Anda di halaman 1dari 11

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TA.

2020 / 2021

Fakultas : Sains dan Teknologi


Program Studi : S1 - Geografi
Mata Kuliah dan kode mk : Agama - Muslim (GF017)
Sifat Ujian : Online Dashboard Mahasiswa
SOAL DIBAGIKAN TGL : Senin, 19 Juli 2021
Tugas/ Jawaban : Maksimal Sesuai jadwal ujian di web DAAK
dikumpulkan tanggal

Dosen Pengampu : Anggrismono, S.E., M.Ec.Dev.

Petunjuk Pengerjaan Ujian Akhir Semester


1. Bacalah do’a sebelum dan sesudah mengerjakan soal ujian!
2. Cermati setiap soal dengan baik!
3. Jawablah sesuai soal ujian dengan tulisan yang jelas dan rapi!
4. Selamat mengerjakan semoga sukses dan ilmunya bermanfaat! Aamiin.

SOAL
1. Beberapa kalangan menganggap bahwa pluralisme, sekularisme, dan liberalisme agama
merupakan paham yang berupaya mereduksi agama-agama dengan sejumlah konsep dan
karakteristiknya.
Apakah yang dimaksud dengan pluralisme, sekularisme, dan liberalisme agama dan sertakan
contohnya dalam penjelasan saudara terkait hal tersebut.
2. Saat ini banyak persepsi negatif yang cenderung mendiskreditkan Islam, sebagai contoh adalah
isu terkait radikalisme dan intoleransi keberagaman.
Menurut pendapat saudara, apakah yang menyebabkan hal ini terjadi? dan bagaimana
pandangan Islam terkait hal tersebut?
3. Peradaban Islam pernah menguasai dunia selama ratusan tahun dari abad 6 sampai dengan abad
19, namun kondisi berbeda terjadi di Eropa pada saat itu. Jelaskan bagaimana kedua kondisi
tersebut dapat terjadi pada rentang waktu yang bersamaan.
4. Islam diturunkan ke dunia dengan konsep yang sempurna dan meliputi berbagai aspek
kehidupan baik duniawi maupun ukhrawi (akhirat). Salah satu aspek yang mendapat perhatian
penting dalam Islam yaitu politik.
Jelaskan pengertian dan konsep politik dalam Islam yang membedakannya dengan konsep selain
Islam.
5. Pada QS. Al Baqarah 275 Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Apakah yang dimaksud dengan riba dan mengapa banyak orang yang saat ini menyamakan
antara riba dengan jual beli.
LEMBAR JAWAB UAS AGAMA ISLAM

Nama : Vani Sekar Mayang Sari

NIM : 20.85.0134

1. Modernisasi yang terus merambah ke berbagai sektor kehidupan mendorong masuknya

berbagai paham agama yang saling berelasi ditengah sengitnya persaingan global. Pada

hakikatnya, agama merupakan pedoman hidup manusia dalam menjalani segala aspek

kehidupan agar terus berjalan di jalan yang benar. Banyaknya godaan dan rintangan yang terus

menghadang, mampu menggoyahkan pendirian setiap insan, maka agama pun dianalogikan

sebagai rambu-rambu bagi setiap insan untuk selalu waspada dan sigap dalam setiap langkah

yang ditempuh. Seiring dengan modernisasi yang ada, maka semakin menjalar berbagai paham

yang sangat berbahaya jika terus saja didiamkan. Negara kita yang merupakan negara

multikultur terdiri dari berbagai agama yang dianut oleh masing-masing pemeluknya. Didalam

islam sendiri terdapat isu isu kontenporer yang berkembang di masyarakat, diantaranya adalah

pluralisme, sekularisme, dan liberalisme agama. MUI membuat ketentuan hukum bahwa

Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme adalah paham yang bertentangan dengan Islam.

Secara sederhana pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang menerima adanya

keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya. Bukan hanya menoleransi dan

menerima adanya keragaman pemahaman tersebut, bahkan sampai mengakui kebenaran

masing- masing pemahaman, setidaknya menurut logika para pengikutnya. Pluralisme

merupakan suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya

kebenaran setiap agama adalah relatif, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa

hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga

mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.

