Anda di halaman 1dari 7

Agama Sumber Kekerasan?

– Samuel
Hutabarat.

Dalam pandangan kita mungkin bahwa


agama dan kekerasan adalah dua hal yang
bertentangan, agama diasumsikan
memberikan nilai positif dalam kehidupan
manusia sedangkan kekerasan adalah bukan
bagian ajaran agama. Agama mengajarkan membenarkan kekerasan. Kekerasan manusia

norma dan Etika, sehinga perilaku manusia bukanlah insting ( naluri ) melainakan adalah
tindakan yang disengaja. Dari awal sejarah,
akan baik dan beretika jika melakukan nilai-
seimbol-seimbol religius memainkan peran
nilai agama. Namun, Kenapa pada
potensial dalam mendukung tindak kekerasan
kenyaataanya ada kekerasan atas nama
dalam perang suci dan pengorbanan berdarah.
agama? Hal ini Pertanyaan yang besar, jika
Symbol-simbol religius bukan hanya merupakan
kita mempertanyakan apakah Agama
ungkapan terbatas Allah yang tak terbatas,
mengajarkan kekerasan. Bagaimana namun berulang kali berfungsi sebagai
mungkin agama mengajarkan kekerasan, pendorong kekerasan
bukankah agama pada dasarnya
Agama dan kekerasan adalah dua hal
mengajarkan kebaikan atau tidak kacau,
yang betentetangan Sebenarnya, seperti
sebagaimana pengertian agama. Kekerasan
gelap dan terang. Tetapi sebenarnya ada
mungkin didefenisikan sebagai “usaha”
kelompok-individu yang dilakukan untuk
Hubungan Agama dan kekerasan, tidak

