DI INDONESIA
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Multikultural)
Disusun Oleh:
Dosen Pengampu:
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karenanya kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami
berharap semoga makalah ilmiah tentang “Urgensi Memahami Pendidikan
Multikultural di Indonesia” Makalah ini sudah ini bisa memberikan manfaat maupun
inspirasi untuk pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
BAB II ........................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 4
PENUTUP ................................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ................................................................................................... 16
B. Analisis Kelompok........................................................................................ 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
sementara bahwa saat ini masyarakat rawan konflik. Menurut Ainul Yaqin
(2005), pendidikan multikultural mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan awal
dan tujuan akhir.
Tujuan awal merupakan tujuan sementara, karena tujuan ini hanya
berfungsi sebagai perantara agar tujuan akhirnya dapat dicapai dengan baik.
Tujuan awal pendidikan multikultural yaitu membangun wacana pendidikan
multikultural di kalangan guru, dosen, ahli pendidikan, pengambil kebijakan
dalam dunia pendidikan dan mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan maupun
mahasiswa umum. Harapannya adalah apabila mereka mempunyai wacana
pendidikan multikultural yang baik, maka kelak mereka tidak hanya mampu
untuk membangun kecakapan dan keahlian siswa terhadap mata pelajaran
yang diajarkannya, akan tetapi juga mampu untuk menjadi transformator
pendidikan multikultural yang mampu menanamkan nilai-nilai pluralisme,
humanisme dan demokrasi secara langsung di sekolah kepada para peserta
didiknya.
Tujuan akhir pendidikan multikultural ini adalah agar peserta didik
tidak hanya mampu memahami dan menguasai materi pelajaran yang
dipelajarinya akan tetapi diharapkan juga bahwa para peserta didik akan
mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis, pluralis dan
humanis secara sederhana pendidikan multikultur dapat didefenisikan sebagai
pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan
demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia
secara keseluruhan. Pendidikan multikultur (multicultural education)
merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah,
sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi
lain, pendidikan multikultur merupakan pengembangan kurikulum dan
aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi
dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa. Sedangkan secara luas
pendidikan multikultur itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan
2
kelompok kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan
agama.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Multikulturalisme dalam Pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana Multikulturalisme dalam Pendidikan
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
James Banks Multicultural Education: Historical Development, Dimension, and Practice,
(USA: Review of Research in Education, 2013), h.4
4
Pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui
penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan
keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti
keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan,
umur dan ras. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut:
1. Pendidikan multikultural secara inhern sudah ada sejak bangsa Indonesia
ini ada. Falsafah bangsa Indonesia adalah bhineka tunggal ika, suka
gotong royong, membantu, dan menghargai antar satu dengan yang
lainnya.betapa dapat dilihat dalam potret kronologis bangsa ini yang sarat
dengan masuknya berbagai suku bangsa asing dan terus berakulturasi
dengan masyarakat pribumi. Misalnya etnis cina, etnis arab, etnis arya,
etnis erofa, etnis afrika dan sebagainya. Semua suku itu ternyata secara
kultural telah mampu beradaptasi dengan suku-suku asli negara Indonesia.
Misalnya suku jawa, batak, minang, bugis, ambon, papua, suku dayak, dan
suku sunda. Proses adaptasi dan akulturasi yang berlangsung di antara
suku-suku tersebut dengan etnis yang datang kemudian itu, ternyata
sebagian besar dilakukan dengan damai tanpa adanya penindasan yang
berlebihan. Proses inilah yang dikenal dengan pendidikan multikultural,
hanya saja model pendidikan multikultural ini semakin tereduksi dengan
adanya kolonialisasi di bibidang ploitik, ekonomi, dan mulai merambah ke
bidang budaya dan peradaban bangsa.
