Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KELOMPOK 5

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah

Pendidikan Multikultural

DOSEN PENGAMPU:

Prof. Amirul Mukminin, S.Pd., M.Sc.Ed., PhD

Dra. Hj Aprillitzavivayarti,. MM

Dr. Robi Hendra, M.Pd

DISUSUN OLEH :

Ella Febriyanti NIM A1D521002

Zoya Marina Salsa NIM A1D521018

Nofi Fitri Salfika NIM A1D521023

Rara Lauchia NIM A1D521032

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ―Pendidikan Kewarganegaraan dan
Keragaman Di Era Global‖, makalah ini kami buat untuk memnuhi tugas kelompok mata kuliah
Pendidikan Multikultural.

Dalam penyusunan makalah ini tentu saja sangat melelahkan.Namun,karena adanya kerja sama
dalam kelompok kami ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik,untuk itu kami
sangat bersyukur atas terselesaikan nya tugas makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan,sehingga kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian
khususnya kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Pendidikan Multikultural ini,agar kami dapat
meningkatkan mutu dalam penyajian berikunya.

Jambi, oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................4

1.3 Tujuan...............................................................................................................................4

BAB 2 PEMBAHASAN.................................................................................................................5

2.1 Demokrasi dan Keberagaman.........................................................................................5

2.2 Teori Asimilasi dan Pendidikan Kewarganegaraan..............................................................7

2.3 Kosmopolitanisme dan Identitas Lokal................................................................................8

2.4 Perkembangan Identifikasi Budaya Nasional,Regional,Global..........................................11

BAB 3 PENUTUP.........................................................................................................................12

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................12

3.2 Saran.................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang amat
pesat, terutama teknologi informasi dan komunikasi , telah mengubah dunia seakan-akan
menjadi kampung dunia (global village). Dunia menjadi transparan tanpa mengenal batas negara.
Kondisi yang demikian itu berdampak pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Di samping itu, dapat pula mempengaruhi pola piker, pola sikap, dan pola tindak
seluruh masyarakat Indonesia. Dunia sudah dirasakan ibarat sebuah dusun global (global
village). Batas-batas geografis maupun Negara sudah tidak lagi penting (significant). Artinya
negara-negara itu harus berkompromi dengan logika ekonomi yang tidak mengenal batas
Negara. Dengan kata lain kita masih memiliki banyak system politik tetapi hanya satu system
ekonomi, yaitu system ekonomi dunia. Konsep satu ekonomi nampaknya telah mendorong
munculnya satu identitas global.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu demokrasi dan keberagaman?


2. Tentang teori asimilasi dan Pendidikan kewarganegaraan!
3. Apa itu kosmopolitanisme dan identitas lokal?
4. Bagaimana perkembangan identitas budaya, nasional, regional, dan global?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu demokrasi dan keberagaman


2. Untuk mengetahui tentang teori asimilasi dan pendidikan kewarganegaraan
3. Untuk mengetahui apa itu kosmopolitanisme dan identitas local
4. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan identitas
budaya,nasional,regional,dan global
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Demokrasi dan Keberagaman

