Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ISBD KELOMPOK 3

MEMAHAMI HAKIKAT MANUSIA,KEAGAMAAN,DAN


KESETARAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL BUDAYA

DISUSUN OLEH :

1. Chintya Voldiani (P07134221017)


2. Dita Sesa Aprilia (P07134221028)
3. Diyu Fallasya Mukti (P07134221033)
4. Dyah Nuraeni Widya H (P07134221042)
5. Evi Munawaroh (P07134221027)
6. Faoreal Kharisma (P07134221054)
7. Ghaisani Azzarina Z (P07134221020)
8. Yulan Sari (P07134221008)
9. Yunia Nafidhotul L (P07134221011)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari kelompok
etnis yang beragam (Hidayat, 2013:89). Salah satu wujud keragaman bangsa
Indonesia terlihat dari keragaman suku bangsa, etnis, agama dan budaya. Keragaman
ini dapat memunculkan kebudayaan (culture) yang berbeda-beda sehingga Indonesia
termasuk salah satu negara multikultural terbesar di dunia (Kosim, 2009:150).
Bangsa Indonesia adalah masyarakat yang terdiri dari beranekaragam suku bangsa
yang memiliki adat istiadat yang berbeda-beda. Dari catatan yang ada, di Indonesia ini
terdapat 656 suku bangsa dengan bahasa lokal 300 macam. Keanekaragaman tersebut
merupakan kekayaan milik Bangsa Indonesia yang harus kita jaga dan lestarikan
sehingga mampu memberikan warna ketentraman dan kedamaian bagi rakyat
Indonesia agar ke depan tidak banyak menimbulkan persoalan yang mengancam
disintegrasi bangsa. Selain itu, kebudayaan masyarakat juga mengalami dinamika
perubahan yang cukup pesat karena berbagai macam perkembangan teknologi dan
modernitas global (Umanailo,2015:10). Keberagaman bangsa yang berkesetaraan
akan kekuatan bagi kemajuan dan kesejahteraan negara bangsa Indonesia. Negara
bangsa yang beragam yang tidak berkesetaraan, lebih-lebih yang diskriminatif, akan
menghadirkan kehancuran (Rusdiana 2013: 127).
Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan.
Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu
memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat
pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat. Selain makhluk
individu, manusia juga makhluk sosial yang membentuk kelompok persekutuan
hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup juga beragam. Masyarakat sebagai
persekutuan hidup itu berbeda dan beragam karena ada perbedaan, misalnya dalam
ras, suku, agama. budaya, ekonomi, status sosial, jenis kelamin, jenis tempat tinggal.
Hal-hal demikian dikatakan sebagai unsur-unsur yang membentuk keragaman dalam
masyarakat Keragaman individual maupun sosial adalah implikasi dari kedudukan
manusia, baik sebagai makhluk individu dan makhluk sosial (Nasution,2015: 94)
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki
tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu
bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan
dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya
dibanding makhluk lain. Dihadapan Tuhan, semua manusia adalah sama derajat,
kedudukan atau tingkatannya. Yang membedakan nantinya adalah tingkatan
ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan (Nasution,2015: 95)
Kesamaan derajat adalah suatu sifat yang menghubungkan antara manusia dengan
lingkungan masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota
masyarakat memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap
pemerintah dan negara. Hak dan kewajiban sangat penting ditetapkan dalam
perundang-undangan atau Konstitusi. Undang-undang itu berlaku bagi semua orang
tanpa terkecuali dalam arti semua orang memiliki kesamaan derajat (Nasution,2015:
102)
Berbagai keragaman masyarakat Indonesia terwadahi dalam bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentuk dengan karakter utama
mengakui pluralitas dan kesetaraan warga bangsa. Cita-cita yang mendasari
berdirinya NKRI yang dirumuskan para pendiri bangsa telah membekali bangsa
Indonesia dengan konsepsi normatif negara bangsa Bhinneka Tunggal Ika, membekali
hidup bangsa dalam keberagaman, kesetaraan, dan harmoni. Hal tersebut merupakan
kesepakatan bangsa yang bersifat mendasar (Rusdiana 2013:122)
Persamaan kedudukan atau tingkatan manusia ini berimplikasi pada adanya
pengakuaan akan kesetaraan atau kesederajatan manusia. Jadi, kesetaraan atau
kesederajatan tidak sekedar bermakna adanya persamaan kedudukan manusia.
Kesetaraan adalah suatu sikap mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak,
dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud hakikat keragaman dan kesetaraan manusia?
2. Bagaimana kemajemukan dalam dinamika sosial budaya?
3. Bagaimana keragaman dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya?
4. Apa saja solusi problematika keragaman dan kesetaraan?
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia


Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk hidup yang paling sempurna,
melebihi ciptaan Tuhan yang lain. Manusia terdiri dari jiwa dan raga yang dilengkapi
dengan akal pikiran serta hawa nafsu. Tuhan menanamkan akal dan pikiran kepada
manusia agar dapat digunakan untuk kebaikan mereka masing-masing dan untuk
orang di sekitar mereka. Manusia diberikan hawa nafsu agar mampu tetap hidup di
bumi ini. Salah satu hakikat manusia lainnya ialah manusia sebagai makhluk sosial,
hidup berdampingan satu sama lain, berinteraksi, dan saling berbagi. (Sarinah,
2019:10)
Keragaman berasal dari kata ragam. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) ragam berarti, 1. Tingkah, cara; 2. Macam, jenis; 3. Musik, lagu, langgam;
Warna, corak; 4. Laras (tata bahasa). Berdasarkan makna nomor dua yaitu macam
atau jenis yang berarti bahwa keragaman menunjukkan perbedaan setiap manusia.
Perbedaan itu ada karena manusia merupakan makhluk individu yang memiliki ciri
khas tersendiri. Perbedaan itu dapat ditinjau dari sifat-sifat pribadi, misalnya sikap,
watak, perilaku, tempramen, dan hasrat. Selain individu terdapat juga keragaman
sosial. Keragaman sosisalterletak pada keragaman dari masyarakat satu dengan
masyarakat lain. Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus
keniscayaan dalam kehidupan di masyarakat. Keragaman merupakan salah satu
realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini, dan di
waktu-waktu mendatang sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda.
(Afnan Faudi, 2020)
Keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima sebagai fakta yang
dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain dianggap sebagai faktor
penyulit. Keragaman manusia bukan berarti manusia itu bermacam-macam atau
berjenis-jenis seperti halnya binatang dan tumbuhan. Manusia sebagai makhluk
Tuhan tetaplah berjenis satu. Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap
manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk
individu yang memiliki ciri khas tersendiri.
Kesetaraan berasal dari kata tara. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) tara berarti, yang sama (tingkatnya, kedudukannya, dan sebagainya);
banding(an); imbangan; tidak ada bandingannya. Dalam hal ini kesetaraan bermakna
gagasan dasar, tujuan dan misi utama peradaban manusia untuk mencapai
kesejahteraan, membangun keharmonisan kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
dan membangun keluarga berkualitas. (Warni Tune Sumar : 162)
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki
tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu
bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan
dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya
dibanding makhluk lain. Persamaan kedudukan atau tingkatkan manusia ini
berimplikasi pada adanya pengakuan akan kesetaraan atau kesederajatan manusia.
Implikasi makna kesetaraan atau kesederajatan yaitu sikap mengakui adanya
persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban sebagai sesama
manusia. Selain itu, perlunya jaminan akan hak-hak setiap manusia bisa
merealisasikan serta perlunya merumuskan sejumlah kewajiban-kewajiban agar
semua bisa melaksanakannya sehingga tercipta kehidupan yang tertib.

B. Kemajemukan dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya bangsa


Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan masyarakat,
majemuk. Majemuk berarti banyak ragam, beraneka, berjenis-jenis. Pesona Indonesia
tersusun atas keberagaman pesona keindahan elemen-elemen sosial yang terbentuk
dari kebudayaan dan pola hidup masyarakat Indonesia semenjak dulu kala dari
Sabang sampai Merauke. Wawasan Nusantara merupakan wujud darikesatuan politik,
kesatuan sosial budaya, kesatuan konomi, kesatuan pertahanan dan keamanan. Dari
kesatuan tersebut,sebagai warga negara kita memiliki hak dan kewajiban yang sama
dalam rangka bela negara
Negara Indonesia adalah salah satu negara multikultur terbesar di dunia, hal ini
dapat terlihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis Indonesia yang begitu
kompleks, beragam, dan luas.“Indonesia terdiri atas sejumlah besar kelompok etnis,
budaya, agama, dan lain-lain yang masing-masing plural (jamak) dan sekaligus juga
heterogen“aneka ragam (Kusumohamidjojo, 2000:45)”. Sebagai negara yang plural
dan heterogen, Indonesia memiliki potensi kekayaan multi etnis, multikultur, dan
multi agama yang kesemuanya merupakan potensi untuk membangun negara
multikultur yang besar “multikultural nation-state”.

