Anda di halaman 1dari 25

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar

Dosen Pengampu: Resa Restu Pauji, M. Hum

E-mail : muqissaft19@gmail.com

Disusun oleh :

Nurullia Wildah NIM 1185020109


Rika Rizki Rahayu NIM 1185020117
Saepul Hayat NIM 1185020121
Siti Muqissa F. T NIM 1185020131
Vina Latifah NIM 1185020137

JURSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
ABSTRAK

Bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang biasa disebut


dengan masyarakat multikultural. Pada kondisi ini, dibutuhkan orang-orang yang
mampu berkomunikasi antar budaya dan mempunyai pengetahuan tentang
perbandingan pola-pola budaya, serta komunikasi lintas budaya. Semoga
pembahasan ini dapat menyadarkan kepada manusia bahwa keragaman
merupakan keniscayaan hidup manusia, termasuk di Indonesia. Dalam paham
multikulturalisme, kesederajadan, dan atau kesetaraan sangat dihargai untuk
semua budaya yang ada dalam masyarakat. Paham ini sebetulnya merupakan
bentuk akomodasi dari budaya arus utama (besar) terhadap munculnya budaya-
budaya kecil yang datang dari berbagai kelompok. Itulah sebabnya, penting
sekarang ini membahas keragaman dan kesetaraan dalam hidup manusia.
Kesetaraan sebagai manusia yang secara kodrati memiliki kesamaan derajat
dengan manusia lain yang sama-sama memiliki peradaban. Multi etnik dan multi
kultur merupakan potensi kuat dalam kerukunan bermasyarakat, sekaligus rentan
terhadap «Disintegrasi Bangsa» jika ada satu kelompok yang mendominasi
kelompok lain. Kesadaran Individu sebagai manusia dapat dengan terbuka
menerima manusia lain yang berbeda dengan mengedepankan Alturisme, toleransi
akan mengokohkan integrasi etnis dalam wadah NKRI. Pengingkaran atas hal
tersebut diatas mengarah pada tanda-tanda runtuhnya suatu negara.

Dengan adanya keragaman masyarakat indonesia, sangat rentan terjadinya


perpecahan yang diakibatkan karena perbedaan pendapat maupun diskriminasi.
Diskriminasi adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan terhadap
seseorang atau sekelompok orang berdasarkan ras, agama, suku, etnis, kelompok,
golongan, status, kelas sosial ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik, usia, orientasi
seksual, pandangan ideologi, dan politik serta batas negara dan kebangsaan
seseorang. Komunitas Internasional telah mengakui bahwa diskriminasi masih
terjadi diberbagai belahan dunia, dan prinsip non diskriminasi harus mengawali
kesepakatan antar bangsa untuk dapat hidup dalam kebebasan, keadilan, dan
perdamaian. Masyarakat terbentuk dari individu-individu. Individu-individu yang
terdiri dari berbagai latar belakang tentu akan membentuk suatu masyarakat
heterogen yang terdiri dari kelompok-kelompok social.

KATA KUNCI : Keseragaman, Kesetaraan, Multikultural


A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami
masyarakat dan kebudayaan di masa lalu, kini dan di waktu-waktu
mendatang. Sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda.
Disatu sisi diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan
bersama, tetapi disisi lain dianggap sebagai faktor penyulit.
Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga
bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri
jika tidak dikelola dengan baik. Setiap manusia dilahirkan setara,
meskipun dengan keragaman identitas yang dimiliki. Setiap individu
memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat padadirinya sejak
dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia.
Keragaman bangsa dan kesetaraan merupakan kekuatan besar bagi
Indonesia. Semangat multikuturalisme dengan dasar kebersamaan,
toleransi dan saling pengertian merupakan proses terus menerus, bukan
proses sekali jadi dan sudah itu berhenti. Disislah setiap komunitas
masyarakat dan kebudayaan dituntut untuk belajar terus menerus. Proses
pembelajaran semangat multikulturalisme terus menerus dan
berkesinambungan perlu dilakukan. Untuk itu, penting bagi kita memiliki
dan mengembangkan kemampuan hidup bersama dalam multikulturalisme
dan kebudayaan Indonesia.
Kemampuan belajar hidup bersama di dalam perbedaan inilah yang
mempertahankan, bahkan menyelamatkan semanagat multikulturalisme.
Tanpa kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi
niscaya semangat multikulturalisme akan meredup. Sebaliknya,
kemampuan belajar hidup bersama yang memadaidan tinggi akan
menghidupkan dan memfundsionalkan semangat multikulturalisme.
2. Permasalahan yang dibahas
Berdasarkan persoalan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas
diantaranya adalah :
1. Memahami hakikat keragaman dan kesetaraan dalam diri manusia
2. Menganalisis kemajemukan yang terdapat di masyarakat
3. Mengidentifikasi kemajemukan dan kesetaraan dalam diri bangsa
Indonesia
4. Memberi contoh problema yang muncul dari adanya keragaman dan
kesetaraan dan solusinya
B. Kajian Teori
1. Pengertian Manusia, Makna Keragaman dan Kesetaraan
a. Pengertian manusia

Secara bahasa manusia kehadiran dari kata “(sansakerta)” “mens” (latin),


yang berarti berpikir, berakal budi atau pembuatan yang berakal budi (mampu
master perbuatan lain). Beroperasi istilah manusia bisa diartikan sebuah
konsep atau sebuah fakta, sebuah kepemimpinan atau realitas,sebuah
kelompok, atau seorang individu. Definisi manusia adalah pembuatan yang
diciptakan oleh Allah dan Dianugrahi Nya akal, hati, fisik. Yang perbedaan
antara manusia dengan hewan adalah akal. Maka ada yang
mempertimbangkan itu manusia itu hewan yang berakal. Karena dari segi
fisik memang tidak ada beda dengan hewan tetapi yang membedakannnya
adalah akal.

