Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ISBD

MANUSIA KERAGAMAN DAN KESETARAAN


DOSEN PENGAMPU :
M. INDRA GUNAWAN, M.HI.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :


1. YUNITA LAELA HABIBAH (2102609110)
2. HADI HAMZAH (2102609092)
3. ZAHRATUN MAULIDIATI (2102609111)

FAKULTAS SYARI’AH
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NWDI PANCOR
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat yang tiada
batasnya, sehingga segala aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa
keberkahan untuk kita semua, baik kehidupan di dunia ini, maupun di kehidupan akhirat
kelak. Solawat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda nabi kita, Nabi
Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, maupun kita semua yang mengikuti jejak
langkahnya hingga hari kiamat kelak.
Kami selaku penulis mengucapkan mohon maaf yang sebesar besarnya, jika ada
kekurangan dalam penulisan maupun penjelasan mengenai materi yang ada di dalamnya.
Untuk itu kami berharap agar teman-teman dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun mengenai makalah ini dan tentunya agar kami lebih bisa menyempurnakan
makalah ini di lain waktu.
Harapan kami yang paling besar adalah mengenai makalah yang berjudul (Manusia
Keragaman dan Kesetaraan) ini mampu memberi manfaat lebih khususnya diri pribadi,
teman-teman, serta orang yang membacanya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGHANTAR.................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................................1
1.2 Rumusan masalah...................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah.....................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN...................................................................................................3
2.1 Mengenali dan mengelola Keragaman Masyarakat Indonesia...............................3
2.2 Identitas dan Salient Identitiy................................................................................3
2.3 Mengelola Keragaman............................................................................................4
2.4 Memahami Masyarakat Multikultural....................................................................4
2.5 Kesetaraan dalam Kehidupan Bermasyarakat........................................................4
2.6 Pengaruh Keragaman Terhadap Kehidupan Beragama, Bemasyarakat,
Bernegara, dan Kehidupan Global..........................................................................5
2.7 Problematika Diskriminasi.....................................................................................6
2.8 Manusia Beradab dalam Keragaman......................................................................7
BAB III. PENUTUP...........................................................................................................8
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................8
4.1 Saran.......................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan
dalam kehidupan dimasyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang
dialami masyarakat dan kebudayaan dimasa silam, kini dan di waktu-waktu mendatang.
Sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Disatu sisi diterima sebagai
fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi disisi lain dianggap sebagai
faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa
menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola
dengan baik.
Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang
disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inherent yang dimiliki manusia sejak lahir.
Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak
dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia. Kesetaraan derajat individu
melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau
jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, suku bangsa,
kebangsawanan ataupun kekayaan dan kekuasaan.
Di Indonesia, berbagai konflik antar suku bangsa, antar penganut keyakinan
keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta harta
benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso, dan kalimantan Tengah. Masyarakat
majemuk Indonesia belum menghasilkan tatanan kehidupan yang egalitarian dan
demokratis.
Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya dominasi sosial oleh
suatu kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada pengamatan bahwa semua
kelompok manusia ditunjukkan pada struktur dalam sistem hirarki sosial pada suatu
kelompok. Didalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil dominasi dan hegemoni
kelompok pada posisi teratas dan satu atau sejumlah kelompok subordinat pada posisi
paling bawah. Diantara kelompok-kelompok yang ada, kelompok dominan dicirikan
dengan kepemilikan yang lebih besar dalam pembagian nilai-nilai sosial yang berlaku.
Adanya dominasi sosial ini dapat mengakibatkan konflik sosial yang lebih tajam.
Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama,
dapat disebut sebagai masyarakat multikultural. Berbagai keragaman masyarakat
Indonesia terwadahi dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
terbentuk dengan karakter utama mengakui pluralitas dan kesetaraan warga bangsa.
NKRI yang mengakui keragaman dan menghormati kesetaraan adalah pilihan terbaik
untuk menghantarkan masyarakat Indonesia pada pencapaian kemajuan peradabannya.
Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang dirumuskan pada pendiri bangsa
telah membekali bangsa Indonesia dengan konsepsi normative Negara Bhineka Tunggal
Ika, membekali hidup bangsa dalam keberagaman, kesetaraan dan harmoni. Hal tersebut
merupakan kesepakatan bangsa yang bersifat dasar.
Konsitusi secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang
berkesetaraan. Pasal 27 menyatakan: “Setiap warga negara bersamaan kedudukannya
didalam hukum dan pemerintahan” adalah rujukan yang melandasi seluruh produk
hukum dan ketentuan moral yang mengikat warga negara. Keberagaman bangsa yang
berkesetaraan merupakan kekuatan besar bagi kemajuan dan kesejahteraan negara
Indonesia. Negara yang beragam tetapi tidak memiliki kesetaraan dan diskriminatif akan
menghadirkan kehancuran.

