Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PLURALITAS MASYARAKAT INDONESIA


Dosen Pengampu : Setiadi Nugroho, SH.,M.Hum

Disusun Oleh :
KELOMPOK 5
1. Rodiah Nur Rahmawati (S18203)
2. Saprodite Dian Suarto (S18204)
3. Sesa Anindya Nur Utami (S18205)
4. Sinta Kurnia Dewi (S18206)
5. Suci Farah Shahliantina (S18207)
6. Tiara Duwi Lestari (S18208)
7. Umi Nur Kasanah (S18209)
8. Viviana Putri Dewi (S18210)
9. Widyawati Proviana W (S18211)
10. Wiwik Kurniasih (S18212)
11. Yudhatama Dewangga Putra (S18213)
12. Zacky Chandra Afiari (S18214)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2018/2019
A. Pengertian Pluralitas
Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran,
suku, ras, agama, kebudayaan ataupun peradaban. Pemicu sikap ekstrem, radikal, konflik
horisontalm atau konflik atas nama agama yang terjadi di Indonesia, memerlukan kemunculan
pluralisme. Pluralisme adalah sebuah kerangka di mana ada interaksi beberapa kelompok-
kelompok serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi. Berbicara tentang konsep
pluralisme, sama halnya membicarakan tentang sebuah konsep “kemajemukan atau
keberagaman”, di mana pluralisme itu sendiri merupakan suatu “kondisi masyarakat yang
majemuk”. Kemajemukan di sini dapat berarti kemajemukan dalam beragama, sosial dan
budaya. Pada prinsipnya, konsep pluralisme ini timbul setelah adanya konsep toleransi. Jadi
ketika setiap individu mengaplikasikan konsep toleransi terhadap individu lainnya maka
lahirlah pluralisme itu. Dalam konsep pluralismelah bangsa Indonesia yang beraneka ragam
ini mulai dari suku, agama, ras, dan golongan dapat menjadi bangsa yang satu dan utuh (?).
Pengertian masyarakat majemuk dalam Perspektif ilmu politik mengikuti perumusan
Robushka dan Shepsle melalui (Nasikun, 1996: 5) dapat didefinisikan melalui parameter,
a. Keragaman kultural,
b. Aliansi etnik, dan
c. Terorganisasi secara politik.
Akibat hampir semua masyarakat memiliki keragaman kultural, maka dimensi etniklah yang
membedakan masyarakat majemuk.
Berdasarkan konfigurasinya menurut Nasikun (1996, 5-7), masyarakat majemuk dapat
dibedakan ke dalam empat kategori.
a. Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang. Masyarakat majemuk yang terdiri atas
sejumlah kelompok etnik yang kurang lebih seimbang, sehingga koalisi lintas etnik yang
luas sangat diperlukan bagi pembentukan suatu pemerintahan yang stabil.
b. Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan. Masyarakat majemuk dengan kelompok
etnik mayoritas mendominasi kompetisi politik sehingga posisi politik kelompok-
kelompok yang lain hanya berarti pada situasi terjadi perpecahan serius di kelompok
mayoritas.
c. Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan. Masyarakat majemuk dengan kelompok
etnik minoritas tertentu yang mendominasi kompetisi politik karena sejumlah keunggulan
yang dimilikinya.
d. Masyarakat majemuk dengan fragmentasi Masyarakat majemuk yang terdiri dari sejumlah
besar kelompok etnik, dengan jumlah anggota yang kecil dan tidak satupun memiliki posisi
politik yang dominan. Kehidupan politik menjadi labil, tanpa lembaga brockerage,
