Anda di halaman 1dari 29

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA

SERTA PENDEKATAN DAN MODEL PENDIDIKAN MULTIKULTUR


Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Multikultur
Dosen Pengampu :
1. Prof. Dr. Sudjarwo, M.Si.
2. Nurhayati, S.Pd., M.,Pd.

Disusun Oleh:

1. Anggie Mutia Sari 2013032018 7. Nakita Viorova R 205303200


2. Ahmad Fahreza 2013032040 8. Nurlaili Husna 2013032002
3. Barine Briliance I 2013032024 9. Septiyana 2013032047
4. Dito Anas P 2013032034 10. Shofi Shifa S 2013032030
5. Elisa Novia 2013032017 11. Silvia Tamara 2013032005
6. Kezia Febiliani PS2013032012

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


JURUSAN PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR
Pertama kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana pada
kesempatan ini kami masih diberikan kesehatan dan kemudahan dalam mengerjakan
tugas makalah mata kuliah Pendidikan Multikultur
Terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan kami kemudahan
dengan hasil penelitiannya maupun sumber referensi yang kami gunakan dan rekan-
rekan kelompok tiga atas kontribusi dan kerjasamanya yang baik sehingga makalah
yang berjudul “Problematika Pendidikan Multikultural Di Indonesia Serta Pendekatan
Dan Model Pendidikan Multikultur” dapat disusun dengan baik.
Kami dari kelompok tiga sangat memahami jika makalah kami masih amat jauh
dari kata terbaik, oleh karena itu perlu kritik dan saran membangun untuk memperbaiki
hasil diskusi kami pada makalah ini. Besar harapan kami semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada para pembaca sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan baru.

Bandar Lampung, 6 November 2022

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3 Tujuan ........................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 5

2.1 Refleksi Tentang Pendidikan Multikultural .......................................... 5

2.2 Keragaman Dan Problematika Sosial .................................................... 6

2.3 Implementasi Pendidikan Multikultural Dan Problem Sosial ............. 10

2.4 Metode dan Pendekatan Multikultural .................................................... 11

2.5 Model Pembelajaran Modifikasi Tingkah Laku .................................... 14

2.6 Pengembangan Model Pembelajaran Multikultural Berbasis Proyek di SMA


.................................................................................................................... 17

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 24

3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 24

3.2 Saran........................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Haryono, ( 2021:57 ) Indonesia sebagai salah satu negara multikultur yang


memiliki sosio kultural, suku bangsa, agama, kondisi geografis, adat istiadat yang
beragam. Realitas tersebut menjadi ciri khas plural majemuk apabila masyarakat
saling beriringan, saling melengkapi, menghargai dan mampu saling beradaptasi
Namun sebaliknya akan menjadi rentan memicu ketegangan konflik yang
disebabkan antara lain terjadinya segmentasi kelompok yang memiliki
kebudayaan berbeda, Oleh karena itu diperlukan sikap keterbukaan serta terjalin
komunikasi baik.
Alternatif untuk meminimalisir problem di masyarakat dimunculkan alternative
pendidikan multikultural yaitu pendidikan yang menghargai perbedaan. Modood
dalam Zamroni (2008, p.75) menyatakan bahwa ide kewarganegaraan yang
multikultural adalah kritik dari asimilasi budaya tradisional yang dituntut oleh
kaum migran dan minoritas, serta individualisme liberal yang tidak memiliki
ruang untuk kelompok. Namun, didasarkan pada pengembangan dari ide-ide
kesetaraan individu dan kewarganegaraan yang demokratis. Pendidikan
multikultural juga sangat relevan dengan pendidikan demokrasi di masyarakat
plural seperti Indonesia, yang menekankan pada pemahaman akan multi etnis,
multi ras, dan multikultur yang memerlukan konstruksi baru atas keadilan,
kesetaraan dan masyarakat yang demokratis (Supriatin & Nasution, 2017).
Perbedaan tersebut tidak menjadi sumber konflik dan perpecahan. Sikap saling
toleransi inilah yang nantinya akan menjadikan keberagaman yang dinamis,
kekayaan budaya yang menjadi jati diri bangsa yang patut untuk dilestarikan.
Dalam pendidikan multikultural, setiap peradaban dan kebudayaan berada dalam
posisi yang sejajar dan sama, tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi atau
dianggap lebih tinggi (superior) dari kebudayaan yang lain, dialog meniscayakan

1
adanya persamaan dan kesamaan antara pihak-pihak yang terlibat, anggapan
bahwa kebudayaan tertentu lebih tinggi dari kebudayaan yang lain akan
melahirkan fasisme, nativisme dan chauvinism, oleh karena itu diperlukan adanya
sumbang pemikiran yang pada gilirannya akan memperkaya kebudayaan atau
peradaban yang saling menghargai perbedaan.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia,
karena dengan pendidikan manusia membentuk kepribadian yang berkualitas.
Pendidikan tidak hanya bisa dilakukan di dalam lembaga pendidikan (sekolah) namun
pendidikan juga bisa dilakukan diluar sekolah dan tanpa batas waktu atau berlangsung
seumur hidup. Berbagai masalah yang timbul di negara kita, Indonesia, dikarenakan
adanya keberagaman budaya yang pada dasarnya Indonesia adalah negara yang terdiri
dari berbagai latar belakang sosial budaya meliputi ras, suku, agama, status sosial, mata
pencaharian dan lain-lain. Berbagai masalah yang timbul tersebut yang akhirnya
menjadi konflik berkepanjangan. Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan dari Negara
Indonesia yang berarti berbeda-beda tapi tetap satu jua. Hal ini sudah jelas menandakan
bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya, suku bangsa,
agama, bahasa, dan sebagainya. Keragaman di Indonesia telah memunculkan
kebhinekaan yang menjadi ciri dan karakteristik, tetapi bisa memunculkan beberapa
persoalan, misalnya problematika antar suku, separatisme, dan hilangnya toleransi
dalam menghormati hak-hak orang lain. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka
dibutuhkan suatu solusi, salah satunya adalah pendidikan yang bersifat multikultural.
Pendidikan multikultural pada intinya adalah pendidikan yang memberikan penekanan
terhadap proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus, dan toleran
terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat dengan
tingkat pluralitas yang tinggi. Dengan model pendidikan ini, diharapkan masyarakat
Indonesia mampu menerima, toleran, dan menghargai keragaman yang ada di
Indonesia Melalui multikulturalisme diharapkan mampu menanamkan nilai nilai inti
dari pendidikan multikultural itu, yakni demokrasi, humanisme, dan pluralisme.
Pendidikan multikultural diharapkan mampu menjawab tantangan zaman di masa

