Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ISBD

MANUSIA KERAGAMAN DAN KESETARAAN

Tugas ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya oleh
Dosen Pembimbing :

SY Didik Widiyanto,

Disusun Oleh:

Nala Nindhita Sari (P1337434117014)

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala

limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat

menyelesaikan penyusunan makalah ini sebagai tugas mata kuliah Ilmu

Sosial dan Budaya Dasar.

Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan

semaksimal mungkin. Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak

luput dari kesalahan dan kekurangan. Harapan kami, semoga bisa

menjadi koreksi di masa mendatang agar lebih baik lagi dari

sebelumnya.

Tak lupa ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dosen

Pembimbing atas bimbingan, dorongan dan ilmu yang telah diberikan

kepada kami. Sehinggakami dapat menyusun dan menyelesaikan

makalah ini tepat pada waktunya dan insyaAllah sesuai yang kami

harapkan. Dan kami ucapkan terimakasih pula kepada rekan-rekan dan

semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini.Pada dasarnya

makalah yang kami sajikan ini khusus mengupas tentang Manusia

keragaman dan kesetaraan, mulai dari pengertian, keragaman dan

kesetaraan. Untuk lebih jelas simak pembahasannya dalam makalah


ini. Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan sumber pemikiran

sekaligus pengetahuan bagi kita semuanya. Amin.


DAFTAR ISI
BABI

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Bab ini membahas “Manusia, Keragaman dan Kesetaraan” yakni


dapat menyadarkan kepada manusia bahwa keragaman merupakan
keniscayaan hidup manusia, termasuk di Indonesia. Dalam paham
multikulturalisme, kesederajadan, dan atau kesetaraan sangat dihargai
untuk semua budaya yang ada dalam masyarakat. Paham ini sebetulnya
merupakan bentuk akomodasi dari budaya arus utama (besar) terhadap
munculnya budaya-budaya kecil yang datang dari berbagai kelompok.
Itulah sebabnya, penting sekarang ini membahas keragaman dan
kesetaraan dalam hidup manusia.
Untuk konteks Indonesia sebagai masyarakat majemuk, sehubungan
dengan pentingnya ketiga hal tersebut : manusia, keragaman, dan
kesetaraan, tatkala berbicara tentang keragaman, hal itu mesthi
dikaitkan dengan kesetaraan. Mengapa? Karena keragaman tanpa
kesetaraan akan memunculkan diskriminasi : kelompok etnis yang satu
bisa memperoleh lebih dibanding yang lain; atau kelompok umur
tertentu bisa mempunyai hak-hak khusus atas yang lainnya. Keragaman
yang didasarkan pada kesetaraan akan mampu mendorong munculnya
kreativitas, persaingan yang sehat dan terbuka, dan pada akhirnya akan
memacu kesaling-mengertian. Perkembangan pembangunan yang
terjadi dalam dua dekade terakhir di Indonesia menjadikan pertemuan
antar orang dari berbagai kelompok suku dan budaya sangat mudah
terjadi. Hal itu tentu saja akan menimbulkan banyak goncangan dan
persoalan. Karena itu sebelum menjadi sebuah konflik yang keras,
Indonesia sudah selayaknya mempersiapkan masyarakatnya mengenai
adanya keragaman. Keragaman itu supaya menghasilkan manfaat besar
harus diletakkan dalam bingkai kebersamaan dan kesetaraan. Namun,
sebelum membahas mengenai bagaimana memahami keragaman dan
kesetaraan dan juga bagaimana mengelola keragaman yang ada dengan
segala persoalan dan tantangannya, pembahasan akan dimulai dengan
memusatkan perhatian pada manusia itu sendiri.
Perkembangan konteks kehidupan bermasyarakat yang terjadi secara
cepat dan dramatis seringkali muncul ketegangan antara individualitas
dan sosialitas. Bagaimana seorang manusia yang senantiasa berusaha
mencari identitas diri harus melakukan akomodasi terhadap
masyarakatnya yang juga terus berubah. Manusia baik sebagai pribadi
maupun sebagai bagian dari masyarakat dikitari oleh berbagai hal yang
menjadikannya selalu berada dalam ketegangan antara diri sendiri dan
orang lain. Praktis komunikasi, sejarah yang melingkupinya,
keberadaan orang lain, konsep mengenai masalalu, mas kini, dan mas
depan juga merupakan hal-hal yang terus perlu dipertimbangkan ketika
manusia menjalani hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai
bagian dari sebuah masyarakat.
1. Perumusan Masalah
2. Apa makna keragaman dan kesederajatan?
3. Apa yang memengaruhi keragaman terhadap kehidupan beragama,
bermasyarakat, bernegara, dan kehidupan global?
4. Apa saja problematika diskriminasi dalam masyarakat yang beragam?
5. Apa unsur-unsur keragaman masyarakat Indonesia?
6. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan di Bidang Ilmu Sosial Budaya Dasar dan menambah
pemahaman tentang kemajemukan diharapkan bermanfaat bagi kita
semua.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Manusia Keragaman dan Kesetaraan