1
2

Semangat multikulturalisme dengan dasar kebersamaan, toleransi, dan saling


pengertian merupakan proses terus menerus, bukan proses sekali jadi dan sudah itu
berhenti. Disinilah setiap komunitas masyarakat dan kebudayaan dituntut untuk belajar
terus menerus atau belajar berkelanjutan. Proses pembelajaran semangat
multikulturalisme terus menerus dan berkesinambungan perlu dilakukan. Untuk itu,
penting bagi kita memiliki dan mengembangkan kemampuan hidup bersama dalam
multikulturalisme masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Kemampuan belajar hidup
bersama didalam perbedaan inilah yang mempertahankan, bahkan menyelamatkan
semangat multikulturisme. Tanpa kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan
tinggi niscaya semangat multikulturalime akan meredup. Sebaliknya, kemampuan belajar
hidup bersama yang memadai dan tinggi akan menghidupkan dan mengfungsionalkan
semangat multikulturalime. Proses pembelajaran semangat multikulturalime atau
kemampuan belajar hidup bersama ditengah perbedaan dapat dibentuk, dipupuk, atau
dikembangkan dengan kegiatan, keberanian melakukan perantauan budaya (cultural
passing over) pemahaman lintas budaya (cross cultural understanding) dan
pembelajaran lintas budaya (learning a cross culture).
Hal inilah yang menjadi latar belakang kami membuat makalah Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar ini agar menambah pengetahuan mengenai kemajemukan, keragaman,
dan kesetaraan dalam masyarakat supaya tidak bertindak diskriminatif antar sesama
sehingga dengan makalah ini tercipta kehidupan yang harmonis dan damai dalam
masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Keragaman dan kesetaraan adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain.
2. Keragaman dan kesetaraan adalah sifat dasar dari manusia dan bangsa Indonesia dan
menjadikannya sebahai bingkai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Mengetahui dan mengenali bagaimana masyarakat Indonesia, mengenali dan
mengeola keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
sesuai dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
4. Pengaruh keragaman dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, bernegara dan
kehidupan global.
5. Problematika Diskriminasi
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan di
Bidang Ilmu Sosial dan Budaya Dasar dan menambah pengetahuan tentang
kemajemukan, kesetaraan dan keragaman manusia yang diharapkan dapat bermanfaat
bagi kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN

Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan
keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan formal dan pendekatan
substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan peraturan-peraturan
yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupun norma, sedangkan pendekatan
substantive mengkaji konsep kesetaraan berdasarkan keluaran atau output, maupun proses
terjadinya
kesetaraan.
Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status sosial, dan berbagai
hal lainnya yang mencirikan pebedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan. Sedangkan
konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan kebudayaan umat
manusia. Kalau kita perhatikan lebih cermat, kebudayaan Barat dan Timur merupakan
landasan dasar yang bertolak belakang. Kalau di Barat budayanya bersifat antroposentris
(berpusat pada manusia) sedangkan Timur, yang diwakili oleh budaya India, Cina dan
Indonesia menunjukkan ciri teosentris (berpusat pada tuhan).
Dengan demikain konsep-konsep yang lahir dari Barat seperti demokrasi,
mengandung elemen dasar serba manusia, manusia-lah yang menjadi pusat
perhatiannya.Sedangkan Timur mendasarkan segala aturan hidup, seperti juga konsep
kesetaraan dan keberagaman berdasarkan apa yang diatur oleh tuhan melalui ajaran-
ajarannya.
Penilaian atas realisasi kesetaraan dan keragaman pada umat manusia, khususnya
pada suatu masyarakat, dapat dikaji dari unsur-unsur universal kebudayaan pada berbagai
periodisasi kehidupan masyarakat.
Sehubungan dengan itu negara kebangsaan Indonesia terbentuk dengan ciri
yang amat unik dan spesifik. Berbeda dengan jernam, inggris, perancis, italia, yunani,
yang menjadi suatu negara bangsa karena kesamaan bahasa. Australia, India, Srilanka,
Singapura yang menjadi satu bangsa karena kesamaan daratan. Jepang, Korea dan
negara-negara di Timur Tengah menjadi satu negara karena kesamaan ras. Indonesia
menjadi satu negara meski terdiri dari banyak bahasa, etnik, ras, dan kepulauan tetap
dapat menjadi satu negara. Hal itu terwujud karena kesamaan sejarah masa lalu.
2.1 Mengenali dan Mengelola Keragaman Masyarakat di Indonesia
Tidak ada masyarakat yang seragam. Setiap kelompok, baik ditingkat Negara
maupun ditingkat komunitas, dibangun atas berbagai macam identitas. Untuk dapat
berfungsi dengan baik, kelompok tersebut harus mampu mengenali dan mengelola
keragaman yang ada.
2.2 Identitas dan Salient Identity
Secara mudah, identitas dsapat diartikan sebagai ciri yang melekat atau dilekatkan
pada seseorang atau sekelompok orang, beberapa identitas, misalnya ras dan usia
cenderung bersifat given. Beberapa lainnya lebih merupakan pilihan, agama, ideology
dan profesi. Disamping itu, adapula identitas yang terkait pencapaian, seperti pemenang
atau pecundang, kaya atau miskin, pintar atau bodoh.
Adakalanya sebuah identitas terkesan sangat mencolok atau berarti dibanding yang
lainnya. Identitas agama dan etnisitas biasanya mendapatkan perhatian lebih, bisa jadi,
ini karena keduanya sudah dianggap lebih rawan konflik dibandingkan identitas lainnya.
Padahal, keragaman status social, kondisi fisik, fungsi dan profesi, jenis kelamin, usia,
ideology, gaya hidup, dan lain sebagainya juga perlu dikelola. Hal ini bukan semata
untuk mengurangi potensi konflik, melainkan juga untuk memungkinkan pelayanan
(public) yang prima dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Bhineka tunggal ika