2. Pendidikan multikultural memberikan secerah harapan dalam mengatasi
berbagai gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. Pendidikan
multikultural, adalah pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-
nilai, keyakinan, heterogenitas, pluralitas dan keragaman, apapun
aspeknya dalam masyarakat dengan demikian pendidikan multikultural
yang tidak menjadikan semua manusia sebagai manusia yang bermodel
sama, berkepribadian sama, berintelektual sama, atau bahkan
berkepercayaan yang sama pula.
5
3. Pendidikan multikultural menentang pendidikan yang beroreintasi bisnis.
Pada saat ini, lembaga pendidikan baik sekolah atau perguruan tinggi
berlomba-lomba menjadikan lembaga pendidikannya sebagai sebuah
institusi yang mampu menghasilkan income yang besar dengan alasannya,
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada peserta didik. Padahal
semua orang tahu, bahwa pendidikan yang sebenarnya bagi bangsa
Indonesia bukanlah pendidikan keterampilan belaka, melainkan
pendidikan yang harus mengakomodir semua jenis kecerdasan.yang sering
dikenal dengan nama kecerdasan ganda (multiple intelligence).
4. Pendidikan multikultural sebagai resistensi fanatisme yang mengarah pada
berbagai jenis kekerasan, kekersan muncul ketika saluran kedamaian
sudah tidak ada lagi. Kekerasan tersebut sebagai akibat dari akumulasinya
berbagai persoalan masyarakat yang tidak diselesaikan secara tuntas dan
saling menerima. Ketuntasan penyelesaian berbagai masalah masyarakat
adalah prasyarat bagi munculnya kedamaian. Fanatisme yang sempit juga
bisa meyebabkan munculnya kekerasan dan fanatisme ini juga berdimensi
etnis, bahasa, suku, agama, atau bahkan sistem pemikiran baik di bidang
pendidikan, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, dan aspek kehidupan
lainnya.
Pertimbangan-pertimbangan itulah yang barang kali perlu dikaji dan
direnungkan ulang bagi subjek pendidikan di Indonesia. salah satunya dengan
mengembangkan model pendidikan multikultural yaitu pendidikan yang
mampu mengakomodir sekian ribu perbedaan dalam sebuah wadah yang
harmonis, toleran, dan saling menghargai. Inilah yang diharapkan menjadi
salah satu pilar kedamaian, kesejahteraan, kebahagian, dan keharmonisan
kehidupan masyarakat Indonesia.
6
B. Strategi Pembelajaran Pendidikan Multikultural
Berdasarkan aspek metodik strategi dan manajemen pembelajaran
merupakan aspek penting dalam pendidikan multikultural, manajemen
merupakan suatu usaha atau tindakan ke arah pencapaian tujuan melalui
sebuah proses.2 Harry K. Wong mendefinisikan manajemen pembelajaran
sebagai “praktik dan prosedur yang memungkinkan guru mengajar dan siswa
belajar”. Terkait dengan praktik dan prosedur ini ada 3 (tiga) faktor dalam
manajemen pembelajaran, yaitu:
1. Lingkungan fisik (physical environment)
2. Lingkungan sosial (human environment)
3. Gaya pengajaran guru (teaching style)
Dalam pembelajaran siswa memerlukan lingkungan fisik dan sosial
yang aman dan nyaman. Untuk menciptakan lingkungan fisik yang aman dan
nyaman, guru dapat mempertimbangkan aspek pencahayaan, warna,
pengaturan meja dan kursi, tanaman, dan musik. Guru yang memiliki
pemahaman terhadap latar belakang budaya siswanya, akan menciptakan
lingkungan fisik yang kondusif untuk belajar. Sementara itu, lingkungan
sosial yang aman dan nyaman dapat diciptakan oleh guru melalui bahasa yang
dipilih, hubungan simpatik antar siswa, dan perlakuan adil terhadap siswa
yang beragam budayanya.3
Selain lingkungan fisik dan sosial, siswa juga memerlukan gaya
pengajaran guru yang menggembirakan. Gaya pengajaran guru merupakan
gaya kepemimpinan atau teknik pengawalan yang digunakan guru dalam
proses pembelajaran (the kind of leadership or governance techniques a
2
Starr, Linda. 2014. Creating a Climate for Learning: Effective Classroom Management
Technique (http://www.educationworld.com/a_curr/curr155.shtml, diakses 3 November 2016).
