksploitasi, kemanusiaan mereka direndahkan. Mereka
miskin bukan karena persoalan perubahan, tetapi karena dosa
struktur. Karenanya perlu untuk mengkonstruksi suatu tatanan
sosial baru.
• Orang miskin adalah kelas sosial; orang miskin termasuk pada
level kebudayaan dan tidak dihormati sebagai the others, kelas
sosial yang dieksploitasi. Memilih orang miskin berarti memilih
satu kelas sosial dan melawan kelas sosial yang lain, sadar akan
perjuangan kelas dan mengidentifikasi diri dengan kepedulian dan
perjuangan mereka.

24
David J. Hesselgrave dan Eduard Rommen, Kontekstualisasi, (Jakarta; BPK-GM, 1999), 112-
117
25
John Chr. Ruhulessin, Etika Publik: Menggali dari Tradisi Pela di Maluku, (Salatiga: Program
Pascasarjana Program Studi Sosiologi Agama UKSW Salatiga, 2005), 70
II.6.2. Peran Gereja Dalam Pengentasan Kemiskinan

Gereja perlu mengambil sikap dalam kemiskinan, dengan mendorong semua saudara,
orang bekerja sama dengan semua orang lain membangun masyarakat yang adil, bebas
dan damai. Akan tetapi dalam memperjuangkanya tidaklah dengan cara kekerasan, hati
dijiwai dengan injil dan berdamai dengan seluruh ciptaan. 26
Masalah kemiskinan dan
kelaparan adalah masalah sosial dan harus dilihat dari hubungan sosial. Masalah
kemiskinan dan kelaparan antara lain disebabkan oleh struktur sosial yang tidak adil.
Masalah kelaparan juga merupakan Karena tidak adanya pembagian secara adil. Disini
yang menjadi kunciny adalah kita harus membedakan ketidak adilan personal dan
ketidak adilan sosial. ketidakadikan sosial tanggung jawab bersama semua orang, dalam
hubungan dengan kemiskinan harus melihat masalahnya dengan masalah ketidakadilan
sosial dan sturuktur sosial yang terus ada secara ekonomi, politik, agama, pendidikan,
sistem yang mempengaruhi dan mengatur kehidupan orang-orang.27 Gereja perlu
membangun Teologi sosial, yang mestinya dirumuskan oleh Gereja-Gereja di Indonesia
memberikan perhatian besar pada persoalan kemiskinan. Kemiskinan ditafsirkan bukan
saja kemiskinan secara individual, tetapi juga (terutama) kemiskinan secara structural.
Majunya upaya-upaya pembangunan yang dilakukan di Indonesia dalam dasawarsa 70-
90 an itu, disamping itu telah membuat kemiskinan-kemiskinan baru. Ada banyak
sekian orang yang “terplanting” oleh mesin pembangunan yang maha dasyat itu itulah
yang digolongkan gereja sebagai yang tertindas dan yang tertinggal, yang terjepit dan
seterusnya. Teologi mesti menjawab tantangan ini. Sudah bukan rahasia lagi bahwa
Teologi tradisional tidak mampu menjawab dalam tantangan ini. Malah ada
kecendrungan justru melestarikan kemiskinan, dengan mengacu pada “kesenangan di
surga, kendati dalam dunia fana ini menderita”, yang menarik adalah adanya
kecendrungan untuk mencari penyelesaian persoalan kemiskianan bukan pada dalam
dunia nyata tetapi juga dalam keberagaman. Ini menjadi alibi dari ketidakberanian
menghadapi dunia nyata.28
26
Adrianus Sunarko,Teologi Kontekstual, (Jakarta:Obor,2016), 430-431
27
A.SuryawasitaSJ, Asas Keadilan Sosial, ( Yogyakarta: Kanisius, 1989), 24-27
28
A.A Yewangoe, Tidak ada penumpang gelap warga gereja dan warga bangsa, (Jakarta:BPK-Gunung
Mulia,2011), 125-126
Gereja bertanggung jawab terhadap kaum miskin, orang yang terabaikan sebagai suatu
sikap mengasihi sesama dan wujud nyata kasih Tuhan kepada orang percaya dan diberikan
pula kepada orang-orang miskin. Kemiskinan memengaruhi berbagai aspek kehidupan
masyarakat, ada ketika orang tidak di beri kesempatan untuk bekerja, belajar, hidup sehat dan
kebutuhan, dan menjalani masa pensiun mereka dalam keamanan. Kurangnya pendapatan,
akses kesehatan, kualitas pendidikan yang baik dan perumahan dan kualitas lingkungan
setempat memengaruhi kesejahtraannya. Gereja tidak bisa kehilangan perannya dalam
kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu gereja berdoa dan bertindak bagi kesejahtraan
lingkungannya termasuk di dalamnya adalah berdampak bagi kaum miskin dan orang-orang
yang terabaikan dan secara sosial tidak mendapatkan keadilan. 29Gereja ada di tenga-tengah
dunia ini dengan tujuan melayani mereka yang miskin dan menderita. 30 Kemiskinan adalah
fakta kehidupan sekalipun ada perbaikan ekonomi namun kenyataannya terjadi kemerosotan
ekonomi yang berujung pada peningkatan kemiskinan. Yesus mengatakan bahwa “orang-
orang miskin akan selalu berada dengan kamu....” (Mat. 26:11) dan kenyataan hostoris dan
masih relevan secara global.31 Dengan demikian gereja hadir untuk memerhatikan mereka
sebagai bagian dari kehidupan bergereja sebab mereka selalu ada di sekitar komunitas orang
percaya.

