MULTIKULTURALISME
Disusun Oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat, taufik serta hidayah-Nya
yang tiada terkira kepada kita semua sebagai umat-Nya. Sholawat dan salam tak
lupa selalu terucap pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena
keteladanan dan akhlaknya dan setiap gerak langkahnya kita dapat menjadi umat
terbaik di sisi Allah SWT. Pembuatan makalah ini tentu tidak luput dari
hambatan, namun dengan kuasa Allah Swt. lewat orang-orang di sekitar kita maka
makalah ini dapat terwujud. Oleh karena itu, izinkanlah penulis untuk
menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah membantu penulis, baik berupa moral dan material
kepada:
Tim Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keragaman di dalamnya. Baik dari
suku, agama, ras, dan budayanya. Semuanya berbeda dan menciptakan keindahan. Namun,
problematika yang masih ada di dalam masyarakat yakni adanya sikap ethnosentris. Sikap ini
merupakan sikap yang menganggap bahwa sukunya adalah suku yang berkedudukan paling
tinggi di antara suku-suku lainnya. Hal ini tidak lain juga disebabkan adanya stigma
masyarakat terkait kelompok-kelompok tertentu. Akibatnya dalam kehidupan sehari-hari,
masyarakat selalu mengotak-ngotakkan kelompok dan golongan.
Stigma yang muncul dan berkembang terhadap suatu kelompok sering terjadi sebab
kekurangan pemahaman antara kelompok masyarakat satu dengan kelompok lainnya. Sebagai
generasi bangsa Indonesia, para siswa yang masih duduk di bangku sekolah wajib diberikan
materi ajar berbasis multikulturalisme. Dengan pahamnya generasi bangsa terkait budaya dan
ragamnya Indonesia, maka integrasi bangsa yang semula dibangun oleh pendiri bangsa tetap
bisa kokoh berdiri.
PEMBAHASAN
Kata globalisasi sudah populer beberapa dekade ini. Berasal dari kata global yang
bermakna meliputi seluruh dunia, globalisasi bermakna proses masuknya ke ruang lingkup
dunia.1 Globalisasi merupakan istilah yang digunakan untuk mengungkapkan bahwa suatu
hal telah diketahui oleh penjuru dunia. Banyak hal dari berbagai aspek yang bisa dikatakan
telah masuk dunia global mulai politik, ekonomi, hingga budaya tradisional.
Indonesia merupakan negara yang memiliki karakter khas sebagai cirinya. Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah berdiri kokoh sejak proklamasi kemerdekaan
dengan keindahan ragamnya. Keindahan ragam mulai dari suku, ras, agama, dan budaya yang
terintegrasi tersebut yang telah menjadi jati diri Indonesia.
Multikulturalisme terdiri dari tiga kata, yakni “multi”, “kultur”, dan “isme”. “Multi”
bermakna banyak. “Kultur” yang diserap dari bahasa Inggris “culture” yang bermakna
budaya. Serta “isme” yang berarti pemahaman. Jika ketiga kata tersebut digabungkan, maka
multikulturalisme memiliki pengertian sebagai sebuah paham akan banyaknya atau
beragamnya kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok manusia yang tinggal di suatu
daerah.
Doni Koesoema A memiliki pemahaman bahwa karakter merupakan hal yang sama
dengan kepribadian. Kepribadian adalah sebuah ciri, karakteristik, gaya, atau sifat khas dari
diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, seperti
lingkungan keluarga pada masa kecil juga bawaan seseorang sejak dari lahir. Kemudian, ia
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.web.id/globalisasi, (diakses pada 5 Oktober 2021, pukul 08.23)
2
Felix Baghi, ‘Pendidikan Multikultural Dan Globalisasi: Untuk Profit Atau Cultivating Humanity?’, Jurnal
Pendidikan Dan Kebudayaan Missio, 7.5 (2015), hlm. 180.
menegaskan bahwa karakter ialah struktur antropologis manusia.3 Dalam bingkai NKRI,
Indonesia memiliki karakter khas yang menjadikan jati diri Indonesia terkenal luas.
Salah satu urgensi dari pelaksanaan pendidikan multikultural ialah supaya Indonesia
maju ke dunia global tanpa kehilangan karakter/jati diri bangsanya. Peluang dari adanya
multikulturalisme sebagai dampak dari globalisasi, antara lain:
Tujuan dari pendidikan multikultural juga untuk memupuk rasa bangga akan identitas dan
jati diri bangsa. Ketika pemahaman generasi bangsa sudah benar tentang multikulturalisme,
maka konsep positif akan terus berkembang. Pemahaman ini akan berkontribusi terhadap
keseluruhan prestasi siswa baik intelektual, akademis, maupun sosial siswa. 6 Mereka akan
mampu memiliki semangat positif untuk membawa budaya bangsa dan memperkenalkannya
lebih jauh ke kancah internasional.
Dengan memahami jati diri bangsa yang berisi nilai dan budaya yang dipegang erat oleh
generasi pendahulu, para generasi muda akan memiliki pegangan yang kokoh. Klarifikasi
3
Edhy Rustan, ‘Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Daerah Berbasis Multikultural Dalam Mewujudkan Pendidikan
Yang Berkarakter Di Era Globalisasi’ (Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara, 2010), hlm. 248.
4
Taat Wulandari, Konsep Dan Praksis Pendidikan Multikultural, First Edit (UNY Press, 2020), hlm. 16.
5
Taat Wulandari, Konsep Dan Praksis Pendidikan Multikultural, First Edit (UNY Press, 2020), hlm. 25..
6
Ibid, hlm. 26.
nilai yakni mengajari generasi muda untuk menghargai dan menerima pluralisme etnis,
menyadarkan bahwa perbedaan budaya bukanlah berarti ada budaya yang lebih tinggi
daripada budaya lain, dan untuk mengakui bahwa keragaman merupakan bagian integral dari
manusia.7 Ketika tahu budaya dari negara dan bangsa lain, maka generasi yang telah
memiliki pegangan yang kokoh akan nilai dan budaya bangsa sendiri tidak akan mudah
terbawa arus globalisasi.
Dengan paham akan multikulturalisme, generasi muda akan tahu kelebihan bangsanya
kemudian tumbuh rasa kebangsaan yang kuat. Kemudian, tidak dapat dipungkiri bahwa
semua manusia hidup di bumi yang sama. Kepedulian dengan warga negara lain dan dunia
juga perlu dikembangkan. Dengan pemahaman multikulturalisme akan membuat manusia
hidup berdampingan secara damai.
Akibat dari globalisasi sangat terasa di kalangan masyarakat. Hari ini, semakin
canggihnya zaman membuat batas-batas negara seolah tidak nampak jelas. Dengan teknologi
tersebut, memungkinkan seseorang yang sedang berada di kamar menjelajahi penjuru dunia.
Ia bisa mengetahui apa yang sedang panas diperbincangkan di negara lain tetapi justru tidak
tahu bahwa ada tetangganya yang jatuh akibat kecelakaan. “Mendekatkan yang jauh dan
menjauhkan yang dekat” semakin terlihat nyata.
7
Ibid.
8
Ibid, hlm. 27.
Pada awal mulanya, hubungan internasional dibangun dari ekonomi pasar global dan
difusi teknologi informasi kemudian mengarah pada hal yang kompleks dan membawa
perubahan sikap hidup manusia.9
Semakin dunia terasa kecil (sebab kecanggihan teknologi), besar kemungkinan hal ini
akan mengancam nilai-nilai tradisi, mengkerdilkan kebiasaan, dan mengikis relasi
interpersonal. Hubungan kekerabatan banyak dilakukan secara virtual dan teknis. Banyak
orang terlihat hanya mengejar waktu, efisiensi, profit, teknik, dan bukannya relasi
kemanusiaan yang wajar dan penuh simpati.10 Sehingga hidup terasa kosong tanpa
kebermaknaan sejati.
Kaum kapitalis secara global ingin melokalisir kekuatan mereka untuk mengglobalkan
hasil usaha mereka. Akibatnya individu/kelompok masyarakat mengalami degradasi makna
tentang nilai tradisi mereka. Hal ini terjadi ketika masyarakat mulai menyamakan cara
pandang dan praksis hidup mereka dengan norma atau kekuatan kapitalis yang sedang
mendominasi dunia ini.11
c. Budaya meniru
Virus yang sedang merasuki penduduk dunia ialah virus dunia maya yang menyamar
dalam teknologi informasi dan komunikasi.12 Masyarakat memandang bahwa hal yang
digaungkan oleh orang luar negeri merupakan hal yang keren lalu ditirunya. Mereka lupa
untuk menyaringnya dengan nilai/ideologi bangsa Indonesia. Fenomena k-pop wave yang
sekarang semakin mendunia seolah menggerogoti jiwa kebudayaan yang dimiliki oleh
generasi muda Indonesia. Mulai dari model baju, sampai ke resep makanan banyak meniru
dari budaya luar. Anak muda sekarang bisa jadi lebih ingin tahu cara membuat tteokpokki
daripada gudeg, misalnya. Sebagai dampak globalisasi, generasi Indonesia semakin kurang
mengenali budaya sendiri. Banyak yang bisa berbahasa Korea namun tidak bisa berbahasa
daerah sendiri.
9
Felix Baghi, op.cit, hlm. 179.
10
Ibid.
11
Ibid.
12
Ibid.
d. Wawasan multikulturalisme yang belum mendunia
Ketiadaan jaringan dan latar belakang kerja sama yang baik dalam seluruh tatanan
pendidikan secara global, akan memberikan dampak pada interaksi manusia yang terpusat
pada norma-norma pasar bebas. Bahayanya, nilai hidup manusia dilihat sebagai instrumen
untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Pendidikan multikulturalisme yang dilaksanakan
hendaknya mengajarkan generasi muda untuk melihat diri mereka sebagai bagian dari
kelompok yang heterogen dan memahami kelompok lain yang tidak mereka ketahui
sebelumnya.13 Dengan demikian, generasi muda siap mengambil peran dalam dunia global
tanpa terombang-ambing arus global.
e. Penipuan publik
Data yang dimuat di publik, masih belum bebas dari hoax. Dalam hal kultur, konflik
agama, perseteruan budaya, perkelahian antar suku dan ras bisa saja disebabkan dalam arus
informasi yang kabur sumbernya. Orang baik bisa dijadikan buruk di media sosial. Hal ini
kemudian menyulut respon yang beragam dari masyarakat yang bisa berakibat pertengkaran
dan ketidakdamaian baik dalam satu suku atau suku yang berbeda.
Melalui penanaman pemahaman tentang multikulturalisme yang baik dan benar, yakni
secara objektif supaya menangkal segala negative stereotype yang mudah merasuk dalam
masyarakat dan menyulut kebencian.14 Anak-anak akan lebih mudah menerima dan
memahami perbedaan jika dijelaskan dengan baik dan benar.
13
Ibid.
14
Ibid, hlm. 181.
15
Rhenald Kasali, Disruption: Tak ada yang tak bisa diubah sebelum dihadapi, Motivasi saja tidak
cukup (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2017), hlm.139.
disebuah bidang akan membuat pergerakan dunia industri dan persaingan kerja menjadi tidak
linear.16
Konsep awal revolusi industri 4.0 pertama kali dikenalkan oleh Profesor Klaus Schwab
yang merupakan seoran ahli ekonomi melalui bukunya yang berjudul “The Fourth Industrial
Revolution”. Dalam bukunya Profesor Klaus menjelaskan, bahwa revolusi industri 4.0 telah
mengubah hidup, pola pikir dan cara kerja manusia.17 Dalam perkembangannya, revolusi
industri 4.0 ini memberikan tantangan sekaligus dampak bagi generasi muda bangsa
Indonesia. Namun disamping tantangan maupun dampak yang ditumbulkan dari era disrupsi
atau revolusi industri 4.0, di era ini juga terdapat peluang dalam dunia pendidikan khususnya
pada pendidikan multikultural.
Perkembangan zaman telah jauh mengantarkan manusi kepada tahapan periode teknologi
yang berbasis internet yang biasa disebut dengan era revolusi 4.0. Suatu periode yang
istilahnya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Perkembangan teknologi dan informasi
terjadi begitu sangat cepat menyebarnya.
Melalui pemahaman pendidikan multikultural yang benar, dimulai dari kurikulum
berbasis multikultural, inovasi mata pelajaran pendidikan multikultural di setiap jenjang
pendidikan, peran guru dalam mengimplementasikan nilai-nilai multikultural atau
keberagaman di sekolah, menumbuhkan sikap kepedulian sosial sejak dini pada siswa,
sensitifitas terhadap diskriminasi. Selain itu guru juga dapat mengintegrasikan konten yang
diberikan dalam hal ini pemanfaat teknologi yang berkembang seperti media televisi dan juga
media sosial sehingga konsep pendidikan multikultural akan dapat diterapkan oleh generasi
muda kita serta dapat menumbuhkan kembali identitas nasional yang mulai luntur di era
revolui industri 4.0. Pemahaman pendidikan multikultural bagi generasi muda kita memang
sangat penting dalam menumbuhkan identitas nasional, karena pada era revolusi industri 4.0
sendiri salah satu kompetensi yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah kemampuan
generasi muda untuk memecahkan masalah (problem solving). Dalam hal ini permasalahan-
permasahalan yang ditimbulkan dari gagalnya pendidikan multikultural di era revolusi
industri 4.0
2.5 Peluang Multikulturalisme sebagai Dampak dari Disrupsi
Munculnya teknologi serba internet memberikan peluang dalam dunia pendidikan
yang fokusnya pada multikulturalisme. Munculnya internet akan sangat membantu dalam
mempersatukan satu budaya dengan budaya yang lainnya di Indonesia. Berikut peluang
multikulturalisme sebagai dampak dari disrupsi:
a. Memudahkan Masuknya Informasi antar Budaya
Dasar kurangnya rasa saling memiliki dan menjunjung tinggi rasa egoisme diri sendiri
adalah kurangnya pengertian satu sama lain. Pengertian, rasa saling memahami tercipta dan
akan muncul jika satu sama lain saling mengenal. Namun karena banyaknya kultur atau
budaya di Indonesia yang lahir dari macam-maca suku dan ras, tentunya sulit untuk dikenali
satu dengan yang lainnya. Di era disrupsi atau revolusi industri 4.0 ini, banyak peluang untuk
16
17
Abdul Rohman, Yenni Eria, 2018, Pendidikan Multikultural: Penguat Identitas Nasional Di Era
Revolusi Industri 4.0, Jombang: UNWAHA, hlm. 44.
merekatkan persatuan Indonesia yang dibungkus dengan multikulturalisme, salah satunya
yaitu memudahkan semua orang mencari informasi, mengetahui dan memahami macam-
macam budaya satu dengan yang lainnya. Kecanggihan internet yang menjadi andalan di era
disrupsi ini akan sangat membantu. Karena kita ketahui bahwa hampir semua informasi yang
kita inginkan dapat kita lihat di internet. Maka dari itu peluang untukl saling memahami antar
budaya suku maupun ras harus kita manfaatkan dengan baik. Hal ini bermanfaat untuk
menekan misskonsepsi atau bedanya pandangan dari satu budaya dengan yang lainnya.
Sehingga ketika sudah dapat memahami satu budaya dengan yang lainnya, apabila kita
berbaur dengan orang-orang yang latar belakangnya berbeda budaya maka akan membantu
kita untuk dapat dengan mudah melakukan adaptasi. Dengan demikian, pertikaian akibat dari
perbedaan dapat diantisipasi dengan saling mengenal dan memahami antar budaya.
b. Meningkatkan persatuan
Banyak orang yang tergerak hatinya untuk menegakkan persatuan di Indonesia ini.
Menyatukan bermacam-macam suku dan budaya, adat istiadat yang tentunya banyak
perbedaan yang melatarbelakanginya. Di era disrupsi ini hal itu dapat terfasilitasi dengan
baik. Penggunaan internet dan berbagai media lain dapat membantu menyebar luaskan
informasi mengenai budaya dalam suatu suku dan adat. Misalnya, dengan membuat video
dokumentasi mengenai prosesi adat, dan lainnya. Harapannya dengan menyebarluaskan
informasi mengenai kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia khususnya, akan ada
banyak orang yang juga tergerak dalam menyebar luaskan persatuan. Sehingga tidak ada lagi
yang kesulitan mencari informasi mengenai persatuan, supaya satu dnegan lainnya lebih
toleransi dan menghindari pertikaian akibat perbedaan budaya.
c. Memfasilitasi Hubungan Jarak Jauh
Perbedaan wilayah sering kali juga menjadi pembatas antara satu budaya dengan yang
lainnya. Melihat di Indonesia secara geografi terbagi atas pulau-pulau yang dipisahkan
dengan lautan. Dalam komunikasi tradisional tentunya untuk berinteraksi dengan budaya
yang lainnya sangat sulit dan harus menempuh perjalanan berhari-hari. Namun, dengan
kecanggihan teknologi di era disrupsi ini terciptalah teknologi komunikasi telepon dan
internet, sehingga hubungan dengan saudara yang jauh akan terjaga. Karena menjaga
hubungan menjadi salah satu kunci dalam terjalinnya toleransi dan menghindari perbedaan
yang mungkin dapat memicu adanya pertikaian.
2.6 Ancaman Multikulturalisme di Era Disrupsi
Dampak era disrupsi atau revolusi industri 4.0 ini telah sangat mempengaruhi pola pikir,
pola sikap dan tatanan kehidupan dalam masyarakat. Sikap dan prilaku masyarakat telah
berubah secara sangat fundamental ke era digital dan serba menggunakan internet, dimana
yang tadinya dengan tatap muka menjadi bersifat dunia maya atau online. Sehingga interaksi
antara manusia dan teknologi sudah tidak terelakkan lagi. Disrupsi atau revolusi Industri 4.0
juga menyimpan berbagai dampak negatif atau ancaman terutama pada multukultural bangsa
ini. Berikut ini ancaman disrupsi terhadap pendidikan multikultural:
a. Adanya pembatas antara masyarakat
Teknologi tidak serta merta muncul begitu saja dan dapat diterapkan oleh smua
kalangan. Teknologi dapat dilihat sebagai kemajuan, namun tidak semua orang dapat
mengikuti kemajuan tersebut. Masyarakat yang mampu dan berpendidikan akan cenderung
lebih menguasai era disrupsi ini dengan memanfaatkan teknologi yang ada, sedangkan orang
yang kurang mampu dan tidak berpendidikan tidak mudah memahami apalagi menggunakan
fasilitas teknologi yang ada. Sehingga dalam hal ini, teknologi dapat membatasi kalangan
masyarakat. Dengan demikian akan tercipta masyarakat dengan berbagai kalangan, yang
memicu banyak perbedaan.
b. Media penyebaran berita perpecahan
Kecanggihan teknologi tentunya sangat memudahkan banyak kalangan yang
menggunakannya. Namun, ada kalangan yang memanfaatkan kecanggihan teknologi
terutama internet dengan tidak bijak. Berita hoax mengenai perpecahan, pertikaian akibat
perbedaan sudah banyak tersebar di dunia maya. Akibatnya akan terjadi suasana yang
semakin memanas apabila diterima oleh orang yang kurang memahami informasi yang
tersebar. Sehingga, berita-berita yang kurang tepat mengenai perbedaan dan pertikaian akan
semakin memicu perpecahan teturama jika melibatkan dua golongan dengan visi yang
berbeda. Dengan demikian, sebaiknya memanfaatkan teknologi dengan bijak.
c. Menjauhkan yang dekat
Banyak sekali yang kecanduan dengan gadget atau hp genggam. Banyaknya aktifitas
yang dapat dilakukan dengan gadget seringkali membuat kita tidak menyadari adanya orang
disekitar kita. Kesibukan yang diciptakan sendiri-sendiri akan mempersempit interaksi dan
mengakibatkan renggangnya hubungan. Dengan demikian, di era disrupsi yang serba
menggunakan teknologi ini baiknya kita manfaatkan teknologi dengan bijak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Peluang multikulturalisme di era globalisasi
Abdul Rohman, Yenni Eria. Pendidikan Multikultural: Penguat Identitas Nasional Di Era
Revolusi Industri 4.0 (Jombang: UNWAHA, 2018)
Edhy Rustan. ‘Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Daerah Berbasis Multikultural Dalam
Mewujudkan Pendidikan Yang Berkarakter Di Era Globalisasi’ (Kantor Bahasa Provinsi
Sulawesi Tenggara, 2010).
Felix Baghi. ‘Pendidikan Multikultural Dan Globalisasi: Untuk Profit Atau Cultivating
Humanity?’ (Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan Missio, 7.5, 2015).
Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.web.id/globalisasi, (diakses pada 5 Oktober
2021, pukul 08.23).
Rhenald Kasali. Disruption: Tak ada yang tak bisa diubah sebelum dihadapi, Motivasi saja
tidak cukup (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2017).
Taat Wulandari. Konsep Dan Praksis Pendidikan Multikultural, First Edit (UNY Press,
2020).