Berikut ini adalah pengertian dan resolusi manusia menurut beberapa ahli :
1. ABIENO J : Manusia adalah “tubuh yang berjiwa” dan bukan
“jiwa abadi yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang
fana”
2. UPANISADS : Manusia adalah kombinasi dari tidak-tidak-tidak
roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana atau badan fisik.
3. OMMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY :
Manusia adalah makhluk yang paling mulia, manusia adalah
makhluk yang berfikir, dan manusia adalah makhluk yang
memiliki 3 dimensi (badan,akal, dan ruh), manusia dalam
pertumbuhannya pengaturan faktor keturunan dan lingkungan.
4. ERBE SENTANU : Manusia adalah makhluk sebaik-senang
ciptaan-Nya. Padahal bisa dibilang manusia adalah ciptaan Tuhan
yang pagar sempurna dibandingkan dengan makhluk yang
berbaring.
5. PAULA J.C & JANET W.K : Manusia adalah makhluk
terbuka, bebas memilih makna dalam situasi, mengemban
tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara continue juga
turut menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi
dengan berbagai kemungkinan.

b. Makna keragaman Manusia

Keragaman adalah suatu kondisi dalam masyarakat dimana terdapat


perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang terutama suku bangsa, ras,
agama, ideologi, budaya (masyarkat yang majemuk). Keragaman dalam
masyarakat adalah sebuah keadaan yang menunjukkan perbedaan yang cukup
banyak macam atau jenisnya dalam masyarakat.
Keragaman berasal dari kata ragam. Berdasarkan KBBI ragam berarti :

1. Sikap, tingkah laku, cara


2. Macam, jenis
3. Musik, lagu, langgam
4. Warna,corak
5. Laras (tata bahasa)
Ada tiga macam istilah yang digunakan untuk menggambarkan
masyarakat yang majemuk yang terdiri dari ras, agama, bahasa, dan budaya
yang berbeda yaitu masyarakat pural, masyarakat heterogen, dan masyarakat
multikultural.

Pluralitas : mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu (many)

Heterogen : menunjukan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu berbeda-
beda, bermacam-macam dan bahkan tidak dapat disamakan.

Multikultural : inti dari multikulturalisme adalah kesediaan menerima


kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan
budaya, etnik, gender, bahasa maupun agama. Multikulturalisme memberikan
penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama
diruang publik, menekankan pengakuan dan penghargaan pada perbedaan.

Di Indonesia unsur keragamannya dapat dilihat dalam suku bangsa, ras,


agama, dan keyakinan ideologi dan politik, tatakrama, kesenjangan ekonomi,
dan kesenjangan sosial. Semua unsur tersebut merupakan hal yang harus
dipelajari agar keragaman hal tersebut tidak membawa dampak yang buruk
bagi kehidupan bermasyarakat di Indonesia.

c. Makna kesetaraan Manusia

Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk tuhan


memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang
sama bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan
adalah diciptakan dengan kedudukan yang sama yaitu sebagai makhluk mulia
dan tinggi derajatnya dibandung makhluk lain, dihadapan tuhan, semua
manusia adalah sama derajat, kedudukan atau tingkatannya. Yang
membedakannya adalah tingkat ketaqwaan manusia tersebut terhadap tuhan.
2. Unsur-unsur Keragaman dalam Masyarakat Indonesia
a. Suku Bangsa dan Ras

Suku bangsa yang menempati wilayah Indonesia dari Sabang sampai


Merauke sangat beragam. Sedangkan perbedaan ras muncul karena adanya
pengelompokan besar manusia yang memiliki ciri-ciri biologis lahiriah yang
sama seperti rambut, warna kulit, ukuran-ukuran tubuh, mata, ukuran kepala,
dan lain sebagainya.

b. Agama dan Keyakinan

Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi


manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi
dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan
pancaindra. Namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap
kehidupan manusia sehari-hari.

c. Ideologi dan Politik

Ideologi ialah suatu istilah umum bagi sebuah gagasan yang berpengaruh
kuat terhadap tingkah laku dalam situasi khusus karena merupakan kaitan
antara tindakan dan kepercayaan yang fundamental. Ideologi membantu
untuk lebih memperkuat landasan moral bagi sebuah tindakan. Politik
mencakup baik konflik antara individu—individu dan kelompok untuk
memperoleh kekuasaan, yang digunakan oleh pemenang bagi keuntungannya
sendiri atas kerugian dari yang ditaklukkkan. Politik juga bermakna usaha
untuk menegakkan ketertiban sosial.

d. Tata Krama

Tata karama yang dianggap dari Bahasa Jawa yang berarti “adat sopan
santun, basa-basi” pada dasarnya ialah segala tindakan, perilaku, adat istiadat,
tegur sapa, ucap dan cakap sesuai kaidah atau norma tertentu.

Tata krama dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat dan terdiri aturan-
aturan yang jika dipatuhi diharapkan akan tercipta interaksi sosial yang tertib
dan efektif di dalam masyarakat.

e. Kesenjangan Ekonomi
Bagi sebagian negara berkembang, perekonomian akan menjadi salah satu
perhatianyang terus ditingkatkan. Namun umumnya, masyarakat kita berada
digolongan tingkat ekonomi menengah kebawah. Hal ini tentu saja menjadi
sebuah pemicu adanya kesenjangan yang tak dapat dihindari lagi.
f. Kesenjangan Sosial
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dengan
bermacam tingkat, pangkat, dan strata sosial yang hierarkis. Hal ini, dapat
terlihat dan dirasakan dengan jelas adanya penggolongan orang berdasarkan
kasta.
3. Kemajemukan dalam Dinamika Sosial Budaya
Konsep tentang majemuk, masyarakat majemuk atau plural society,
tumbuh kembang dari dua tradisi dalam sejarah pemikiran sosial. Konsep
yang pertama mengemukakan bahwa kemajemukan itu adalah suatu keadaan
yang memperlihatkan wujud pembagian kekuasaan diantara kelompok-
kelompok masyarakat yang bergabung atau disatukan, rasa menyatu itu
adalah melalui daar kesetiaan dan kepemilikan nilai-nilai bersama (Ting
Chew Peh dalam Judistira K.Gana 1996:164). Konsep yang kedua
dikemukakan dalam teori-teori masyarakat majemuk, biasanya berkaitan
dengan relasi antar ras dan etnis. Masyarakat majemuk adalah masyarakat
yang terdiri dari berbagai kelompok rasa tau etnik yang berada di bawah satu
system pemerintahan, karena itu seringkali masyarakat mengalami konflik,
pertentangan dan paksaan.
Menurut Furnivall dalam Judistira K.Garna 1986:164-165,
mengemukakan bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat
yang terdiri dari beragam kelompok atau golongan yang memiliki
kebudayaan sendiri-sendiri, demikian berbeda pula dengan agama,
bahasa dan adat istiadat.

Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan


masyarakat, majemuk. Majemuk berarti banyak ragam, beraneka, berjenis-
jenis. Masyarakat majemuk terbentuk karena dipersatukannya masyarakat-
masyarakat suku bangsa oleh system nasional, yang biasanya dilakukan
secara paksa (by force) menjadi sebuah bangsa dalam wadah negara. Ciri-ciri
masyarakat yang mencolok dari masyarakat majemuk adalah hubungan antara
system kenegaraan dan masyarakat yang dipersatukan oleh system nasional.
Secara horizontal masyarakat majemuk di kelompokkan berdasarkan ;
1. Etnik dan ras atau asal-usul keturunan
2. Bahasa daerah
3. Adat istiadat atau perilaku
4. Agama
5. Pakaian, Makanan, dan budaya, material lainnya
Secara vertikal, masyarakat majemuk di kelompokan berdasarkan ;
1. Penghasilan atau ekonomi
2. Pendidikan
3. Pemukiman
4. Pekerjaan
a. RAS
Berdasarkan karakter biologis, pada umunya manusia di kelompokan
dalam berbagai ras.manusia di bedakan menurut bentuk wajah, rambut, tinggi
badan,warna kulit, mata, hidung dan karakteristik fisik lainnya. Jadi ras
adalah perbedaan manusia menurut atau berdasarkan ciri fisik biologis. Ciri
utama pembeda antar ras antara lain ciri alamiah rambut pada badan ; warna
alami rambut, kulit, dan iris mata ; bentuk lipatan penutup mata ; bentuk
hidung serta bibir ; bentuk kepala dan muka ; ukuran tinggi badan. Misalnya,
ras melayu secara umum bercirikan kuli sawo matang,rambut ikal, bola mata
hitam, dan berperawakan badan sedang. Ras negro bercirikan kulit hitam dan
berambut keriting.
Konsep ras merujuk pada apa yang dikatakan (HallBarker,
2008:203), bahwa ras adalah suatu konstruksi sosial dan bukan
suatu kategori universal atau kategori esensial biologis atau
kultural.
Seringkali etnis dan ras disamakan, padahal keduanya berbeda. Etnis
adalah kultural yang terpusat pada kesamaan norma, niali, agama, simbol dan
praktik kultural. Sedangkan ras merujuk pada garis karakteristik biologis dan
diyakini yang paling menonjol adalah pigmentasi kulit (Baker, 2008:203).
Menurut ciri lahiriyahnya, Ras terdiri dari dua golongan, yaitu:
1. Ciri-ciri Kualitatif, yaitu ras berdasarkan warna kulit, bentuk rambut, bau
badan, bentuk bibir, dll.
2. Ciri-ciri Kuantitatif, yaitu ras berdasarkan tinggi badan, berat badan,
ukuran badan, ukuran kepala, dll.
b. Etnik atau Suku Bangsa
F.BAAR ( 1988 ) menyatakan etnik adalah suatu kelompok
masyarakat yang sebagian besar secara biologis maupun
berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilai budaya sama dan
sadar akan kebersamaan dalam sutau bentuk budaya, membentuk
jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, dan menentukan sendiri
ciri kelompok yang di terima kelompok lain dan dapat di bedakan
dari kelompok populasi lain.
Secara etnik, bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan
jumlah etnik yang besar. Berapa persis jumlah etnik di Indonesia sukar untuk
di tentukan. Sebuah buku pintar rangkuman pengetahuan sosial, lengkap
menuliskan jumlah etnik atau suku bangsa Indonesia ada 400 buah ( Sugeng
HR, 2006 ).
Klasifikasi dari suku bangsa di Indonesia biasanya di dasarkan system
lingkaran hukum adat.
VAN VOLLENHOVEN mengemukakan adanya 19 lingkaran
hukum adat di Indonesia (Koentjaraningrat,1990).
Keanekaragaman kelompok etnik ini dengan sendirinya memunculkan
keanekaragaman di kebudayaan di Indonesia. Jadi berdasarkan klasifikasi
etnik secara nasional, bangsa Indonesia adalah heterogen. Setiap suku bangsa
berkembang sesuai dengan lingkungan alam, sosial budaya, sehingga akan
menjadikan keanekaragaman bahasa daerah, adat istiadat, dan hukum adat.
Etnis berbeda dengan pengertian ras.
Seperti yang diungkap oleh Coakley (2001:243) “...it refers to
the cultural heritage of particular group of people”. Jadi, etnis
mengacu pada warisan budaya dari kelompok orang tertentu.
Maguire, et al (2002: 140) menjelaskan juga bahwa “the term
ethnic become a precise word to use regarding people of varying
origins”. Jadi, istilah etnis menjadi sebuah kata yang tepat untuk
memandang orang dari berbagai asal-usul.
3. Kemajemukan dan Kesetaraan Sebagai kekayaan Sosial Budaya
Bangsa
a. Memahami Masyarakat Multikultural
Multi=banyak dan kultur=budaya, multikultural tidak bisa lepas dari kata
kebudayaan. Karena kebudayaan itu sendiri menjadi kunci pemahaman dalam
konsep multikulturalisme. Kebudayaan adalah sekumpulan nilai moral untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaan.
Multikulturalisme adalah sebuah paham atau pandangan seseorang yang
mengakui adanya perbedaan kesetaraan dalam kehidupan masyarakat yang
menyangkut nilai-nilai,sistem,budaya,kebiasaan dan politik yang mereka
anut. Jadi,masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari
beberapa macam komunitas budaya, dengan perbedaan dalam nilai,bentuk
organisasi,sosial,sejarah,adat serta kebiasaan.