3
Styles, Donna. 2014. Class Meetings: A Democratic Approach to Classroom Management
(http://www.educationworld.com/a_curr/profdev012.shtml, diakses 3 November 2016).
7
teacher uses). Dalam proses pembelajaran, gaya kepemimpinan guru sangat
berpengaruh bagi ada-tidaknya peluang siswa untuk berbagi pendapat dan
membuat keputusan. Gaya kepemimpinan guru berkisar pada otoriter,
demokratis, dan bebas (laizzes faire), gaya kepemimpinan otoriter tidak
memberikan peluang kepada siswa untuk saling berbagi pendapat apa yang
diajarkan guru kepada siswa ditentukan sendiri oleh sang guru. Sebaliknya,
gaya kepemimpinan guru yang demokratis memberikan peluang kepada siswa
untuk menentukan materi yang perlu dipelajari siswa. Selanjutnya, guru yang
menggunakan gaya kepemimpinan bebas (laizzes faire) menyerahkan
sepenuhnya kepada siswa untuk menentukan materi pembelajaran di kelas,
untuk kelas yang beragam latar belakang budaya siswanya, agaknya, lebih
cocok dengan gaya kepemimpinan guru yang demokratis.4
Melalui pendekatan demokratis ini, para guru dapat menggunakan
beragam strategi pembelajaran, seperti dialog, simulasi, bermain peran,
observasi dan penanganan kasus. Melalui dialog para guru, misalnya,
mendiskusikan sumbangan aneka budaya dan orang dari suku lain dalam
hidup bersama sebagai bangsa. Selain itu, melalui dialog para guru juga dapat
mendiskusikan bahwa semua orang dari budaya apapun ternyata juga
menggunakan hasil kerja orang lain dari budaya lain. Sementara itu, melalui
simulasi dan bermain peran, para siswa difasilitasi untuk memerankan diri
sebagai orang-orang yang memiliki agama, budaya, dan etnik tertentu dalam
pergaulan sehari-hari. Dalam situasi tertentu, diadakan proyek dan kepanitiaan
bersama, dengan melibatkan aneka macam siswa dari berbagai agama, etnik,
budaya, dan bahasa yang beragam.
4
Abdullah Aly. Pendidikan Multikultural dalam Tinjauan Pedagogik (http://psbps.org/,
diakses 15 Maret 2014, dalam Makalah Seminar Pendidikan Multikultural sebagai Seni Mengelola
Keragaman pada hari Sabtu, 8 Januari 2005 di Surakarta: PSB-PS UMS).
8
Sedangkan melalui observasi dan penanganan kasus, siswa dan guru
difasilitasi untuk tinggal beberapa hari di masyarakat multikultural mereka
diminta untuk mengamati proses sosial yang terjadi di antara individu dan
kelompok yang ada, sekaligus untuk melakukan mediasi bila ada konflik di
antara mereka. Sehingga dengan strategi pembelajaran tersebut para siswa
diasumsikan akan memiliki wawasan dan pemahaman yang mendalam
tentang adanya keragaman dalam kehidupan sosial. Bahkan, mereka akan
memiliki pengalaman nyata untuk melibatkan diri dalam mempraktikkan
nilai-nilai dari pendidikan multikultural dalam kehidupan sehari-hari. Sikap
dan perilaku yang toleran, simpatik, dan empati pun pada gilirannya akan
tumbuh pada diri masing-masing siswa, dengan demikian proses
pembelajaran yang difasilitasi guru tidak sekadar berorientasi pada ranah
kognitif, melainkan pada ranah afektif dan psikomotorik sekaligus.