memaksakan kehendaknya terhadap orang-orang dapat disangkal bahwa bilamana agama


lain melalui cara non verbal , Verbal, maupun muncul kekerasan akan segera munyusul.
fisik, yang menimbulkan luka Psikologi atau Hal ini jelas dalam terlihat dalam manusia di
fisik. Walaupun kekerasan manusiawi berakar dalam Alkitab . Di Sana kita belajar bahwa
pada pola agresi diantara primata, agresi sejarah manusia, sejak permulaan sampai
manusia mengubah agresi tersebut menjadi sekarang diiringi dengan kekerasan dan
kesadaran diri secara reflektif dengan
bersumber pada manusia itu sendiri. Kisah
menggunakan symbol-simbol untuk
kain Dan Habel bisa ditafsirkan bahwa
agama dengan cepat dapat mengandung
kekerasan , di mana satu pihak cemburu dan
pihak lain hendak membinasakan karena
dianggap sebagai saingan. Namun, tentu saja
agama yang sebenarnya tidak dapat dinilai
begitu saja. Bukan saja bahwa manusia yang
memeluk agama yang disukai Allah bisa
juga kalah dihadapan kebenaran, bahkan
Allah sendiri menyatakan bahwa bagi-Nya
manusia dan agama tidaklah sama. Dimata-
Nya manusia lebih penting daripada agama.
Dengan demikian agama bisa saja menjadi
sumber kekerasan jika mengikuti kekeliruan
Kain, manusia mengindetikkan diri dengan dilakukakan. Hanya dengan teori dapat
agamanya dan bahkan memaksakan dijadikan dasar yang empuk bagi
agamanya agar ia dipandang benar dan baik pembenaran aksi kekerasan. Perang yang
dimata Allah maupun manusia lain. Dengan adil dan perang untuk keadilan dapat
demikian, bahwa agama mengandung menjadi penyebab sumbangan agama bagi
kekerasan , yang sekali-sekali akan meletus terciptanya radikalisme dan praktek
adalah agama manusia bukan agama Allah. kekerasan. Yang menarik adalah bahwa
Ini adalah tragedi manusia sehingga ada kekerasan semacam ini mendapatkan
benarnya jika agama adalah sumber ‘justifikasi’ dalam Kitab Suci. Apa yang kita
kekerasan dan mendorong perilaku tersebut. sebut sebagai ‘kekerasan agama’ adalah
Namun dapat ditambahakan bahwa agama gejala yang unik karena di dalamnya
manusia itu adalah agama yang dijalani terdapat kaitan antara kekerasan dengan
manusia setelah memutuskan hubungan agama. Kaitan di sini bukan yang sifatnya
dengan Tuhan dan jatuh kedalam permukaan belaka, melainkan hingga ke
keterasingan. Kita juga dapat melihat lapisan yang terdalam. Yakni, bahwa kaitan
Misalnya dalam Peristiwa Keluaran Bangsa ini menyangkut aspek yang berkaitan
Israel Menuju Tanah Kanaan, Dalam dengan keyakinan. Pada kekerasan agama
konteks Teologi Pembebasan, penyataan ada dimensi teologis dalam bentuk
Allah menyingkapkan visi suatu masyarakat pembenaran kekerasan itu melalui dalil-dalil
yang adil, bebas dari ketidakadilan Mesir. keagamaan. Sebuah ayat sering dikutip oleh
Kita dapat melihat bahwa Allah ikut banyak kalangan untuk membenarkan sikap
berperang ( Yes 4: 21), dan kidung-kidung “keras” terhadap mereka yang di Luar
Pujian atas Kuasa Allah dalam perang ( agamanya. Misalnya QS 48:29 yang dalam
Mzm. 24, Yes. 35), janji pemberian tanah teks Arabnya berbunyi: wa-l-ladzīna
kanaan termasuk pula penaklukan dan ma‘ahū ashiddā’u ‘ala-l-kuffar ruhamā’u
pembinasaan bangsa lain. Tetapi kekerasan bainahum. Ayat ini menjelaskan dua ciri
dalam kitab Keluaran dalam cerita utama pengikut Nabi Muhammad -- yakni
penaklukan sama sekali tidak sesuai dengan bersikap lemah lembut (ruhamā’) terhadap
penafsiran kaum liberalonis dewasa ini. sesama Muslim, dan bersikap keras
Dalam hal ini agama yang mengandung (ashiddā’) terhadap orang-orang yang
kekerasan adalah agama manusia belaka, dikategorikan sebagai kafir. Ada dua sifat di
atau agama yang dipusatkan pada manusia sini: rahmah (kelemahlembutan) dan
semata-mata, yaitu manusia yang shiddah (kekerasan). Seorang penafsir
memutuskan hubungan dengan Tuhan , Quran dari abad ke-14 Ibn Kathir (w. 1373
maka agama yang seperti itu mudah menjadi M) yang sangat populer menjelaskan makna
sumber kekerasan. ayat ini dengan cara yang sangat menarik.
