ATIKAH (1810103010066)
TAMIZI (18101030100)
2019
Daftar isi
Cover
Daftar isi
Bab I
a. Latar belakang
b. Permasalahan
Bab II
Bab III
Kesimpulan
Daftar pustaka
BAB 1
A. LATAR BELAKANG
Secara etimologi Pluralisme merupakan kata dari bahasa Inggris yang terdiri
dari dua kata, yakni Plural yang berarti ragam dan Isme yang berarti faham. Jadi
pluralisme bisa diartikan sebagai berbagai faham atau bermacam-macam faham.
Secara terminology, pluralisme merupakan suatu kerangka interaksi yang mana
setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleran satu sama lain, berinteraksi
tanpa konflik atau asimilasi.
Pluralisme juga diartikan sebagai suatu paham atau pandangan hidup yang
mengakui dan menerima adanya “kemajemukan” dan keanekaragaman” dalam
suatu kelompok masyarakat. Kemajemukan yang dimaksud misalnya dilihat dari
segi agama, suku, ras, dan adat-istiadat, dll. Segi-segi inilah yang biasanya menjadi
dasar pembentukacn aneka macam kelompok lebih kecil, terbatas dan khas, serta
yang mencirikhaskan dan membedakan kelompok yang satu dengan kelompok
yang lain, dalam suatu kelompok masyarakat yang majemuk dan yang lebih besar
atau yang lebih luas.
B. PERMASALAHAN
A. PLURALISME
Dalam masyarakat yang beragam akan selalu berhadapan dua pihak . Yaitu
mereka yang memiliki paradigma pluralisme atau yang mengakui keberagaman
dalam hidup bersama berhadapan dengan paradigma yang meyakini bahwa
keyakinannya yang paling benar dan berdasarkan hal itu menegasikan hak hidup
pihak yang berkeyakinan lain. Pihak yang kedua biasa dijuluki sebagai golongan
agama radikal atau fundamentalis agama. Sebagai suatu gerakan, radikalisme
mengenai berbagai agama di dunia seperti Islam, Judaisme, Kristen, Hindu, Sikh
bahkan juga Konghucu. Gerakan radikal tidak muncul begitu saja sebagai suatu
reaksi spontan terhadap gerakan modernisasi maupun globalisasi yang dinilai telah
terlalu merasuk jauh ke hakekat kehidupan masyarakat. Gerakan modernisasi dan
globalisasi ini dianggap merusak sendi-sendi kehidupan nyaman sebelumnya.
Kemajuan teknologi dan pertumbuhan yang berbasiskan pada perekonomian liberal
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan drastis dalam keseimbangan baik
dalam kekuasaan, ekonomi maupun budaya. Secara perlahan otoritas agama yang
sebelumnya mendominasi kehidupan masyarakat tergeser dan hanya menjadi
pinggiran yang tidak menentukan lagi.
Pada dasarnya globalisasi mengubah semua yang ada pada dunia, hal itu
menyangkut terhadap pemikiran politik, ekonomi, budaya, agama etnis, termasuk
dimensi keamanan dan strategi. Cara pandang terhadap pluralisme merupakan suatu
yang berperan sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Tak jarang cara
pandang pluralisme menjadi sorotan utama dan menimbulkan sikap tertentu,
misalnya keterbukaan, ketertutupan, kebencian, dan lain-lain. Agama adalah salah
satu aspek yang dinilai dan dilihat sebagai sesuatu yang paling sering dibicarakan.
Hal ini disebabkan oleh nilai-nilai mutlak yang terkandung didalam ajaran agama
tersebut dan juga karena agama sangat mempengaruhi cara berelasi orang-orang
beragama. Dengan munculnya mengenai pluralisme sendiri menjadi sorotan
banyak orag yang menimbulkan pro kontra dikalangan cendikiawan, pemikir dan
tokoh agama. Secara khusus dalam hal agama, berbagai masyarakat yang menganut
agama atau kepercayaan berbeda-beda, dengan gambaran seperti itu, dapat
dikatakan bahwa pluralisme agama bukanlah kenyataan yang mengaharuskan orang
untuk saling mejatuhkan, saling merendahkan, atau mempercampuradukkan antara
agama yang satu dengan yang lainnya, tetapi justru mempertahankannya pada
posisi saling menghormati dan bekerja sama. (https://student.cnnindonesia.com)
a. Pro Pluralisme
Bagi yang pro pluralisme agama, keberagaman agama ini dianggap sebagai hal
yang positif. Ini disebabkan karena keberagaman di Indonesia ini bisa menjadikan
Indonesia sebagai contoh yang baik bagaimana kehidupan kerukunan antar agama,
dan keberagaman agama di Indonesia memang berasal dari masa lalu yang tidak
bisa diubah. Selain itu bagi kelompok pro pluralisme ini mereka juga
mengutamakan kesatuan dari NKRI.