Selanjutnya, pendekatan demokratis dalam proses pembelajaran
dengan beragam strategi pembelajaran tersebut menempatkan guru dan siswa
memiliki status yang setara (equal status), karena masing-masing dari mereka
merupakan anggota komunitas kelas yang setara juga. Setiap anggota
memiliki hak dan kewajiban yang absolut. Perilaku guru dan siswa harus
diarahkan oleh kepentingan individu dan kelompok secara seimbang, aturan-
aturan dalam kelas harus dibagi untuk melindungi hakhak guru dan siswa.
Adapun hak-hak guru dalam proses pembelajaran meliputi:
a. Guru berhak menilai para siswa sebagai manusia dan hak mereka sebagai
manusia
b. Guru berhak mengetahui kapan menerapkan gaya pengajaran yang
berbeda otoriter, demokratis, dan bebas untuk meningkatkan hak-hak
siswa
c. Guru berhak mengetahui kapan dan bagaimana menerapkan
ketidakpatuhan sipil
9
d. Guru berhak memahami kompleksitas aturan bagi mayoritas dan
melindungi hak-hak minoritas.
Sedangkan di pihak lain, para siswa memiliki hak-hak sebagai
berikut:
1) Siswa berhak mengetahui hak sipil dan kewajibannya
2) Siswa berhak mengetahui bagaimana menggunakan hak dan
kewajibannya. Lebih jauh, pendekatan demokratis dalam pembelajaran ini
menuntut guru memiliki kompetensi multikultural.
Terdapat 6 (enam) kompetensi multikultural guru, yaitu:
a) Memiliki nilai dan hubungan sosial yang luas
b) Terbuka dan fleksibel dalam mengelola keragaman siswa
c) Siap menerima perbedaan disiplin ilmu, latar belakang, ras, dan gender
d) Memfasilitasi pendatang baru dan siswa yang minoritas
e) Mau berkolaborasi dan koalisi dengan pihak mana pun
f) Berorientasi pada program dan masa depan.
Sedangkan kompetensi multikultural lain yang harus dimiliki oleh
guru, yaitu:
(1) Sensitif terhadap perilaku etnik para siswa
(2) Sensitif terhadap kemungkinan adanya kontroversi tentang materi ajar
(3) Menggunakan teknik pembelajaran kelompok untuk mempromosikan
integrasi etnik dalam pembelajaran.
10
terkenal sebagai Masyarakat religius, tidak boleh dibiarkan berwatak sekuler
dan serba bebas. Dalam konteks inilah pentingnya pendidikan multikultural
untuk membangun karakter keadaban yang Islami atau religius. Masyarakat
Islami antara lain ditandai dengan upaya mempertahankan dan menjunjung
tinggi nilai-nilai keadaban yang luhur. Keadaban adalah bagian dari
kebudayaan yang menunjukkan orientasi perilaku kolektif dalam relasi sosial
masyarakat berdasarkan ajaran moral yang bersumber dari agama yang
dianutnya.5
Wawasan pluralis-multikultural dalam pendidikan agama merupakan
bekal penting agar kalangan terpelajar dan masyarakat luas menghargai
perbedaan, menghormati secara tulus, komunikatif, terbuka, dan tidak saling
curiga, selain untuk meningkatkan iman dan taqwa. Pendidikan pluralis
bukunlah mengajarkan anak didik untuk menjalankan agama dengan
seenaknya sendiri, tanpa tanggung jawab dan ketulusan, tetapi justru
mengajarkan untuk taat beragama, tanpa menghilangkan identitas keagamaan
masing-masing. Wajah agama yang ditampilkan pendidikan pluralis adalah
agama yang moderat dan ramah. Pendidikan pluralis-multikultural adalah
proses penyadaran yang berwawasan pluralis (secara agama) dan sekaligus
berwawasan multikultural (secara budaya). Pendidikan pluralis-multikultural
harus dilihat sebagai bagian dari usaha komprehensif menghindari, mencegah,
dan menanggulangi konflik bernuansa etnis dan agama di masa mendatang.