Kesadaran gereja untuk mendahulukan kaum miskin yang tidak berdaya, berarti
memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan dan wujud keadilan,
perdamaian dan keutuhan ciptaan dan merupakan wujud kesetiaan kepada Yesus Kristus.
Gereja hadir untuk berperan sebagai Kristus di muka bumi untuk menyatakan kemanusiaan-
Nya dengan memperjuangkan kaum miskin.32 Orang-orang miskin dalam kitab PL maupun
PB memperlihatkan bahwa

1. Keum miskin bukan di tentukan oleh sifat religius mereka tetapi lebih di sebabkan
kemiskinan fisik.

29
David Gordon, The concept and measurement of poperty, (Bristol: the policy press, 2006), 30
30
Yunelis Ndraha, Reformasi dan transformasi pelayanan gereja menyongsong abad ke-21, (Yogyakarta:
Kanisius, 1997), 27
31
http://www.biblichaltheology.com/research/adewunmijuPO01, di akses pada 28 Oktober 2020 Pukul
07:01 WIB
32
http://staff.uny.ac.id/sites/defalut/files/PERANG%20TERHADAP%KEMISKINAN diakses pada 28
Oktober 2020 Pukul 07:18 WIB
2. Kaum miskin dalam Alkitab juga merupakan kaum dialektis yang di sebabkan oleh
kelompok-kelompok yang bertindak tidak adil dan menyingkirkan mereka.
3. Kaum miskin di dalam kitab suci adalah kelompok dinamis. Mereka bukan korban-
korban pasif dalam sejarah. Melalui dan bersama mereka, Allah membentuk sejarah-
Nya.33

Untuk itu, gereja tidak melulu hanya memikirkan dan mempersiapkan warga
jemaatnya pada surga (transedensi) dan mengabaikan dunia (imanensi). Gereja perlu
mempersiapkan dan mengasah setiap warga jemaatnya agar memiliki sensibilitas terhadap
mereka yang miskin, papa dan menderita.19 Setelah kepekaan tersebut terasah dengan baik,
maka gereja akan dapat bersatu dengan kaum miskin, tertindas, terpinggirkan dan menderita.
Hal ini juga berlaku dalam pengembangan teologi yang dilakukan oleh gereja, bahwa teologi
tidak hanya terbatas pada intellectus fidei melainkan juga intellectus amoris et compassionis.
Hal ini yang akan membantu dan mendorong orang percaya untuk mencintai dan berbelarasa
kepada kaum miskin.34