rendahnya kemampuan coalition building untuk meng-akomodadi konflik-konflik yang
cenderung bersifat anarkis sebagai akibat kecurigaan etnik dan hadirnya pemerintahan
yang otoriter.
Masyarakat majemuk Indonesia tergolong pada masyarakat majemuk dengan fragmentasi,
meskipun masyarakat Jawa sering dianggap memiliki posisi yang sangat dominan di dalam
sistem sosial dan politik Indonesia, masyarakat majemuk Indonesia lebih tepat digolongkan
ke dalam kategori masyarakat majemuk dengan segmentasi daripasa sebagai masyarakat
majemuk dengan mayoritas dominan.
Adapun semua masyarakat majemuk menurut Nasikun (1996: 7) memiliki kecenderungan,
a. Mengidap konflik kronis dalam hubungan antarkelompok,
b. Pelaku konflik melihat sebagai all-out war,dan
c. Proses integrasi sosial lebih banyak terjadi melalui suatu dominasi atas suatu kelompok
oleh kelompok lain.
Situasi yang demikian akan kian berkembang apabila diferensiasi sosial berdasarkan
parameter struktur sosial yang satu berkembang saling mengukuhkan dengan sentimen-
sentimen yang bersumber di dalam diferensiasi sosial berdasarkan parameter yang lain.
Sebenarnya semboyan negara kita Bhinneka Tunggal Ika, sudah sangat sesuai dengan
keanekaragaman yang ada di Indonesia. Sesuai dengan maknanya, berbeda-beda tetapi tetap
satu jua. Inti dari semboyan tersebut adalah persatuan dalam keanekaragaman. Bhinneka
tunggal ika bermaksud menunjukkan persatuan dan kesatuan yang timbul dari
keanekaragaman. Ada kesadaran bangsa akan keanekaragaman dalam kehidupan, namun
tidaklah menjadi penghalang bagi kita untuk bersatu padu (?).
Secara historis pluralisme itu diidentifikasikan sebagai aliran filsafat yang menentang
konsep negara absolut dan berdaulat, ini kemudian berkembang dengan pembagian
pluralisme klasik dan pluralisme komtemporer . Pluralisme klasik merupakan reaksi terhadap
doktrin hukum tentang kedaulatan negara, sedangkan pluralisme komtemporer yang muncul
di tahun 1950-an, dikembangkan tidak untuk menentang kedaulatan negara melainkan
menentang teori-teori tentang elit.3 Pluralisme yang klasik merujuk pada problem masyarakat
plural yang penduduknya tidak homogen tetapi terbagi-bagi oleh kesukuan, etnis, ras dan
agama, dimana kadang-kadang beberapa faktor ini menyatu yang cenderung meningkatkan
konflik. Ini menekankan kepada pluralisme sosial (primordial) (Simson dan Weiner melalui
Syam, 2011, p 259).
Dalam politik pluralisme menurut Simpson dan Weiner melalui (Syam, 2011, p 259),
didifinisikan sebagai beriku.
a. Sebuah teori yang menentang kekuasaan monolitik negara dan bahkan menganjurkan
untuk meningkatkan pelimpahan dan otonomi organisasi-organisasi utama yang mewakili
keterlibatan seseorang dalam masyarakat. Juga percaya bahwa kekuasaan harus dibagi di
antara partai- partai politik yang ada.
b. Keberadaan toleransi keragaman kelompok-kelompok etnis dan budaya dalam suatu
masyarakat atau negara, keragaman kepercayaan atau sikap yang ada pada sebuah badan
atau institusi dan sebagainya.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat bahkan bernegara di Indonesia dewasa ini,