Pendidikan multikultural mempunyai beberapa karakteristik dalam
pengimplementasiannya. Karekteristik dari pendidikan multikultural tersebut
meliputi tujuh komponen, yaitu belajar hidup dalam perbedaan, membangun
tiga aspek mutual (saling percaya, saling pengertian, dan saling menghargai),
terbuka dalam berfikir, apresiasi dan interdependensi, serta resolusi konflik
5
Wihardit, K. (2010). Pendidikan Multikultural: Suatu Konsep, Pendekatan Dan Solusi.
Pendidikan Multikultural: Suatu Konsep, Pendekatan Dan Solusi
11
dan rekonsiliasi nirkekerasan. Kemudian dari karakteristik-karakteristik
tersebut, diformulasikan dengan ayat-ayat Alquran sebagai back up strategis,
bahwa konsep pendidikan multikultural ternyata selaras dengan ajaranajaran
Islam dalam mengatur tatanan hidup manusia di muka bumi ini, terutama
sekali dalam konteks pendidikan. Pandangan tersebut didasarkan pada
1. Karakteristik belajar hidup dalam perbedaan. Selama ini pendidikan lebih
diorientasikan pada tiga pilar pendidikan, yaitu menambah pengetahuan,
pembekalan keterampilan hidup (life skill), dan menekankan cara menjadi
“orang” sesuai dengan kerangka berfikir peserta didik.
Kemudian dalam realitas kehidupan yang plural, ketiga pilar tersebut
kurang mumpuni dalam menjawab relevansi Masyarakat yang semakin
majemuk. Maka dari itu diperlukan satu pilar strategis yaitu belajar saling
menghargai akan perbedaan, sehingga akan terbangun relasi antarpersonal dan
interpersonal. Dalam terminology Islam, realitas akan perbedaan tak dapat
dipungkiri lagi, sesuai dengan Q.s. al-Hujurat/49: 13 yang menekankan bahwa
Allah swt. menciptakan manusia yang terdiri dari jenis kelamin yang berbeda,
berbagai suku, bangsa, serta interprestasi yang berbeda-beda. Hal ini juga
dipertegas dengan sikap Nabi saw. yang berdiam diri sebagai bentuk
persetujuan beliau, ketika ada dua sahabatnya yang berbeda pendapat dalam
suatu ketentuan hukum.
2. Membangun tiga aspek mutual, yaitu:
a. Membangun saling percaya (mutual trust)
b. Memahami saling pengertian (mutual understanding)
c. Menjunjung sikap saling menghargai (mutual respect)6
Tiga hal ini sebagai konsekuensi logis akan kemajemukan dan
kehegemonian, maka diperlukan pendidikan yang berorientasi kepada
6
Yaqin Ainul. (2005). Pendidikan Multikultural Cross-cultural Understanding untuk
Demokrasi dan Keadilan, Pilar Media, Yogyakarta
12
kebersamaan dan penanaman sikap toleran, demokratis, serta kesetaraan hak.
Banyak ayat Alquran yang menekankan akan pentingnya saling percaya,
pengertian, dan menghargai orang lain, di antaranya ayat yang menganjurkan
untuk menjauhi berburuk sangka dan mencari-cari kesalahan orang lain (Q.s.
alHujurat/49: 12), tidak langsung memvonis dan selalu mengedepankan
klarifikasi (Q.s. al-Hujurat/49: 6), serta ayat yang menegaskan prinsip tidak
ada paksaan dalam memeluk agama tertentu (Q.s. al-Baqarah/2: 256).
Kebebasan beragama dan respek terhadap kepercayaan orang lain bukan
hanya penting bagi masyarakat majemuk, tetapi bagi orang Islam, hal tersebut
merupakan ajaran Alquran. Membela kebebasan beragama dan menghormati
kepercayaan orang lain merupakan bagian dari kemusliman.