 Makna Keragaman

Keragaman berasal dari kata ragam yang menurut kamus besar


bahasa Indonesia (KBBI) artinya :

1. tingkah laku
2. macam jenis.
3. lagu musik : langgam
4. warna :corak : ragi
5. laras (tata bahasa).

Keragaman manusia sudah menjadi fakta social dan fakta sejarah


kehidupan. Sehingga pernah muncul penindasan, perendahan, penghancuran dan
penghapusan rasa atau etnis tertentu. Dalam sejarah kehidupan manusia pernah
tumbuh ideology atau pemahaman bahwa orang berkulit hitam ladalah berbeda,
mereka lebih rendah dan dari yang berkulit putih. Contohnya di Indonesia, etnis
Tionghoa memperoleh perlakuan diskriminatif, baik secara social dan politik dari
suku-suku lain di Indonesia. Dan ternyata semua yang telah terjadi adalah
kekeliruan, karena perlakuan merendahkan martabat orang atau bangsa lain adalah
tindakan tidak masuk akal dan menyesatkan, sementara semua orang dan semua
bangsa adalah sama dan sederajat.

Sehingga keragaman yang dimaksud disini adalah suatu kondisi


masyarakat dimana terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang,
terutama suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideologi, adat kesopanan
serta situasi ekonomi.

Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk dan dinamis, antara lain ditandai
oleh keragaman suku bangsa, agama, dan kebudayaan. Sebagaimana diketahui
bahwa bangsa Indonesia memiliki keragaman suku bangsa yang begitu banyak,
terdiri dari berbagai suku bangsa, mulai dari sabang hingga Merauke, ada suku
Batak, suku Minang, suku Ambon, suku Madura, suku Jawa, suku Asmat, dan
masih banyak lainnya.

Konsep keragaman mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu,


keragaman menunjukan bahwa keeradaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda,
heterogen bahkan tidak bisa disamakan. Keragaman Indonesia terlihat dengan
jelas pada aspek-aspek geografis, etnis, sosiokultural dan agama serta
kepercayaan.
 Makna Kesederajatan

Kesederajatan berasal dari kata derajat. Dalam kamus besar bahasa indonesia
derajat berarti :

1) Tingkatan, martabat, pangkat,

2) Gelar yang diberikan oleh perguruan tinggikepada mahasiswa yang telah lulus
ujian.

Sederajat berarti sama tingkatannya(pangkatnya, kedudukannya) dan


kesederajatan berarti perihal kesamaan tingkatan. Dengan demikian konteks
kesederajatan disini adalah suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman
yang ada pada manusia tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan satu
tingkatan Hierarki. termasuk perlakuan yang sama dalam bidang apapun tanpa
membedakan jenis kelamin, keturunan, kekayaan, suku bangsa, daan lainnya.
Dalam pandangan Islam, kedudukan manusia itu sama dalam segala hal, dan yang
paling mulia kedudukannya dimata Tuhan, adalah didasarkan pada ketaqwaannya
dan keimananya.

Konsep kesetaraan adalah konsep yang dipakai dalam sistem komunisme atau
sentralistik dan tentu saja konsep ini bertentangan dengan konsep keragaman.
Kesetaraan lebih mengacu pada bagaimana perbedaan yang ada harus hidup serasi
dan selaras, tanpa harus meninggalkan identitas perbedaan yang ada pada masing-
masing individu tersebut.

Tuntutan kesetaraan mungkin belum beberapa abad terakhir ini di mulai oleh
manusia. Tentunya seruan dengan suara kecil malah yang hampir tidak terdengar,
pada ribuan tahun yang lalu sudah ada. Tingkatannya rakyat jelata, tetapi
berkeinginan agar menjadi sepadan dengan para bangsawan, dengan para orang
kaya serta berkuasa bahkan menjadi anggota kalangan Sang Baginda Raja. Kalau
kita mau memikirkan masak-masak keinginan untuk setara itu, biasanya dan
selalu datang dari pihak yang kurang beruntung untuk menyamai kaum yang
sedang atau sudah beruntung.