Dalam Al Quran Allah menetapkan bahwa barang siapa mencari agama selain agama Islam,
atau tidak mau tunduk kepada ketentuan-ketentuan Allah, maka imannya tidak akan diterima

oleh Allah. Orang yang mencari agama selain Islam untuk menjadi agamanya, di akhirat nanti

termasuk orang yang merugi, sebab ia telah menyia-nyiakan akidah tauhid yang sesuai dengan

fitrah manusia. Firman tersebut terdapat pada surat Al Imran (3) ayat 85, yang bunyinya:

Contoh perilaku pluralisme di Indonesia yaitu menghargai keberagaman agama dengan

diimbangi dengan sikap toleransi. Selain itu sikap atau perilaku pluralisme dalam kehidupan

sehari hari yaitu tidak memaksakan kehendak orang lain untuk menerima keyakinan yang kita

miliki, serta tidak memaksakan kehendak orang lain untuk memeluk agama yang kita peluk.

Paham sekularisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama. Agama hanya

digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan dengan

sesama manusia diatur hanya dengan berdasakan kesepakatan sosial. Sekularisme berbahaya

karena merupakan asas dari ideologi Kapitalisme yang terbukti bobrok. Inti ide ini adalah

menyingkirkan peran dan fungsi agama dalam menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan.

Kalaupun mau, agama hanya diberi peran yang bersifat moral saja. Sekularisme berbahaya,

khususnya bagi kaum Muslim, karena menihilkan peran dan fungsi Islam untuk mengatur

masyarakat. Dengan asas sekularisme, semua yang berbau syariat Islam akan ditolak. Contoh

budaya sekularisme yang ada di Indonesia saat ini adalah kita mengikuti gaya hidup ala orang

barat, gaya hidup yang jauh dari nilai nilai budaya Indonesia apalagi mengikuti syariat islam.

Sekularisme mendorong munculnya liberalisme dalam berpikir di segala bidang. Liberalisme

agama adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dengan menggunakan

akal pikiran yang bebas dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal
pikiran semata. Liberalisme adalah paham pemikiran yang optimis tentang manusia.

Prinsipnya adalah kebebasan dan tanggung jawab. tanpa adanya sikap tanggung jawab maka

tatanan sosial liberal tak akan pernah terwujud.

Yang harus ditekankan dalam liberalisme adalah tidak ada kebebasan tanpa batas.

Liberalisme memberikan inspirasi bagi semangat kebebasan berpikir kepada masyarakay

untuk mencari solusi terbaik dalam menghadapi masalah-masalah yang tengah dihadapi

(Budhy munawar, 2010). Kebebasan yang dimaksud dalam liberalisme terbatas pada

kebebasan orang lain atau kelompok masyarakat. Liberalisme adalah yang paling menjamin

persamaan hal dalam demokrasi termasuk dalam beragama. Contoh perilaku liberalisme di

Indonesia yaitu kebebasan beragama. Setiap individu bebas memilih suatu agama untuk

dianutnya tanpa ada paksaan dari pihak manampun termasuk pemerintah. Bebas menjalankan

ibadah sesuai agama yang dianutnya. Bebas untuk tidak memilih dan meganut suatu agama.

2. Radikalisme adalah ideologi atau paham seseorang yang menginginkan perubahan pada

sistem sosial dan politik dengan cara kekerasan. Bahkan melakukan dengan cara paksa. Selain

itu, radikalisme merupakan doktrin yang didalamnya berisi sebuah penolakan terhadap kondisi

sosial dan politik yang mereka rasakan. Kelompok radikalisme umumnya menginginkan

perubahan sosial dan politik dengan waktu yang singkat serta bertentangan dengan sistem

sosial yang ada. Radikalisme sejatinya merupakan masalah sosial politik, namun seringkali

dikaitkan dengan agama. Menurut Alissa ada lima tantangan kehidupan beragama, yaitu

ekslusivisme agama, ekstrimisme agama, kekerasan atas nama agama, diskriminasi,

intoleransi. Ciri masyarakat yang sudah terpapar paham radikal bisa dideteksi dari empat

indikator. Keempat indikator itu antara lain tingkat intoleransi, fanatisme, eksklusivitas dan

revolusi.