II.7. Implikasi Bagi Gereja Masa Kini- Teologi Praktis

Pelayanan Gereja merupakan salah satu bagian dari Tri Tugas Gereja yakni bersekutu
(Koinonia), melayani (Diakonia), dan bersaksi (Marturia). “Koinonia” adalah tugas
menyatakan persekutuan atau persatuan sebagai umat di dalam Yesus Kristus.“Diakonia”
adalah pelayanan yang dilakukan kepada sesama di dalam maupun diluar kehidupan gereja,
karena kita tidak dapat menutup mata terhadap realitas diluar kehidupan gereja.Sementara
“marturia" adalah penjelasan atas perbuatan kita yang bersekutu dan melayani. Tidak
melakukankristenisasi dalam arti memaksa orang lain untuk mengakui Yesus sebagai Tuhan
dan Juruselamat tetapi dibalik semua tindakan itu, ada kasih Tuhan Yesus Kristus pada
manusia.35 Gereja melakukan panggilannya dalam perwujudan tugas diakonia untuk
melayani orang miskin yang terdapat di dalamnya. Pelayanan Diakonia itu sendiri terbagi
menjadi tiga model yaitu diakonia karitatif, diakonia reformatif, dan diakonia transformatif.
33
Suroso, agenda pastoran transformatif: menuju pemberdayaan kaum miskin debga perspektif adil
Gender, HAM, dan lingkungan hidup, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 22
34
J.B. Banawiratma, Hidup Menggereja yang Terbuka, dalam Hidup Menggereja Kontekstual,,
(Yogyakarta, Kanisius, 2000) 186-189
35
J.L.Ch. Abineno, Jemaat Ujud, Peraturan, Susunan, Pelayanan dan Pelayanannya, (Jakarta Pusat: BPK
Gunung Mulia, 1983), 120.
Pertama, diakonia karitatif adalah bentuk diakonia yang tertua yang dilakukan dengan
memberi bantuan secara langsung kepada orang-orang yang membutuhkan, seperti memberi
makan, menghibur orang sakit,memberi pakaian dan lain sebagainya.36

Kedua, diakonia reformatif adalah bentuk diakonia yang dilakukan dengan cara
memberikan fasilitas dan keterampilan-keterampilan tertentu bagi kelompok-kelompok yang
dibantu. Diakonia ini juga dikenal sebagai diakonia pembangunan sebab diakonia reformatif
lahir pada masa pembangunan (1960-1970).37 Ketiga, diakonia transformatif. Diakonia ini
dipelopori oleh gereja di Amerika Latin untuk menjawab kemiskinan yang sangat parah
disana. Dalam diakonia ini, bukan hanya berartimemberi makan, minum, pakaian,
pembangunan, dan seterusnya, namun juga bagaimana bersama masyarakat memperjuangkan
hak-hak hidup seperti hak makan, minum, pakaian, nafas, kerja, lingkungan yang sehat, yang
telah hilang karena dirampas oleh pihak lain atauyang menindas. Intinya memiliki akses
untuk mengontrol kebijakan-kebijakan publik, yang menyangkut nasib hidup mereka.38 Salah
satu cara berdiakonia sosial yang reformatif sekaligus transformatif yang efektif untuk
meningkatkan ekonomi dan juga membangun masyarakat yang mampu berswadaya adalah
melalui program koperasi atau credit union. Di negara berkembang, koperasi dihadirkan
dalam rangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan
pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.39 Contohnya juga Gereja bisa
melakukan perbedayaan ekonomi Jemaat yang bertani, dengan penyuluhan dll.Gereja
melakukan pemberdayaan dengan tujuan menjadikan para petani mampu meningkatkan
kualitas atau potensi yang dimiliki seperti tanah serta kemampuan bertani yang juga
ditunjang dengan proses memberikan edukasi tentang bertani sehingga permasalahan daya
tawar yang biasanya lemah, akses modal yang minim serta akses pasar yang cenderung
lemah dapat teratasi secara bertahap.40