Kata dia: Sifat seorang beriman adalah keras
Secara umum dapat disebutkan apa
dan kejam (‘anīf) terhadap orang-orang
yang bisa mendekatkan agama dengan
kafir, kasih saying dan baik (barr) terhadap
kekerasan adalah karena sering diterima
orang-orang yang terpilih (al-akhyār;
pendapat yang mengatakan bahwa demi
maksudnya adalah orangorang beriman);
tujuan yang baik maka usaha apapun boleh
marah dan berwajah cemberut kepada orang-
orang kafir, serta tertawa dan berseri-seri sangat bertentangan dengan tujuan agama
(bashūsh) terhadap saudara seiman. yang luhur
Sementara itu justifikasi kekerasan dengan
Sebetulnya agama dan kekerasan
memakai sejumlah ayat yang berkenaan
adalah dua hal yang seringkali terjadi secara
dengan jihad atau qitāl (perang melawan
bersama-sama. Sejarah agama sarat dengan
kaum kafir) sudah sering kita dengar dan
perang, pertikaian, fanatisme, persekusi atas
jumpai. Sebuah contoh menarik: QS 9:29
kelompok yang dianggap berbeda, dan
seringkali dikutip oleh kalangan yang kerap
seterusnya. Sejarah agama, bukanlah sejarah
disebut sebagai “the jihadist”, kaum pelaku
yang kemilau, tetapi buram, bahkan dalam
jihad di kalangan Islam, untuk
beberapa kasus juga gelap. Meskipun tak
membenarkan tindakan terorisme. Menurut
bisa ditolak bahwa ada banyak yang kemilau
keterangan yang kita jumpai dalam tafsir
dan cemerlang dalam sejarah agama.
klasik karya al-Tabari (w. W. 923 M), inilah
Maksudnya di sini adalah, yang kemilau
ayat pertama yang berkenaan dengan
dan gelap, keduanya saling ada secara
perintah kepada Nabi Muhammad untuk
berbarengan dalam sejarah agama.
memerangi orang-orang Kristen, setelah
Peperangan, kekerasan, dorongan dorongan
kekuatan orang-orang Arab yang menentang
kea rah itu dengan menggunakan agama-
Islam ditaklukkan. Sejak ayat ini, dimulailah
Secara eksplisit atau Implisit terus merebak
ekspedisi perang melawan kekuasaan
dan menguat di sana-sini dan ini hampir
Romawi dalam sejarah Islam. Dalam
ditemui dalam semua agama..1 Berbagai
Sejarah Agama juga Kita melihat peristiwa
Peristiwa dunia belakangan ini diwarnai oleh
Perang Salib ketika Paus Urbanus
Kekerasan yang dilakukan oleh kelompok
menyerukan Perang Salib dengan menyebut
agama tertentu, ISIS di Timur-Tengah, Boko
Deus Vult ( Allah mengekehendaki). orang
Haram dan Lord’s Army di Afrika, Estrimis
Kristen Eropa itu menyambut dengan lega
Budha dan Hindu di Myanmar dan Indiaa.
dan menghasilkan kembali pola perang suci
Ini memunculkan Pandangan populer bahwa
dengan ketetapan luar biasa, Membunuh
agama sebagai sumber kekerasan dam
para monster tak bertuhan ini adalah
bertanggung jawab atas rentetan terorisme
tindakan suci, begitulah para kesatria Eropa
yang kian kerap terjadi, Karen Amstrong
itu telah melakukan penyerangan dan
seorang penulis agama-agama dunia dalam
memikul tugas yang dikatakan suci. Ayat-
Bukunya “Fields Of Blodd”, dari
ayat Kitab Suci yang kelihatannya
penelurusurannya Karen menunjukkan
mendukung, walaupun ditafsirkan secara
alasan sesungguhnya bahwa perang dan
keliru, ditonjolkan sedemikian dan
kekerasan yang terjadi sepanjang sejarah
mengesampingkan makna keseluruhan
umat manusia sangat sedikit hubungannya
amanat Kitab Suci yang pada hakikatnya
dengan Agama. Alih-alih berakar pada inti
tidak mengkehendaki konflik. Akibatnya,
ajarannya, fenomena kekerasan merupakan
kekerasan yang diberi motivasi oleh agama
reaksi terhadap kekerasan kekuasaan
akan menghantarkan orang ke dalam
fanatisme yang sempit, sebab ia
beranggapan bahwa ia sedang menjalankan
1
Abd A’la, Melampaui Dialog Agama, (
perintah agama, padahal yang ia lakukan itu Jakarta : Penerbit Buku Kompas ), 16
Negara, kapitalisme, dan modernism yang atau politik mereka ditindas oleh
dibungkus dengan bahasa agama.2 kelompok atau pemeluk agama lain.
Kemudian adanya sikap curiga terhadap
Pada hakikatnya agama adalah
kelompok atau penganut agama lain,
manusia, tidak ada manusia maka tidak
adanya kecuriagaan bahwa agama lain
ada agama . meskipun ada wahyu , kitab
