Anda di halaman 1dari 6

OKNUM YANG MEMBUAT AGAMA MENJADI NEGATIF

Nama : Aldi Rifandi

NIM : 2004036023

Kelas : Studi Agama Agama A2

FGD

FGD merupakan singkatan dari focus group discussion, bahasa Indonesianya adalah
diskusi kelompok fokus. Tapi FGD itu sebenarnya apa? Istilah ini terdiri atas dua bagian, yaitu
kelompok fokus dan diskusi. Kelomok fokus merupakan kelompok yang terdiri atas orang-orang
yang dipandang mempunyai kaitan dengan suatu masalah. Dalam hal ini masalah menjadi fokus
dalam pembentukan kelompok dan dalam pelaksanaan diskusi. Masalah yang digunakan sebagai
fokus bisa sangat bermacam-macam, tetapi dalam satu FGD, dibatasi pada satu masalah sehingga
diskusi bisa berlangsung dengan benar-benar terfokus.

Tema yang saya angkat dalam diskusi kali ini adalah “OKNUM YANG MEMBUAT
AGAMA MENJADI NEGATIF ”, Latar belakang saya mengangkat tema tersebut ialah, sering
kali kita dibuat resah oleh oknum suatu agama yang melakukan hal negatif tetapi
mengatanamakan agama. Di dunia ini tidak ada agama yang jelek dan mengajarkan hal negatif,
hanya saja selalu ada oknum yang membuat suatu agama menjadi negatif, tidak perlu kita
menyebutkan agama mana.

Transkrip Diskusi

1. Apakah agama pernah mengajarkan kejahatan atau semacamnya ?, atau bahkan


mendorong penganut agama tadi melakukan tindak kejahatan ?
2. Mengapa ada oknum yang mengatasnamakan agama dalam tindak kejahatannya ?
3. Apakah perbedaan itu salah ?
Tanggapan Pertanyaan 1

Aldi Rifandi : Tentu saja tidak ada karena setiap agama mengajarkan hidup damai dengan umat
lainnya. Semua umat beragama harus memahami dengan benar ajaran agamanya, sehingga tidak
akan mengambil tindak kekerasan untuk menyelesaikan suatu masalah. Namun karena
rendahnya pemahaman terhadap agama itu sendiri, akhirnya banyak kelompok tertentu yang
menyalahgunakan agama.

Fahri Fajrul Falah : Tidak mudah memang untuk menentukan apakah agama menyebabkan
tindakan kekerasan. Sering terjadi motif-motif keagamaan itu berada di balik atau dimanfaatkan
oleh institusi-institusi sekular. Untuk memastikan bahwa variabel independen dari tindakan
kekerasan adalah agama, sebagai peneliti kita harus mendefinisikan secara operasional apa yang
dimaksud dengan agama. Di sinilah para pemerhati agama dan kekerasan, juga kaum ateis,
menabrak batu sandungan yang sangat besar.

Norma Puspita : Seringkali terdengar kekecewaan masyarakat terhadap perilaku orang beragama
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama yang dipeluknya. Tidak sulit ditemukan, orang yang
sudah sedemikian lama dan aktif menjalankan agama, tetapi perilakunya tidak sesuai dengan
nilai-nilai agama yang dikenal oleh masyarakat. Mereka masih berbohong, tidak jujur, kurang
sabar, dan bahkan juga masih melakukan kegiatan koruptif dan seterusnya. Masyarakat
mengendaki agar perilaku orang beragama berbeda dari orang yang tidak mengenal agama.

Camelia Habibah : Membangun perilaku ideal, ternyata bukan perkara mudah. Tidak semua
orang yang berpendidikan tinggi, telah sempurna gelar akademiknya, dan juga panjang dan
banyak pengalamannya, berhasil membangun perilaku agama secara ideal. Buktinya, banyak
orang berpendidikan tinggi, bergelar akademik puncak, dan bahkan telah menduduki jabatan
terhormat.
Tanggapan Pertanyaan 2

Aldi Rifandi : Karena rendahnya pemahaman terhadap agama itu sendiri, akhirnya banyak
kelompok tertentu yang menyalahgunakan agama. Agama adalah pedoman perilaku. Agama
diterima sebagai sebuah keyakinan. Konsekuensinya, ilmu logika kurang mendapat tempat.
bahkan ada yang mengatakan, belajar agama harus diterima apa adanya. Harus dianggap benar.
Apa yang dikatakan ustadz atau guru aama harus dianggap benar. Semua kotbah atau ceramah
agama harus dianggap benar. Sikap demikian menumbuhkan cara berlogika yang dogmatis-pasif.
Tidak tahu mana yang sesungguhnya benar dan mana yang sesungguhnya salah. Dan ini
merupakan sebuah kejahatan juga. Bukan kejahatan kriminal pidanana atau perdata. Tetapi,
sebuah kejahatan yang melemahkan logika umat Islam sehingga mudah "dipengaruhi" dan
"dikendalikan" pihak-pihak tertentu dalam rangka mencapai tujuan tertentu pula tanpa si "korban"
menyadarinya.