C. Kemajemukan/ keanekragaman masyarakat Indonesia ada karena unsur-unsur


ras dan etnik.atau suku budaya

1. RAS

Ras adalah perbedaan manusia menurut atau berdasarkan ciri fisik biologis: bentuk
wajah, rambut, tinggi badan,warna kulit, mata, hidung dan karakteristik fisik lainnya.
2. ETNIK ATAU SUKU BANGSA

kelompok sosial yang memiliki sistem interaksi yg ada krn kontinuitas dan rasa
identitad yg mempersatukan semua anggota dan memiliki sistem kepemimpinan
sendiri (Koentjaraningrat :1990). kelompok masyarakat yang sebagian besar
mempunyai nilai budaya sama dan sadar akan kebersamaan dalam suatu bentuk
budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, dan menentukan
sendiri ciri kelompok yang di terima kelompok lain dan dapat di bedakan dari
kelompok populasi lain ( Barth : 1988 ). Keanekaragaman kelompok etnik
memunculkan keanekaragaman di kebudayaan di Indonesia. Jadi berdasarkan
klasifikasi etnik secara nasional, bangsa Indonesia adalah heterogen.

D. Kesetaraan sebagai warga Bangsa Indonesia


Menurut Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 “ Segala Warga negara bersamaan
kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Dalam negara demokrasi diakui dan
dijamin pelaksanaanya atas persamaan kedudukan warga negara baik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Persamaan dibidang politik:
memperoleh kesempatan yg sama untuk memilih dan dipilih, menjadi pejabat publik,
mendirikan/berpartisipasi dalam partai politik.Persamaan dibidang hukum
mengharuskan setiap warga negara diperlakukan sama dan adil, tanpa pandang bulu
oleh negara.
Persamaan dibidang ekonomi: setiap warga negara mendapat kesempatan yg sama
untuk mendapatkan kesejahteraan ekonomi. Bahkan yg kurang mampu negara wajib
memberikan bantuan agar bisa hidup sejahtera.Persamaan dibidang sosial budaya
sangat luas meliputi bidang agama, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, seni dan
iptek. Setiap warga negara memiliki kesempatan, hak serta pelayanan yg sama dari
pemerintah dalam bidang-bidang tersebut.

E. Problematika Keragaman Budaya dan Kesetaraan


Masyarakat Indonesia yang majemuk, memiliki banyak keberagaman suku
budaya, ras dan kesetaraan derajat dalam berbudaya. Hal ini perlu dicermati apabila
membahas masalah tentang kebudayaan yang sangat kompleks, sebagai suatu
kenyataan dan kekayaan dari bangsa. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain:

1.Problematik keberagaman serta solusinya dalam kehidupan


Keragaman masyarakat Indonesia merupakan ciri khas yang membanggakan.
Namun demikian, keragaman tidak serta-merta menciptakan keunikan, keindahan,
kebanggaan, dan hal-hal yang baik lainnya. Keberagaman masyarakat memiliki ciri
khas yang suatu saat bisa berpotensi negatif bagi kehidupan bangsa tersebut. Van de
Berghe sebagaimana dikutip oleh Elly M. Setiadi menjelaskan bahwa masyarakat
majemuk atau masyarakat yang beragam selalu memiliki sifat-sifat dasar sebagai
berikut:
a. Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang seringkali memiliki
kebudayaan yang berbeda.
b. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang
bersifat nonkomplementer.
c. Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggota masyarakat tentang
nilai-nilai sosial yang bersifat mendasar.
d. Secara relatif, sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang
lainnya.
e. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di
dalam bidang ekonomi.
f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.( Elly
M. Setiadi, 2006:110)