telah muncul pemahaman yang berbeda-beda mengenai arti pluralisme. Sebagai suatu paham,
yang ini kemudian dianggap oleh satu pihak (Syam, 2011, p 260),
a. Bahwa pluralisme harus berlaku secara universal dalam segala aspek kehidupan,
b. Memiliki pandangan pluralisme itu tidak harus masuk dalam ranah agama,
c. Pluralisme lebih berkonotasi liberalis sekularisme, artinya kebebasan itu “membolehkan”
untuk melanggar/tidak mengenyahkan sama sekali etika, moralitas keimanan dari suatu
agama atau kepercayaan.
Mengenai pluralitas atau lebih dikenal dengan kemajemukan masyarakat di Indonesia ,
menurut Nurcholish Madjid melalui (Syam, 2011, p 260).bukanlah suatu keunikan yang
memerlukan perlakuan khusus dan unik pula. Kenapa demikian, sebab dalam realitas
kehidupan tidak ada suatu masyarakat pun yang benar-benar tunggal (unitary) tanpa ada
unsur-unsur perbedaan didalamnya. Kesatuan tersebut tercipta justru karena adanya
perbedaan-perbedaan di dalamnya unity in diversity, E Plurabus Unum, Bhineka Tunggal
Ika. Pluralitas masyarakat Indonesia adalah keragaman dalam sebuah wujud persatuan
bangsa. Keragaman, keunikan, dan parsial merupakan realitas yang tak terbantahkan di tanah
Nyiur Melambai ini. Secara antropologis dan historis, masyarakat Indonesia terdiri dari
berbagai etnis, budaya dan agama yang saling berbeda dan mengikat dirinya antara satu
dengan lainnya sebagai suatu bangsa.
Lebih lanjut bahwa masalah pluralisme atau paham kemajemukan masyarakat di Indonesia,
menurut Nurcholish Madjid melalui (Syam, 2011, p 261).masih dipahami secara dangkal dan
kurang sejati. Ada gejala pluralisme dipahami sepintas lalu, tanpa makna yang mendalam,
dan yang lebih penting tidak berakar dalam ajaran kebenaran.10 Padahal istilah “pluralisme”–
selain sudah ditegaskan sebagai ketetapan ketentuan Allah, juga menjadi barang harian dalam
wacana umum masyarakat Indonesia. Ia kemudian juga mengakui bahwa Indonesia adalah
salah satu bangsa paling plural atau majemuk di dunia. Indonesia adalah negara kepulauan
terbesar di dunia dan negara-dengan latar belakang yang paling beraneka ragam. Indonesia
tidak hanya majemuk dengan etnis, bahasa, dan kebudayaan, tapi juga dalam hal
keberagamaan11 dan Indonesia telah memliki landasan kuat dan kukuh bagi pengembangan
toleransi beragama dan pluralisme yakni Pancasila.
Bagi Nurcholish Majid pluralitas manusia adalah kenyataan yang dikehendaki Tuhan.
Pernyataan bahwa manusia diciptakan dalam berbagai bangsa dan bersukusuku supaya saling
kenal mengenal dan saling menghormati -Qs 49: 13.12 Sebab itu pluralisme merupakan
hukum alam (sunatullah) yang tidak akan berubah dan tidak dapat ditolak. Ajaran Islam
adalah agama yang kitab sucinya sangat mengakui keberadaan hak-hak agama lain untuk
hidup dan untuk mengimplementasikan ajaran-ajarannya. Pluralisme merupakan produk dari
pandangan jujur terhadap kemanusiaan yang diilhami oleh sikap saling menghormati diantara
individu-individu dan kelompok-kelompok.
Dengan demikian pluralisme sebuah kerangka dimana ada interaksi berbagai kelompok-
kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Mereka
hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik dan asimilasi. Ini dapat
dikatakan sebagai salah satu ciri khas masyarakat modern serta kemungkinan pengemudi
utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan masyarakat serta perkembangan ekonomi. Dalam
masyarakat pluralis kekuasaan dan penentuan keputusan lebih meneyebar.
Namun istilah pluralisme kemudian menjadi polemik di Indonesia karena adanya
perbedaan mendasar antara pluralisme dengan pengertian awalnya pluralism, hingga
kenyataan kini memiliki arti:
a. Pluralisme diliputi semangat religius, bukan hanya sosial kultural,
b. Pluralisme digunakan sebagai alasan percampuran antar ajaran agama,
c. Pluralisme digunakan sebagai alasan untuk merubah ajaran suatu agama sesuai dengan
ajaran agama lain.
Adanya perubahan pengertian (berbeda dari awalnya) memberikan makna pluralisme
diartikan sama dengan asimilasi. Dengan “pergeseran” pemahaman itu menimbulkan
pembelahan ke dalam 3 (tiga) klasifikasi dalam menganut pluralisme yakni :
1. Penganut pluralisme dalam arti asimilasi
2. Penganut asimilasi dalam arti non asimilasi
3. Penganut anti pluralisme (yang sebenarnya setuju dengan pluralism dalam arti non
asimilasi)
Keadaan pluralisme di Indonesia semacam ini yang tidak aneh jika memancing timbulnya
reaksi dari berbagai pihak,15 maka hal ini pula yang dikritisi oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI). Tidaklah heran bila pada akhir-akhir inin terjadi reaksi keras dalam wujud polemik
sampai kepada aksi pisik ketika timbulnya isu sensititif tentang suatu aliran atau agama yang
menjadi sorotan publik -kontraversial-, ini karena ada pihak melakukan pembelaan dengan
mengatas namakan pluralisme dan kebebasan.
Perlu dipahami pada dasarnya konflik yang timbul dengan membawa kecenderungan
disintegrasi yang muncul belakangan ini bukan disebabkan faktor perbedaan ideologi dan
keyakinan agama. Persoalan ini lebih didorong oleh faktor yang sangat kompleks. Dapat
disebutkan karena masalah ketidak adilan di bidang ekonomi, politik, sosial, agama, budaya
dan hukum, ketegangan primordial yang kurang terjembatani dalam jangka waktu yang lama;
otokrasi pemerintahan, keteladanan para pemimpin politik, agama dan tokoh masyarakat
yang semakin merosot, semuanya itu menyumbang dan memperparah berbagai konflik yang
terjadi di tengah– tengah masyarakat.16 (Syam, 2011, p 261-262).