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani ―demos‖ yang berarti rakyat, dan ―kratos/kratein‖
yang berarti kekuasaan. John Dewey mengatakan bahwa demokrasi adalah pandangan hidup
yang dicerminkan dengan perlunya partisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa dalam
membentuk nilai – nilai yang mengatur kehidupan bersama.
Keberagaman dan perbedaan masyarakat, dari segi etnis, suku bangsa, maupun adat
istiadat, menjadi ciri khas bangsa Indonesia sebagai negara kepulauan. Memiliki wilayah darat
dan laut yang sangat luas, menjadikan Indonesia hidup dalam konsensus keberagaman dan
perbedaan yang sangat bermacam – macam. Masyarakat mengalami perubahan sosial yang
pesat.Perubahan awal ditandai dengan tumbuhnya kelas menengah baru yang muncul dari
berbagai latar belakang sosial. Sebagian kelompok ini memiliki orientasi agama atau etnis,
seperti tumbuhnya kaum kapitalis lokal yang berorientasi agama dalam kasus pengusaha santri di
Jawa atau kaum Cina yang melakukan ekspansi dagang.
Selain itu, mobilitas sosial masyarakat yang tinggi semakin mempercepat percampuran
dan pertukaran informasi budaya dan keragaman. Kehidupan bernegara yang saat ini memasuki
era milenial dan disrupsi, menjadikan warga negara harus memiliki prinsip – prinsip utama
dalam menjaga kedaulatan negara. Semakin mudahnya akses informasi, dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, dipandang sebagai sebuah konsensus yang dapat
memberikan dampak negatif kepada masyarakat. Saat ini yang rawan menjadi penggiringan
opini publik, penyebaran berita hoax dan ujaran kebencian adalah hal – hal yang terkait dengan
keberagaman dan perbedaan masyarakat di Indonesia. Begitu mudahnya para penyebar hoax
menimbulkan perpecahan, sehingga saat ini masyarakat lebih beresiko untuk menghadapi
permasalahan – permasalahan yang dapat mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini
disebabkan oleh bercampurnya masyarakat yang memiliki latar belakang bermacam – macam
pada satu wilayah pemukiman.
Dimana mereka memiliki tuntutan dalam hal ekonomi dan pekerjaan. Perkumpulan
pemukiman ini, disatu sisi mempermudah seseorang untuk bersikap toleransi. Akan tetapi juga
menciptakan sebuah konsensus baru, seperti halnya gaya hidup yang berubah, mengasimilasikan
budaya asing dengan budaya lokal, serta memiliki orientasi kehidupan yang semakin
berkemajuan. Pancasila sebagai falsafah dan pedoman hidup bangsa Indonesia mengandung butir
– butir sila yang sangat representatif dan up to date untuk dijadikan landasan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara saat ini. Dimulai dari sila keTuhanan, sila kemanusiaan, sila persatuan,
sila permusyawaratan dan sila keadilan sosial, masing – masing memberikan pedoman yang utuh
bagi warga negaranya. Tentu, jika dibenturkan dengan kondisi bangsa yang semakin heterogen
saat ini, pengamalan sila – sila Pancasila sudah menjadi prioritas utama.
Adapun salah satu cara untuk mengenalkan Pancasila ialah dengan melakukan
pendidikan kewarganegaran dan Pancasila kepada generasi – generasi penerus bangsa. Di dalam
Pancasila sila ke – 4, yang berbunyi ―Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan‖, dipahami bahwa demokrasi sebenarnya sudah menjadi
falsafah dan pedoman hidup bangsa Indonesia. Keberagaman masyarakat yang dimiliki oleh
bangsa saat ini, menjadikan tuntutan dan kepentingan masyarakat yang harus diselesaikan
pemerintah semakin banyak.
Dengan munculnya etnis – etnis baru, seperti China yang melakukan ekspansi dagang,
serta menjadi role model dalam perdagangan di Indonesia, juga akan membentuk persepsi
masyarakat yang bermacam – macam. Setidaknya, ada beberapa hal penting yang harus
diperhatikan oleh pemerintah untuk menjaga kepentingan dan kebutuhan bangsa di era milenial
ini. Nucholis Madjid berpendapat bahwa demokrasi pada dasarnya memiliki norma – norma
pokok, yaitu:
1. Pentingnya kesadaran akan pluralism.
2. Musyawarah
3. Cara haruslah sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai.
4. Pemufakatan yang jujur dan sehat.
5. Pemenuhan kebutuhan pokok secara berencana.
6. Kerjasama dan sikap saling mempercayai itikad baik.
7. Pentingnya pendidikan demokrasi