Berdasarkan hal di atas, keragaman masyarakat berpotensi menimbulkan


segmentasi kelompok, struktural yang terbagi-bagi, konsensus yang lemah, sering
terjadi konflik, integrasi yang dipaksakan, dan adanya dominasi kelompok. Tentu
saja potensi demikian adalah potensi yang melemahkan gerak kehidupan masyarakat.
Keberagaman adalah modal berharga untuk membangun Indonesia yang
multikultural. Namun, kondisi tersebut juga berpotensi memecah belah dan menjadi
lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial. Di tingkat permukaan, efek negatif
tersebut muncul dalam bentuk gesekan-gesekan, pertentangan, dan konflik terbuka
antar kelompok masyarakat. Pertikaian antar kelompok masyarakat Indonesia sering
terjadi, bahkan di era reformasi sekarang ini. Konflik tersebut bisa terjadi pada antar
kelompok agama, suku, daerah, bahkan antar golongan politik. Beberapa contoh,
misalnya konflik Ambon tahun 1999, pertikaian di Sambas tahun 2000, dan konflik
di Poso tahun 2002. Konflik atau pertentangan sebenarnya terdiri atas dua fase, yaitu
fase disharmoni dan fase disintegrasi. Fase disharmoni menunjuk pada adanya
perbedaan pandangan tentang tujuan, nilai, norma, dan tindakan antar kelompok.
Fase disintegrasi merupakan fase di mana sudah tidak dapat lagi disatukannya
pandangan nilai, norma, dan tindakan kelompok yang menyebabkan pertentangan
antar kelompok. Disharmonisasi dan konfik horizontal yang terjadi di Indonesia
sesungguhnya bukan disebabkan oleh adanya perbedaan atau keragaman.
Bertikai dengan pihak lain, tidak adanya komunikasi dan pemahaman pada
berbagai kelompok masyarakat dan budaya lain ini lah yang menjadi pemicu konflik.
Oleh karena itu, dibutuhkan adanya kesadaran untuk menghargai, menghormati, serta
menegakkan prinsip kesetaraan atau kesederajatan antar masyarakat tersebut.
Masing-masing warga daerah bisa saling mengenal, memahami, menghayati, dan
bisa saling berkomunikasi. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam
meningkatkan pemahaman antar budaya dan masyarakat adalah sedapat mungkin
dihilangkannya penyakit-penyakit budaya. Penyakit-penyakit inilah yang ditengarai
bisa memicu konflik antar kelompok masyarakat di Indonesia.

Adapun beberapa hal yang menyebabkan konflik dan disintegrasi adalah


ethnosentrisme, stereotip, prasangka buruk, rasisme, diskriminasi, dan scape goating
(kambing hitam) (Sutarno, 2007: 12)

2.Problematika kesetaraan serta solusinya dalam kehidupan


Kesetaraan atau kesederajatan dapat dimaknai dengan adanya persamaan kedudukan
manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap untuk mengakui adanya persamaan
derajat, hak, dan kewajiban sebagai sesama manusia. Oleh karena itu, prinsip
kesetaraan atau kesederajatan mensyaratkan jaminan akan persamaan derajat, hak,
dan kewajiban. Indikator kesederajatan adalah sebagai berikut:
a. Adanya persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender, dan
golongan.
b. Adanya persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan dan kehidupan yang layak.
c. Adanya persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu, dan anggota
masyarakat. (Ridwan : 2015)

Persoalan yang terjadi dalam kehidupan, umumnya adalah munculnyasikap dan


perilaku untuk mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban antar
manusia. Menyimak ciri-ciri di atas, keragaman masyarakat berpotensi menimbulkan
segmentasi kelompok, struktur yang terbagi-bagi, konsensus yang lemah, sering
terjadi konflik, integrasi yang dipaksakan, dan adanya dominasi kelompok. Tentu saja
potensi-potensi demikian adalah potensi yang melemahkan gerak kehidupan
masyarakat itu sendiri. Peneroran dan diskriminasi merupakan tindakan yang
melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Diskriminasi juga merupakan bentuk
ketidakadilan.Perilaku diskriminatif tidak sesuai dengan nilai-nilai dasar
kemanusiaan. Oleh karena itu, perlu dihapuskan dalam kehidupan
bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, upaya menekankan dan
menghapus praktik-praktik diskriminasi adalah melalui perlindungan dan penegakan
HAM disetiap ranah kehidupan manusia. Bangsa Indonesia sudah memiliki komitmen
Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Dalam hal penghapusan
diskriminasi ini, pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia. Di sisi lain, masyarakat juga berhak
berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.
Dilihat dari tataran perundang-undangan, tentu saja tindakan diskriminasi sudah
dilarang oleh pemerintah melalui pembuatan peraturan perundang-undangan yang anti
diskriminatif serta pengimplementasiannya di lapangan. Misalnya adalah Undang-
undang nomor 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi atas Konvensi International yang
membahas tentang penghapusan segala bentuk diskriminatif terhadap individu baik
itu laki-laki maupun perempuan sesuai dengan International convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW. Contoh lain
ialah berlakukanya undang-undang pemerintah yang sudah diimplementasikan sesuai
diamanatkan undang-undang nomor 29 tahun 1999 yang merupakan ratifikasi atas
konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial. Dalam
hal ini, untuk mewujudkan persamaan di depan hukum dan penghapusan diksriminasi
rasial antara lain ditandai dengan penghapusan Surat Bukti Kewarganegaraan
Republik Indonesia (SBKRI) melalui Keputusan Presiden (Keppres) nomor 56 tahun
1996 dan Instruksi Presiden nomor 4 tahun 1999. Disamping itu, ditetapkannya Imlek
sebagai hari libur nasional menunjukkan perkembangan upaya penghapusan
diskriminasi rasial, telah berada pada arah yang tepat. Pencegahan terjadinya perilaku
diksriminatif dalam rumah tangga, juga telah ditetapkan Undang-undang nomor 23
tahun 2002 tentang PerlindunganAnak dan Undang-undang nomor 23 tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kedua undang-
undang tersebut telah mengategorikan kekerasan terhadap anak dan kekerasan dalam
rumah tangga sebagai suatu tindak pidana, karena itu layak untuk diberikan sanksi
pidana. Kriminalisasi perilaku diskriminatif di dalam rumah tangga merupakan
langkah maju untuk menghapus praktik diskriminatif dalam masyarakat.( Herimanto dan
Winarno, 2010: 117)