3. Terbuka dalam berfikir. Pendidikan seyogyanya memberi pengetahuan
baru tentang bagaimana berfikir dan bertindak, bahkan mengadopsi dan
beradaptasi terhadap kultur baru yang berbeda, kemudian direspons
dengan fikiran terbuka dan tidak terkesan eksklusif. Peserta didik
didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir sehingga tidak ada
kejumudan dan keterkekangan dalam berfikir. Penghargaan Alquran
terhadap mereka yang mempergunakan akal, bisa dijadikan bukti
representatif bahwa konsep ajaran Islampun sangat responsif terhadap
konsep berfikir secara terbuka. Salah satunya ayat yang menerangkan
betapa tingginya derajat orang yang berilmu (Q.s. al-Mujadallah/58: 11),
dan ayat yang menjelaskan bahwa Islam tidak mengenal kejumudan dan
dogmatisme (Q.s. al-Baqarah/2: 170).
4. Apresiasi dan interdependensi. Karakteristik ini mengedepankan tatanan
kepedulian (social care), yakni semua anggota masyarakat dapat saling
menunjukan apresiasi dan memelihara relasi, keterikatan, kohesi, dan
keterkaitan sosial yang rekat, karena bagaimanapun juga manusia tidak
bisa survive tanpa ikatan sosial yang dinamis. Konsep seperti ini banyak
termaktub dalam Alquran, salah satunya Q.s. al-Maidah/5: 2 yang
13
menerangkan betapa pentingnya prinsip tolong menolong dalam
kebajikan, memelihara solidaritas dan ikatan sosial (takwa), dengan
menghindari tolong menolong dalam kejahatan. Kelima; resolusi konflik
dan rekonsiliasi nirkekerasan. Konflik dalam berbagai hal harus dihindari,
dan pendidikan harus mengfungsikan diri sebagai satu cara dalam resolusi
konflik. Adapun resolusi konflik belum cukup tanpa rekonsiliasi, yakni
upaya perdamaian melalui sarana pengammmpunan atau memaafkan
(forgiveness).7
Pemberian ampun atau maaf dalam rekonsiliasi adalah tindakan tepat
dalam situasi konflik komunal. Dalam ajaran Islam, seluruh umat manusia
harus mengedepankan perdamaian, cinta damai dan rasa aman bagi seluruh
makhluk (Q.s. asy-Syura/42: 40), dan secara tegas Alquran juga
menganjurkan untuk memberi maaf, membimbing ke arah kesepakatan damai
dengan cara musyawarah, duduk satu meja dengan prinsip kasih sayang (Q.s.
Ali Imran/3: 139). Berangkat dari pemahaman karakteristik di atas,
Pendidikan multikultural adalah gerakan pembaharuan dan inovasi pendidikan
dalam rangka menanamkan kesadaran pentingnya hidup bersama dalam
keragaman dan perbedaan, dengan spirit kesetaraan dan kesederajatan, saling
percaya, saling memahami dan menghargai persamaan, perbedaan dan
keunikan agama-agama, sehingga terjalin suatu relasi dan interdependensi
dalam situasi saling mendengar dan menerima perbedaan pendapat dalam
pikiran terbuka, untuk menemukan jalan terbaik mengatasi konflik dan
menciptakan perdamaian melalui kasih sayang antar sesama. Arifin Assegaf
menyimpulkan bahwa jelas bagi kita semua bahwa Islam yang benar adalah
agama yang tidak menutup diri, mengajak kepada keterbukaan, menganut
prinsip kebebasan dengan penuh toleransi.
7
Hapsi Alawi (2021), Implementasi Nilai Islam Moderat Melalui Pendidikan Berbasis
Multikultural, Journal of Research and Thought on Islamic Education, Vol. 4 No. 2.