B. Pluralitas dalam Persatuan dan Kesatuan Bangsa


Sudah jelas bahwa inti dari Bhinneka Tunggal Ika adalah persatuan dalam
keanekaragaman. Keanekaragaman yang dimaksudkan dalam motto ini tentu saja
keanekaragaman yang dapat menimbulkan kesatuan dan persatuan. Jelas pula apabila salah
satu segi keanekaragaman itu adalah adanya perbedaan nilai di antar satu kelompok
masyarakat kita, dalam hal ini katakanlah suku bangsa dengan kelompok lainnya. Nilai pokok
atau dasar ini dapat merangkul perbedaan-perbedaan yang ditimbulkan oleh nilai-nilai lain
dan dapat mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkannya (Sjamsuddin, 1993: 31-32).
Makna Bhinneka Tunggal Ika lebih banyak dipahami sebagai keanekaragaman daripada
makna persatuannya. Hal ini membawa konsekuensi di dalam kehidupan sehari-hari.
Konsekuensi-konsekuensi ini sering muncul dalam bentuk yang seakan-akan menggambarkan
bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang penuh dengan konflik nilai-nilai. Masyarakat
kita seakan-akan lebih dibayangi oleh konflik daripada konsensus. Agaknya ada
kecenderungan bahwa masyarakat kita suka mempertentangkan sesuatu dengan yang lain
(Sjamsuddin, 1993: 32).
Sesungguhnya Bhinneka Tunggal Ika bukanlah suatu motto yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Masalahnya, ialah pesan apa yang semestinya ditonjolkan darislogan
nasional bukanlah keanekaragamannya, melainkan unsur kesatuannya. Pengutamaan unsur
kesatuan di atas unsur keanekaragaman bukanah sesuatu yang tidak mungkin. Sementara kita
mengakui eksistensi keanekaragaman itu, mengutamakan nilai persaman nilai pokok yang kita
miliki akan lebih menjuruskan lagi persatuan dan kesatuan bangsa kita. Demikian, maka
toleransi, tenggang rasa, dan nilai-nilai pokok lainnya perlu lebih diangkat ke atas permukaan
kehidupan bermasyarakat (Sjamsuddin, 1993: 33).
Kesamaan nilai– nilai pokok itulah yang perlu kita ketengahkan, maka seyogyanya tidak
mempermasalahkan perbedaan kadar daripada nilai-nilai yang bersangkutan. Dengan
mengaitkan konsep persatuan dan kesatuan yang terkandung dalam motto Bhinneka Tunggal
Ika dengan kesamaan nilai pokok yang dimaksud, kita akan lebih memahami hubungan
antara keanekaragaman dan keutuhan bangsa. Didalam keanekaragaman bangsa kita terdapat
kesamaan nilai pokok, dan itulah yang menjamin persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
(Sjamsuddin, 1993: 31).