Indikator kesedarajatan adalah sebagai berikut :

1. Adanya persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender,
dan golongan
2. Adanya persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan
yang layak.
3. Adanya persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu, dan
anggota masyarakat.

Problema yang terjadi dalam kehidupan, umumnya adalah munculnya sikap dan
perilaku untuk tidak mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban
anatr manusia atau antar warga. Perilaku yang membeda-bedakan orang disebut
diskriminasi.
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa
diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, yang langsung ataupun tak
langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,
kelompok, golongan, status sosial.

Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep


kesetaraan dan keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan
pendekatan formal dan pendekatan substantif. Pada pendekatan formal kita
mengkaji kesetaraan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku, baik berupa
undang-undang, maupuin norma, sedangkan pendekatan substantif mengkaji
konsep kesetaraan berdasarkan keluaran / output, maupun proses terjadinya
kesetaraan.Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status sosial,
dan berbagai hal lainnya yang mencirikan perbedaan-perbedaan serta persamaan-
persamaan. Sedangkan konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada
kehidupan dan kebudayaan umat manusia. Kalau kita perhatikan lebih cermat,
kebudayaan Barat dan Timur mempunyai landasan dasar yang bertolak belakang.
Kalau di Barat budayanya bersifat antroposentris (berpusat pada manusia)
sedangkan Timur, yang diwakili oleh budaya India, Cina dan Islam, menunjukkan
ciri teosentris (berpusat pada Tuhan.Dengan demikian konsep-konsep yang lahir
dari Barat seperti demokrasi, mengandung elemen dasar serba manusia, manusia-
lah yang menjadi pusat perhatiannya. Sedangkan Timur mendasarkan segala aturan
hidup, seperti juga konsep kesetaraan dan keberagaman, berdasarkan apa yang
diatur oleh Tuhan melalui ajaran-ajarannya.
Penilaian atas realisasi kesetaraan dan keragaman pada umat manusia,
khususnya pada suatu masyarakat, dapat dikaji dari unsur-unsur universal
kebudayaan pada berbagai periodisasi kehidupan masyarakat.Sehubungan dengan
itu Negara kebangsaan Indonesia terbentuk dengan ciri yang amat unik dan spesifik.
Berbeda dengan Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Yunani, yang menjadi suatu
negara bangsa karena kesamaan bahasa. Atau Australia, India, Sri Lanka,
Singapura, yang menjadi satu bangsa karena kesamaan daratan. Atau Jepang,
Korea, dan negara-negara di Timur Tengah, yang menjadi satu negara karena
kesamaan ras. Indonesia menjadi satu negara bangsa meski terdiri dari banyak
bahasa, etnik, ras, dan kepulauan. Hal itu terwujud karena kesamaan sejarah masa
lalu; nyaris kesamaan wilayah selama 500 tahun Kerajaan Sriwijaya dan 300 tahun
Kerajaan Majapahit dan sama-sama 350 tahun dijajah Belanda serta 3,5 tahun oleh
Jepang.
1. Mengenali dan mengelola keragaman masyarakat di Indonesia
Tidak ada masyarakat yang seragam. Setiap kelompok, baik di tingkat
negara maupun di tingka komunitas, dibangun atas berbagai macam identitas.
Untuk dapat berfungsi dengan baik, kelompok tersebut harus mampu mengenali
dan mengelola keragaman yang ada.Identitas dan Salient IdentitySecara mudah,
identitas dapat diartikan sebagai ciri yang melekat atau dilekatkan pada seseorang
atau sekelompok orang. Beberapa identitas, misalnya ras dan usia, cenderung
bersifat given. Beberapa lainnya lebih merupakan pilihan, seperti agama, ideologi,
afiliasi politik, dan profesi. Di samping itu, ada pula identitas yang terkait dengan
pencapaian, seperti pemenang/pecundang, kaya/miskin, pintar/bodoh.Ada kalanya,