melakukan suatu kecurangan dalam
suci dan doktrin yang dipercayai dan
menyebarkan misi agama mengakibatkan
diyakini datang dan berpusat dari Tuhan ,
kelompok itu bereaksi pada kekerasan
akan kehidupan keagamaan , oleh karena
dan semacamnya. Dalam kondisi yang
pada kenyataannya , wahyu, kitab suci ,
penuh kecurigaan ini , suatu kelompok
doktirn itu hanya dapat terealisasi dalam
radikal akan melihat segala persoalan
kehidupan oleh adanya keyakakinan ,
yang berkaitan dengan umat dari agama
pemikiran dan pemahaman manusia itu
lain dalam perfektif teologis inklusif,
sendiri , dan kompleksitas kehidupan
bahkan persoalan yang bersifat pribadi
manusia berakitabat membawa agama
bisa menjadi persoalan agama.4
berada dalam situasi yang kompleks pula.
Akar kekerasan teologis, secara
Akhirnya kitab suci dan doktin itu
teoritis, sesungguhnya bisa kita lihat
tergantung kepada kapasitas dan
muaranya pada 2 hal utama yakni; (1)
kemampuan manusia memahaminya,
bagaimana peran agama dan, (2)
sehingga apa yang baik dan buruk
bagaimana keterikatan pemeluknya
tergantung kepada bagaimana manusia
terhadap agamanya masing-masing.
memahaminya.3 Pada dasarnya,
Mengenai peran agama, sebenarnya
kemunculan Gerakan-gerakan atas nama
terdapat dua konsep penting yang
keagamaan radikal itu dipicu dalam
dimiliki setiap agama yang bisa
beberapa factor, diantaranya dapat
mempengaruhi para pemeluknya dalam
dilacak dalam pemahaman agama
hubungannya dengan manusia lain yakni;
mereka. Dalam Islam pemahaman parsial
(a) fanatisme dan, (b) toleransi. Kedua
dan sepotong-potong terhadap Al-Quran
hal ini harus dipraktekkan manusia dalam
dan Sunnah Nabi mengakibatkan orang
pola yang seimbang. Sebab
terperangkap dalam wawasan sempit dan
ketidakseimbangan diantara keduanya
tidak mampu melakukan kontekstualisasi
akan melahirkan problem tersendiri bagi
ajaran dengan Kehidupan konkret,
umat beragama. Toleransi yang
mereka umpanya mengartikan Jihad
berlebihan dari umat agama tertentu bisa
dalam Al-Quran Secara Harafiah.
menjebak mereka ke dalam pengaburan
Kemudian masuknya masuknya factor-
makna ajaran agama mereka, selain
faktor lain seperti politik dan Ekonomi,
bahwa eksistensi agama mereka juga
pemahaman literalis akan
akan melemah karena dalam situasi ini
bermetamorfosis menjadi gerakan radikal
orang terkadang tidak lagi bangga dengan
manakala kelompok itu secara ekonomi
agama yang mereka peluk. Agama bisa
2
Karen Amstrong, Fields OF Blood (TerJ) saja akhirnya hanya menjadi sekedar
: Mengurai Sejarah Hubungan Agama dan
Kekerasan ( Bandung : Mizan,2017), 695
3
M, Sitompul, Agama-agama Kekerasan
dan Perrdamaian, 118 4
Abd A’la, Melampaui Dialog Agama, 17
ritual belaka; karena agama yang mereka dianggap telah diselewengkan.
bersangkutan sama derajat dan Jadi kekerasan atas nama agama, bisa
kebenarannya dengan agama lainnya dikatakan tidak hanya sebagai kelanjutan
yang ada. Sebaliknya, fanatisme yang dari fundamentalisme yang menguat,
berlebihan juga akan melahirkan sikap tetapi juga karena hadirnya tantangan dari
permusuhan terhadap pemeluk agama luar yang juga menguat. Dalam konteks
lain. Inilah juga yang terkadang menjadi ini, primordialisme juga muncul secara
biang lahirnya konflik dan kekerasan atas kuat sehingga kekerasan pihak luar yang
nama agama. Fanatisme yang berlebihan dilawan kekerasan adalah salah satu
melahirkan truth claim (klaim kebenaran) manifestasi bentuk primordialisme
yang bersifat eksklusif.5 Selanjutnya, tersebut.6
eksklusivisme akan memandang
Selanjutnya, kekerasan atas nama
penganut agama lain sebagai musuh,
agama bisa terjadi juga karena
sehingga melahirkan arogansi sosial,
munculnya hubungan diantara keduanya
terutama ketika ia menjadi mayoritas.
yang ditandai oleh ambiguitas, yakni sifat
Dalam kondisi mayoritas ini, kelompok
mendua yang sangat nyata. Inilah yang
eksklusif cenderung melakukan cara-cara
kemudian melahirkan pepatah bahwa
pemaksaan dan kekerasan atas nama
agama ibarat dua sisi mata uang yang