Menurut J.S Furnival masyarakat multikultural adalah


masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok)
yang secara kultural dan ekonomi terpisah-pisah serta memiliki
struktur kelembagaan yang berbeda-beda satu sama lainnya.
Keanekaragaman kekayaan Negara Indonesia ini terekatkan dalam
bhineka thunggal ika . Dengan kata lain,kekayaan budaya dapat bertindak
sebagai factor pemersatu,yang sifatnya majemuk dan dinamis. Tidak ada
kebudayaan Indonesia,bila bukan terbentuk dari kebudayaan masyarakat
yang lebih kecil.

Sebagai sebuah konsep,multikulturalisme menjadi dasar bagi tumbuhnya


masyarakat sipil yang demokratis demi terwujudnya keteraturan social.
Sehingga,menjamin rasa aman bagi masyarakat dan kelancaran tata
kehidupan masyarakat.

Melihat kemajemukan Indonesia yang begitu luasnya terdiri dari


sedikitnya kurang lebih 500 suku bangsa, maka multikulturalisme hendaknya
tidak hanya sekedar retorika, tetapi harus diperjuangkan sebagai landasan
bagi tumbuhnya dan tegaknya proses demokrasi, pengakuan hak asasi
manusia,dan akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Upaya itu
harus dilakukan jika melihat berbagai konflik yang terjadi di sejumlah
daerah ditanah air beberapa waktu lalu. Konflik itu mengindikasikan belum
tuntasnya pembentukan masyarakat multikultural di Indonesia. Munculnya
konflik antar suku misalnya,menunjukan belum dipahaminya prinsip
multikulturalisme yang mengakui perbedaan dalam kesetaraan. Pemahaman
nilai-nilai kesetaraan dalam perbedaan itulah yang senantiasa dilakukan
secara aktif baik oleh tokoh masyarakat,tokoh partai,maupun lembaga
swadaya masyarakat. Dengan demikian,pemahaman bahwa bangsa Indonesia
merupakan masyarakat yang terdiri dari berbagai kebudayaan harus menjadi
bagian tak terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kesetaraan atau kesederajatan setiap warga masyarakat dan dijaminnya


hak masyarakat tradisional merupakan unsur dasar prinsip demokrasi yang
terkandung dalam pengakuan terhadap kesetaraan dan toleransi perbedaan
dalam keanekaragaman.

b. Kemajemukan sebagai Kekayaan Bangsa Indonesia


Kemajemukan disebut juga dengan keragaman, Negara Indonesia
memiliki banyak kemajemukan yang harus terus dilestarikan agar tidak punah
atau hilang. Salah satu penyebab adanya kemajemukan adalah adanya etnik
atau suku bangsa. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural.
Plural artinya jamak, banyak ragam atau majemuk.

Di Indonesia terdiri dari berbagai etnik sehingga menyebabkan banyak


ragam, budaya, tradisi, kepercayaan, dan pranata kebudayaan lainnya karena
setiap etnik pada dasarnya menghasilkan kebudayaan.

Sebagai bangsa Indonesia kita harus bangga dengan adanya kemajemukan


tersebut, karena kemajemukan di Indonesia memiliki efek samping, baik itu
sisi positif maupun negatif. Sisi positifnya yaitu Indonesia menjadi bangsa
yang majemuk yang dikenal oleh negara lain dengan bangsa yang beraneka
suku bangsa, budaya, agama dan lain-lain. Faktor negatifnya antara lain
seperti sikap yang acuh terhadap bangsa ini dan tidak memperdulikan agama,
ras, bahkan budaya orang lain, mereka hanya mementingkan dirinya sendiri
dan mempedulikan kesamaan diantara mereka.

Kita sebagai bangsa Indonesia yang baik, tidak boleh mempunyai sikap
yang egois, tetapi harus peduli terhadap bangsa Indonesia ini dan kita harus
bersyukur kepada Allah Swt. Bahwa kita diberi bangsa yang beraneka ragam.
Dengan adanya keanekaragaman bangsa, budaya, bahasa dan ras, maka dari
itu kita harus tetap menjaga negeri ini dengan kekayaan yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia. Kita tidak boleh mengejek seseorang hanya karena mereka
memiliki keyakinan atau bahasa yang berbeda terhadap kita, itu adalah salah
satu perbuatan yang harus dihindari. Kita harus menghormatinya, seperti
yang ada dalam semboyan negara kita yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang
artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua”.

Dalam perkembangan berikutnya, identitas sosial budaya seseorang tidak


semata-mata ditentukan dari etniknya. Identitas seseorang mungkin
ditentukan dari golongan ekonomi, status sosial, tingkat pendidikan, profesi
yang digelutinya, dan lain-lain. Identitas etnik lama kelamaan bisa hilang,
misalnya karena adanya perkawinan campur dan mobilitas yang tinggi.

Menurut Soetarno (2007) Selain kemajemukan, karakteristik


Indonesia yang lain adalah:
1. Jumlah penduduk yang besar
2. Wilayah yang luas
3. Posisi hilang
4. Kekayaan alam dan daerah tropis
5. Jumlah pulau yang banyak
6. Persebaran pulau

c. Kesetaraan sebagai Warga Bangsa Indonesia

Pengakuan akan prinsip kesetaraan dengan kesederajatan itu secara yuridis


diakui dan dijamin oleh negara melalui UUD 1945. Warga negara tanpa
dilihat perbedaan ras, suku, agama, dan budayanya diperlakukan sama dengan
memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Negara
Indonesia mengakui adanya prinsip persamaan kedudukan warga negara. Hal
ini dinyatakan secara tegas dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa “segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”.