F. Alternatif Pemecahan Masalah Keanekaragaman dan Perubahan Kebudayaan


Terdapat beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat diterapkan guna
mengatasi kemajemukan masyarakat Indonesia. Beberapa alternatif tersebut antara
lain:
1. Masalah Konflik Antar Etnis
Sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk sosial, manusia selalu
membutuhkan kehadiran orang lain di sekitarnya. Tanpa kehadiran orang lain,
manusia tidak akan berarti apa-apa. Kondisi ini akan berakibatterjadinya
interaksi sosial antar manusia. Sebagai dampak dari interaksi tersebut, terjadi
pertemuan beberapa karakter, bahkan beberapa kebudayaan yang dibawa oleh
masing-masing individu. Akibatnya, dari bertemunya individu-individu
tersebut menyebabkan:
a. Tolak-menolak (konfrontasi), apabila pihak-pihak yang berinteraksi tidak
dapat saling menyesuaikan diri,
b. Asimilasi, apabila pihak-pihak yang berinteraksi dapat saling menyerap
sehingga muncul budaya baru demi berlangsungnya kehidupan di masyarakat
tersebut, dan
c. Akulturasi, apabila keduanya saling mengambil unsur sehingga terjadi
saling menyesuaikan diri.

Adapun terjadinya konflik disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya ialah


perbedaan pendirian antar individu, perbedaan kebudayaan, dan perbedaan
kepentingan. Menyadari kondisi konflik tersebut, diperlukan penanganan
yang cepat dan tepat sehingga konflik yang awalnya bersifat individu tidak
menjalar menjadi konflik antar etnis. Perlu disadari bahwa perbedaan yang
ada pada setiap suku bangsa mempunyai tata nilai dan tradisi yang berbeda-
beda pula. Sudah saatnya setiap warga Negara bersikap terbuka dan mau
menerima kebudayaan etnis lain. Pandangan primordial yang akan membawa
pada suatu sikap picik perlu segera diubah, serta munculnya perasaan superior
harus segera ditinggalkan.

2. Masalah konflik Antar Agama


Menurut Clifford Geertz, agama merupakan unsur perekat yang
menimbulkan keharmonisan sekaligus unsur pembelah yang dapat
menimbulkan disintegrasi. Dalam pandangan fungsional, agama adalah
sesuatu yang mempersatukan inspirasi paling luhur, memberikan pedoman
moral, serta memberikan ketenangan individu dan kedamainan bagi
masyarakat.( Nuning Wuryanti, 2007: 141) Namun, pada saat yang sama, kadang-
kadang agama dijadikan sebagai alat untuk memecah persatuan bangsa.
Agama dijadikan sebagai kedok untuk mencapai ambisi yang diinginkan.
Akibatnya, masyarakat mempunyai pemikiran sempit, dan mudah terbakar
dengan segala macam isu yang dihembuskan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab Kondisi demikian harus segera diatasi secepatnya.
Konflik antar agama awalnya hanya satu masalah kecil. Namun, karena tidak
ada penanganan yang serius, akhirnya tumbuh menjadi permasalahan yang
sangat besar. Banyak pengalaman dan peristiwa yang dapat dijadikan hikmah.
Oleh karena itu, usaha mengembangkan toleransi antar umat beragama dan
membiarkan orang lain melakukan kegiatan keagamaan merupakan suatu
keharusan yang perlu dilakukan.