sebuah identitas terkesan lebih mencolok atau berarti – dibanding lainnya. Sebelum
penghapusan politik Apartheid misalnya, warna kulit menjadi identitas pembeda
yang paling mencolok di Afrika Selatan. Pasca tragedi WTC, identitas
Muslim/nonMuslim yang sebelumnya tidak terlalu mendapat perhatian menjadi
penting bagi masyarakat Amerika Serikat.Identitas agama dan etnisitas biasanya
mendapatkan perhatian lebih. Bisa jadi, ini karena keduanya dianggap lebih rawan
konflik dibandingkan identitas lain. Padahal, keragaman status social (kaya/miskin,
ningrat/jelata, berpendidikan/tidak berpendidikan), kondisi
fisik(sehat/sakit/diffable/butawarna), fungsi dan profesi (produsen/konsumen,
guru/siswa, dokter/pasien), jenis kelamin, usia, afiliasi politik, ideologi, gaya hidup
(moderat/militan), dan lain sebagainya juga perlu dikelola. Hal ini bukan semata
untuk mengurangi potensi konflik, melainkan juga untuk memungkinkan pelayanan
(publik) yang prima dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Sayang, slogan-
slogan seperti Berbeda itu Indah, Bhinneka Tunggal Ika dan Unity in Diversity
lebih ditujukan untuk mengelola keragaman agama dan etnisitas semata.
Jumlahstrukturdanidentitasdominan
Does number count? Apakah jumlah berpengaruh? Pertanyaan ini penting
dijawab ketika mengelola keragaman. Ada kalanya, ketidakselarasan hubungan
sangat terkait dengan ketimpangan jumlah (mayoritas-minoritas). Namun,
ketidakselarasan juga dapat timbul dari ketimpangan yang sifatnya lebih struktural
seperti ketimpangan kekuasaan, sumber daya, pengaruh, keahlian, dan sebagainya.
Ketidakpekaan terhadap komposisi mayoritas-minoritas serta ketimpangan
struktural berperluang memunculkan masalah.Beberapa diantaranya adalah :
Tirani mayoritas
Dalam kelompok yang komposisi mayoritas-minoritasnya mencolok, mekanisme-
mekanisme pengambilan keputusan yang menekankan pada jumlah (sepert
imisalnya voting) perlu dihindari karena cenderung melimpahkan kekuasaan pada
mayoritas saja. Jika hubungan mayoritas-minoritas tidak kondusif, kekuasaan yang
terpusat pada mayoritas dapat disalahgunakan. Salah satu contoh tirani mayoritas
adalah ketika mayoritas kulit putih Amerika Serikat di awal abad 20 memilih
disahkannya undang-undang segregasi berdasar warna kulit – akibatnya, orang kulit
hitam hanya boleh duduk di bagian belakang bus, hanya boleh menggunakan kamar
mandi khusus kulit hitam, hanya boleh menghadiri gereja dan sekolah kulit hitam,
dll.
Ketidakterwakilan
Ada banyak hal yang menyebabkan tidak terwakilan. Di antaranya adalah
keberadaan minoritas atau kaum lemah yang “tidak nampak”, sehingga mereka
tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, atau aspirasi mereka tidak dianggap
penting. Rapat desa misalnya, biasanya hanya mengundang laki-laki dewasa.
Contoh lain adalah pengambilan keputusan di lingkungan kampus atau asrama yang
tidak dikonsultasikan dengan mahasiswa atau penghuni asrama. Sistem dan sarana
(publik) yang tidak ramah guna Umumnya, proses merancang sistem dan sarana
(publik) hanya disesuaikan dengan kebutuhan mayoritas atau kaum kuat. Hal ini
dapat dilihat dari loket pelayanan, letak telfon di box telfon umum, serta lubang
kotak pos yang terlalu tinggi untuk jangkauan anak-anak atau pengguna kursi roda.
MengelolaKeragaman
Ada banyak cara mengelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan:
• Untuk mendekonstruksi stereotip dan prasangka terhadap identitas lain
• Untuk mengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan identitas
yang berbeda – bukan sebatas kenal nama dan wajah, tetapi mengenali latar
belakang, karakter, ekspektasi, dll, makan bersama, saling berkunjung, dll
• Untuk mengembangkan ikatan-ikatan (pertemanan, bisnis, organisasi, asosiasi,
dll) yang bersifat inklusif dan lintas identitas, bukan yang bersifat eksklusif
• Untuk mempelajari ritual dan falsafah identitas lain