3
4

dan unity in diversity ditunjukkan untuk mengelolah keragaman agama dan etnisitas
semata.
2.3 Mengelola keragaman
Ada banyak cara megelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan cara berikut :
 Untuk mendekonstruksi streotip dan prasangka terhadap identitas lain.
 Untuk nengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan identitas yang
berbedabukan hanya sebatas kenal nama dan wajah tetapi mengenali latar belakang,
karakter, dan ekspektasi.
 Untuk mengembangkan ikatan-ikatan (pertemanan, bisnis, organisasi, asosiasi,dll)
yang bersifat inklusif dan lintas identitas bukan bersifat eksklusif.
 Untuk mempelajari ritual dan falsafah identitas lain
 Untuk mengembangkan empati terhadap identitas yang berbeda
 Untuk menolak berpartisipasi dalam prilaku-prilaku yang diskriminatif.
2.4 Memahami Masyarakat Multikultural
Pemahaman terhadap multikultural sendiri sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari
pengertian kebudayaan. Karena kata kebudayaan itulah, yang menjadi kunci pemahaman
konsep multikulturalisme. Kebudayaan merupakan sekumpulan nilai moral untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaan.
Multikulturalisme adalah sebuah paham yang mengakui adanya perbedaan dalam
kesetaraan, biak secara individual maupun secara kelompok dalam kerangka
kebudayaan. Heterogenitas kekayaan Negara Indonesia ini terekatkan dalam bhineka
tunggal ika. Dengan kata lain, kekayaan budaya dapat bertindak sebvagai factor
pemersatu, yang sifatnya majemuk dan dinamis. Tidak ada kebudayaan Indonesia, bila
bukan terbentuk dari kebudayaan masyarakat yang lebih kecil.
Sebagai sebuah konsep, mutikulturalisme manjadi dasar bagi tumbuhnya
masyarakat sipil yang demokratis demi terwujudnya keteraturan social. Sehingga, bisa
menjamin rasa aman bagi masyarakat dan kelancaran tata kehidupan masyarakat.
Melihat kemajemukan Indonesia yang begitu luasnya terdiri dari sedikitnya 500
suku bangsa, maka mutikulturalisme hendaknya tidak hanya sekedar retorika, tetapi
harus diperjuangkan sebagai landasan bagi tumbuh dan tegaknya proses demokrasi,
pengakuan hak asasi manusia, dan akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat.
Upaya itu harus dilakukan jika melihat berbagai konflik yang terjadi di sejumlah daerah
di tanah air beberapa waktu lalu. Konflik itu mengindikasikan belum tuntasnya
pembentukan masyarakat mutikultural di Indonesia. Munculnya konflik antar suku
misalnya, menunjukkan belum dipahaminya prinsip mutikulturalisme yang mengakui
perbedaan dalam kesetaraan. Pemahaman nilai-nilai kesetaraan dalam perbedaan itulah
yang senantiasa dilakukan secara aktif baik oleh tokoh masyarakat, tokoh partai, maupun
lembaga swadaya masyarakat. Dengan demikian, pemahaman bahwa bangsa indonesia
merupakan masyarakat yang terdiri dari berbagai kebudayaan harus menjadi bagian tak
terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kesetaraan setiap warga masyarakat dan dijaminnya hak masyarakat tradisional
merupakan unsur dasar dari prinsip demokrasi yang terkandung dalam pengakuan
terhadap kesetaraan dan toleransi perbedaan dalam kemajemukkan.
2.5 Kesetaraan dalam Kehidupan Bermasyarakat
Tuntutan kesetaraan mungkin belum beberapa abad terakhir ini dimulai oleh
manusia.Tentunya seruan dengan suara kecil malah yang hampir tidak terdengar, pada
ribuan tahun yang lalu suda ada. Tingkatanya rakyat jelata, tetapi berkeinginnan agar
menjadi sepadan dengan para bangsawan, dengan para orang kaya serta berkuasa bahkan
menjadi anggota kalangan sang bagianda raja. Kalau kita mau memikirkan matang-
5