3. Masalah Konflik antara Mayoritas dengan Minoritas


Keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia adalah sebuah kekayaan yang
tidak ternilai harganya. Namun, keragaman ini akan menjadi bencana
seandainya tidak dikelola dengan baik. Keragaman sangat berpotensi untuk
memunculkan konflik. Di Indonesia masih banyak dijumpai adanya perasaan
sebagai etnis yang merasa paling berkuasa di wilayahnya. Akibatnya, etnis
lain yang secara ekonomi lebih mapan dapat menjadi pemicu terjadinya
konflik. Oleh karena itu, setiap etnis harus dapat menghargai setiap perbedaan
yang ada, karena perbedaan adalah sebuah anugerah, bukan musibah.

4. Masalah konflik antara Pribumi dengan Nonpribumi serta Perlakuan


Diskriminatif Sentimen rasial dan etnis di Indonesia merupakan sebuah isu
yang sangat berpotensi memunculkan konflik. Diskriminasi mempunyai dua
pengertian, yaitu:
a. Diskriminasi merupakan penyangkalan hak-hak suatu kelompok warna
Negara yang sebenarnya berlaku untuk semua warga Negara.
b. Diskriminasi merupakan penyangkalan terhadap hak-hak minoritas.
Tantangan pada saat ini adalah bagaimana bangsa Indonesia dapat hidup
damai berdampingan satu sama lain. Untuk itu harus dihilangkan prasangka
buruk, salah paham dan kebencian, serta menemukan dan mengembangkan
nilai-nilai bersama, yaitu nilai kemanusiaan yang mengikat sebagai satu
bangsa. Oleh karena itu, sikap toleransi antar suku bangsa, agama, dan antar
golongan harus benar-benar dikembangkan.

BAB III
ANALISIS MASALAH

A. Masalah
Di tengah pandemi COVID-19, representasi perempuan dalam sistem kesehatan masih
rendah

Bidang kesehatan merupakan salah satu sektor pekerjaan yang identik dengan
perempuan. Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2019, menunjukkan dua per tiga
sumber daya manusia di sektor kesehatan global adalah perempuan, dan 90 persennya adalah
perawat. Di Indonesia, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, jumlah tenaga medis
pada 2019 mencapai 1.244.162 orang, dengan persentase perempuan lebih dari 70 persen.
Profesi yang didominasi oleh perempuan adalah dokter umum, ahli gizi, dokter spesialis anak,
perawat, bidan, dan bantuan tenaga kesehatan lainnya.

Di ranah global, dalam laporannya WHO juga menyebutkan bahwa, tak hanya terjadi
ketimpangan gender dalam persentase pemimpin perempuan di sektor kesehatan. Tenaga
kesehatan perempuan juga mendapatkan upah 28 persen lebih rendah dibanding laki-laki.
Mereka lebih banyak menghadapi hambatan dan kesulitan diangkat menjadi pegawai tetap
maupun naik jabatan. Hal ini menjadi bukti bahwa perempuan di bidang kesehatan masih
dinomorduakan. Dalam laporan WHO tersebut, ketimpangan gender dalam sistem kesehatan
kembali diungkapkan. Hanya sedikit perawat perempuan yang mendapatkan kesempatan yang
sama dengan laki-laki untuk menduduki posisi kepemimpinan dalam sistem kesehatan. Ini
menunjukkan bahwa sistem kesehatan adalah sebuah sistem yang patriarkis. Perempuan dicap
sebagai kelompok lemah yang tidak seharusnya menjadi pemimpin. Di Indonesia, perempuan
juga belum banyak diakomodasi dalam pengambilan keputusan di sistem kesehatan.
Sementara pemimpin laki-laki memiliki kesempatan yang lebih besar untuk naik ke posisi
jabatan lebih tinggi setingkat kepala bidang hingga kepala dinas.

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia, Dumilah


Ayuningtyas mengatakan, posisi perempuan di bidang kesehatan itu seperti dua sisi mata
uang. Stereotip gender yang melihat perempuan sebagai sosok yang lebih penyayang dan
memiliki empati sosial yang besar membuat mereka diarahkan untuk bekerja di bidang
kesehatan. Namun di sisi lain, budaya patriarkal yang masih kuat di masyarakat juga menjadi
hambatan perempuan untuk bisa naik ke posisi atas. “Perempuan itu identik dengan caring,
empati, responsiveness. Budaya di masyarakat kita juga kan kalau kerja di tambang dan
perminyakan itu dianggap maskulin, jadinya diarahkan buat laki-laki. Tapi meski sudah
dominan di bidang tertentu, perempuan kadang punya hambatan dari dalam, yang enggak
kelihatan,” ujar Dumilah kepada Magdalene.