2. MemahamiMasyarakatMultikultural
Pemahaman terhadap multikulturalisme sendiri sebenarnya tidak
dapat dilepaskan dari pengertian kebudayaan. Karena kata kebudayaan
itulah, yang menjadi kunci pemahaman konsep
multikulturalisme.Kebudayaan merupakan sekumpulan nilai moral untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaan. Multikulturalisme adalah
sebuah paham yang mengakui adanya perbedaan dalam kesetaraan, baik
secara individual maupun kelompok dalam kerangka kebudayaan.
Heterogenitas kekayaan budaya negara-bangsa Indonesia selama ini
terekatkan dalam sesanti Bhinneka Tunggal Ika. Dengan kata lain, kekayaan
budaya dapat bertindak sebagai faktor pemersatu, yang sifatnya majemuk
dan dinamis. Tidak ada kebudayaan Indonesia, bila bukan terbentuk dari
kebudayaan masyarakat yang lebih kecil.Sebagai sebuah konsep,
multikulturalisme menjadi dasar bagi tumbuhnya masyarakat sipil yang
demokratis demi terwujudnya keteraturan sosial. Sehingga, bisa menjamin
rasa aman bagi masyarakat dan kelancaran tata kehidupan
masyarakat.Melihat kemajemukan Indonesia yang begitu luasnya – terdiri
dari sedikitnya 500 suku bangsa, maka multikulturalisme hendaknya tidak
hanya sekadar retorika, tetapi harus diperjuangkan sebagai landasan bagi
tumbuh dan tegaknya proses demokrasi, pengakuan hak asasi manusia, dan
akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Upaya itu harus
dilakukan jika melihat berbagai konflik yang terjadi di sejumlah daerah di
tanah air, beberapa waktu lalu. Konflik itu mengindikasikan belum
tuntasnya pembentukan masyarakat multikultural di Indonesia. Munculnya
konflik antarsuku, misalnya, menunjukkan belum dipahaminya prinsip
multikulturalisme yang mengakui perbedaan dalam kesetaraan. Penanaman
nilai-nilai kesetaraan dalam perbedaan itulah yang senantiasa dilakukan
secara aktif baik oleh tokoh masyarakat, tokoh partai, maupun lembaga
swadaya masyarakat. Dengan demikian, pemahaman bahwa bangsa
Indonesia merupakan masyarakat yang terdiri dari beragam kebudayaan
harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.Kesetaraan setiap warga masyarakat dan dijaminnya hak
masyarakat tradisional merupakan unsur dasar dari prinsip demokrasi, yang
terkandung pengakuan terhadap kesetaraan dan toleransi terhadap
perbedaan dalam kemajemukan.