Dalam negara Demokrasi, kedudukan dan perlakuan yang sama dari warga
negaran merupakan ciri utama sebab demokrasi menganut prinsip kesamaan
dan kebebasan. Persamaan kedudukam di antara warga negara, misalnya
dalam bidang kehidupan seperti persamaan dalam bidang politik, hukum,
kesempatan, ekonomi dan sosisal.

4. Problematika Keseragaman dan Kesetaraan serta Solusinya dalam


Kehidupan
a. Problema Keragamaan Serta Solusinya Dalam Kehidupan

Menurut Van de Berghe sebagaimana dikutip oleh Elly M. Setiadi


(2006), menjelaskan bahwa :

Masyarakat majemuk atau masyarakat yang beragam selalu


memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

a. Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang


sering kali memiliki kebudayaan yang berbeda.
b. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-
lembaga yang bersifat nonkomplementer.
c. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota
masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
d. Secara relatif, sering kali terjadi konflik di antara kelompok
yang satu dengan yang lainnya.
e. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap
kelompok yang lain.
Berdasarkan ciri-ciri diatas, maka keragaman masyarakat berpotensi
menimbulkan segmentasi kelompok, struktur yang terbagi-bagi, konsesus
yang lemah, sering terjadi konflik, integrasi yang dipaksakan dan adanya
dominasi kelompok. Tentu saja potensi-potensi demikian adalah potensi yang
melemahkan gerak kehidupan masyarakat itu sendiri.

Keragaman adalah modal, tetapi sekaligus merupakan potensi politik.


Adanya keragaman budaya daerah di satu sisi memang memperkaya
khazanah budaya dan menjadi modal yang sangat berharga untuk membangun
indonesia yang multikultural. Namun di sisi lain, kondisi tersebut sangat
berpotensi dapat memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan
kecemburuan sosial.
Konflik atau pertentangan itu sebenarnya terdiri atas dua fase, yaitu fase
disharmoni dan fase disintegrasi. Disharmoni menunjuk pada adanya
perbedaan pandanganbaik tentang tujuan, nilai, norma dan tindakan antar
kelompok. Sedangkan disintegrasi merupakan suatu fase dimana sudah tidak
dapat disatukannya lagi pandangan, nilai, norma dan juga tindakan kelompok
yang menyebabkan pertentangan antar kelompok.

Pada dasarnya konflik horizontal yang terjadi di masyarakat indonesia


saat ini sesungguhnya bukan disebabkan oleh adanya keragaman atau
perbedaan ras, etnik, dan agama itu sendiri, melainkan masalah itu muncul
karena tidak adanya komunikasi antar budaya daerah, maka terjadilah konflik
antar masyarakat budaya. Yang dibutuhkan sekarang untuk menyelesaikan
masalh ini adalah adanya kesadaran untuk menghargai, menghormati, serta
menegakkan prinsip kesetaraan dan kesederajatan antar masyarakat tersebut.
Dengan demikian, masing-masing warga daerah tersebut bisa saling
mengenal, memahami, menghayati, dan yang paling penting adalah
berkomunikasi. Dengan adanya komunikasi maka konflik pun pasti tidak
akan terjadi.

Salah satu hal terpenting dalam usaha meningkatkan pehamaman antar


budaya daerah dan masyarakat ini adalah dengan cara menghilangkan
penyakit-penyakit budaya itu sendiri. Penyakit-penyakit budaya inilah yang
diyakini menjadi pemicu terjadinya konflik antar kelompok masyarakat di
indonesia.

Menurut Sutarno (2007), ia berpendapat bahwa :


“yang dimaksud dengan penyakit-penyakit budaya adalah
etnosentrisme stereotip, prasangka, rasisme, diskriminasi, dan space
goating”.
Etnosentrisme atau sikap etnosentris dapat diartikan sebagai suatu sikap
kecenderungan seseorang yang melihat nilai atau norma kebudayaannya
sendiri sebagai sesuatu yang bersifat mutlak serta menggunakannnya sebagai
tolak ukur bagi kebudayaan yang lain. Sedangkan stereotip adalah pemberian
sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif,
hanya karena dia berasal dari kelompok yang lain.

Menurut Allan G. Johnson (1986), berliau menegaskan bahwa :


yang dimaksud dengan stereotip disini adalah keyakinan
seseorang untuk menggeneralisasikan sifat-sifat tertentu
yang cenderung negatif tentang orang lain karena
dipengaruhi oleh pengetahuandan pengalaman tertentu.
Keyakinan ini tentu cendereung bersifat negatif bahkan sampai
merendahkan orang lain.
Oleh karena itu sifat stereotip ini mesti dihilangkan dari sikap setiap
masyarakat, sehingga konflik pun tidak akan terjadi.

Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan yang


menghambat proses berkomunikasi, karena orang yang berprasangka sudah
pasti mempunyai sikap curiga dan menentang pihak lain. Karena pada
dasarnya dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan
atas dasar prasangka buruk tanpa memakai pikiran dan pandangan kita
terhadap fakta atau kenyataannya. Oleh karena itu, apabila prasangka sudah
ada dalam diri seseorang, maka pasti orang tersebut tidak dapat berfikir
secara logis dan juga objektif, dan segala apa yang dilihatnya akan dinilai
secara negatif.

Rasisme secara sederhana mempunyai arti anti terhadap ras lain atau ras
tertentu karena di luar rasnya sendiri. Rasisme sendiri dapat muncul dalam
bentuk mencemoohkan prilaku orang lain, hanya karena orang itu berbeda ras
dengan kita. Sebagai contoh, dalam pertandingan sepak bola internasional
sering kali kita melihat penonton menampilkan sikap rasisme terhadap
seorang pemain bola. Rasisme ini sesungguhnya merupakan bentuk
disktriminasi yang didasarkan atas perbedaan ras.