“Penghalang utama bagi perempuan untuk mencapai posisi penting dalam


pengambilan keputusan dalam organisasi disebabkan oleh adanya stereotip gender pada
sistem kesehatan,” tambahnya. Dumilah mengatakan, jika pemerintah mau melihat isu ini
sebagai permasalahan serius, maka politik afirmasi yang sudah diberlakukan di bidang politik
bisa jadi pertimbangan untuk diberlakukan juga di bidang kesehatan. Hal itu, terutama dalam
hal pemilihan kepemimpinan, agar perempuan lebih berani maju, ujarnya. “Harus ada
political will dulu kalau pemerintah mau membenahi isu ini. Sekarang ini kan cuman
istilahnya ‘dijatahkan’, kesannya itu perempuan sudah diatur porsinya, kalau enggak ada jatah
ya sudah dilupakan,” kata Dumilah.

Senada dengan Dumilah, Ade W. Prastyani, peneliti dari Center for Public Mental
Health, Universitas Gadjah Mada, menulis dalam artikelnya di The Conversation bahwa peran
gender tradisional yang dilekatkan pada perempuan sangat berpengaruh pada karier mereka di
dunia kesehatan. Menurutnya, jalur karier tenaga medis perempuan setelah pendidikan dan
kewajiban dinas dipengaruhi oleh tuntutan sosial, termasuk besarnya peran gender yang
mereka hadapi. Tenaga kesehatan perempuan cenderung tidak bisa begitu bebas memilih
lokasi tempat kerja. Apalagi jika lokasinya terpencil dan jauh dari keluarga, tulisnya.

B. Analisis masalah
Berbagai upaya pembangunan nasional yang diarahkan untuk meningkatkan
kualitas manusia, baik perempuan maupun laki-laki, ternyata belum memberikan
manfaat yang setara bagi perempuan dan laki-laki. Hal ini tidak saja berarti bahwa
hak-hak perempuan untuk memperoleh manfaat secara optimal dari pembangunan
belum terpenuhi, tetapi juga karena masih belum temanfaatkannya kapasitas
perempuan, sebagai sumber daya manusia, secara optimal. Disamping itu, rendahnya
kualitas perempuan juga dapat mempengaruhi kualitas generasi penerusnya,
mengingat bahwa mereka mempunyai fungsi reproduksi dan sangat berperan dalam
mengembangkan sumber daya manusia masa depan.
Sementara itu, kesetaraan dan keadilan gender belum sepenuhnya dapat
diwujudkan di segala bidang karena masih kuatnya pengaruh nilai sosial budaya yang
patriarki, yang menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran
yang berbeda dan tidak setara. Di lain pihak, pada saat ini masih banyak kebijakan,
program, proyek, dan kegiatan pembangunan, baik di tingkat nasional maupun
ditingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota) yang belum peka gender, yaitu belum
mempertimbangkan perbedaan pengalaman, aspirasi, dan kepentingan antara
perempuan dan laki-laki, serta belum menerapkan kesetaraan dan keadilan gender
sebagai sasaran akhir dari pembangunan.
Dalam mengatasi ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender diperlukan upaya
khusus untuk mengetahui adanya ketimpangan gender. Hal ini dapat diketahui antara
lain dengan melakukan analisis gender sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi
adanya ketimpangan/kesenjangan gender. Analisis gender ini dilakukan pada awal
setiap kegiatan yang akan dilakukan dan hal ini merupakan rangkaian dari upaya
pengarusutumaan gender.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bangsa Indonesia adalah masyarakat yang terdiri dari beranekaragam budaya. Keragaman
ini dapat memunculkan kebudayaan yang berbeda-beda sehingga Indonesia termasuk salah
satu negara multikultural terbesar di dunia. Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan RI, istilah masyarakat multikultural terdiri dari tiga kata yaitu masyarakat,
multi dan kultural. Masyarakat artinya adalah satu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat terus menerus dan terikat oleh perasaan
bersama. Multi berarti banyak atau beranekaragam. Sedangkan kultural berarti budaya. Jadi,
masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri atas banyak struktur
kebudayaan. Disebabkan banyaknya suku bangsa yang mempunyai struktur budaya sendiri,
yang berbeda dengan budaya suku bangsa lain. Pada hakikatnya, konsep masyarakat
multikultural adalah masyarakat yang mempunyai banyak suku bangsa dan budaya dengan
beragam adat istiadat. Meskipun beranekaragam masyarakat Indonesia menjadikan hal
tersebut sebagai kekuatan yang mampu menyatukan dan memperkaya budaya di Indonesia.