Perlu ditekankan, sebenarnya yang mengaitkan islam dengan radikalisme adalah buah dari

pemikiran segelintir orang saja dan merekalah sendiri sumber radikalisme yang sengaja
menyusup ke tubuh Islam sebagai agama damai. Terbukti bahwa banyak organisasi Islam di

Indonesia seperti NU dan Muhammdiyah sama sekali tidak berfikir islam dikaitkan dengan

radikalisme. Mereka malah meluruskan tidak ada sama sekali ada pihak yang ingin mengaitkan

islam dan radikalisme adalah satu kesatuan. Fitnah itu hanya di hembuskan oleh para radikalis

yang kebetulan beragama Islam.

Ciri sikap intoleran dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat fakta di lapangan bahwa masih

adanya orang yang merasa paling benar, berjasa, dan berwenang. Berdasarkan survei yang

dilakukan Wahid Institute pada tahun 2020 menjelaskan bahwa tren intoleransi dan

radikalisme di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Kecenderungan itu

dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama kontestasi politik, ceramah atau pidato bermuatan

ujaran kebencian dan unggahan bermuatan ujaran kebencian di media sosial.

Aktor-aktor radikal dalam Islam tersebut merupakan oknum dengan membawa misi dan

kepentingan tertentu, tetapi pada akhirnya menjadi klaim dan image negatif yang melekat pada

Islam dan kaum muslim pada umumnya. Maka, dalam rangka menangkal radikalisme yang

sering dikaitkan dengan Islam, umat Islam perlu menunjukkan bahwa Islam tidaklah sama

dengan yang dipersepsikan masyarakat sebagai agama yang keras dan menyukai peperangan.

Maka, perlu berbagai pendekatan dari berbagai perspektif untuk memaknai Islam yang

sebenarnya. Termasuk diantara pendekatan tersebut adalah pendekatan sejarah. Sehingga

melalui penelusuran sejarah, umat Islam akan semakin memahami antara teks dan konteks,

terutama dalam hal penafsiran ayat al-Qur’an.

3. Islam pernah menguasai dunia selama ratusan tahun, dari abad 6 sampai dengan abad 19,

sejarah peradaban Islam dibagi menjadi tiga periode yaitu, periode klasik, periode pertengahan

(jatuhnya Baghdad sampai ke penghujung abad ke-17 M), dan periode modern. Beberapa hal

yang menjadi pemicu lahirnya peradaban emas islam, diantaranya:

• Hal pertama adalah ketika khalifah pertama Dinasti Umayyah yaitu Mu’awiyah ibn
Abu Sufyan (setelah para khalifah Rashidun: Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali’)

melakukan invasi ke daerah Transjordania dan Syiria sampai dia menemukan banyak

banget manuskrip-manuskrip kuno di Kota Damaskus yang diwariskan dari

perkembangan ilmu pengetahuan Yunani dan Romawi (Sokrates, Plato, Aristoteles,

Galen, Euclid, dan sebagainya). Berdasarkan penemuannya itu, Mu’awiyah terinspirasi

untuk membuat bikin pondasi peradaban Islam yang berdasarkan ilmu pengetahuan.

• Pemicu yang kedua, adalah karena pada saat yang bersamaan kekhalifahan Ummayyah

sedang mengadopsi teknologi penulisan naskah di atas kertas yang awalnya

berkembang di Tiongkok. Dengan perkembangan teknologi penulisan itulah,

Mu’awiyah juga menyewa tenaga ilmuwan-ilmuwan dari Yunani dan Romawi untuk

melakukan terjemahan terhadap naskah-naskah kuno tersebut ke dalam bahasa Arab.

• Pemicu ketiga adalah ketika dinasti Ummayah beralih menjadi dinasti Abbasiyah yang

ditandai perpindahan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad di Mesopotamia.