agama kepada kelompok lainnya. Selain
bertolak belakang, sebagai sumber
masalah fanatisme dan toleransi seperti di
kedamaian; sekaligus sebagai sumber
atas, agama juga mendorong pemeluknya
kekerasan dan konflik. Kalangan
untuk memiliki keterikatan dengan agama
agamawan boleh saja mengklaim
yang dianutnya. Keterikatan ini bisa
orientasi kepada kedamaian sudah
diimplementasikan melalui bentuk-
intrinsik dalam tradisi dan ajaran agama-
bentuk ritual (praktek keagamaan) secara
agama, tetapi secara intrinsik pula agama
ketat, selain dengan penghayatan tingkat
telah memancing dan melahirkan
tinggi kepada ajaran-ajaran agama
terjadinya konflik dan kekerasan.
mereka. Dalam situasi tertentu, tuntutan
Mengenai yang terakhir ini, Ihsan Ali-
keterikatan ini bisa memunculkan sikap-
Fauzi (2005) menyatakan bahwa akar
sikap radikal, yang bahkan bisa menjurus
kekerasan teologis juga bisa bersifat
kepada tindak kekerasan, karena hal itu
internal dan eksternal. Untuk akar
berkaitan dengan upaya secara ketat
teologis internal, Ihsan menyebutnya
menjalankan ajaran agama dan secara
sebagai kaum fundamentalis agama
keras meluruskannya ketika agama
sedangkan akar teologis yang bersifat
eksternal adalah kaum fundamentalis
5
Klaim ini biasanya diikuti dengan upaya para
agamawan untuk membedakan antara agama yang sekuler.Kaum fundamentalis agama
benar dan autentik yang dipandang hanya
menyerukan perdamaian dengan agama yang palsu adalah mereka yang merasa bahwa
dan inauthentic yang dianggap lebih militan
fundamentalis dan ektremist. Pandangan ini
sesuatu yang bernama kebenaran sudah
mengecam para pemimpin politik yang membawa- ada ditangan (agama) mereka dan hanya
bawa agama untuk kepentingan politik dan
ekonominya sendiri. Agama dengan demikian,
menurut agamawan ini, harus disterilkan dari
6
konsekuensi-konsekuensi tragis yang muncul dari Afadlal dkk, Islam dan Radikalisme di Indonesia,
niat busuk pemimpin politik itu. ( Jakarta: LIPI Press, 2005), . 6-8.
ditangan mereka, yang bulat tanpa benjol menegakkan apa yang sesuai dengan
sedikitpun; karena bersumber langsung Kehendak Ilahi, tetapi bagi yang lain
dari Tuhan yang sepenuhnya benar dan atau korban adalah suatau ancaman.
tugas mereka adalah memperjuangkan Kekerasan yang diceritakan dalam kitab
kebenaran itu, termasuk dengan cara-cara Suci ternyata membutuhkan
kekerasan. Orang-orang yang berada pemahaman yang luas akan arti dan
dalam kelompok ini (yang mungkin ada makna cerita tersebut bukan menelan
disemua agama tanpa pandang bulu), secara mentah apa yang tertulis,
dengan sendirinya menjadi militan dan kekeliruan bisa terjadi dan
ekstrimis karena mereka mengklaim mengakibatkan perang atas nama
bahwa merekalah kelompok pilihan yang agama, dan didukung dengan
diberi keistimewaan untuk membawa kepentingan-kepentingan lain seperti
misi suci, dan yang mati dijalan-Nya politik, ekonomi dll. Peristiwa yang
sama artinya dengan mati syahid, dengan terjadi dewasa ini kita lihat kebanyakan
kepercayaan pada surga sebagai bukanlah perang agama, melainkan
balasannya yang setimpal. Sementara itu agama dijadikan sebagai alat untuk
kaum fundamentalis sekuler adalah mencapai suatu tujuan tertentu,
mereka yang merasa bahwa agama sudah sehingga terjadi kekerasan atas nama
tidak punya lagi hak untuk hidup agama.
sekarang ini. Banyak alasan yang II. Daftar Pustaka
diberikan kelompok ini tentang fenomena A’la, Abd, Melampaui Dialog Agama,
‘kematian’ agama, misalnya; karena Jakarta : Penerbit Buku Kompas
semua persoalan harus diputuskan hanya Afadlal dkk, Islam dan Radikalisme di
oleh akal manusia saja; bahwa intervensi Indonesia, (Jakarta: LIPI Press, 2005
agama dalam urusan dunia hanya Amstrong , Karen, Fields OF Blood
mendatangkan pertumpahan darah seperti (TerJ) : Mengurai Sejarah Hubungan
banyak di catat sejarah; dan bahwa Agama dan Kekerasan , Bandung :
perpaduan agama dan politik itu tidak Mizan,2017
7
normal dan berbahaya dan sebagainya. Amstrong , Karen, Perang