b. Kontra Pluralisme
Bagi kelompok kontra pluralisme, pluralisme itu sendiri dianggap bisa mengancam
kemurnian ajaran suatu agama. Ini disebabkan karena pada dasarnya setiap agama
memiliki ajaran masing-masing. Dan ketakutan para kelompok kontra pluralisme
ini adalah bahwa nantinya ajaran setiap agama akan saling bercampur baur dengan
ajaran agama lain. Selain tu jika dilihat dari praktek di lapangan, sangat jelas bahwa
pengaplikasian toleransi masih belum dapat dilaksanakan dengan baik. Kerukunan
antar umat beragama bisa dibilang masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai contoh
adalah ketakutan kristenisasi di daerah Islam dan islamisasi di daerah Kristen
membuat setiap penganut agama akan sedikit menutup diri dari penganut agama.
Macam-macam pluralisme
Di Indonesia terdiri dari banyak sukum agama, politik dan budaya, maka di
dalamnya juga terdapat pluralism antara lain:
Pertama, ialah adanya para pengambil kebijakan publik yang adil yang
mampu mengantisipasi dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh kebijakan
publik yang akan diambilnya. Kedua, ialah adanya pemimpin agama yang
berwawasan kebangsaan yang luas dan lebih mengedepankan agama sebagai nilai
daripada agama institusional. Ketiga, ialah adanya masyarakat yang berpendidikan
dan rasional dalam menyikapi keragaman keagamaan dan perubahan sosial.
D. PLURALISME KEWARGAAN
Kita perlu menyelamatkan bangsa dan negara dengan kembali kepada nilai-
nilai luhur yang pasti melekat pada sebagian besar orang, kelompok, dan
masyarakat di negeri ini. Persoalannya tidak setiap orang atau kelompok yang mau
mengakui pluralisme dan multikulturalisme. Padahal dengan saling mengenal,
kelompok masyarakat yang plural dapat mengembangkan apresiasi, penghormatan,
bahkan kerjasama antara yang satu dengan yang lain (A’la, 2008). Subkhan
(2007:29) menyatakan pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang
adanya kemajemukan. Namun, yang dimaksud adalah keterlibatan aktif terhadap
kenyataan kemajemukan tersebut. Pluralisme agama dan budaya dapat dijumpai
dimana-mana. Didalam masyarakat tertentu, dikantor tempat kita bekerja, di
sekolah tempat kita belajar, bahkan di pasar tempat kita berbelanja. Tapi seseorang
baru dapat dikatakan menyandang sifat tersebutapabila ia dapat berinteraksi positif
dalam lingkungan kemajemukan tersebut. Dengan kata lain pluralisme agama
adalah bahwa tiap pemeluk agama dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan
persamaan guna tercapainya kerukunan dalam kebhinekaan. Intan (2007)
menyatakan pluralisme agama yang berpondasikan solidaritas individual niscaya
membuahkan beberapa implikasi positif:
Untuk membangun toleransi sebagai nilai kebijakan setidak ada dua modal
yang dibutuhkan yaitu: Pertama, toleransi membutuhkan interaksi sosial melalui
percakapan dan pergaulan yang intensif. Kedua, membangun kepercayaan diantara
berbagai kelompok dan aliran. Prinsip dasar semua agama adalah toleransi, karena
semua agama pada dasarnya mencintai perdamaian dan anti kekerasan. Christopher
(2005).
Ada dua model toleransi, yaitu : Pertama, toleransi pasif, yakni sikap
menerima perbedaan sebagai sesuatu yang bersifat faktual. Kedua, toleransi aktif,
melibatkan diri dengan yang lain ditengah perbedaan dan keragaman. Toleransi
aktif merupakan ajaran semua agama. Hakikat toleransi adalah hidup berdampingan
secara damai dan saling menghargai diantara keragaman. Di Indonesia, praktek
toleransi mengalami pasang surut. Pasang surut ini dipicu oleh pemahaman
distingtif yang bertumpu pada relasi “mereka” dan “kita”. Tak pelak, dalam
berbagai kontemporer, sering dikemukakan bahwa, radikalisme, ekstremisme, dan
fundamentalisme merupakan baju kekerasan yang ditimbulkan oleh pola
pemahaman yang eksklusif dan antidialog atas teks-teks keagamaan. Seluruh
agama harus bertanggung jawab untuk mewujudkan keadilan dan kedamaian.