Kesetaraan Sosial adalah tata politik sosial di mana semua orang yang berada dalam suatu
masyarakat atau kelompok tertentu memiliki status yang sama. Kesetaraan mencangkup hak
yang sama di bawah hukum, merasakan keamanan, memperoleh hak suara, memiliki
kebebasan dalam berbicara, dan hak lainnya yang sifatnya personal.

Masyarakat majemuk yaitu masyarakat yang berkehidupan secara berkelompok namun hal
tersebut di kesampingkan maka akan terciptanya masalah-masalah dari masing-masing
kelompok etnis, efek negatif tersebut muncul dalam bentuk gesekan-gesekan, pertentangan,
dan konflik terbuka antar kelompok masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya
kesadaran untuk menghargai, menghormati, serta menegakkan prinsip kesetaraan atau
kesederajatan antara masyarakat tersebut. Masing-masing warga daerah bisa saling mengenal,
memahami, menghayati, dan bisa saling berkomunikasi,sikap toleransi antar suku bangsa,
agama, dan antar golongan harus benar-benar dikembangkan.

B .Saran

Manusia memiliki peranan diantaranya menjaga kelestarian alam, hubungan antar


manusia, serta hubungan dengan sang pencipta. Perbedaan yang ada seperti ras, suku,
keyakinan,lingkungan, dan golongan tidak meniadakan perbedaan akan harkat dan martabat
manusia, semua berkedudukan setara. Sebagai mahasiswa sudah memahami Indonesia yang
kaya akan keanekaragaman maka dari itu perlu tingkat kesadaran diri yang tinggi terhadap
realita yang berkembang di tengah masyarakat sehingga dapat menghindari masalah yang
berpokok pangkal dari keragaman dan kesetaraan sebagai sifat dasar manusia.

Sebagai contoh mahasiswa harus menghargai dan menghormati sesama teman. Tidak
hanya dilingkuan kampus saling menghargai dan toleransi harus diterapkan tetapi dimana
saja dan kapan saja. Hal ini menjadi kewajiban kita sebagai generasi muda, generasi penerus
bangsa untuk memperkuat dan mempertahankan kesatuan Indonesia. Dengan sikap toleransi
sabagai sebuah kesadaran setiap masyarakat maka setiap etnis harus dapat menghargai setiap
perbedaan karena perbedaan adalah sebuah anugerah bukan musibah serta mengembangkan
nilai kemanusiaan yang mengikat suatu bangsa.

Daftar Pustaka

Sarinah, S. Ag, M. Pd. I. 2019. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Sleman: Deepublish
Fuadi Afnan. 2020. Keragaman Dalam Dinamika Sosial Budaya Kompetensi Sosial Kultural
Perekat Bangsa. Sleman: Deepublish
Tara (Def. 1). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online. Diakses 22 Agustus
2021
Tune, S. 2015. Ilmplementasi Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan. MUSAWA, Vol.
7 No.1 Juni 2015 : 158 – 182
Pelly Usman. 1989. Kemajemukan dalam Dinamika Sosial Budaya. Retrieved from
https://drsuprobo.wordpress.com/2013/01/16/
Setiadi, M. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
https://theconversation.com/di-tengah-pandemi-covid-19-representasi-perempuan-dalam-sistem-
kesehatan-masih-rendah-137181
https://womenlead.magdalene.co/2021/01/28/tenaga-kesehatan-perempuan-sulit-naik-jabatan/
Analisis Cender dalam Pembangunan Kesehatan Aplikasi Gender Analysis Pathway (GAP) dan
Berbagi Pengalaman. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAppENAS) bekerjasama dengan
Development Planning Assistance (DPA) project ll - Canadian International Development Agency
(CIDA

Elly M. Setiadi, dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Media,
2006), h. 110.

Sutarno, Pendidikan Multikultural, (Jakarta: Proyek PJJ S1 PGSD Direktorat Jenderal


Pendidikan Tinggi, 2007), h. 12.

Herimanto dan Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010),
h. 117.

Nuning Wuryanti, Sosiologi, (Jakarta: Arya Duta, 2007), h. 141.

New ˅˅
Ridwan, 2015, Problematika Keragaman Kebudayaan dan Alternatif Pemecahan, ISSN
Jurnal Madaniyah Volume 2 Edisi IX

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta. Djambata

Barth, Fredrik. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: UI Press.

Kusumohamidjojo, B. (2000). KebhinnekaanMasyarakat Indonesia: Suatu Proble-


matik Filsafat Kebudayaan. Jakarta: Grasindo

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai