Pendidikan Multikultural
REGULER A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
TAHUN 2022/2023
Kata Pengantar
Penulis
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategis dan
konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,
khususnya yang ada pada siswa seperti pada keragaman etnis, budaya, bahasa, agama dan ras.
Yang terpenting, strategi pendidikan ini tidak hanya bertujuan agar supaya siswa mudah
memahami pelajaran yang dipelajarinya, akan tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran
mereka agar selalu berperilaku humanis, pluralis, dan demokratis.
Kemajemukan bangsa Indonesia yang tak dimiliki oleh bangsa lain ini, menjadi modal
sosial dengan konstruksi berbasis kearifan lokal. Heterogenitas bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang beradab tersebut tentunya harus dijaga dan dilestarikan sebagai khasanah budaya
nasional. Dalam konteks hubungan sosial (interaksi sosial) baik secara horizontal maupun
vertikal dalam realita pluralitas tersebut, dibutuhkan instrumen pendidikan yang berkarakter
terbuka, inklusif, toleran dan pluralis. Bahasa pendidikan sebagai media sosio-kultur menjadi
jembatan antara realita sosial dengan sikap yang mesti ditunjukan oleh masyarakat, dalam hal
ini adalah warga sekolah seperti guru dan siswa.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Pendidikan Multikultural ?
2. Menjelaskan paradigma pendidikan multikultural danMengidentifikasi pendekatan
Pendidikan Multikultural
3. Mendeskripsikan Pendidikan yang berbasis Multikultural,wacana pendidikan
multikultural di Indonesia, dan mendeskripsikan Pendidikan Multikultural dan
Pendidikan Global
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui apa itu Pendidikan Multikultural
2. Untuk mengetahui paradigma Pendidikan Multikultural dan mengetahui apa saja
pendekatan Pendidikan Multikultural
3. Mengetahui apa artinya Pendidikan yang berbasis Multikultural,wacana Pendidikan
Multikultural di Indonesia dan mengetahui Pendidikan Multikultural dan Pendidikan Global
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Multikultural
Sebagai sebuah wacana baru, pengertian pendidikan multikultural sesungguhnya hingga
saat ini belum begitu jelas dan masih banyak pakar pendidikan yang memper debatkannya.
Namun demikian, bukan berarti bahwa de finisi pendidikan multikultural tidak ada atau tidak
jelas. Sebetulnya, sama dengan definisi pendidikan yang penuh penafsiran antara satu pakar
dengan pakar lainnya di dalam menguraikan makna pendidikan itu sendiri. Hal ini juga
terjadi pada penafsiran tentang arti pendidikan multikul tural. Pendidikna multicultural
menurut para ahli:
1. Menurut andersen dan cusher (1994: 320), bahwa pendidikan multikultural dapat
diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian, james banks
(1993:3) mendefinisikan pendidikan mul tikultural sebagai pendidikan untuk people of color.
Arti nya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi per bedaan sebagai keniscayaan
(anugerah Tuhan/sunatullah). Kemudian, bagaimana kita mampu menyikapi perbedaan
2. James Banks (1993:3) mendefinisikan pendidikan mul tikultural sebagai pendidikan
untuk people of color. Arti nya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi per bedaan
sebagai keniscayaan (anugerah tuhan/sunatullah). Kemudian, bagaimana kita mampu
mensikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter.
Sejalan dengan pemikiran di atas, Muhaemin el Ma' hady berpendapat, bahwa secara
sederhana pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan tentang
keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultural lingkungan
masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan (global)."
Dalam bukunya Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process,
and Content, Hilda Hernandez mengartikan pendidikan multikultural sebagai perspektif yang
mengakui realitas politik, sosial, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu
dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan merefleksikan
pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi, dan
pengecualian pengecualian dalam proses pendidikan. Atau, dengan lain kata, bahwa ruang
pendidikan sebagai media transformasi ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) hendaknya
mam pu memberikan nilai-nilai multikulturalisme dengan cara saling menghargai dan
menghormati atas realitas yang be ragam (plural), baik latar belakang maupun basis sosio bu
daya yang melingkupinya.
Pemikiran tersebut sejalan dengan pendapat Paulo Frei re (pakar pendidikan pembebasan),
bahwa pendidikan bu kan merupakan "menara gading" yang berusaha menjauhi realitas sosial
dan budaya. Pendidikan, menurutnya harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang
terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan prestise
sosial sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya?
Pendidikan multikultural mengakui adanya keragaman etnik dan budaya masyarakat suatu
bangsa, sebagaimana dikatakan R. Stavenhagen: "Religious, linguistic, and national
minoritas, as well as indigenous and tribal peoples were often subordinated, sometimes
forcefully and against their will, to the interest of the state and the dominant society. While
many people... had to discard their own cultures, languages, religions and traditions, and
adapt to the alien norms and customs that were consolidated and reproduced through national
institutions, in duding the educational and legal system".
Di Amerika, misalnya, muncul serangkaian konsep tentang pluralitas yang berbeda-beda,
mulai dari melting pot sampai multikulturalisme. Sejak Columbus menemukan benua
Amerika, berbagai macam bangsa telah menempati benua itu. Penduduk yang sudah berada
di sana sebelum bangsa-bangsa Eropa membentuk koloni-koloni mereka di Amerika Utara,
terdiri dari berbagai macam suku yang berbeda beda bahasa dan budayanya. Tetapi, di mata
bangsa Anglo Saxon yang menyebarkan koloni di abad ke-17, tanah di negara baru itu adalah
kawasan tak bertuan, dan bangsa bangsa yang ditemui di benua baru itu tak lebih dari
makhluk primitif yang merupakan bagian dari alam yang mesti ditaklukkan.