Adapun yang dimaksud dengan diskriminasi adalah sebuah tindakan


yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat dari suatu kelompok yang
dominan terhadap kelompok subordinasinya. Antara prasangka dan
diskriminasi keduanya ada hubungan yang saling menguatkan. Selama ada
prasangka, disitu pasti ada diskriminasi. Jika prasangka dipandang sebagai
suatu keyakinan atau ideologi, maka diskriminasi adalah terapan dari
keyakinan atau ideologi itu.

Yang terakhir adalah space goating artinya pengkambinghitaman. Teori


kambing hitam (space goating) mengemukakan bahwa kalau individu tidak
bisa menerima perlakuan tertentu yang tidak adil, maka perlakuan itu dapat
ditanggungkan kepada orang lain.

Selain menghilangkan penyakit-penyakit budaya yang telah dipaparkan


sebelumnya, terdapat bentuk solusi lain yang dapat dilakukan.

Menurut Elly M. Setiadi dkk (2006), ia mengemukakan bahwa :

Ada hal-hal lain yang dapat kita lakukan untuk memperkecil


masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari keragaman,
yaitu : (1) semangat religius, (2) semangat nasionalisme, (3)
semangat pluralisme, (4) semangat humanisme, (5) dialog antar
umat beragama dan (6) membangun suatu pola komunikasi untuk
interaksi maupun konfigurasi hubungan antar agama, media masa,
dan harmonisasi dunia.
Selain itu sikap keterbukaan, kedewasaan sikap, pemikiran global yang
bersifat inklusif, serta kesadaran kebersamaan dalam mengarungi sejarah
merupakan modal yang sangat menentukan bagi terwujudnya sebuah bangsa
indonesia yang menyatu dalam keragaman, dan beragam dalam kesatuan.
Segala bentuk kesenjangan yang ada didekatkan, segala keanekaragaman
dipandang sebagai kekayaan bangsa, dan milik bersama. Sikap inilah yang
perlu dikembangkan dalam pola pikir masyarakat kita, sehingga indonesia
dapat bersatu dalam keragaman.

1. Problem Kesetaraan Serta Solusinya dalam Kehidupan


Kesetaraan atau kesederajatan pada dasarnya berarti adanya persamaan
kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap untuk mengakui
adanya persamaan derajat, hak dan kewajiban sebagai sesama manusia.
Adapun indikator dari kesederajatan adalah sebagai berikut :
a. Adanya persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender
dan golongan.
b. Adanya persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan dan kehidupan
yang layak.
c. Adanya persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu dan anggota
masyarakat.
Adapun problema yang terjadi dalam kehidupan saat ini pada umumnya
adalah munculnya sikap dan prilaku untuk tidak mengakui adanya persamaan
derajat, hak dan kewajiban antar manusia atau warga negara. Prilaku yang
membeda-bedakan orang itu disebut dengan diskriminasi. Seperti yang telah
diuraikan sebelumnya diskriminasi merupakan tindakan yang membeda-
bedakan dan kurang bersahabat dari kelompok dominan terhadap kelompok
subordinasinya.
Menurut Elly M. Setiadi dkk (2006), ia mengatakan bahwa :
Diskriminasi adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan
terhadap seseorang atau sekelompok orang berdasarkan ras,
agama, suku, kelompok, golongan, status sosial, kelas sosial,
jenis kelamin, kondisi fisik tubuh, orientasi seksual, pandangan
ideologi dan politik, batas negara serta kebangsaan seseorang.

Diskriminasi adalah suatu tindakan yang melanggar hak asasi manusia,


dan merupakan bentuk ketidakadilan. Karena prilaku diskriminasi ini tidak
sesuai dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan, karena itu perlu dihapuskan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu,
upaya menekan dan menghapus praktik-praktik diskriminasi adalah melalui
perlindungan dan penegakkan hak asasi manusia di setiap ranah kehidupan
manusia. Bangsa indonesia sampai saat ini sudah memiliki komitmen kuat
untuk melindungi dan menegakkan hak asasi warga negara melalui Undang-
Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Selain itu dalam hal penghapusan
diskriminasi ini pemerintah juga wajib dan bertanggungjawab menghormati,
melindungi, menegakkan dan memajukan hak asasi manusia. Disisi lain,
masyarakat juga berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakkan dan
pemajuan hak asasi manusia.
Selain itu juga dalam upaya penghapusan diskriminasi ini, maka
Program Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009
memasukkan program penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk
sebagai program pembangunan bangsa. Berkaitan dengan hal ini, maka arah
kebijakan yang diambil adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi termasuk
ketidakadilan gender bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang
sama di hadapan hukum tanpa terkecuali.
b. Menerapkan hukum dengan adil melalui perbaikan sistem hukum yang
profesional, bersih dan berwibawa.
Penghapusan diskriminasi dilakukan melalui pembuatan peraturan
perundang-undangan yang anti diskriminatif serta pengimplementasiannya di
lapangan. Contohnya adalah Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 tentang
Ratifikasi atas Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan (International Convention On The
Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women /CEDAW).
Contoh lain adalah dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 29
Tahun1999 Yang Merupakan Ratifikasi Atas Konvensi Internasional Tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.
Contoh lain adalah rumah tangga. Rumah tangga merupakan wilayah
potensial terjadinya prilaku diskriminatif. Untuk mencegah terjadinya prilaku
diskriminatif dalam rumah tangga, antara lain telah ditetapkan dalam
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Dan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kedua Undang-Undang tersebut telah
mengategorikan kekerasan terhadap anak dan kekerasan dalam rumah tangga
sebagai suatu tindak pidana, oleh karena itu maka prilaku tersebut layak
untuk diberikan sanksi pidana. Kriminalisasi prilaku diskriminatif tersebut di
dalam rumah tangga merupakan langkah maju untuk menghapuskan praktik
diskriminasi dalam masyarakat.
C. Hasil dan Pembahasan