2
globalisasi, Multikulturalisme sebagai respon terhadap realitas, dimana masyarakat
selalu menjadi plural (jamak) dan tidak monolitik. Keanekaragaman membawa
perbedaan dan dapat berujung pada konflik. Namun bukan berarti konflik selalu
disebabkan oleh perbedaan. Dari sudut pandang agama, keragaman keyakinan, budaya,
dan pandangan hidup penting untuk diangkat Kembali mengingat penganut agama-
agama di Indonesia masih awam, sehingga sangat rawan dengan konflik dan kekerasan.
James A. Banks memberikan pengertian tentang Pendidikan Multikultural sebagai
konsep, ide, atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan
penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di
dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-
kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara. Menurut Paul Gorski
pendidikan multikultural merupakan pendekatan progresif untuk mengubah
pendidikan secara holistik dengan mengkritik dan memusatkan perhatian pada
kelemahan, kegagalan, dan praktek diskriminatif .Keadilan sosial, persamaan
pendidikan, dan dedikasi melandasi pemberian kemudahan pengalaman pendidikan
dalam mewujudkan semua potensi secara penuh dan mewujudkan manusia yang sadar
dan aktif di lingkungan manapun. Jadi, dalam menangani problematika dari Pendidikan
Multikulturalisme diperlukan pendekatan dan model dari Pendidikan multikultur.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Refleksi tentang Pendidikan Multikultural?


2. Apa saja problematika sosial dan keberagaman yang meliputi problem
masyarakat multikultural di Indonesia , keragaman identitas, budaya daerah,
pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah , merosotnya rasa nasionalisme
serta fanatisme?
3. Apa yang menjadi konflik kesatuan nasional dan multikultural-meliputi
diferensiasi tingkat sosial ekonomi, disharmonisasi dan perilaku
diskriminatif?

3
4. Bagaimana Implementasi Pendidikan Multikultural dalam menangani
problem sosial meliputi, mengkonstruksi pengetahuan , mengurangi
prasangka , kesetaraan pedagogi?
5. Bagaimana Metode dan Pendekatan Multikultural?
6. Bagaimana Model Pembelajaran Pendidikan Multikultural?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Refleksi tentang Pendidikan Multikultural.
2. Untuk mengetahui Problematika sosial dan keberagaman yang meliputi
problem masyarakat multikultural di Indonesia , keragaman identitas, budaya
daerah, pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah, merosotnya rasa
nasionalisme serta fanatisme.
3. Untuk mengetahui Konflik kesatuan nasional dan multikultural-meliputi
diferensiasi tingkat sosial ekonomi, disharmonisasi dan perilaku diskriminatif.
4. Untuk mengetahui Implementasi Pendidikan Multikultural dalam menangani
problem sosial meliputi, mengkonstruksi pengetahuan, mengurangi
prasangka, kesetaraan pedagogi
5. Untuk mengetahui Metode dan Pendekatan Multikultural.

6. Untuk mengetahui Model Pembelajaran Pendidikan Multikultural.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Refleksi Tentang Pendidikan Multikultural

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup


manusia, karena dengan pendidikan manusia membentuk kepribadian yang berkualitas.
Pendidikan tidak hanya bisa dilakukan di dalam lembaga pendidikan (sekolah) namun
pendidikan juga bisa dilakukan diluar sekolah dan tanpa batas waktu atau berlangsung
seumur hidup.

Berbagai masalah yang timbul di negara kita, Indonesia, dikarenakan adanya


keberagaman budaya yang pada dasarnya Indonesia adalah negara yang terdiri dari
berbagai latar belakang sosial budaya meliputi ras, suku, agama, status sosial, mata
pencaharian dan lain-lain. Berbagai masalah yang timbul tersebut yang akhirnya
menjadi konflik berkepanjangan.

Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan dari Negara Indonesia yang berarti
berbeda-beda tapi tetap satu jua. Hal ini sudah jelas menandakan bahwa Indonesia
merupakan negara yang memiliki keragaman budaya, suku bangsa, agama, bahasa, dan
sebagainya. Keragaman di Indonesia telah memunculkan kebhinekaan yang menjadi
ciri dan karakteristik, tetapi bisa memunculkan beberapa persoalan, misalnya
problematika antar suku, separatisme, dan hilangnya toleransi dalam menghormati hak-
hak orang lain. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka dibutuhkan suatu solusi,
salah satunya adalah pendidikan yang bersifat multikultural.

Pendidikan multikultural pada intinya adalah pendidikan yang memberikan


penekanan terhadap proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus, dan
toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat
dengan tingkat pluralitas yang tinggi. Dengan model pendidikan ini, diharapkan

5
masyarakat Indonesia mampu menerima, toleran, dan menghargai keragaman yang ada
di Indonesia Melalui multikulturalisme diharapkan mampu menanamkan nilai nilai inti
dari pendidikan multikultural itu, yakni demokrasi, humanisme, dan pluralisme.

Pendidikan multikultural diharapkan mampu menjawab tantangan zaman di


masa globalisasi, Multikulturalisme sebagai respon terhadap realitas, dimana
masyarakat selalu menjadi plural (jamak) dan tidak monolitik. Keanekaragaman
membawa perbedaan dan dapat berujung pada konflik. Namun bukan berarti konflik
selalu disebabkan oleh perbedaan. Dari sudut pandang agama, keragaman keyakinan,
budaya, dan pandangan hidup penting untuk diangkat kembali mengingat penganut
agama-agama di Indonesia masih awam, sehingga sangat rawan dengan konflik dan
kekerasan.

James A. Banks memberikan pengertian tentang Pendidikan Multikultural


sebagai konsep, ide, atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe)
dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di
dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-
kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara. Menurut Paul Gorski
pendidikan multikultural merupakan pendekatan progresif untuk mengubah
pendidikan secara holistik dengan mengkritik dan memusatkan perhatian pada
kelemahan, kegagalan, dan praktek diskriminatif .Keadilan sosial, persamaan
pendidikan, dan dedikasi melandasi pemberian kemudahan pengalaman pendidikan
dalam mewujudkan semua potensi secara penuh dan mewujudkan manusia yang sadar
dan aktif di lingkungan manapun.