Fahri Fajrul Falah : Praktik kekerasan atas nama agama yang menelikung pesan para nabi dan
para rasul adalah sasaran tembak utama dari karya ini. Filosofi kelompok pendukung tindak
kekerasan ini adalah: “Semuanya boleh atas nama agama, termasuk perbuatan yang paling keji
dan menghancurkan pilar-pilar kemanusiaan sekalipun, asal tujuan tercapai.” Filosofi semacam
ini bukan lahir dari pemahaman agama yang benar dan jujur, tetapi dari pemahaman yang
dipaksakan, terlepas dari kawalan ajaran kenabian.

Norma Puspita : Kalau dilihat dari persfektif teologi, maka tentunya setiap tindak kekerasan
yang dilakukan oleh manusia itu termasuk telah melanggar kehendak Tuhan. Sebab
setiap ajaran ketuhanan dalam agama apapun itu mengajarkan tentang keadilan,
kesederhanaan dan nilai-nilai kebaikan serta menjunjung tinggi kesejahteraan dan
perdamaian umat manusia.

Camelia Habibah : Sumber utama munculnya konflik yang berlarut-larut itu adalah adanya
perampasan kebutuhan manusia yang kemudian diartikulasikan secara kolektif. Kebutuhan
manusia yang kemudian dinilai sebagai hak dasar itu adalah keamanan, pengembangan (hak
mencari nafkah), akses politik, dan identitas (ekspresi budaya dan religius). Sementara kegagalan
negara dalam mengatasi masalah ini semakin memperumit kondisi konflik. Kebutuhan di sini
bersifat ontologis dan tidak dapat dinegosiasikan, sehingga ketika konflik muncul ia cenderung
mengarah kepada hal yang sifatnya keras, dan kejam.

Tanggapan Pertanyaan 3

Aldi Rifandi : Tidak,karena perbedaan adalah realitas kehidupan. Cina itu bukan minoritas,
kristen itu bukan minoritas, hindu itu bukan minoritas tapi diversity. Sebesar apapun kehendak
kita untuk membuat dunia ini sama, itu tidak akan pernah tercapai. Tuhan itu terlalu kreatif Dia
tidak pernah menciptakan manusia yang benar benar sama, semua itu pasti beda. Masalahnya
bukan diperbedaan itu, tapi otak kita yang terlalu semerawut untuk melihat realitas.

Fahri Fajrul Falah : Perbedaan yang ada bukan masalah salah atau benar, tapi pantas atau tidak.
Ketika kita memilih untuk berbeda, yang dinilai bukanlah salah atau benar, tapi pantas atau
tidak. Sudut pandang orang terhadap sebuah kepantasan adalah wajib hukumnya bagi orang di
sekitar kita. Perbedaan pun harus terlihat pantas dan terhormat. Yang mungkin, tidak pantas dan
tidak terhormat bagi kita yang menjadi korban sebuah sudut pandang.

Norma Puspita : Perbedaan membutuhkan suatu peleburan yang dinamakan toleransi.


Pengorbanan ego dan pengorbanan pemikiran. Ego yang hanya dimiliki oleh manusia yang
merupakan korban 'kepantasan' dan menuntut sebuah pemikiran yang lebih terbuka dan luas.
Pengorbanan yang membuat kita lebih rendah hati jauh dari rendah diri.

Camelia Habibah : “Benar-Salah” diciptakan sebagai bagan dualisme yang bersifat mendasar
yang satu sama lain selalu saling berlawanan, masing masing selalu berada pada dua kutub yang
saling berjauhan.Dan pergumulan antara keduanya melahirkan pertikaian sampai kepada
peperangan diantara umat manusia dari generasi ke generasi yang masing masing mengklaim
sebagai pihak yang “benar”, yang mana semua itu tak akan terjadi andai di dunia ini tak ada
dualisme benar-salah. Bila diibaratkan warna maka keduanya selalu ibarat warna hitam dan
putih. Sebab itu bila pembicaraan kita selalu hanya seputar benar-salah, benar-salah maka cara
berfikir kita akan saklek seperti saklar on-off, dan cara pandang kita akan seperti warna “hitam
putih”, kalau tidak benar ya salah,kalau tidak hitam ya putih.
Kesimpulan

Semua umat beragama harus memahami dengan benar ajaran agamanya, sehingga tidak akan
mengambil tindak kekerasan untuk menyelesaikan suatu masalah. Karena rendahnya pemahaman
terhadap agama itu sendiri, akhirnya banyak kelompok tertentu yang menyalahgunakan agama.
Agama adalah pedoman perilaku. Agama diterima sebagai sebuah keyakinan. Konsekuensinya,
ilmu logika kurang mendapat tempat. bahkan ada yang mengatakan, belajar agama harus diterima
apa adanya.Benar dan salah diciptakan sebagai bagan dualisme yang bersifat mendasar
yang satu sama lain selalu saling berlawanan, masing masing selalu berada pada dua kutub yang
saling berjauhan

Partisipan

1. Aldi Rifandi
2. Fahri Fajrul Falah
3. Norma Puspita
4. Camrlia Habibah

Bertempat di sebuah warung kopi di sudut kota.

Anda mungkin juga menyukai