14
Dengan kata lain, Islam berkewajiban tegasnya kaum muslimin
berkewajiban untuk mempertahankan tradisi pluralisme. Berdasarkan
maknamakna ayat Alquran tersebut di atas, dapat dipahami bahwa
keberagaman/kemajemukan sudah merupakan sunnatullah, sehingga
perbedaan perbedaan tidak akan mungkin dapat dihindari, tetapi harus
dipahami dan disikapi secara tepat dan arif atas dasar persamaan dan
kesetaraan menurut petunjuk-petunjuk ayat-ayat Alquran dan praktik hidup
Rasulullah saw dalam berdampingan dengan masyarakat Madani yang plural,
sehingga tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis dan saling menghargai
dapat terwujud.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia adalah merupakan salah satu negara multikultural terbesar di
dunia, kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio kultural
maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Sebagai negara berkembang,
menjadikan pendidikan sebagai salah satu sarana startegis dalam upanya
membangun jati diri bangsa adalah sebuah langkah yang bagus, relatif tepat,
dan menjanjikan pendidikan yang layak dan kelihatannya tepat dan
kompatibel untuk membangun bangsa kita adalah dengan model pendidikan
multikultural.
Berdasarkan aspek metodik strategi dan manajemen pembelajaran
merupakan aspek penting dalam pendidikan multikultural, manajemen
merupakan suatu usaha atau tindakan ke arah pencapaian tujuan melalui
sebuah proses.
pentingnya pendidikan multikultural untuk membangun karakter
keadaban yang Islami atau religius. Masyarakat Islami antara lain ditandai
dengan upaya mempertahankan dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadaban
yang luhur.
B. Analisis Kelompok
Analisis tentang urgensi memahami pendidikan multikultural di
Indonesia menunjukkan bahwa pendidikan multikultural merupakan kunci
untuk menyelesaikan konflik dan mempromosikan pembangunan sosial yang
harmonis. Indonesia, sebagai negara multikultural, memiliki keanekaragaman
yang luas, termasuk berbagai suku, bahasa, agama, dan budaya.
Keanekaragaman ini menjadi aset nasional yang harus dipertahankan, tetapi
juga menjadi sumber potensial konflik jika tidak dikelola dengan baik.
16
Pendidikan multikultural di Indonesia dianggap sebagai pendekatan
untuk menyelesaikan konflik dengan mengubah perspektif orang-orang,
mempromosikan hidup pluralistik, dan mempertahankan integrasi nasional
dan identitas tanpa menciptakan konflik antar kelompok. Ini menunjukkan
pentingnya pendidikan multikultural dalam mengatasi tantangan
keanekaragaman budaya dan mencapai pembangunan sosial yang inklusif dan
berkelanjutan.
Pendidikan multikultural juga dianggap sebagai cara untuk mencapai
tujuan bangsa Indonesia, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan
berkembang. Dengan memahami dan menghargai keanekaragaman budaya,
pendidikan multikultural dapat membantu dalam pembangunan sumber daya
manusia yang beragam dan inovatif, yang pada gilirannya dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial.
Selain itu, pendidikan multikultural di Indonesia dianggap sebagai
cara untuk mempertahankan dan memperkuat identitas nasional. Dengan
memahami dan menghargai keanekaragaman budaya, penduduk Indonesia
dapat merasa lebih terhubung dengan masa depan negara dan merasa bangga
atas kayaan budaya yang dimiliki.
Secara keseluruhan, analisis ini menunjukkan bahwa memahami
urgensi pendidikan multikultural di Indonesia sangat penting untuk
menciptakan masyarakat yang harmonis, toleran, dan inklusif. Dengan
pendidikan yang mengintegrasikan berbagai budaya dan nilai-nilai, Indonesia
dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain tentang bagaimana mengatasi
tantangan keanekaragaman budaya dan mencapai pembangunan yang inklusif
dan berkelanjutan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Hapsi Alawi (2021), Implementasi Nilai Islam Moderat Melalui Pendidikan Berbasis
Multikultural, Journal of Research and Thought on Islamic Education, Vol. 4
No. 2.
18