Dari perspektif kaum Puritan yang menjadi acuan utama sebagian besar pendatang dari
Inggris tersebut, berbagai suku bangsa yang dilabeli secara generik dengan nama "Indian"
adalah bangsa kafir pemuja dewa yang membahayakan kehidupan komunitas berbasis agama
tersebut. Di sini terlihat bagaimana pandangan berperspektif tunggal yang datang dari budaya
tertentu membutakan mata terhadap kenyataan keragaman yang ada.
Amerika Serikat ketika ingin membentuk masyarakat baru paska kemerdekaannya pada 4
Juli 1776 baru disadari bahwa, masyarakatnya terdiri dari berbagai ras dan asal negara yang
berbeda. Oleh karena itu, dalam hal ini Amerika mencoba mencari terobosan baru, yaitu
dengan menempuh strategi menjadikan sekolah sebagai pusat sosialisasi dan pembudayaan
nilai-nilai baru yang dicita-citakan. Atau dalam bahasa lain, sekolah sebagai medium
transformasi budaya.
Melalui pendekatan inilah, dari SD sampai Perguruan Tinggi, Amerika Serikat berhasil
membentuk bangsanya yang dalam perkembangannya melampaui masyarakat induknya yaitu
Eropa. Kaitannya dengan nilai-nilai kebu dayaan yang perlu diwariskan dan dikembangkan
melalui sistem pendidikan pada suatu masyarakat, maka Amerika Serikat memakai sistem
demokrasi dalam pendidikan yang dipelopori oleh John Dewey. Intinya, toleransi tidak hanya
diperuntukkan bagi kepentingan bersama, tetapi juga meng hargai kepercayaan dan
berinteraksi dengan anggota masyarakat.
Sehubungan dengan hal di atas, akhir-akhir ini, di Indonesia sedang membuat wacana baru
dalam khazanah pemikiran pendidikan, yakni pendidikan multikultural. Sebagaimana
diberitakan oleh salah satu media nasional di tanah air, bahwa saat ini perlu dibangun konsep
pendidikan multikultural (Kompas, 02/09/2004). Tentu, hal tersebut patut diapresiasi secara
positif oleh semua kalangan yang peduli terhadap 'nasib' pendidikan di negeri ini. Gagasan
tersebut muncul dilatarbelakangi oleh beberapa sebab, salah satu di antaranya adalah
globalisasi. Globalisasi melahirkan peluang, ancaman, dan tantangan bagi kehidupan manusia
di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. Salah satu aspek kehidupan yang terkena
imbasnya adalah kebudayaan bangsa (culture and tradition).
Menurut HAR Tilaar, bangsa yang tidak punya strategi untuk mengelola kebudayaan yang
mendapat tantangan yang demikian dahsyatnya, dikhawatirkan akan mudah terbawa arus
hingga akhirnya kehilangan jati diri lokal dan nasionalnya. Pendidikan multikultural
hendaknya dijadikan strategi dalam mengelola kebudayaan dengan menawarkan strategi
transformasi budaya yang ampuh yakni melalui mekanisme pendidikan yang menghargai
perbedaan budaya (different of culture).
Hal senada juga dikatakan Rektor UNJ, Prof. Dr. Sutjip to, dan Dr. Cut Kamaril Wardani.
Ia berpendapat, bahwa globalisasi sebagai tantangan global perlu diimbangi dengan
penguatan budaya lokal (local culture). Namun demikian, fanatisme berlebihan pada budaya
lokal berisiko menimbulkan disintegrasi bangsa. Maka, fanatisme dan primordialisme
selayaknya dikikis habis. Di sinilah urgensi pendi dikan multikultural untuk dihadirkan dalam
dunia pendidikan kita saat ini. Sebab, pendidikan merupakan instrumen paling ampuh untuk
memberikan penyadaran (conscious) kepada masyarakat, supaya tidak timbul konflik etnis,
budaya dan agama.
4. Setiap masyarakat bertanggung jawab atas pemben tukan pola tingkah laku antara individu
dan komunitas yang membentuk masyarakat.
5. Pertumbuhan individu dalam komunitas, keterikatan dengannya, dan perkembangannya
dalam bingkai yang menuntunnya untuk bertanggung jawab terhadap ting kah lakunya.
Bila penjelasan di atas ditarik di dunia pendidikan, maka akan tampak bahwa masyarakat
sangat besar peranan dan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual dan ke pribadian
individu peserta didik. Sebab, keberadaan ma syarakat merupakan laboratorium dan sumber
makro yang penuh alternatif untuk memperkaya pelaksanaan proses pendidikan berbasis
multikultural.
Untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki peran an dan tanggung jawab moral
terhadap terlaksananya pro ses pendidikan multikultural. Hal ini disebabkan adanya
hubungan timbal balik antara masyarakat dan pendidikan.Dalam upaya memberdayakan
masyarakat dalam dunia pendidikan merupakan satu hal penting untuk kemajuan pendidikan
di masa kini dan akan datang.