III. Kesimpulan

36
Josef P. Widyatmadja, Yesus dan Wong Cilik(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 35-40
37
Widyatmadja, Yesus dan Wong Cilik, 41-47
38
Diakonia Transformatif,” GBKP, diaksespada 26 Oktober 2020, http://www.gbkp-kjb.org
39
Y.Harsoyo, dkk, Ideologi Koperasi Menetap Masa Depan, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006), 116
40
https://www.sinodegpm.org/pemberdayaan-ekonomi-jemaat-melalui-usaha-tani diakses pada 29 Oktober
2020 pukul 17.00
1. Melihat kemiskian tidak cukup hanya dalam satu dimensi atau satu sudut pandang saja,
karena memahami kemiskinan perlu dipahami dalam sudut pandang multi dimensi atau
dalam sudut pandang berbeda-beda, karena kemiskinan itu luas.
2. Secara Umum dan pengertian sederana Kemiskinan diartikan dalam keadaan suatu
kondisi dimana seseorang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti
pangan, sandang, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan yang layak.
3. Teologi Sosial-Teologi Pembebasan Amerika Latin dalam kemiskinan bisa menjadi
rujukan bagi Gereja dalam pengentasan kemiskinan yang bisa kita lihat dalam gagasan
Gustavo Guiterezz . Dalam pandangannya mengatakan “prefential option for the poor”
(mendahulukan kaum miskin), suatu tindakan komitmen gereja untuk bersolidaritas
kepada kaum miskin dengan masuk kedunia orang miskin tersebut, tidak hanya
memberikan sembako atau uang tetapi dengan menjadi sahabat, sehati dan sepikir.
Sehingga mengerti betul latar belakang orang tersebut miskin. Dengan cara bersahabat
dan berempati, maka gereja bisa mengerti apa yang harus dilakukan untuk membantu
orang tersebut setidaknya bisa hidup dengan layak. Atau dalam arti lain misi gereja
terhadap kaum miskin “tidak memberikan ikan (sembako atau uang saja) tetapi
memberikan alat pancingnya”.
4. Gereja harus menaruh perhatian yang besar terhadap program diakonia nya, dalam
pengentasan Kemiskinan . Teologi Kontesktual Gereja dapat dilakuakn secara praktisnya
dalam tri tugas Gereja, secara khusus dalam pelayanan-pelayana Gereja. Gereja jangan
berlomba untuk membangun gedung megah dan mengabaikan keadaan di sekitarnya,
yakni makin meluasnya kemiskinan, sehingga kehadirannya tidak menjadi garam apalagi
terang. Diakonia tidak cukup hanya dengan memberi uang, sembako atau pelayanan
kesehatan melainkan harus memberdayakan serta membebaskan umat dari kemiskinan
yang membelenggu. Hal-Hal Praktis itu bisa diwujudkan dengan pengadaan koperasi atau
CU, penyuluhan pertanian, pengajaran-pengajaran tentang ekonomi keluarga, dapat
dilakukan dalam katekese-katekese gereja.
IV. Daftar Pustaka:

Abineno J.L.Ch., Jemaat Ujud, Peraturan, Susunan, Pelayanan dan Pelayanannya, Jakarta
Pusat: BPK Gunung Mulia, 1983
Arsyad, Lincolin Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta: UPP STIM YKPM, 2016
Banawiratma, J.B,Kemiskinan dan Pembebasan, Yogyakarta: Kanisius, 1987
Banawiratma,J.B., Hidup Menggereja yang Terbuka, dalam Hidup Menggereja Kontekstual,,
Yogyakarta, Kanisius, 2000
Chen,Martin, Teologi Gustavo Gutierrez: Refleksi Dari Praksis Kaum Miskin. Yogyakarta:
Kanisius,2002
Chriswardani Suryawati, Memahami kemiskinan secara multidimensional,
https://jurnal.ugm.ac.id/jmpk/article/view/2927 dikases pada Selasa 27 Oktobe 2020
Gordon,David, The concept and measurement of poperty, Bristol: the policy press, 2006
Harsoyo, dkk, Y. Ideologi Koperasi Menetap Masa Depan, Yogyakarta: Pustaka Widyatama,
2006
Hesselgrave David J. dan Rommen,Eduard, Kontekstualisasi, Jakarta; BPK-GM, 1999
Mawardi, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar (IAD-ISD-IBD),
Bandung: Pustaka Setia, 2002
Muhammad dan Mas’ud,Ridwan, Zakat dan Kemiskinan: Instrumen
pemberdayaan,ekonomi , Yogyakarta: UII Press, 2005
Muttaqien, Arif,Paradigma Baru Pemberantasan Kemiskinan, Rekonstruksi Arah
Pembangunan Menuju Masyarakat Yang Berkeadilan, Terbebaskan Dan
Demokratis,Jakarta; Khanata Pustaka LP3ES Indonesia, 2006
Ndraha, Yunelis,Reformasi dan transformasi pelayanan gereja menyongsong abad ke-21,
Yogyakarta: Kanisius, 1997
Rahaman M. Taufiq, Glosari Teori Sosial, Bandung: Ibnu Sina Press,2011.
Rustanto Bambang. Menangani Kemiskinan.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Cet. 1. 2015
Soelaeman,Munandar, Ilmu Sosial Dasar, (Bandung: Refika Aditama, 1986
Sudarwati, Ninik,Kebijakan Pengentasan Kemiskinan, Malang: Intimedia, 2009, .
Sukesi,Keppi, Gender dan Kemiskinan di Indonesia, Malang : Universitas Brawijaya Press,
2015
Sunarko, Adrianus,Teologi Kontekstual, Jakarta:Obor,2016
Suparlan, Parsudi, Kemiskinan di Perkotaan: Bacaan Untuk Antropologi Perkotaan , Jakarta:
Sinar Harapan dan Yayasan Obor Indonesia, 1984
Suroso, agenda pastoran transformatif: menuju pemberdayaan kaum miskin debga perspektif
adil Gender, HAM, dan lingkungan hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2002 SuryawasitaSJ,A,
Asas Keadilan Sosial, Yogyakarta: Kanisius, 1989 Suryawati, Teori Ekonomi Mikro,
Yogyakarta:Jarnasi,……..
Sutrisno,Loekman, Kemiskinan Perempuan pemberdayaan, Yogyakarta: Kanisius,1997
Suwarsono, Edi,Sekitar Kemiskinan Dan Keadilan, Jakarta : Ui Perss ,1987
Widyatmadja, Josef P. Yesus dan Wong Cilik, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
Yewangoe,A.A, Tidak ada penumpang gelap warga gereja dan warga bangsa, Jakarta:BPK-
Gunung Mulia,2011
Internet:
Www.Bps.go.id. Presentase Kemiskinan di Indonesia,2020. Diakses pada 27 Oktober 2020
http://staff.uny.ac.id/sites/defalut/files/PERANG%20TERHADAP%KEMISKINAN diakses
pada 28 Oktober 2020 Pukul 07:18 WIB
http://www.biblichaltheology.com/research/adewunmijuPO01, di akses pada 28 Oktober
2020 Pukul 07:01 WIB
http://www.ekonomirakyat.html. Diakses pada 26 Oktober 2020 Pukul 20.00
https://www.kompasiana.com/desinta00434/5daed09a0d823046720f0a62/dampak-korupsi-
terhadap-kemiskinan?page=all diakses pada Selasa 27 Oktober 2020 Pukul 21.00
https://www.sinodegpm.org/pemberdayaan-ekonomi-jemaat-melalui-usaha-tani diakses pada
29 Oktober 2020 pukul 17.00
Diakonia Transformatif,” GBKP, diaksespada 26 Oktober 2020, http://www.gbkp-kjb.org
KBBI.WEB.ID.Kemiskinan.Html Diakses pada 27 Oktober 2020
Junal:
John Chr. Ruhulessin, Etika Publik: Menggali dari Tradisi Pela di Maluku, Salatiga:
Program Pascasarjana Program Studi Sosiologi Agama UKSW Salatiga, 2005

Anda mungkin juga menyukai