3.Kesetaraan Dalam Kehidupan masyarakat


Tuntutan kesetaraan mungkin belum beberapa abad terakhir ini di mulai
oleh manusia. Tentunya seruan dengan suara kecil malah yang hampir tidak
terdengar, pada ribuan tahun yang lalu sudah ada. Tingkatannya rakyat jelata, tetapi
berkeinginan agar menjadi sepadan dengan para bangsawan, dengan para orang
kaya serta berkuasa bahkan menjadi anggota kalangan Sang Baginda Raja. Kalau
kita mau memikirkan masak-masak keinginan untuk setara itu, biasanya dan selalu
datang dari pihak yang kurang beruntung untuk menyamai kaum yang sedang atau
sudah beruntung.Sudah adakah yang sebaliknya? Mungkin saja pernah ada dan
contohnya bisa kita ambil misalnya saja seorang raja yang ingin hidup seperti rakyat
biasa, seorang pemimpin atau khalifah yang amat merakyat. Mungkin yang dijalani
oleh Siddharta Gautama Budha adalah seperti itu, seorang yang dilahirkan sebagai
anak seorang raja Suddhodana yang memimpin bangsa Shakya. Daerah kekuasaan
sang Raja Suddhodana, terletak di daerah yang pada jaman sekarang dikenal dengan
nama Negara Nepal. Presiden Iran Achmad Dinejad adalah contoh lain yang paling
mengena. Seorang penguasa seperti dia, masih hidup dirumahnya yang kecil sejak
dia masih dosen, tidur bukan diatas tempat tidur, tetapi diatas kasur yang digelar
dilantai, kalau bersembahyang di dalam masjid, dia duduk dimana saja, ditengah
jemaah lain, tidak menuju ke saf paling depan seperti Presiden Indonesia, yang
selalu begitu.Kalau sekarang ini ada yang meneriakkan kesetaraan mungkin sekali
adalah karena jurang yang memisahkan kaum yang merasa dirinya tidak setara
dengan kaum yang ingin disetarai, semakin curam dan semakin lebar saja.
Kesetaran ini tidak akan muncul dan berkembang dalam susunan masyarakat yang
didirikan di atas paham dominasi dan kekuasaan satu kelompok terhadap kelompok
yang lain.Republik kita yang sudah berumur tua untuk ukuran manusia, 62 tahun
saja tidak ada keadilan dalam kehidupan berbangsa. Keadaan adil dan makmur yang
menjadi idaman seluruh rakyat Indonesia tidak pernah datang sampai sekarang dan
kemungkina besar juga di masa yang akan depan nanti. Untuk mencapai kesetaraan
itu sebaiknya dengan cara menaikkan derajat, peringkat, kondisi serta kemampuan
setiap perorangan ketingkat yang diingininya, dengan upaya sendiri-sendiri untuk
tahap awal. Ini adalah satu-satunya jalan. Jangan mengajak teman sejawat terlebih
dahulu hanya untuk membentuk massa-mass forming. Mass forming seperti ini
akan menjadi solid-utuh kalau para pembentuknya memang mempunyai peringkat
yang setara dan sepadan. Kalau isi para pembentuknya tidak sama kemampuannya,
visinya dan tugasnya, maka massa yang terbentuk akan tidak utuh serta mudah
tercerai-berai. Yang memilukan adalah bahwa setiap orang yang mempunyai
ambisi untuk menggerakan massa untuk mencapai kesetaraan, kurang mengamati
sekelilingnya sendiri.Dengan identitas pluralis dan multikulturalis itu bangunan
interaksi dan relasi antara manusia Indonesia akan bersifat setara. Paham kesetaraan
akan menandai cara berpikir dan perilaku bangsa Indonesia, apabila setiap orang
Indonesia berdiri di atas realitas bangsanya yang plural dan multikultural itu.
Identitas kesetaran ini tidak akan muncul dan berkembang dalam susunan
masyarakat yang didirikan di atas paham dominasi dan kekuasaan satu kelompok
terhadap kelompok yang lain. Kesetaraan merupakan identitas nasional Indonesia.
BAB III
Penutup
1.KESIMPULAN
Di tengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia Baru,
maka idiom yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan
mestinya harus berbasis pada konsep Bhinneka Tunggal Ika. Artinya, sekali pun
berada dalam satu kesatuan, tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini
berbeda-beda dalam suatu Keragaman. Kesetaraan bisa di wujudkan dengan
pemerataan pembangunan di seluruh wilayah NKRI dan juga keadilan di dalam
bidang hukum ( bahwa semua sama di di hadapan hukum ). Namun, jangan sampai
kita salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya: sebuah konflik yang
berkepanjangan. Oleh karena itu Keragaman dan Kesetaraan harus di tanamkan
sejak dini kepada generasi muda penerus bangsa.
2.SARAN
Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu
organisasi / kelompok manusia harus memiliki kesadaran diri terhadap realita yang
berkembang di tengah masyarakat sehingga dapat menghindari masalah yang
berpokok pangkal dari keragaman dan keserataan sebagai sifat dasar manusia.
DAFTAR PUSTAKA
1.Siswono Yudo Husodo. 2009. Pancasila dan keberlanjutan NKRI
( http://www.liveconector.com , dikutip tanggal 19 Oktober 2009 )

2.Ilmu Sosial Budaya Dasar (http://yudihartono.wordpress.com/)

3.M Zaid Wahyudi. 2009. Jadikan Toleransi sebagai Modal. Artikel-artikel


Islam ( http://ajaranislam.com, dikutip tanggal 20 Oktober 2009 )
2009. Mengenali dan Mengelola Keragaman

4.( http://pdfdatabase.com, dikutip tanggal 20 Oktober 2009 )


Agung mulyana. “Memahami Masyarakat Multikultural”, Suara Karya,
30 November 2006

5.Ignatius Yunanto. 2008. Multikulturalisme sebuah perjuangan panjang bangsa


Indonesia. ( http://joenanto.multyply.com, diakses tanggal 20 Oktober 2009)

6.Rujito. 2009. Identitas Nasional Indonesia


( http://maharsi-rujito.blogspot.com, diakses tanggal 23 Oktober 2009 )

Anda mungkin juga menyukai