Belajar Keragaman di Dusun Turgo


Suhu udara kamis (28/7) malam itu berkisar 21 C. Kondisi ini membuat
sekitar 40 peserta Interfaith Youth Camp harus menahan dingin saat meditasi
di alam terbuka.
Udara sejuk di Dusun Turgo, Desa purwobinangon, Pakem,
Sleman,Yogyakarta, saat itu di rasakan oleh seluruh peserta lintas agama
yang berusia antara 18-24 tahun. Mulai rabu sampai minggu pekan lalu
dalam rangkaian peringatan Sewindu Forum Persaudaraan Umar Beriman
(FPUB) para peserta yang berbeda agama itu beraktivitas bersama di lereng
selatan Gunung Merapi tersebut.
Pendeta Bambang Subagyo yang memimpin meditasi itu
mengatakan,kegiatan meditasi bukanlah pemaksaan. Setiap peserta di
bebaskan untuk meditasi dan berdoa sesuai dengan cara mereka masing-
masing.
“Tiap agama punya kebiasaan untuk meditasi. Hanya,cara masing-masing
agama bermeditasi itu yang berbeda. Tiap peserta dengan cara bermeditasi
menurut agama atau aliran kepercayaan mereka itulah yang kami lakukan di
sini,” ujar Bambang menjelaskan.
Meditasi merupakan salah satu kegiatan untuk mendekatkan anak-anak
muda pada keragaman cara berdoa dari masing-masing agama. Tidak hanya
lewat meditasi saja anak-anak muda itu dikenalkan pada pluralisme
kehidupan sesungguhnya. Persentuhan dengan teman atau warga Dusun
Turgo yang beragama lain merupakan pengalaman langsung tentang
pluralisme.
Hanya tiga jam pertama setelah sampai di Dusun Turgo, para peserta
merasa canggung karena belum saling mengenal. Namun, menit berikutnya
mereka sudah saling melemparkan lelucon,masuk dalam kelompok-
kelompok kegiatan dan menjalani kegiatan bersama tanpa harus tersekat
akibat perbedaan agama.
“Awalnya saya enggan ikut kegiatan seperti ini karena melihat acaranya
yang berat. Tapi, ketika diberi tahu teman bahwa peserta kegiatan berasal dari
lintas agama, saya justru tertarik untuk ikut,” tutur Deta Agus Sri Wahyu
(22).
Mengenal teman dari lintas agama, menurut Deta adalah hal yang
mengenangkan karena ia bisa bertukar pikiran tentang agama lain. Dihari
pertama berkemah, Deta yang beragama Kristen Protestan itu bercakap-cakap
dengan seorang kawan Muslim tentang kitab suci masing-masing.
“Dia samapai meminjam kitab suci saya untuk mengetahui apa isinya.
Sampai sekarang (hari sabtu-Red) kitab suci saya belum dikembalikan,”
ujarnya. Deta sendiri sudah cukup akrab dengan Al-quran karena keluarga
ayahnya adalah keluarga Muslim.
Kebersamaan
Anggapan-anggapan tentang keburukan orang-orang beragama lain yang
selama ini “dicekokkan” kedalam pikirannya tidak terbukti setelah Deta
bergaul dan berkomunikasi dengan teman yang berbeda agama.
Justru kebersamaan terbangun ketika Deta dan peserta lain bekerja sama
dengan warga membersihkan masjid, gereja, atau sekolah dasar yang ada
dikampung itu. Perbedaan agama tidak menjadikan batasan ketika harus
masuk kerumah ibadat agama lain dan membersihkan fisik rumah ibadat itu.
Gotong royong ini merupakan milik masyarakat di Dusun Turgo. Kepala
Dusun Turgo Suwaji mengisahkan,ketika masjid di Dusun itu rusak akibat
letusan Gunung Merapi pada 1994,seluruh warga dusun tersebut segera turun
tangan membantu renovasi masjid.
“Bantuan untuk masjid yang rusak itu tidak hanya datang dari kelompok
Muslim, tetapi juga dari para suster maupun aktivitas agama lain,sedangkan
seluruh warga menyumbangkan tenaga mereka untuk pemulihan masjid itu,”
ujar Suwaji menceritakan.
Kerja sama tanpa memandang agama jugalah yang membuat warga Dusun
Turgo bias menyelesaikan pembangunan pipa air yang juga rusak karena
letusan Gunung Merapi tahun 1994 itu.
Sampai saat ini, Bapak-Bapak di Dusun Turgo yang beragama islam,
Kristen Protestan, Katolik, maupun agama lain tetap bergotong-royong
memecahkan batu alam untuk di jadikan jalan kampung setiap hari rabu.
Sementara kaum ibu biasanya membersihkan jalan kampung setiap sabtu
sore.
Selain pembangunan fisik desa, kenduri di sana juga di lakukan bersama-
sama oleh warga Dusun Turgo. “Kalau ada warga yang hendak menikah atau
khitanan, kami mengadakan kenduri atau doa bersama dalam adat Jawa,” kata
Suwaji.
Belajar Keragaman
Masyarakat Dusun Turgo yang sebagian besar adalah petani merupakan
salah satu contoh nasyarakat desa yang menerapkan pluralitas dalam
kehidupan keseharian mereka. Pluralitas di Dusun Turgo,menurut sekretaris
jenderal FPUB Timotius Apriyanto sudah terbangun secara alamiah sejak
lama.
Di Dusun dengan 225 keluarga dan terletak sekitar 8 kilometer dan gunung
merapi itu, para peserta yang tinggal di 10 rumah warga belajar tentang
kehidupan masyarakat,termasuk keragama agama.
“Anak-anak muda saat ini sering kali takut bergaul dengan teman berbeda
agama karena banyak sekali doktrinasi tentang pluralisme yang sempit. Di
Dusun Turgo ini mereka mendapatkan pengalaman baru tentang pluralism,
“kata Kiai Haji Abdul Muhaimin, ketua FPUB.
Acara perkemahan ini bukan sekedar menambah wacana tentang
pluralisme ,tetapi yang lebih penting adalah pengalaman langsung tentang
kehidupan plural yang nyata dalam masyarakat.
Pengalaman ini dipandang oleh Muhaimin dari Pondok Pesantren Nurul
Ummah, kota gede, Yogyakarta –sebagai sesuatu yang penting di tengah
munculnya gerakan Fundamentalisme agama pada institusi pendidikan di
Yogyakarta. Fundamentalisme agama itu membuat wawasan anak muda
tentang pluralisme agama menjadi sempit dan akhirnya mengisolasi anak
muda dari pergaulan dengan orang lain.
Pengalaman tentang kehidupan antaragama itu menjadi sesuatu yang baru
bagi pe serta Interfaith Youth Camp ini.
“Kami belajar dari masyarakat Turgo untuk hidup bersama tanpa ada sekat
apa pun, termasuk sekat agama. Di sini kami belajar dari warga dusun yang
masih memberikan ucapan selamat kepada warga yang merayakan hari raya
keagamaan tertentu,”ucap Ariya Wijaya dari keluarga mahasiswa Hindu
Dharma (KMHD) UGM yang juga menjadi Ketua Panitia Interfaith Youth
Camp.
Ahsan dari Divisi jaringan Kodama ( sebuah kelompok Santri di Krapyak
yang mempunyai kegiatan pemberdayaan masyarakat) melihat kehidupan
bersama masyarakat di Dusun Tuego sebagai sesuatu kearifan lokal.
“Selama ini, masyarakat desa seolah-olah tidak punya kearifan lokal
sehingga segalanya harus diatur orang-orang kota. Padahal, saya justru belajar
dari masyarakat desa tentang kehidupan bersama antara warga yang berbeda
agama,” ujar Ahsan.