Dengan perpindahan pusat pemerintahan itu, yang dulunya (waktu di Damaskus)

peradaban Islam mendapatkan pengaruh kebudayaan dan ilmu pengetahuan dari

Yunani dan Romawi, lalu ketika di Baghdad dapat tambahan pengaruh lagi dari

kebudayaan Persia dan India.

• Pemicu yang keempat adalah pengaruh 2 orang khalifah besar, yaitu Harun Al Rasyid

dan anaknya, Al Ma’mun yang punya cita-cita mulia untuk membangun peradaban

Islam yang menjunjung tinggi perkembangan sains, logika, rasionalitas, serta menjaga

kemajuan ilmu pengetahuan serta meneruskan perkembangan ilmu yang telah diraih

oleh Bangsa India, Persia, dan Byzantium.

Sedangkan kehidupan bangsa eropa sebelum adanya pengaruh islam mengalami masa kelam,

masa kelam yang dimaksud adalah zaman ketika masyarakat eropa mengalami kemunduran

intelek dan ilmu pengetahuan. Ketika islam sudah menikmati kemajuan ilmu pengetahuan
yang amat pesat, sangat berbanding terbalik dengan dunia belahan eropa yang masih diselimuti

kegelapan dan kemunduran.

4. Al Maidah ayat 3 menegaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, maka Islam pasti

mengatur urusan politik. Namun sayang, sebagian umat Islam masih banyak yang tidak tepat

memahami politik. Seolah politik itu hanya perebutan kekuasaan, kecurangan, sesuatu yang

buruk sehingga harus dihindari bahkan dijauhi. Padahal politik di dalam Islam lebih dari

sekedar kekuasaan, tapi sebagai bentuk ketaatan dan takwa kepada Allah Swt. Karena ada

perintah dan larangan Allah yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan adanya institusi penegak

syariat Islam, semisal pengaturan ekonomi, hukum potong tangan bagi pencuri dll. Politik

adalah suatu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat, yang dapat

berwujud berupa proses pembuatan keputusan khususnya dalam bernegara. Selain itu, politik

dapat diartikan sebagai seni untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non

konstitusional.

Politik dalam islam sangat dianjurkan bahkan diwajibkan untuk sesuai dengan syariat islam

dan bertujuan untuk memperbaiki ahlaq manusia dengan cara memperkenalkan agama dalam

politik, atau lebih tepatnya bukan berdasarkan pada konsep sekulerisasi seperti konsep yang

ditawarkan Barat. Di dalam Islam pun, politik mendapat kedudukan dan tempat yang

hukumnya bisa menjadi wajib. Para ulama kita terdahulu telah memaparkan nilai dan

keutamaan politik. Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa Dunia merupakan

ladang akhirat. Agama tidak akan menjadi sempurna kecuali dengan dunia. memperjuangkan

nilai kebaikan agama itu takkan efektif kalau tak punya kekuasaan politik. Memperjuangkan

agama adalah saudara kembar dari memperjuangkan kekuasaan politik (al-din wa al-sulthan

tawamaan). Lengkapnya Imam Al- Ghazali mengatakan: “Memperjuangkan kebaikan ajaran

agama dan mempunyai kekuasaan politik (penguasa) adalah saudara kembar. Agama adalah

dasar perjuangan, sedang penguasa kekuasaan politik adalah pengawal perjuangan.

Perjuangan yang tak didasari (prinsip) agama akan runtuh, dan perjuangan agama yang tak
dikawal akan sia-sia”.[5] Dari pandangan Al-Ghazali itu bisa disimpulkan bahwa berpolitik

itu wajib karena berpolitik merupakan prasyarat dari beragama dengan baik dan nyaman.

Begitulah islam memandang politik

5. Orang-orang kafir menganggap sama antara jual-beli dengan riba. Mereka –sebagaimana

Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an– mengatakan: Sesungguhnya jual-beli adalah sama dengan

riba. (Q.S. Al-Baqarah: 275). Maksudnya mereka meyakini bahwa tambahan suku bunga

untuk transaksi tidak tunai, dan ini adalah riba nasi’ah, adalah sama dengan harga pokok pada

saat aqad awal. Ini adalah menjungkir balikkan fakta, sebab ada perbedaan yang sangat besar

antara jual-beli dengan riba, diantaranya:

• Jual-beli adalah dihalalkan oleh Allah ta’alaa, sedangkan riba jelas telah diharamkan-

Nya, dan wajib atas setiap hamba untuk menerimanaya secara mutlak.