C. Pluralitas dan Multikultural Di Indonesia


Pluralitas adalah keberagaman atau kemajemukan yang terdapat dalam suatu bangsa atau
masyarakat Indonesia yang mendorong tumbuhnya persatuan dan kesatuan. Keberagaman ini
di Indonesia dapat kita lihat dari keanekaragaman suku bangsa , agama, ras, etnik, bahasa,
adat dan budaya. Keanekaragaman ini memiliki potensi sebagai pemicu timbulnya perpecahan
kalau tidak segera disikapi dengan baik oleh setiap elemen atau unsur yang terdapat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.
Yang saya maksudkan dengan sikap di sini adalah jiwa pluralisme. Pluralisme adalah siap
menerima berbagai elemen yang ada di luar diri atau kelompoknya seperti pluralitas tadi
dengan bersikap toleran, memiliki tenggang rasa, menghargai dan menumbuhkan rasa saling
percaya-mempercayai di dalam masyarakat plural itu sendiri.
Sikap pluralisme ini akan tumbuh apabila individu atau kelompok di tengah-tengah
masyarakat sudah memiliki kematangan kepribadian dan intelektualitas sehingga mampu atau
dapat menerima adanya kebebasan dalam beragama, kebebasan berpikir, berpendapat dan
lain-lain, yang pada akhirnya akan tercipta sikap toleransi antara pribadi atau antarkelompok.
Kalau semua itu sudah terwujud maka kebinekaan yang ada di Indonesia akan membawa
berkah tersendri pada bangsa dan masyarakat Indonesia. Seperti motto yang diidam-idamkan
oleh masyarakat Indonesia selama ini, yaitu "Bhineka Tunggal Ika" yang berarti berbeda-beda
tetapi hakekatnya satu jua.
Senada dengan pluritas yang kita bahas di atas, di dalam masyarakat kita juga akan sering
menjumpai istilah multikultural. Kata multikultural diadopsi dari bahasa Inggris yaitu "multi"
yang berarti banyak dan "culture" yang artinya budaya.
Jadi multikultural maknanya, masyarakat yang memiliki banyak kebudayaan. Artinya
masyarakat multikultural adalah masyarakat yang anggotanya terdiri atas berbagai golongan,
suku bangsa, ras, agama, dan budaya. Mereka hidup bercampur-baur dalam satu wilayah.
Masyarakat yang multikultural merupakan sumber-sumber nilai yang sangat penting bagi
terpeliharanya kestabilan kehidupan masyarakat. Karena walau terdapat perbedaan hak dan
kewajiban, masing-masing kelompok tersebut mempunyai nilai-nilai luhur yang dijunjung
bersama yaitu perasaan senasib dan sepenanggungan sebagai masyarkat Indonesia, sehingga
perbedaan yang ada di junjung tinggi dan sangat dihargai tanpa adanya perbedaan hak dan
kewajiban.
Kata kunci yang haruis dimiliki oleh setiap kita atau kelompok dalam masyarakat yang
plural demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa adalah memiliki sikap :
1. Toleransi
2. Tenggang rasa
3. Hormat menghormati
4. Saling menghargai
5. Menumbuhkan sikap salinjg percaya
DAFTAR PUSTAKA

Ahyan,Azanul. 2017. ”Pluralitas Masyarakat Indonesia”, (online),


(https://azanulahyan.blogspot.com/2017/11/pluralitas-masyarakat-indonesia.html, diakses
1 Mei 2019)
Widawati,Sunarasri. 2017. ”Makalah Pendidikan Politik dan Demokrasi”, (online),
(https://www.academia.edu/33492097/Pluralitas_Masyarakat_dalam_Integrasi_dan_kehidu
pan_Politik_Bangsa_Indonesia.docx?auto=download, diakses 1 Mei 2019)

Anda mungkin juga menyukai