Dari pemaparan Nurcholis Madijd di atas, diketahui bahwa sejatinya demokrasi tetap
memperhatikan dan mengutamakan aspek persatuan dan kesatuan, serta kedaulatan negara.
Dalam proses demokrasi, tidak dikenal adanya mementingkan kepentingan individu. Mutlak
kepentingan bersama menjadi prioritas yang harus diutamakan. Selain itu, konsep pluralisme
yang dicantumkan oleh beliau, mendasarkan pada pentingnya sikap memahami perbedaan dan
keragaman bangsa Indonesia. Untuk dapat mencapai kata mufakat, sikap toleransi dalam
keragaman dan perbedaan, akan menjadi wadah yang relevan dalam perumusan tujuan bersama.
Selain itu, menurut Prof Azyumardi Azra, demokrasi dapat dikembangkan menjadi lebih baik
dengan memperhatikan beberapa hal berikut :
1. Peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat secara keseluruhan.
2. Pemberdayaan dan pengembangan kelompok – kelompok
masyarakat yang favourable bagi pertumbuhan demokrasi.
3. Hubungan internasional yang lebih adil dan seimbang.
4. Sosialisasi pendidikan kewarganegaraan.
Maka, demokrasi yang berasaskan Pancasila menjadi solusi yang jitu untuk mengatasi
berbagai problematika masyarakat yang menyangkut hal – hal tentang keberagaman dan
perbedaan. Kelima sila Pancasila yang saling memiliki keterkaitan, sejatinya merupakan sebuah
cita – cita luhur bangsa Indonesia, yakni membentuk manusia – manusia seutuhnya. Tidak hanya
rumusan yang simple, Pancasila juga memiliki sistem integrasi antara pengetahuan agama dan
budaya yang dibutuhkan oleh negara.
Dengan kata lain, falsafah hidup Pancasila dapat diterapkan secara universal, dan tidak
memihak pada satu agama, etnis ataupun kepentingan masyarakat tertentu. Konsep ―Bhinneka
Tunggal Ika‖ yang diartikan berbeda – beda tetapi tetap satu tujuan, hendaknya juga dijadikan
sebagai pondasi masyarakat dalam bersikap. Terkait dengan perbedaan dan keragaman yang
senantiasa lekat pada kehidupan berbangsa dan bernegara, demokrasi memiliki peran untuk
memperhatikan kepentingan – kepentingan masyarakat dengan menyampaikan aspirasi secara
berimbang, serta mendahulukan kepentingan bersama dan bangsa sebagai prioritas utama. Oleh
sebab itu, demokrasi Pancasila yang sedang diterapkan oleh bangsa saat ini, bisa menjadi sebuah
konsesi dan solusi yang tepat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang sangat beragam.
2.2 Teori Asimilasi dan Pendidikan Kewarganegaraan
Asimilasi adalah pembauran satu kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas
kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru.Asimilasi muncul apabila ada golongan
masyarkat dengan latar belakang budaya yang berbeda bergaul langsung secara intensif dengan
waktu yang lama.Suatu asmilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang
atau kelompok.Untuk mengurangi perbedaan itu,asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat
kesatuan tindakan,sikap,dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan antarindividu dalam suatu
kelompok,atau bias juga batas-batas antar kelompok.
Selanjutnya individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan
bersama.Artinya,menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok.Demikian pula antara
kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga
persyartan yaitu:
1. Terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan yang berbeda.
2. Terjadi pergaulan antar individu atau kelompok secara intensif dan dalam waktu yang lama.
3. Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri.

Berdasarkan Teori Asimilasi dan Pendidikan Kewarganegaraan dalam konsepsi


asstmilasionisme tentang pendidikan kewarganegaraan yang ada di amerika serikat dan Negara-
negara Westerm lainnya sebelum pergerakan hak sipil tahun 1960-an dan 1970-an,budaya
masyarakat dan bahasa mahasiswa dari berbagai kelompok harus diberantas.Salah satu
konsekuensi dari pendidikan kewarganegaraan yang asimilasi adalah bahwa banyak siswa
kehilangan budaya,bahasa,dan identitas etnis mereka yang pertama (Wong Fillmore,2005).
Mahasiswa yang sakit juga menjadi terasing dari keluarga dan masyarakat mereka.konsekuensi
lainnya adalah bahwa banyak siswa menjadi terasing secara social dan politik dalam budaya cvic
nasional,karena banyak remaja Muslim di Prancis dan Inggris saat ini (Osler,2021a).
Para anggota dari kelompok ras yang dapat diidentifikasi sering kali menjadi
terpinggirkan baik dalam budaya masyarakat mereka maupun dalam budaya nasional karena
mereka tidak dapat berfungsi dengan baik dalam keduanya. Ketika mereka memperoleh bahasa
dan budaya dari budaya dominan mairnstream, mereka sering kali tidak disertakan secara
struktural dan partisipasi penuh dalam budaya sipil karena karakteristik rasial mereka (Leonardo,
2012). Guru dan sekolah harus mempraktikkan demokrasi dan hak asasi agar cita-cita thhesc
diinternalisasi oleh siswa. Konsep demokrasi yang diumumkan dalam txook ini mencakup
demokrasi culfural dalam penambahan ikon untuk politica dan demokrasi ekonomi. Demokrasi
budaya berarti bahwa siswa memiliki hak untuk mengekspresikan identitas budaya mereka dan
menggunakan bahasa rumah mereka di sekolah.
Sekolah dan ruang kelas harus menjadi mikrokosms dan teladan keadilan demokrasi dan
sosial agar siswa mengembangkan sikap demokratis dan belajar bagaimana mempraktikkan
demokrasi. Seperti yang dinyatakan Dewey (1959) "semua pendidikan sejati datang melalui
pengalaman" (HLM. 13). Namun banyak pekerjaan harus dilakukan — di negara-negara bagian
di seluruh dunia — sebelum kebanyakan guru dan sekolah di negara-negara multibudaya yang
demokratis mewujudkan keadilan sosial dan demokrasi di kurikulum mereka, materi pengajaran
mereka, dan sikap, pengharapan, dan perilaku mereka.
Negara-negara demokratis multibudaya harus menemukan cara untuk membantu siswa
mengembangkan kasih dan perasaan yang seimbang dan penuh pemikiran yang melampaui
komunitas budaya mereka, negara bangsa mereka, dan masyarakat global. Dalam beberapa
kasus, seperti di uni eropa dan di beberapa bagian Asia, penting juga bagi warga untuk
mengembangkan identifikasi regional.
Negara-negara bangsa telah secara gererally gagal untuk membantu studenls
mengembangkan halance identifikasi yang halus. Sebaliknya, mereka telah memprioritaskan
nasional identifikasi dan telah mengabaikan karakteristik umum para siswa serta pengetahuan
dan keterampilan yang perlu agar berfungsi secara kata global yang saling bergantung.
Nasionalis dan asimilasi di negara-negara lain di seluruh dunia khawatir bahwa jika mereka
membantu siswa berkembang dan menggabungkan diri dengan komunikasi budaya mereka,
mereka tidak akan memperoleh kasih sayang yang lebih mendalam dari keterpautan pada negara-
negara bangsa. Kymlicka (2004) menunjukkan bahwa para nasionalis memiliki "konsep nol -
jumlah identitas" (P. xiv).
Nuss baum (2002) belicvcs bahwa fcus on nasionalisme dapat menghalangi para siswa
untuk mengembangkan komitmen terhadap nilai-nilai kosmopolitan seperti hak asasi manusia
dan justic soial - valus yang melanggar batas-batas natinnal, fures (teori sistem keuangan), dan
zaman. Nusshaum mengatakan bahwa kita harus membantu komopolitanisme mahasiswa.

2.3 Kosmopolitanisme dan Identitas Lokal

1. Keterkaitan Kosmopolitanisme, multikulturalisme dan globalisasi


Dalam KBBI online dapat diketahui bahwa kosmopolitan ialah mempunyai wawasan
dan pengetahuan yang luas; terjadi dari orang-orang atau unsur-unsur yang berasal dari pelbagai
bagian dunia. Sedangkan menurut para ahli, yaitu Adam Gannaway (2009) dalam artikelnya
yang berjudul What is Cosmopolitanism? menjelaskan, bahwa konsep kosmopolitanisme
pertama kali dikaji oleh filsuf Yunani yang tergabung dalam Stoic atau Stoicism.
Kosmopolitanisme pada dasarnya berasal dari kata cosmos yang berarti dunia atau tatanan dunia
dan polites yang berarti politik. Dalam hal ini, kosmos merupakan harmonisasi, dimana
perbedaan akan elemen dan unsur yang ada dapat disatukan menjadi suatu kesatuan yang
harmonis untuk menciptakan adanya keseimbangan dunia, sedangkan polites dapat diartikan
sebagai warga atau penduduk yang memiliki kaitan dengan konstitusi atau aturan entitas politik
yang secara umum dapat berupa demokrasi, aristokrasi, oligarki, atau konstitusi gabungan
(Gannaway, 2009).
Selain itu, Brown (2006) juga memiliki pendapat mengenai pandangan kaum stoicism
mengenai definis dan arti dari kosmopolitanisme. Menurut stoic atau stoicism, kosmos
merupakan tempat dimana manusia memiliki aturan dan kebijakan atau polis dalam melakukan
kehidupan politik (Brown, 2006).
Dari pengertian di atas mengenai kosmopolitan dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
tentang manusia sebagai politisi (memiliki kehidupan yang beraturan dan berkonstitusi) yang
memiliki tujuan untuk menciptakan dunia harmonis dalam lingkup internasional. Dengan adanya
konstitusi dan aturan menjadikan pribadi manusia yang akan menciptakan kehidupan damai.
Menjadi warga negara tidak hanya harus bertanggung jawab dari kewajiban. Tapi, menjadi
manusia yang konstitusional agar tercipta negara yang harmonis bukan disharmonis.
Kosmopolitan mempunyai keterkaitan antara multikultural dan globalisme. Hubungan
mereka sangat erat dalam konsep manusia bersosialisasi. Dapat diketahui dari pengertian
multikultural menurut Dewey dalam Irjus Indrawan dkk bahwa multikultural sebagai kaitan
antara proses demokrasi dan proses pendidikan. Demokrasi bukan hanya masalah bentuk
pemerintahan, tetapi merupakan suatu way of life. Maka hal itu, tidak mungkin dicapai tanpa
proses pendidikan. Proses pendidikan itu sendiri seharusnya merupakan suatu proses demokrasi.
Sedangkan arti globalisasi merupakan proses peleburan identitas yang dimiliki oleh suatu
individu serta meluasnya arus budaya tanpa terhalang batasan-batasan yang ada (Steger, 2002).
Kosmopolitanisme, Multikulturalisme dan globalisasi memiliki persamaan dalam
menyamaratakan perbedaan. Namun, dari pengertian ketiga konsep tersebut dapat dipahami
bahwa ada perbedaan melalui cara pandang tersendiri. Cara pandang tersebut mengakibatkan
saling berkaitan antara satu sama lain. Dapat kita pahami bahwa multikultural yang masih
mempertahankan identitas, tapi lain halnya dengan kosmopolitan dan globalisasi. Kosmopolitan
dan globalisasi cenderung meleburkan identitas. Sebagaimana globalisasi sebagai proses dan
kosmopolitan sebagai tujuan akhir.
Sehingga keterkaitan antara kosmopolitanisme,multikulturalisme, dan globalisasi ialah
menyamaratakan perbedaan yang ada dengan mempertahankan identitas dan menerima
pemikiran dari luar yang memiliki tujuan untuk kehidupan yang harmonis dengan kehidupan
berkonstitusi dan beraturan.

2. Pendidikan berbasis Kosmopolitan


Dari pembahasan subbab sebelumnya konsep kosmopolitan yaitu menyamaratakan
manusia dengan cara politik bertujuan untuk menjadikan kehidupan harmonis. Kosmopolitan
juga cenderung meleburkan identitas setiap individu. Dalam pendidikan berbasis kosmopolitan
terdapat dampak posistif maupun negatif. Di Indonesia sendiri ada beberapa regulasi yang
menyatakan pendidikan berbasis kosmopolitan.
Salah satu regulasi tersebut terdapat pada UU No. 20 Tahun 2003 pasal 33 yang berbunyi bahwa
(1) Bahasa Indonesia adalah Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam
pendidikan Nasional;
(2) Bahasa Daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal
pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau ketrampilan
Tertentu;
(3) Bahasa asing dapat Digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan
tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.

Dapat dipahami bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa Nasional sebagaimana pada
ayat 1. Dalam hal ini perlahan-lahan akan meleburkan bahasa asli daerah masing-masing
walaupun tujuan untuk keharmonisan bersama. Dalam ayat 3 juga terdapat penduduk berbasis
kosmopolitan menjadikan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pada pendidikan tertentu.
Aturan tersebut bisa menjadi keuntungan dan ancaman. Menggunakan bahasa asing sebagai
bentuk globalisasi yang cenderung membuka pikiran dari dunia luar. Ancamannya adalah
menjadikan anak bangsa yang kurang nasionalisme.
Dampak pendidikan berbasis kosmopolitan akan menjadi dua jalur. Apakah itu menjadi positif
atau negatif? Secara positif dalam dunia pendidikan dapt menjadikan kehidupan masyarakat
yang lebih maju. Namun, secara negatif ilmu tersebut bisa disalahgunakan. Maka dari itu, perlu
merumuskan kurikulum yang berbasis kebangsaan. Dengan adanya kurikulum tersebut dapat
mempertahankan jiwa patriotisme dan nasionalisme.

3. Identitas Lokal
Konsep multikultural tentang identitas adalah bahwa warga yang telah mengklarifikasi
dan bijaksana lampiran terhadap budaya, bahasa, dan nilai masyarakat mereka lebih mungkin
daripada warga yang kehilangan kasih budaya mereka untuk mengembangkan identifikasi
reflektif dengan negara-bangsa mereka. (Bank, 2004b; Kymlicka, 2004). Dapat dipahami bahwa
ketika individu dapat mengikuti identitas lokal akan lebih bijaksana dibandingkan dengan
individu yang enggan menunjukkan identitas lokalnya.
Sebagai individu yang menganut konsep multikultural. Dimana menghargai perbedaan
tanpa menghilangkan identitas lokal. Ada seorang pendukung kosmopolitan beranggapan bahwa
identitas setempat sebagai hal yang pentjng.
Identitas dalam KBBI dapat diartikan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau bisa juga
disebut sebagai jati diri. Identitas juga berguna sebagai pembeda setiap individu. Pembeda
tersebut bukan berarti kita dapat mendiskriminasi kelompok lain. Tetapi, pembeda tersebut dapat
dijadikan pengingat individu lain dalam mengenal individu tersebut.
Sebagai warga negara Indonesia yang menjunjung kebudayaan. Ada beberapa upaya untuk
mempertahankan identitas lokal. Dimana pada era globalisasi ini banyak penganut
kosmopolitanisme yang bermanipulasi untuk mengharmoniskan negara. Bentuk upaya
mempertahankan identitas nasional, yaitu:
1) Mempererat persatuan dan kesatuan.
2) Dengan mengamalkan nilai-nilai yang terkadang di dalam Pancasila.
3) Dengan mengembangkan rasa cinta tanah air atau rasa nasionalisme pada diri kita.

2.4 Perkembangan Identifikasi Budaya Nasional,Regional,Global

Pengembangan identifikasi budaya,nasional,regional,dan global Pengembangan


Identifikasi Budaya, Nasional, Regional, dan Global Gagasan asimilasi tentang kewarganegaraan
tidak efektif saat ini karena keragaman yang semakin dalam di seluruh dunia dan pencarian oleh
kelompok-kelompok terpinggirkan untuk pengakuan dan hak budaya
1. Budaya nasional
Budaya nasional adalah gabungan dari budaya yang adaa di Negara.dalam buku
(Kymlicka, 1995; Uberoi & Modood, 2012) mengatakan Ia mengakui dan melegitimasi hak dan
kebutuhan warga negara untuk memelihara komitmen baik terhadap komunitas budaya mereka
maupun terhadap budaya sipil nasional ketika budaya sipil nasional diubah dengan cara yang
mencerminkan dan menyuarakan komunitas etnis, ras, bahasa, dan agama yang beragam yang
membentuknya, budaya tersebut akan dipandang sah oleh semua warganya.
2. Budaya regional
Pendidikan kewarganegaraan harus membantu siswa mengembangkan identifikasi yang
bijaksana dan jelas dengan komunitas budaya dan negara-bangsa mereka Pendidikan
kewarganegaraan harus membantu siswa mengembangkan identifikasi yang bijaksana dan jelas
dengan komunitas budaya dan negara-bangsa meredentifikasi regional sangat penting bagi siswa
yang tinggal di beberapa bagian dunia, seperti di Uni Eropa dan di Asia.
3. Budaya golabal
Pendidikan kewarganegaraan juga harus membantu siswa mengembangkan identifikasi
global yang jelas dan pemahaman mendalam tentang peran mereka dalam komunitas dunia.
Siswa perlu memahami bagaimana kehidupan dalam komunitas budaya dan negara mereka
memengaruhi negara lain dan pengaruh kuat yang dimiliki peristiwa internasional dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Pendidikan global harus memiliki tujuan utama membantu siswa
mengembangkan pemahaman tentang saling ketergantungan antar bangsa di dunia saat ini,
memperjelas sikap terhadap negara lain, dan identifikasi reflektif dengan komunitas dunia. Saya
mengkonseptualisasikan identifikasi global serupa dengan cara Nussbaum (2002) dan Appiah
(2006) mendefinisikan kosmopolitanisme. Keterikatan budaya yang tidak reflektif dan tidak
teruji dapat mencegah perkembangan bangsa yang kohesif dengan tujuan dan kebijakan nasional
yang jelas .
Siswa juga perlu mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang perlunya
mengambil tindakan sebagai warga komunitas global untuk membantu memecahkan masalah
global dunia yang sulit. Pengalaman dan identifikasi budaya, nasional, regional, dan global
bersifat interaktif dan saling terkait secara dinamis
Sebuah negara-bangsa yang mengasingkan dan tidak secara struktural memasukkan semua
kelompok budaya dalam budaya nasional berisiko menciptakan keterasingan dan menyebabkan
kelompok-kelompok untuk fokus pada perhatian dan masalah khusus mereka dari pada tujuan
dan kebijakan menyeluruh dari negara-bangsa.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan materi ini yaitu bahwa demokrasi adalah pandanganhidup
yang dicerminkan dengan perlunya partisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa dalam
membentuk nilai – nilai yang mengatur kehidupan bersama.
Keberagaman dan perbedaan masyarakat, dari segi etnis, suku bangsa, maupun adat istiadat,
menjadi ciri khas bangsa Indonesia sebagai negara kepulauan. Memiliki wilayah darat dan laut
yang sangat luas, menjadikan Indonesia hidup dalam konsensus keberagaman dan perbedaan
yang sangat bermacam – macam.
Asimilasi adalah pembauran satu kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas
kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru.Asimilasi muncul apabila ada golongan
masyarkat dengan latar belakang budaya yang berbeda bergaul langsung secara intensif dengan
waktu yang lama, keterkaitan antara kosmopolitanisme,multikulturalisme, dan globalisasi ialah
menyamaratakan perbedaan yang ada dengan mempertahankan identitas dan menerima
pemikiran dari luar yang memiliki tujuan untuk kehidupan yang harmonis dengan kehidupan
berkonstitusi dan beraturan.
Mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang perlunya mengambil tindakan
sebagai warga komunitas global untuk membantu memecahkan masalah global dunia yang
sulit. Pengalaman dan identifikasi budaya, nasional, regional, dan global bersifat interaktif dan
saling terkait secara dinamis.

3.2 Saran

Demikianlah pembahasan makalah ini tentang ―Pendidikan Kewarganegaraan


dan Keragaman di Era Global‖ semoga bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan
kita. Makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan dan penyusunannya
dikarenakan keterbatasan ilmu dan kemampuan kami. Oleh karenanya kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan penulisan makalah kami
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Banks, J. A. (2014). Multicultural Education. Washington

Banks, Jemes A. 1994. An Introduction to: Multicultural Education The Phi Delta Kappan Vol.
75 No. 1

Yulianti, Endang. 2015. Tinjauan tentang Pendidikan Berbasis Kosmopolitan dalam Perspektif
Hukum dan Perubahan Sosial di Indonesia. Surakarta: Syariati.

https://kbbi.web.id

http://mochamad-arya-seta-fisip14.web.unair.ac.id/artikel_detail-170145-
Kosmopolitanisme%20Nasionalisme%20dan%20Fundamentalisme-
Pengenalan%20Mengenai%20Teori%20Kosmopolitanisme.html

https://www.kompasiana.com/anitsa33929/5fdb663cd541df1e510fcda4/tantangan-dan-upaya-
mempertahankan-identitas-nasional-di-era-globalisasi

MF Rohman - researchgate.net

Anda mungkin juga menyukai