I. Kesimpulan Suci( Terj), Jakarta : PT Ikrar Mandiri


Agama dan Kekerasan Sebenarnya Abadi , 2013 dkk ,
adalah dua hal yang berlawanan, tetapi Noorkasiani, Sosiologi Keperawatan:
jika kita melihat dalam kitab suci agama kekerasan Terhadap Wanita, Jakarta :
sendiri bahwa adanya peristiwa Buku Kedokteran Indonesia, 2009
kekerasan. Berbagai peristiwa yang
identik dengan kekerasan, Kekerasan Endang Sarfuddin Ashari, Ilmu FIlsafat
yang dilakukan adalah semata-mata dan Agama , Surabaya : Bina Ilmu, 1987
untuk kebenaran bagi pelaku untuk LefeBure , Leo.D., Penyataan Allah,
Agama , Dan kekerasan , Jakarta : BPK
7
Ihsan Ali-Fauzi, Ambivalensi sebagai
peluang:Agama, Kekerasan dan Upaya GM , 2003 Menzies , Allan,
Perdamaian, dalam Sejarah Agama Agama, Yogyakarta :
www.scripps.ohio.edu/new/....., 2005(10/04/2019).
Forum, 2014
Saragih, Jon Renis H, . Radikalisme
Agama: Antara Kekerasan dan
Perdamaian, dalam Jurnal Teologi
Tabernakel, STT Abdi Sabda Medan,
Medan: Edisi XXII, Juli-Des, 2009

Schumann , Olaf. H., agama-agama


kekerasan dan perdamaian , Jakarta L
BPK GM, 2011
Sitompul, M, Agama-agama Kekerasan
dan Perrdamaian, Jakarta : BIdang
Marturia PGI, 2005
Subandrijo, Bambang, Agama: Sebuah
Praksis Kehidupan dalam Th. Kobong,
dkk (ed), Agama Dalam Praksis, Jakarta:
BPK-GM & Yayasan Widya Bhakti,
2003
Susanto Thomas (ed.), Teori-Teori
Kekerasan, Jakarta: Ghalia Indonesia
dan Universitas Kristen Petra, 2002
Titaley, John A., Agama dan Kekerasan
dalam Supriatno, Merentang Sejarah
Memaknai Kemandirian: Menjadi
Gereja Bagi Sesama, Jakarta: BPK-GM
& Bandung: Majelis Sinode Gereja
Kristen Pasundan, 2009.
Ulil Abshar Abdalla , Mengapa Terjadi
Kekerasan Atas Nama Agama PDf,
Yewangoe, A.A., Agama Dan
Kerukunan, Jakarta: BPK-GM, 2001

Anda mungkin juga menyukai