Toleransi yang dimaksudkan adalah: sikap saling menghormati, saling menghargai,
dan saling menerima ditengah keragaman budaya, suku, agama dan kebebasan
berekspresi. Dengan adanya sikap toleransi, warga suatu komunitas dapat hidup
berdampingan secara damai, rukun, dan bekerja sama dalam mengatasi berbagai
permasalahan yang terjadi dilingkungannya.
Konflik ini dilatarbelakangi oleh sikap dua orang pejabat yaitu Fedlik dan Lewis
yang menjabat di Dinas Kehutanan dan Kantor Bappeda dimana mereka berencana
membatalkan pelantikan 10 pejabat Eselom I, II, dan III karena berasal dari
kalangan agama Islam. Sungguh miris bukan? Agama yang seharusnya menjadi
sebuah keyakinan individu yang tak seharusnya dipersoalkan apalagi diperdebatkan
hanya demi sebuah jabatan malah berimbas pada adnya konflik. Yang perlu
menjadi perhatian disini adalah kurangnya penanaman pendidikan pluralisme
sebagai sebuah pegangan yang harusnya dimiliki oleh kedua pejabat tadi. Mereka
sudah sangat mencerminkan betapa sangat minimnya rasa toleransi yang mereka
miliki hingga mereka melakukan segala cara walapun harus dengan mengadu
domba antar etnis demi menggaggalkan sebuah pelantikan pejabat eselon.
Perbedaan etnik dan ras berikutnya adalah banyaknya orang Cina, Arab,
Pakistan dan Amerika yang ada di Indonesia. Kita mengetahui bahwa mereka
secara fisik sangat berbeda dengan kita, mereka memiliki warna kulit putih, kuning
dan hitam. Kita juga tak luput melihat bahasa yang digunakan oleh daerah-daerah
yang ada di Indonesia seperti daerah Papua, Jawa, Ambon ataupun Nusa Tenggara
Timur. Mereka semua berbeda tak hanya dari segi bahasa, tetapi juga pakaian,
makanan dan minuman yang biasa mereka konsumsi.
Dengan memiliki berbagai suku daerah yang terdiri dari banyak budaya
yang beragam. Media juga menjadi salah satu aspek penting yang tak kalah dari
kemajuan dan perkembangan pluralisme itu sendiri. Dalam segi media, pluralisme
adalah sebuah alat penyiaran informasi yang memiliki wewenang secara bebas dan
merdeka dimana keberadaannya sudah diakui oleh Negara dan seluruh masyarakat
Indonesia. Media massa yang ada di Indonesia harus dijadikan sebagai salah satu
wadah kontrol sosial di bawah naungan manajemen profesional sehingga fungsi
media sendiri dapat berjalan sesuai dengan hukum dan sebagaimana mestinya.
Selain itu, dewasa ini media juga harus dijadikan sebagai ajang mengutarakan
pendapat sebebas bebasnya namun, dalam rangka mengontrol jalannya
pemerintahan bukan untuk merugikan salah satu pihak.
Kita semua sudah mengetahui bahwa Indonesia adalah salah satu negara
ayng mempunyai masyarakat multikultural. Pengertian msyarakat multikukltural
adalah setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan daerah lain.
Dampak postitif keberagaman budaya memang ada, namun melalui pendidikan bisa
mengajarkan arti pluralisme sangat mutlak untuk dibutuhkan. Apa itu pendidikan
pluralisme? Adalah suatu pendidikan yang berfungsi sebagai wadah melindungi
dan menjaga beragam pluralisme yang ada di Indonesia mulai dari suku, agama ras
dan budaya, ikut memunculkan tata nilai, keterbukaan dan dialog bagi penerus
bangsa khususnya anak muda. Pendidikan pluralisme dimaksudkan untuk
meningkatkan pemahaman kita tentang betapa kita sangat luas dan mampu untuk
menembus berbagai perbedaan etnis, budaya dan agama dengan tujuan ada rasa
kemanusiaan yang muncul di sana. Pendidikan dasar kemanusiaan untuk membuka
solidaritas para warga negara. Disini, dalam pendidikan pluralisme juga diharapkan
para pendidik dapat mendefinisikan dan menerangkan secara jelas mengenai
keberagaman budaya dalam menghadapi bermacam-macam perubahan yang
mungkin saja terjadi di salah satu daerah atau bahkan di dunia sekalipun.
Pendidikan pluralisme diharuskan dapapt memberikan respon cepat terhadap segala
bentuk perkembangan atau penuntutan persamaan keadilan di lingkungan sekolah
misalnya.
5. Budaya dalam Pluralisme
KESIMPULAN