matang keinginan untuk setara itu, biasanya dan selalu datang dari pihak yang kurang
beruntung untuk menyamai kaum yang sedang atau sudah beruntung.
Sudah adakah yang sebaliknya ? mungkin saja pernah ada dan contohnya bisa kita
ambil misalnya saja seorang raja yang ingin hidup seperti rakyat biasa, seorang
pemimpin atau khalifah yang amat merakyat. Mungkin yang dijalani oleh Siddharta
Gautama Budha adalah seperti itu, seorang yang dilahirkan sebagai anak seorang raja
Suddhodana yang memimpin bangsa Shakya. Daerah kekuasaan sang raja Suddhodana,
terletak didaerah yang pada jaman sekarang dikenal dengan Negara Nepal. Presiden iran
achmad dinejad adalah contoh lain yang paling mengena. Seorang penguasa seperti dia
masih hidup dirumahnya yang kecil sejak dia masih dosen, tidur bukan diatas tempat
tidur, tetapi diatas kasur yang digelar dilantai, kalau bersembahyang didalam masjid, dia
duduk dimana saja, di tengah jamaah lain, tidak menuju shaf paling depan seperti
presiden Indonesia yang selalu begitu.
Kalau sekarang ini ada yang meneriakkan kesetaraan mungkin sekali adalah karena
jurang yang memisahkan kaum yang merasa dirinya tidak setara dengan kaum yang ingin
disetarai, semakin suram dan semakin lebar saja. Kesetaraan ini tidak akan muncul dan
berkembang dalam susunan masyarakat yang didirikan diatas paham dominasi dan
kekuasaan satu kelompok terhadap kelompok yang lain. Republic kita yang sudah
berumur tua untuk ukuran manusia, 65 tahun saja tidak ada keadilan dalam kehidupan
berbangsa. Keadaan adil dan makmur yang menjadi idaman seluruh rakyat Indonesia
tidak pernah datang sampai sekarangdan kemungkinan besar di masa yang akan datang
nanti.
Untuk mencapai kesetaraan itu sebaiknya dengan cara menaikkan derajat,
peringkat, kondisi serta kemampuan setiap perorangan ketingkat yang diingininya
dengan upaya sendiri-sendiri untuk tahap awal. Ini adalah satu-satunya jalan. Jangan
mengajak teman sejawat terlebih dahulu hanya untuk membentuk mass-mass forming.
mass forming seperti ini akan menjadi solid-utuh kalau para pemebentuknya memang
memiliki peringkat yang setara. Kalau isi para pembentuknya tidak sama
kemampuannya, visinya dan tugasnya maka masa yang dibentuknya akan tidak utruh
serta mudah tercerai-berai.Yang memilukan adalah bahwa setiap orang yang mempunyai
ambisi untuk menggerakkan massa untuk mencapai kesetaraan, kurang mengamati
sekelilingnya sendiri.
Dengan identitas pluralis dan multikulturalis itu bangunan interaksi dan relasi
antara manusia Indonesia akan bersifat setara. Paham kesetaraan akan menandai cara
berfikir dan perilaku bangsa Indonesia, apabila setiap orang Indonesia berdiri di atas
realitas bangsanya yang plural dan multicultural itu. Identitas kesetaraan ini tidak akan
mucul dan berkembang dalam susunan masyarakat yang didirikan diatas paham dominasi
dan kekuasaan satu kelompok terhadap kelompok yang lain. Kesetaraan merupakan
identitas nasional Indonesia.
2.6 Pengaruh Keragaman Terhadap Kehidupan Beragama, Bemasyarakat, Bernegara,
dan Kehidupan Global
Pengaruh keragaman diantaranya adalah
a. Terjadinya segmentasi kedalam kelompok-kelompok yang sering kali memiliki
kebudayaan yang berbeda.
b. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat
non komplemeter.
c. Kurang mengembangkan konsesus diantara para anggota masyarakat tentang nilai-
nilai social yang bersifat dasar.
d. Secara relatif sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang
lainnya.
6

e. Secara relatif intergrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan
didalam bidang ekonomi.
f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.
Jika keterbukaan dan kedewasaan sikap dikesampingkan, besar kemungkinan
tercipta masalah-masalah yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa seperti :
1. Disharmonisasi, adalah tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara manusia
dengan dunia lingkungannya.
2. Perilaku diskriminatif terhadap etnis atau kelompok masyarakat tertentu akan
memunculkan masalah yang lain, yaitu kesenjangan dalam berbagai bidang yang tentu
saja tidak menguntungkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Eksklusivisme, rasialis, bersumber dari superioritas diri, alasannya dapat bermacam-
macam, antara lain keyakinan bahwa secara kodrati ras/sukunya kelompoknya lebih
tinggi dari ras/suku/kelompok lain.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang
diakibatkan oleh pengaruh negative dari keragaman, yaitu :
1. Semangat Religius
2. Semangat Nasionalisme
3. Semangat Fluralisme
4. Dialog antar umat beragama
5. Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan
antar agama, media, masa, dan harmonisasinya.
2.7 Problematika Diskriminasi
Diskriminasi adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang
atau sekelompok orang berdasarkan ras, agama, suku, etnis, kelompok, golongan, status,
kelas sosial ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik, usia, orientasi seksual, pandangan
ideologi, dan politik serta batas negara dan kebangsaan seseorang.
Pasal 281 Ayat 2 UUD NKRI 1945 Telah menegaskan bahwa “ Setiap orang berhak
bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu “.
Sementara itu Pasal 3 UU No 30 Tahun 1999 tentang HAM Telah menegaskan
bahwa “Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat yang sama dan
sederajat”
Komunitas Internasional telah mengakui bahwa diskriminasi masih terjadi
diberbagai belahan dunia, dan prinsip non diskriminasi harus mengawali kesepakatan
antar bangsa untuk dapat hidup dalam kebebasan, keadilan, dan perdamaian.
Pada dasarnya diskriminasi tidak terjadi begitu saja, akan tetapi karena adanya
beberapa factor penyebab antara lain adalah :
1. Persaingan yang semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan, terutama ekonomi.
2. Adanya tekanan dan intimidasi yang biasanya dilakukan oleh kelompok yang
dominan terhadap kelompok atau golongan yang lebih lemah.
3. Ketidak berdayaan golongan miskin akan intimidasi yang mereka dapatkan membuat
mereka terus terpuruk dan menjadi korban diskriminasi.
Dari kajian yang dilakukan terhadap berbagai kasus disintekrasi bangsa dan
hancurnya sebuah negara, dapat disimpulkan adanya enam faktor utama yang sedikit
demi sedikit bisa menjadi penyebab utama peruses itu, yaitu :
1. Kegagalan kepemimpinan
2. Krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama
3. Krisis politik
4. Krisis social
5. Demoralisasi tentara dan polisi
7

6. Interfensi asing
Terciptanya “ Tungal Ika “ dalam masyarakat “ Bhineka “ dapat diwujudkan melalui
“ Integrasi Kebudayaan “ atau “ Integrasi Nasional “.
2.8 Manusia Beradab dalam Keragaman
Dalam hal ini maka tedapat teori yang menunjukkan penyebab konflik di tengah
masyarakat antara lain :
1. Teori hubungan masyarakat, memiliki pandangan bahwa konflik yang sering muncul
ditengah masyarakat disebabkan polarisasi yang terus terjadi, ketidak percayaan dan
permusuhan diantara kelompok yang berbeda, perbedaan bisa dilatarbelakangi SARA
bahkan pilihan ideologi politiknya.
2. Teori identitas yang melihat bahwa konflik yang mengeras di masyarakat tidak lain
disebabkan identitas yang terancam yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau
penderitaan masa lalu yang tidak terselesaikan
3. Teori kesalahfahaman antar budaya, teori ini melihat konflik disebabkan
ketidakcocokan dalam cara-cara berkomunikasi diantara budaya yang berbeda.
4. Teori transformasi yang memfokuskan pada penyebab terjadi konflik adalah
ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial budaya dan
ekonomi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ditengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia baru, maka
idiom yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus
berbasis pada konsep bhineka tunggal ika. Artinya, sekalipun berada dalam satu kesatuan
tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam suatu
keragaman.
Kesetaraan bisa diwujudkan dengan pemarataan pembangunan diseluruh wilayah
NKRI dan juga keadilan di dalam bidang hukum ( bahwa semua sama di hadapan
hukum). Namun jangan sampai kita salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya
sebuah konflik yang berkepanjangan. Oleh karena itu keragaman dan kesetaraan harus
ditanamkan sejak dini kepada generasi muda penerus bangsa.
3.2 Saran
Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau
kelompok manusia harus memiliki kesadaran diri terhadap realita yang berkembang
ditengah masyarakat sehingga dapat menghindari masalah yang berpokok-pangkal dari
keragaman dan kesetaraan sebagai sifat dasar manusia.

8
DAFTAR PUSAKA

Hartono, Yudi. Ilmu Sosial Budaya Dasar (http://yudihartono.wordpress.com/)


Husodo,siwono yudo. 2009. Pancasila dan Keberlanjutan NKRI
(http://www.liveconector.com/)
Mulyana, Agung. 2006. Memahami Masyarakat Multikultural, Suara Karya.
Rujito. 2009. Identitas Nasional Indonesia (http://maharsi-rujio.blogspot.com)
Wahyudi, M Zaid. 2009. Jadikan Toleransi sebagai Modal. Artikel-artikel Islam
(http://ajaranislam.com/)
Yunanto, Ignatius. 2008. Martikulturalisme sebuah perjuangan panjang bangsa Indonesia
(http://joenanto.multyply.com/)

Anda mungkin juga menyukai