2.2 Keragaman Dan Problematika Sosial


Negara Indonesia memiliki keunikan dan keragaman yang tidak sama dengan problem
yang dihadapi oleh negara lain, dampaknya keragaman bisa menyebabkan gesekan
yang bisa menyebabkan disparitas pemicu problematika, Problem pendidikan
multikultural di Indonesia secara garis besar dapat dipetakan menjadi dua hal, yaitu :
problem kemasyarakatan pendidikan multikultural dan problem pembelajaran
pendidikan multikultural.

6
A. Problem Kemasyarakatan Pendidikan Multikultural Di Indonesia
Dalam studi sosial, ajakan agar selalu hidup berdampingan secara damai
(koeksistensi damai) ini merupakan bentuk sosialisasi nilai yang terkandung dalam
multikulturalisme. Kesadaran akan pentingnya kemajemukan mulai muncul seiring
gagalnya upaya nasionalisme negara, yang dikritik karena dianggap menekankan
kesatuan daripada keragaman. Bertolak dari kenyataan ini, kini dirasakan semakin
perlunya kebijakan multikultural yang memihak keragaman. Tetapi, dalam
implementasinya pendidikan multikultural berhadapan dengan berbagai problem di
masyarakat, yang menghambat penerapan pendidikan multikultural di dalam ranah
pendidikan. Problem-problem tersebut antara lain :

1. Keragaman identitas budaya daerah


Keragaman ini menjadi modal sekaligus potensi konflik. Keragaman
budaya daerah memang memperkaya khasanah budaya dan menjadi modal
yang berharga untuk membangun Indonesia yang multikultural. Namun
kondisi neka-budaya itu sangat berpotensi memecah belah dan menjadi
lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial. Masalah ini muncul jika
tidak ada komunikasi antar budaya daerah. Tidak adanya komunikasi dan
pemahaman pada berbagai kelompok budaya lain justru dapat menjadi
konflik dan menghambat proses pendidikan multikultural.
Dalam mengantisipasi hal ini, keragaman yang ada harus diakui sebagai
sesuatu yang mesti ada dan dibiarkan tumbuh sewajarnya. Selanjutnya
diperlukan suatu manajemen konflik agar potensi konflik dapat terkoreksi
secara dini untuk ditempuh langkah-langkah pemecahannya, termasuk di
dalamnya melalui pendidikan multikultural. Dengan adanya pendidikan
multikultural itu diharapkan masing- masing warga daerah tertentu bisa
saling mengenal, memahami, menghayati dan bisa saling berkomunikasi.
2. Pergeseran Kekuasaan Dari Pusat ke Daerah
Sejak dilanda arus reformasi dan demokratisasi, Indonesia dihadapkan pada
berbagai tantangan baru yang sangat kompleks. Salah satu di antaranya

7
yang paling menonjol adalah persoalan budaya. Dalam arena budaya,
terjadinya pergeseran kekuatan dari pusat ke daerah membawa dampak
besar terhadap pengakuan budaya lokal dan keragamannya. Kebudayaan
sebagai sebuah kekayaan bangsa, harus dikembangkan dalam konteks
budaya lokal masing-masing.
Adanya isu kedaerahan dalam kekuasaan yang dimanfaatkan untuk merebut
kekuasaan ataupun melanggengkan kekuasaan akan menyebabkan dilema
dan permasalahan apabila isu ini terus dihembuskan justru akan membuat
orang terkotak oleh isu kedaerahan yang sempit.
3. Merosotnya Rasa Nasionalisme
Keragaman budaya ini membutuhkan adanya kekuatan yang menyatukan
(integrating force) seluruh pluralitas negeri ini. Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa, kepribadian nasional dan ideologi negara
berfungsi sebagai integrating force. Nasionalisme perlu ditegakkan namun
dengan cara-cara yang edukatif, persuasif dan manusiawi bukan dengan
pengerahan kekuatan. Sejarah telah menunjukkan peran Pancasila yang
kokoh untuk menyatukan kedaerahan, suatu keharusan bagi seluruh elemen
bangsa ini memiliki semangat nasionalisme yang kokoh untuk meredam
dan menghilangkan isu yang dapat memecah persatuan dan kesatuan
bangsa.
4. Fanatisme Sempit
Fanatisme dalam arti luas memang diperlukan. Namun yang salah adalah
fanatisme sempit, yang menganggap bahwa kelompoknya yang paling
benar, paling baik dan kelompok lain harus dimusuhi. Gejala fanatisme
sempit yang banyak menimbulkan korban ini banyak terjadi di masyarakat.
Munculnya isu agama maupun gerakan radikal akan dapat menimbulkan
gejala ke arah disintegrasi bangsa. Di sini pendidikan multikultural
memiliki peran yang penting sebagai wahana peredam fanatisme sempit.
Karena di dalam pendidikan multikultural terkandung ajaran untuk

8
menghargai seseorang atau kelompok lain walaupun berbeda suku, agama,
rasa atau golongan.

B. Konflik Kesatuan Nasional dan Multikultural


Ada tarik menarik antara kepentingan kesatuan nasional dengan gerakan
multikultural. Di satu sisi ingin mempertahankan kesatuan bangsa dengan
berorientasi pada stabilitas nasional. mencapai kepentingan- kepentingan
politik tertentu. Hal ini justru menimbulkan perasaan antipati terhadap
kekuasaan pusat yang tentunya hal ini bisa menjadi ancaman bagi integrasi
bangsa. Oleh karena itu pendidikan multikultural diharapkan dapat
menjembatani berbagai perbedaan agar tidak terjadi benturan antara kesatuan
nasional dan multikultural.
1. Diferensiasi tingkat sosial ekonomi
Kehidupan tingkat sosial ekonomi yang berbeda dapat menyebabkan
kecemburuan sosial yang bernuansa konflik ada beberapa peristiwa di tanah
air yang bernuansa konflik kondisi demikian menyebabkan masyarakat
dengan mudah terintimidasi untuk melakukan tindakan yang anarkis ketika
himpitan ekonomi Mereka akan mudah menumpahkan kekesalan pada
kelompok-kelompok mapan. adanya tekanan ekonomi memaksa orang
bertindak destruktif. Melalui pendidikan multikultural diharapkan dapat
menjadikan masyarakat untuk berperilaku bijak. saling menghormati
sesama manusia tanpa melihat kelas stratifikasi sosial.
2. Disharmonisasi dan perilaku diskriminatif
Globalisasi menyebabkan kerentanan disharmoni maupun perilaku yang
diskriminatif masyarakat yang memunculkan masalah kesenjangan di
berbagai bidang, kondisi tersebut sebagai. Paradox
globalisasi(Setiadi,2006:152)

9
2.3 Implementasi Pendidikan Multikultural Dan Problem Sosial

Pendidikan multikultural dalam wacana dan realita implementasinya terdapat problem


kemasyarakatan, maupun pembelajaran. Konsep Pendidikan multikultural dalam
pendidikan formal maupun non formal di masyarakat. Dilakukan dalam kerangka
strategi pembelajaran formal berbasis budaya kolaboratif dan toleransi yang dapat
mendorong terjadinya proses imajinatif, metaforik, berpikir kreatif, dan kesadaran ,

A Hal -Hal Yang Perlu Diperhatikan Antara Lain Proses Mengkonstruksi


Pengetahuan (The Knowledge Construction Process)
Problem proses mengkonstruksi sebuah pengetahuan dapat menjadi problem bagi
pendidikan multikultural. apabila peserta terdiri dari berbagai budaya, etnis, agama,
dan golongan dapat memunculkan kesulitan tersendiri untuk menyusun sebuah
bangunan pengetahuan yang berlandaskan atas dasar perbedaan dan keragaman
budaya. Kesulitan dalam menentukan aspek budaya mana yang dapat dipilih untuk
membantu peserta didik memahami konsep kunci secara tepat. Meskipun kadang biasa
memuncul-kan perspektif biasa.

B. Mengurangi Prasangka (Prejudice reduction)


Prasangka mengarah pada pandangan yang emosional dan bersifat negatif terhadap
orang atau sekelompok orang dan sebagai salah satu rintangan atau hambatan dalam
berkomunikasi karena orang yang berprasangka sudah bersikap curiga dan menentang
pihak lain. Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas
dasar prasangka buruk tanpa memakai pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang
nyata.

Keterbukaan, kedewasaan sikap, pemikiran global yang bersifat inklusif, serta


kesadaran kebersamaan, merupakan modal yang sangat menentukan bagi terwujudnya
bangsa Indonesia yang menyatu dalam keberagaman, Segala bentuk kesenjangan
didekatkan, segala keanekaragaman dipandang sebagai kekayaan bangsa, milik
bersama. Sikap inilah yang perlu dikembangkan dalam pola pikir masyarakat kita.

10
C. Kesetaraan Paedagogi (Equity Pedagogy)
Kesetaraan atau kesederajatan bermakna adanya persamaan kedudukan manusia Oleh
karena itu, prinsip kesetaraan atau kesederajatan mensyaratkan jaminan akan
persamaan derajat, hak dan kewajiban. Problematika yang terjadi dalam kehidupan,
adalah munculnya sikap dan perilaku untuk tidak mengakui adanya persamaan derajat,
hak, dan kewajiban antar manusia atau antar warga.

2.4 Metode dan Pendekatan Multikultural


Pendidikan multikultural secara umum digunakan metode dan pendekatan
(method and approaches) yang beragam. Adapun metode yang dapat digunakan dalam
pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:

1) Metode Kontribusi
Dalam penerapan metode ini pembelajar diajak berpartisipasi dalam memahami
dan mengapresiasi kultur lain. Metode ini antara lain dengan menyertakan pembelajar
memilih buku bacaan bersama, melakukan aktivitas bersama. Mengapresiasikan even-
even bidang keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Pebelajar bisa melibatkan pembelajar di dalam pelajaran atau pengalaman
yang berkaitan dengan peristiwa ini. Namun perhatian yang sedikit juga diberikan
kepada kelompok-kelompok etnik baik sebelum dan sesudah event atau signifikan
budaya dan sejarah peristiwa bisa dieksplorasi secara mendalam. Namun metode ini
memiliki banyak keterbatasan karena bersifat individual dan perayaan terlihat sebagai
sebuah tambahan yang kenyataannya tidak penting pada wilayah subjek inti.

2) Metode Pengayaan
Materi pendidikan, konsep, tema dan perspektif bisa ditambahkan dalam
kurikulum tanpa harus mengubah struktur aslinya. Metode ini memperkaya kurikulum
dengan literatur dari atau tentang masyarakat yang berbeda kultur atau agamanya.
Penerapan metode ini, misalnya adalah dengan mengajak pembelajar untuk menilai
atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang masyarakat tetapi
pembelajar tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu, seperti pernikahan, dan
lain-lain. Metode ini juga menghadapi problem sama halnya metode kontributif, yakni

11
materi yang dikaji biasanya selalu berdasarkan pada perspektif sejarawan yang
mainstream. Peristiwa, konsep, gagasan dan isu disuguhkan dari perspektif yang
dominan.
3) Metode Transformative
Metode ini secara fundamental berbeda dengan dua metode sebelumnya.
Metode ini memungkinkan pembelajar melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif
budaya, etnik dan agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan perspektif-
perspektif, kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang akan memperluas
pemahaman pembelajar tentang sebuah ide. Metode ini dapat mengubah struktur
kurikulum, dan memberanikan pembelajar untuk memahami isu dan persoalan dari
beberapa perspektif etnik dan agama tertentu. Misalnya, membahas konsep “makanan
halal” dari agama atau kebudayaan tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik
dalam masyarakat. Metode ini menuntut pembelajar mengolah pemikiran kritis dan
menjadikan prinsip kebhinekaan sebagai premis dasarnya.

4) Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial


Metode ini mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata di
masyarakat, yang pada gilirannya bisa merangsang terjadinya perubahan sosial.
Pembelajar tidak hanya dituntut untuk memahami dan membahas isu-isu sosial, tapi
juga melakukan sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu. Metode ini memerlukan
pembelajar tidak hanya mengeksplorasi dan memahami dinamika ketertindasan tetapi
juga berkomitmen untuk membuat keputusan dan mengubah sistem melalui aksi sosial.
Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan pembelajar berpikir dan
kemampuan mengambil keputusan untuk memberdayakan mereka dan membantu
mereka mendapatkan sense kesadaran dan kemujaraban berpolitik.

Adapun Pendekatan-pendekatan yang mungkin bisa dilakukan di dalam


pendidikan kultural adalah sebagai berikut:

a) Pendekatan Historis
Pendekatan ini mengandaikan bahwa materi yang diajarkan kepada pembelajar
dengan menengok kembali ke belakang. Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar

12
mempunyai kerangka berpikir yang komplit sampai ke belakang untuk kemudian
merefleksikan untuk masa sekarang atau mendatang. Dengan demikian materi yang
diajarkan bisa ditinjau secara kritis dan dinamis.

b) Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini menandakan terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang
pernah terjadi di masa sebelumnya atau datangnya di masa lampau. Dengan
pendekatan ini materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena dibuat-buat
tetapi karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman yang terjadi, dan tidak
bersifat indoktrinasi karena kerangka berpikir yang dibangun adalah kerangka berpikir
kekinian. Pendekatan ini bisa digabungkan dengan metode kedua, yakni metode
pengayaan.

c) Pendekatan Kultural
Pendekatan ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang
berkembang. Dengan pendekatan ini pembelajar bisa melihat mana tradisi yang otentik
dan mana yang tidak. Secara otomatis pembelajar juga bisa mengetahui mana tradisi
arab dan mana tradisi yang datang dari islam.

d) Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini berusaha memperhatikan situasi psikologis perseorangan secara
tersendiri dan mandiri. Artinya masing-masing pembelajar harus dilihat sebagai
manusia mandiri dan unik dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya.
Pendekatan ini menuntut seorang pebelajar harus cerdas dan pandai melihat
kecenderungan pembelajar sehingga ia bisa mengetahui metode-metode mana saja
yang cocok untuk pembelajar.

e) Pendekatan Estetik
Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan pembelajar untuk berlaku sopan
dan santun, damai, ramah, dan mencintai keindahan. Sebab segala materi kalau hanya
didekati secara doktrinal dan menekan adanya otoritas-otoritas kebenaran maka

13
pembelajar akan cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka memerlukan pendekatan
ini untuk mengapresiasikan segala gejala yang terjadi di masyarakat dengan melihatnya
sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan estetis.

f) Pendekatan Berperspektif Gender


Pendekatan ini mencoba memberikan penyadaran kepada pembelajar untuk
tidak membedakan jenis kelamin karena sebenarnya jenis kelamin bukanlah hal yang
menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan. Dengan pendekatan ini, segala
bentuk konstruksi sosial yang ada di sekolah yang menyatakan bahwa perempuan
berada di bawah laki-laki bisa dihilangkan.

Keenam pendekatan ini sangat memungkinkan bagi terciptanya kesadaran


multikultural di dalam pendidikan dan kebudayaan. Dan tentu saja, tidak menutup
kemungkinan berbagai pendekatan yang lainnya, selain enam yang disebutkan tadi di
atas, sangat mungkin untuk diterapkan.

2.5 Model Pembelajaran Modifikasi Tingkah Laku


Penanaman pendidikan multikultural akan sangat efektif apabila dilakukan pada
sekolah-sekolah yang memang memiliki latar belakang peserta didik yang beragam.
Lingkungan sekolah tersebut memberikan pengalaman langsung bagi peserta didik
dalam menghadapi keberagaman. Sementara di Indonesia banyak ditemukan sekolah-
sekolah berbasis keagamaan seperti madrasah, sekolah kristen, dan sekolah-sekolah
lain berbasis agama tertentu. Kondisi sekolah semacam itu menimbulkan masalah bagi
pelaksanaan pendidikan multikultural. Kondisi ini menuntut para guru harus
mempunyai strategi pengelolaan yang kreatif dalam pendidikan multikultural, salah
satunya adalah melalui model pembelajaran modifikasi tingkah laku atau
behaviorisme. Model Pembelajaran modifikasi tingkah laku merupakan model
pembelajaran yang menekankan pada upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk
mengubah perilaku peserta didik secara positif dan berkesinambungan (Rusman,
2012:144).
Model pembelajaran modifikasi tingkah laku merupakan desain pembelajaran yang
menekankan pada perubahan perilaku peserta didik yang dapat diamati sebagai respon

14
atau hasil dari stimulus yang diberikan oleh guru. Pemberian stimulus tersebut
dilakukan karena kondisi internal sekolah yang homogen sehingga memerlukan faktor
eksternal berupa keragaman agama dan budaya yang ada di Indonesia. Peserta didik
perlu diajak untuk melihat budaya lain sehingga dapat mengerti dan akhirnya dapat
menghargai. Modelnya bukan dengan menyembunyikan budaya lain atau
menyeragamkan sebagai budaya nasional sehingga budaya lokal hilang. Namun
masing-masing budaya memiliki nilai tersendiri dan kebenaran sendiri sehingga
pengenalan berbagai budaya tersebut dimaksudkan agar peserta didik memandang
budaya lain setara dengan budaya mereka.
Ciri-ciri model pembelajaran modifikasi tingkah laku adalah (1) mementingkan faktor
lingkungan, (2) menekankan pada tingkah laku yang tampak, (3) sifatnya mekanistik,
dan (4) mementingkan masa lalu. Model Pembelajaran modifikasi tingkah laku tersebut
diharapkan akan menumbuhkan sikap demokratis, toleransi, dan saling menghargai
suku, budaya, dan nilai yang berbeda. Melalui Pendidikan multikultural tersebut akan
merangsang peserta didik terhadap kenyataan yang berkembang di masyarakat, yang
berupa pandangan hidup, kebiasaan dan kebudayaan pada masyarakat Indonesia.
Implementasi model pembelajaran modifikasi tingkah laku yang dilakukan
menggunakan 3 bentuk, yaitu
A Model Instruksi Langsung
Model ini dilakukan dengan cara memberikan penjelasan mengenai konsep
multikulturalisme kepada peserta didik. Penjelasan ini dilanjutkan dengan
meminta peserta didik menguji pemahaman mereka dengan melakukan praktek.
Model instruksi langsung terdiri dari lima tahap aktivitas yakni; orientasi,
presentasi, praktek yang terstruktur, praktek di bawah bimbingan, dan praktek
mandiri (Joyce & Weil, 2009: 427-429). Secara rinci dilaksanakan dalam
beberapa tahap sebagai berikut:
1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
a) Menjelaskan tujuan, peserta didik dijelaskan tujuan mereka
berpartisipasi dalam pendidikan multikultural melalui pembelajaran

15
IPS. Peserta didik juga dijelaskan tentang perilaku yang harus mereka
miliki setelah berperan serta dalam pembelajaran tersebut.
b) Menyiapkan peserta didik, memusatkan perhatian peserta didik
melalui pertanyaan-pertanyaan seputar keragaman budaya yang ada
di Indonesia.
2) Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan
a) Menyampaikan informasi dengan jelas melalui video interaktif
dan gambar-gambar berisi keanekaragaman budaya yang ada di
Indonesia.
b) Melakukan demonstrasi, peserta didik mencocokkan gambar
dengan penjelasan dan mendeskripsikan gambar berisi
keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia.
3) Menyediakan latihan terbimbing, peserta terlibat kegiatan secara aktif
dan guru melakukan bimbingan dalam melakukan presentasi gambar.
4) Menganalisis pemahaman dan memberikan umpan balik, peserta didik
diminta memberikan komentar kepada temannya dan guru menanggapi.
5) Memberikan kesempatan latihan mandiri, peserta didik diberi gambar
yang lain dan diminta untuk berlatih mencari penjelasan secara mandiri.
B. Model Belajar Dari Simulasi
Dengan memasukkan bagian-bagian dalam dunia nyata yang disederhanakan
dan disajikan dalam ruang kelas. Usaha ini dilakukan dalam rangka
memperkirakan kondisi serealistis mungkin sehingga konsep yang dipelajari
dan solusi yang dikembangkan dapat benar-benar dipraktikkan dalam dunia
nyata (Joyce & Weil, 2009: 434-435). Dalam pembelajaran yang menggunakan
metode simulasi, peserta didik dibina kemampuannya berkaitan dengan
keterampilan berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok. Dalam metode
simulasi siswa diajak untuk dapat bermain peran sebagai salah satu etnis yang
ada di Indonesia yang sedang melakukan interaksi sosial di masyarakat. Pada
awal pembelajaran simulasi ini peserta didik sudah memperlihatkan perilaku
khas sebagai etnis tertentu, namun masih terlihat sikap primordialisme dan

16
etnosentrisme, sehingga pendidikan multikultural harus terus diberikan secara
intensif saat pembelajaran
C. Model Pembelajaran Modifikasi Tingkah Laku
Modifikasi perilaku adalah cara cara yang dapat digunakan untuk mengubah
perilaku, baik perilaku covert (aktivitas internal yang tidak tidak nampak/ dapat
diobservasi orang lain) maupun overt (perilaku yang nampak) dengan suatu
perilaku yang berlebihan (excessive) ataupun perilaku yang kurang (deficit).
Artinya perilaku yang berlebihan akan dikurangi sedangkan perilaku yang
kurang akan ditingkatkan. Modifikasi perilaku adalah aplikasi secara sistematik
prinsip-prinsip dan teknik pembelajaran untuk menilai dan memperbaiki
perilaku individu, baik yang terlihat (overt) maupun yang tidak terlihat (covert)
dalam rangka untuk meningkatkan potensi individu (Rusman, 2016). Dalam
pembentukan tingkah laku diperlukan adanya penguatan. Penguatan disini
disebut dengan operant reinforcement, dimana dalam hal ini terdapat dua
macam penguatan yaitu penguatan positif dan juga penguatan negatif.
Penguatan positif adalah sebuah kejadian, ketika disajikan langsung mengikuti
sebuah perilaku, menyebabkan perilaku tersebut meningkat frekuensinya.
Sedangkan penguatan negatif adalah sebagai penghilangan stimulus tertentu
segera sesudah munculnya sebuah respons akan meningkatkan kemungkinan
bagi respons tersebut untuk muncul kembali (Pear, 2017: 87-9).

2.6 Pengembangan Model Pembelajaran Multikultural Berbasis Proyek Di SMA


Indonesia adalah negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini dibuktikan
Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam keragaman baik secara
historis, sosial, kultural maupun geografis. Berdasarkan uraian mengenai negara
Indonesia diperlukan penanaman pendidikan multikultural bagi warga negara
Indonesia. Penanaman sejak dini dan pendampingan dalam proses pendidikan
multikultural hingga menginjak dewasa sangat dibutuhkan, sehingga anak
diharapkan mampu memahami bahwa lingkungan tempat tinggalnya terdapat
berbagai macam keragaman. Apabila generasi penerus bangsa kurang memahami

17
dan menerima secara bijaksana keragaman di Indonesia, maka akan timbul
berbagai masalah seperti konflik dan benturan benturan kepentingan dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini telah ditunjukkan gejala-gejalanya selama
ini seperti konflik Sampit, konflik Poso, bom-bom di area peribadatan menjelang
hari raya suatu agama, serta masih banyak lagi konflik yang timbul akibat
keanekaragaman yang terdapat di Indonesia (Yaqin, 2005, p. 25).
Salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk meminimalisir konflik dan benturan
yang ada di Indonesia adalah dengan pendidikan multikultural. Pendidikan
multikultural menawarkan suatu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep
pendidikan yang memanfaatkan berbagai keanekaragaman yang ada dalam
lingkungan masyarakat, khususnya lingkungan kehidupan siswa, seperti
keragaman etnis, agama, budaya, gender, bahasa, status sosial, ras dan kemampuan
umum. Sasaran utama dalam penanaman pendidikan multikultural adalah untuk
mencapai tujuan utamanya, yaitu mencetak generasi yang mampu mengakomodasi
berbagai keragaman yang ada sehingga dapat meminimalisir terjadinya berbagai
konflik sebagai bekal ketika siswa terjun dalam kehidupan masyarakat luas.
Pendidikan multikultural di Indonesia diajarkan secara terintegrasi beberapa mata
pelajaran tertentu. Di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) salah satu mata
pelajaran yang diintegrasi dengan pendidikan multikultural adalah Sosiologi.
Namun dalam proses pembelajaran sosiologi pendidikan multikultural yang telah
ada belum memberikan manfaat secara nyata bagi pembentukan kepribadian siswa
yang sesuai dengan nilai nilai multikulturalisme. dibuktikan dengan kurangnya
toleransi siswa terhadap perbedaan perbedaan yang ada di sekolah seperti budaya
mengutamakan laki-laki, mengejek teman yang berkemampuan rendah,
menertawakan teman yang mempunyai kebiasaan yang berbeda, korupsi waktu,
menyontek saat pelajaran, penyelenggaraan kegiatan baik sekolah non-formal yang
masih mengganggu jam-jam peribadatan agama tertentu, budaya senioritas dan lain
sebagainya. Hal ini sangat bertentangan dengan apa yang diajarkan dalam
pendidikan multikultural.

18
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran
pendidikan multikultural di SMA, yang meliputi:
1) mengembangkan model pembelajaran pendidikan multikultural yang sesuai
diterapkan dalam mata pelajaran sosiologi di SMA dan;

2) mengetahui kelayakan produk hasil pengembangan model pembelajaran pendidikan


multikultural pada mata pelajaran sosiologi di SMA.

Pendidikan multikultural adalah salah satu strategi yang dihadirkan dalam pendidikan
untuk memahami kondisi realita masyarakat Indonesia yang kaya akan keragaman di
berbagai dimensi kehidupan. Jauh sebelum didengungkan di Indonesia pendidikan
multikultural telah lama ada dalam masyarakat Eropa, Amerika Serikat dan di negara-
negara maju lainnya. Gagasan ini bukanlah merupakan sesuatu yang baru, namun
pengembangan dari studi interkultural dan multikulturalisme. Dalam
perkembangannya, studi ini menjadi sebuah studi khusus tentang pendidikan
multikultural. Menurut Montalto (Yaqin, 2005, p. 23) pendidikan multikultural pada
awalnya bertujuan agar populasi mayoritas dapat bersikap toleran terhadap pendatang
baru, serta mempunyai tujuan politis yaitu sebagai alat kontrol antara penguasa
terhadap warganya agar negara aman dan stabil.

Pendidikan multikultural yang berkembang di Amerika Serikat adalah pendidikan yang


bersifat antarbudaya etnis yang besar, yaitu budaya antarbangsa. Terdapat empat jenis
dan empat fase perkembangan pendidikan multikultural di Amerika (Bank, 2004, p. 4)
yaitu:

(1) pendidikan yang bersifat segregasi;

(2) pendidikan konsep Salad Bowl;

(3) konsep melting pot;

(4) pendidikan multikultural melahirkan suatu pedagogik baru serta pandangan baru
mengenai praksis pendidikan yang memberikan kesempatan serta penghargaan yang
sama terhadap semua anak tanpa membedakan asal usul serta agama.

19
Musa Asya’rie (2004) mengemukakan bahwa pendidikan multikultural bermakna
sebagai proses pendidikan cara hidup menghormati, tulus, toleransi terhadap
keragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural, sehingga peserta
didik kelak memiliki kekenyalan dan kelenturan mental bangsa dalam menyikapi
konflik sosial di masyarakat. Perbedaan-perbedaan pada diri anak didik yang harus
diakui dalam pendidikan multikultural, antara lain mencakup penduduk minoritas etnis
dan ras, kelompok pemeluk agama, perbedaan agama, perbedaan jenis kelamin, kondisi
ekonomi, daerah/asal usul, ketidakmampuan fisik dan mental, kelompok umur, dan
lain-lain. Melalui pendidikan multikultural ini anak didik diberi kesempatan dan
pilihan untuk mendukung dan memperhatikan satu atau beberapa budaya, misalnya
sistem nilai, gaya hidup, atau bahasa.

Sementara itu di negara Indonesia pendidikan multikultural dilatarbelakangi oleh


pengalaman kelam seperti kekerasan, pemberontakan, pembumihangusan,
pembunuhan generasi, yang menimbulkan perpecahan dan ancaman disintegrasi
bangsa yang terjadi sejak zaman kerajaan Singosari, Sriwijaya, Majapahit, Goa, dan
Mataram serta berlangsung sampai era terkini. Pembunuhan pada era pengikut Partai
Komunis Indonesia 1965, konflik etnis Madura-Dayak 1931-2000, kekerasan terhadap
etnis China di jakarta 1998, konflik Islam-Kristen 1999-2003, hingga yang terkini
adalah konflik-konflik antar umat beragama yang sering menyebabkan kerusakan dan
hilangnya nyawa seperti perusakan tempat peribadatan, pengeboman, bahkan sampai
kasus penodaan terhadap agama lain (Yaqin, 2005, p. 25). Urgensi pendidikan
multikultural\ sangat diperlukan sebagai salah satu suplemen untuk memutuskan tali
rantai sejarah kelam kekerasan antar berbagai unsur di Indonesia. Menurut Banks
(2004, p. 28) pendidikan multikultural adalah konsep, ide atau falsafah sebagai suatu
rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai
pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman
sosial, identitas pribadi, kesempatan kesempatan pendidikan dari individu, kelompok
maupun negara.

20
Bentuk pengembangan pendidikan multikultural dalam setiap negara berbeda beda
sesuai dengan latar belakang masalah yang dihadapi. Bank (2004) menjelaskan empat
pendekatan yang mengintegrasikan materi pendidikan multikultural ke dalam
kurikulum maupun pembelajaran yang apabila dicermati relevan untuk diterapkan
dalam pendidikan Indonesia. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain adalah:

(1) pendekatan kontribusi;

(2) pendekatan aditif;

(3) pendekatan transformasi, dan;

(4) Pendekatan aksi sosial.

Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam


merencanakan pembelajaran di kelompok maupun tutorial (Suprijono, 2011, p. 46).
Trianto (2010, p. 51) menyatakan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas atau pembelajaran tutorial. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman
bagi perencana pengajar dan para guru dalam proses pembelajaran. Berbeda dengan
pendapat diatas Saiful Sagala (2010, p. 176) menjelaskan bahwa model pembelajaran
adalah suatu kerangka konseptual yang berisi prosedur-prosedur sistematik dan
mengorganisasikan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan belajar tertentu
yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam proses belajar mengajar.

Model pembelajaran berbasis proyek atau disingkat PBP menurut diskripsi Patton
(2012, p. 13) adalah “Project based learning refers to students designing, planning, and
carrying out an extended project that produces a publicly-exhibited output such as a
product, publication, or presentation”. Artinya pembelajaran berbasis proyek ditujukan
kepada siswa untuk mendesain, merencanakan dan membuat produk akhir untuk
dipublikasikan atau dipresentasikan kepada khalayak umum. Lamert dari The Buck
Institute of Education (2006) mendefinisikan PBP adalah sebuah metode pengajaran
yang sistematis yang melibatkan para siswa dalam pembelajaran pengetahuan dan
keterampilan melalui proses penyelidikan diperpanjang terstruktur sekitar kompleks,

21
pertanyaan otentik dan produk yang dirancang dengan hati-hati dan ugas. Lain halnya
dengan pendapat Purworini (2006, p. 17) yang mengidentifikasikan PBP sebagai
langkah-langkah pembelajaran untuk tujuan pembelajaran tertentu yang dilakukan
melalui proyek dalam jangka waktu tertentu dengan melalui langkah-langkah:
persiapan/ perencanaan, pelaksanaan, pembuatan laporan serta mengkomunikasikan
hasil kegiatan serta evaluasi.

Model pembelajaran berbasis proyek memiliki keuntungan antara lain:

(1) meningkatkan motivasi belajar siswa,

(2) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,

(3) meningkatkan kolaborasi. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek menyebabkan


siswa mampu mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi dan
kinerja ilmiah siswa,

(4) meningkatkan keterampilan mengelola sumber yaitu bertanggung jawab untuk


menyelesaikan tugas yang kompleks (Thomas, 2000).

Langkah-langkah dalam penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek yang


diterapkan dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah yang diadaptasi dari
Mergendoller, et al., (2006), yang meliputi:

(1) perencanaan proyek (project planning)

(2) pelaksanaan proyek (project launch)

(3) penyelidikan terbimbing dan pembuatan produk (guided inquiry and product
creation),

(4)kesimpulan proyek (Project Conclusion). Sedangkan untuk model pembelajaran


langsung, langkah-langkah penerapannya mengacu pada langkah-langkah yang
diadaptasi dari Joyce &

Weil (1972), yang meliputi:

22
1) menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa,

2)presentasi dan demonstrasi,

3) membimbing pelatihan

4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik,.

5) memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Auguste Comte


dalam Soekanto (2006, p. 4) mengemukakan bahwa sosiologi merupakan ilmu
pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir dari perkembangan
ilmu pengetahuan. Sosiologi lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu
pengetahuan, oleh karena itu sosiologi\ didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang
telah dicapai ilmu yang lainnya. Sosiologi merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah
masyarakat. Sosiologi (Soekanto 2006, p. 15) adalah ilmu pengetahuan yang berdiri
sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan yaitu bersifat
empiris, teoritis, kumulatif dan non etis. Dalam kedudukan sebagai disiplin ilmu sosial
yang sudah relatif lama berkembang di lingkungan akademika, secara teoritis sosiologi
mempunyai posisi strategis dalam membahas dan mempelajari masalah-masalah
sosial-politik dan budaya yang berkembang di dalam masyarakat dan selalu siap
dengan pemikiran kritis dan alternatif menjawab tantangan yang ada pada saat ini.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Problematika Pendidikan Multikultural di Indonesia memiliki keunikan
yang tidak sama dengan problematika yang dihadapi oleh negara lain.
Problem ini mencakup hal-hal kemasyarakatan yang akan dipecahkan
dengan Pendidikan Multikultural dan problem yang berkaitan dengan
pembelajaran berbasis budaya.
Pendidikan multikultural pada intinya adalah pendidikan yang memberikan
penekanan terhadap proses penanaman cara hidup yang saling
menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang
hidup di tengah-tengah masyarakat dengan tingkat pluralitas yang tinggi.
Problematika Pendidikan Multikultural di Indonesia meliputi 2 hal yakni:
1. Problem Kemasyarakatan Pendidikan Multikultural dan
2. Problem Pembelajaran Pendidikan Multikultural
Dalam menghadapi konflik sosial yang bersumber dari keragaman etnis,
budaya, suku, dan keragaman lainnya ini memang perlu suatu upaya
pendekatan pendidikan multikultural. Dalam melakukan implementasi
pendidikan multikultural ini peran tenaga pendidik sangat diperlukan dalam
menanamkan nilai-nilai kehidupan dalam membentuk karakter individu
yang mencerminkan identitas bangsa. Pendidikan multikultural sebagai
bidang kajian juga perlu terus menerus dijadikan kekhawatiran utama dalam
pendidikan di Indonesia. Sehingga apabila kemudian terjadi suatu kondisi
tertentu atau bahkan revolusi global selanjutnya, implementasi pendekatan
pendidikan multikultural ini tetap relevan dengan multikulturalisme dan
nasionalisme di Indonesia. Karakter keindonesiaan ini adalah harapan bagi
bangsa Indonesia untuk menjadi sebuah bangsa yang besar, karena melalui
karakter yang kuat, sebuah bangsa akan menjadi bangsa yang besar.

24
3.2 Saran
Berdasarkan dari pembahasan diatas, semoga kita dapat menghargai
keragaman budaya yang ada di Indonesia. Dan problematika pendidikan
multikultural di Indonesia dapat teratasi. Tentunya makalah ini memiliki
kekurangan-kekurangan serta dan jauh dari kesempurnaan. Maka,
diperlukan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Kritik
dan saran yang penulis harapkan terutama dari bapak/ibu dosen pengampu
serta para pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
memberi manfaat dan dapat menambah wawasan kita semua.

25
DAFTAR PUSTAKA
Sri Suneki, H. (2021). Pendidikan Multikultural Dalam Mengantisipasi Problematika
Sosial di Indonesia. Civis, 10(1).

Sipuan, Idi Warsah dkk. ( 2022 ). Pendekatan Pendidikan Multikultural. IAIN


Bengkulu. Volume 08 (2). P-ISSN 2407-8018 E-ISSN 2721-7310. Jurnal
Ilmu Pendidikan Nonformal.

Sulaswari, M. (2018). Penanaman Pendidikan Multikultural Melalui Model


Pembelajaran Modifikasi Tingkah Laku Pada Mata Pelajaran Ips (Studi Kasus
Smp Muhammadiyah 5 Kayen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah). IJTIMAIYA:
Journal of Social Science Teaching, 2(2).

Prastyawati Lia. (2015) Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan


Multikultural Berbasis Proyek di SMA. SMA Negeri 7 Purworejo, Universitas
Negeri Yogyakarta.

Sutarno. 2007. Pendidikan Multikultural. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Supriatin, A., & Nasution, A. R. (2017). Implementasi Pendidikan Multikultural Dalam


Praktik Pendidikan Di Indonesia. Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar,
3(1), 1.

Arifin, Akhmad Hidayatullah Al. 2012. IMPLEMENTASI PENDIDIKAN


MULTIKULTURAL DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN DI INDONESIA. Jurnal
Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi. 1(1).

26

Anda mungkin juga menyukai