Dari kehidupan masyarakat Desa inilah Ahsan melihat pengaturan


kehidupan sehari-hari antar umat beragama adalah sesuatu yang berlebihan.
Mungkinkah kita harus belajar dari masyarakat desa untuk memandang
keragaman sebagai sesuatu yang indah?.

Pertanyaan dan Jawaban

1. Unsur apakah yang menciptakan keragaman di masyarakat Desa Turgo?


Jawaban: Unsur agama dan keyakinan
Karena pada kenyataannya di Desa Turgo penduduknya menganut agama
yang berbeda-beda. Sebagaimana telah disebutkan dalam kajian teori
sebelumnya bahwa yang menjadi unsur keragaman disuatu Negara salah
satunya adalah agama dan keyakinan.
2. Mengapa masyarakat Turgo mampu menciptakan kehidupan yang
harmoni meski memiliki keragaman?
Jawaban: Karena mereka mampu berkomunikasi dengan baik antar
sesamanya. Pada dasarnya konflik horizontal masyarakat dapat terjadi akibat
tidak adanya komunikasi yang baik antar masyarakat.
3. Menurut anda, sifat-sifat apa yang perlu dihindari agar harmoni dalam
keragaman masyarakat Turgo tetap terjaga?
Jawaban: Diantaranya diskriminasi, prasangka, egois dan mengadu domba.
Dimana hal tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan (Soetano:
2007) bahwa penyakit yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam
keragaman diantaranya: Entriosentrisme, streotif, prasangka,
rasisme,diskriminasi dan scape goating (perkambinghitaman).
4. Mungkinkah masyarakat Turgo suatu saat nanti terjadi diskriminasi,
bahkan disintegrasi? Factor- factor apa yang dapat memicu hal tersebut?
Jawaban: Mungkin saja terjadi apabila masyarakat Turgo memiliki
penyakit keragaman diantaranya: Tidak adanya komunikasi yang baik,
adanya diskriminasi, egois/rasisme dan sebagainya.
5. Agama merupakan tali pengikat sosial masyarakat, tetapi agama dapat
pula menjadi pemicu konflik di masyarakat. Apa sikap Anda terhadap
pernyataan ini?
Jawaban: Saya setuju bahwa agama sebagai tali pengikat sosial masyarakat
dan agama juga dapat menjadi pemicu konflik dimasyarakat apabila
masyarakat tersebut memiliki penyakit-penyakit yang dapat memicu konflik,
salah satunya adalah sikap egois dan tidak adanya komunukasi yang baik
antar nasyarakat.

D. Simpulan
Setelah penulis menganalisis semua pembahasan tentang Manusia,
Keragaman dan Kesetaraan, maka dapat disimpulkan bahwa Keragaman dan
Kesetaraan adalah bagian dari budaya. Adanya keragaman menandakan
bahwa setiap manusia pasti berbeda. Keragaman juga ada untuk dihargai oleh
sesama manusia agar dapat hidup berdampingan secara damai. Kesetaraan
juga sangat penting untuk dihargai, karena pada hakikatnya manusia adalah
sama yaitu makhluk Tuhan. Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki
masyarakat yang beragam. Mulai dari ras, etnis, bahasa dan kebudayaan.
Tentunya banyak sekali peluang terjadinya konflik antar etnis. Contohnya
dalah diskriminasi antar budaya ataupun diskriminasi terhadap kelompok
minoritas. Untuk menghindari adanya konflik, maka dibutuhkan bagimana
caranya agar kita sebagai masyarakat multicultural meningkatkan rasa
toleransi sebagai masyarakat Indonesia. Untuk meningkatkan rasa toleransi,
salah satunya dengan memahami budaya kelompok lain, dan menghargai
perbedaan pendapat sebagai bentuk perdamaian antar kelompok budaya.

DAFTAR PUSTAKA

Herimanto. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara, 2016
Setiadi Elly M. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana, 2007

https://id.scribd.com/doc/54939988/makalah-manusia-keragaman-kesetaraan.14
maret 2019. kamis

https://www.academia.edu/8738378/pengertian-manusia.14 maret 2019. kamis

https://www.academia.edu/12065882/manusia-keragaman-dan-kesetaraan.14
maret 2019. kamis

https://id.m.wikipedia.org/wiki/kelompok_etnik.

Anda mungkin juga menyukai