• Transaksi jual-beli pasti akan menghadapi hal-hal: untung-rugi; perlu kesungguhan

dan kepiawaian/keahlian, sedangkan jual-beli dengan cara riba hanya akan

mendapatkan keuntungan dan tidak akan pernah menemui kerugian, bagaimanapun

keadaannya, tidak perlu keseriusan dan kesungguhan, tidak perlu kepandaian tertentu.

• Jual-beli pasti di dalamnya ada pertukaran barang dan keuntungan diperoleh oleh

kedua belah pihak (penjual dan pembeli), namun riba hanya memberi keuntungan

kepada satu pihak saja yaitu penjual. Sayyid Rasyid Ridha mengatakan dalam tafsir

Al-Manar: Mayoritas ahli tafsir menjadikan ayat ini (Dan Allah telah menghalalkan

jual-beli dan mengharamkan riba) untuk membantah analogi ini (analogi: jual-beli

adalah sama dengan riba); janganlah kalian menyamakan hutang-piutang dengan jual-

beli, dan Allah telah melarang kalian dari melakukan analogi yang demikian.

• Allah menjadikan cara bermuamalah interpersonal dan mencari harta adalah dengan

cara setiap orang bisa saling mengambil keuntungan satu sama lain dengan cara

bekerja. Dan tidak boleh seseorang bisa memiliki hak atas orang lain tanpa bekerja,
sebab cara ini adalah bathil. Maka, dengan cara inilah lalu Allah menghalalkan jual-

beli, sebab dalam jual-beli ada pertukaran. Dan Allah mengharamkan riba sebab

didalamnya tidak ada esensi pertukaran atau saling menguntungkan satu sama lain.

• Dan makna analogi orang kafir yang menyamakan jual-beli dengan riba, adalah analogi

yang rusak/batal. Hal ini karena dalam jual-beli ada keuntungan yang bisa diperoleh

bersama-sama, dan cara ini adalah halal. Sedangkan dalam riba banyak hal-hal yang

merugikan pihak lainnya, dan ini adalah haram/tidak boleh. Jika terjadi jual-beli, maka

konsumen mendapatkan manfaat, yaitu ia memiliki barang setelah ia membeli barang.

Adapun riba, maka sesungguhnya riba adalah sesungguhnya adalah memberikan uang

dalam jumlah tertentu lalu ia mengambilnya kembali secara berlipat-ganda pada

waktu-waktu berikutnya. Maka, kelebihan uang yang ia ambil dari konsumen ini bukan

didasarkan kepada manfaat yang diperoleh kedua belah pihak ataupun karena ia

bekerja.

• Uang adalah alat yang digunakan untuk menilai harga suatu barang yang dibeli oleh

konsumen. Jika prinsip ini diubah sehingga uang menjadi maksud inti, maka hal ini

akan membawa dampak tercabutnya peredaran ekonomi dari mayoritas masyarakat

dan peredaran tersebut hanya ada pada sekelompok orang yang berharta; lalu

merekapun mengembangkan harta dengan cara demikian, mereka menyimpan uangnya

di bank-bank. Dengan cara inilah orang-orang fakir menjadi binasa.

Menurut syariat, riba dan jual beli adalah kedua hal yang berbeda. Jika disampaikan di awal

transaksi jual beli, maka ini adalah keuntungan dan hukumnya adalah halal. Jika disampaikan

di akhir masa jatuh tempo pelunasan yang diakibatkan adanya penundaan lagi maka ini tidak

sah dan masuk kategori riba. Oleh karena itu, Allah subhanahu wata’ala membantah dengan

ayat:
Artinya: “Allah menghalalkan jual beli, dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)

Anda mungkin juga menyukai