Dosen Pengampu :
Dr. Suratno, M. Pd.
Disusun Oleh:
Kelompok 4
1. Mulyani (1401420044)
2. Safrudin Wahyu Jadmiko (1401420144)
3. Intan Nurkhaliza (1401420181)
4. Susi Hartiningsih (1401420234)
5. Katrien Widalaksita (1401420304)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Pendidikan Multikultural dengan judul
“Teori Pendidikan Multikultural” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan.
Dengan bantuan dari berbagai pihak makalah ini dapat kami. Terutama kepada Bapak
Dr. Suratno, M. Pd. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Multikultural yang telah memberikan
arahan. Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah
ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Dan kami mengucapkan mohon maaf
apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Teori Pendidikan Multikultural ............................................................................. 2
2.2 Pendidikan Multikultural dan Tinjauan Didaktik dan Metodik ............................ 4
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 11
3.2 Saran .................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki banyak budaya yang beragam jenisnya
mulai dari Sabang sampai Merauke. Dari ke 33 provinsi yang ada di Indonesia
semuanya memiliki budaya yang menjadi ciri khasnya masing-masing. Namun
walaupun budaya tersebut berbeda-beda, masyarakat Indonesia tetap dapat hidup
berdampingan dengan rukun karena adanya sikap toleransi dan saling menghargai satu
sama lainnya. Bhineka Tunggal Ika yang telah menjadi semboyan Bangsa Indonesia
juga mampu mempererat tali persaudaraan antar budaya yang ada di Indonesia.
Budaya yang beragam menjadikan Indonesia sebagai Negara yang
multikultural. Walaupun multikultural Indonesia tetap memandang sama rata semua
budaya yang ada di Indonesia. Hal ini berarti tidak ada budaya yang mendominasi yang
menjadi aliran utama di Indonesia. Budaya yang beragam atau multikultural merupakan
aset berharga yang dimiliki Bangsa Indonesia dan merupakan kekayan bangsa
Indonesia.
Indonesia juga tetap memasukkan budaya masing-masing daerah ke kurikulum
tambahan, seperti muatan lokal. Dalam muatan lokal diberikan pembelajaran tentang
budaya yang dimiliki masing-masing daerah dan diajarkan didaerah itu sendiri, hal
tersebut merupakan salah satu bentuk pelestarian budaya Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana teori pendidikan multikultural?
2. Bagaimana Pendidikan Multikultural ditinjau dari segi didaktik dan Metodik?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini yaitu:
1
BAB II
PEMBAHASAN
a. Horrace Kallen
Menurut Horrace Kallen multicultural yaitu jika budaya suatu bangsa memiliki
banyak segi, nilai-nilai dan lainnya budaya tersebut disebut oleh Horrace Kallen
sebagai pluralisme budaya atau Cultularl Pluralism). Horrace menggambarkan
pluralism budaya sebagai penghargaan berbagai tingkat perbedaan, tetapi masih
terdapat dalam batas-batas dalam menjaga persatuan nasional. Kallen dalam
penjelasannya mencoba menggambarkan penjelasannya dalam lingkup daerah yaitu
Amerika yang mana masing-masing etnis dan budaya di Amerika saling berkontribusi
unik sehingga menambah variasi etnik dan budaya di Amerika. Dalam teorinya juga,
Kallen menjelaskan sekaligus mengakui bahwa budaya yang dominan dalam
masyarakat harus juga diakui oleh masyarakat sendiri. sebagai contoh yaitu
keberagaman budaya yang ada di Jawa, budaya yang paling dominan di Jawa yaitu
budaya Jawa namun juga terdapat budaya-budaya yang sedikit dominan di Jawa yang
akan menambah variasi dan keberagaman budaya yang ada di Jawa.
b. Jams A. Banks
Jams A. Banks merupakan seorang yang dikenal sebagai perintis dari teori
pendidikan multicultural hal tersebut dikarenakan Banks lebih menekankan dan lebih
terfokus pada pendidikan multicultural. Menurut Banks, pendidikan lebih mengarah
pada bagaimana berfikir dari pada apa yang dipikirkan serta Banks juga menjelaskan
bahwa siswa harus diajari tentang bagaimana cara memahami berbagai jenis
pengetahuan, konstruksi pengetahuan serta interpretasi yang berbeda-beda walaupun
terkadang interpretasi pengetahuan tersebut berlawanan dengan pikiran siswa itu
sendiri. Banks mengindentifikasikan tiga kelompok yang berbeda dalam hal
keberadaan kelompok-kelompok budaya di Amerika Serikat. Yang pertama yaitu
2
tradisionalis barat. Kelompok ini beranggapan bahwa mereka berada dalam keadaan
terancam dan berbahaya karena mengenyampingkan kelompok fiminis, minoritas dan
reformasi multicultural yang lain. Tapi kelompok ini masih sedikit memberikan
perhatian terhadap pengajaran keanekaragaman atau multikultur.
c. Judith M. Green
Menurut Green, keunikan multikulturalisme tidak hanya dimiliki oleh Amerika,
melainkan juga negara-negara lain yang mana negara tersebutpun harus
mengakomodasikan berbagai kelompok kecil dari berbagai budaya yang berbeda-beda.
Amerika dalam pandangan Green merupakan negara yang melakukan perubahan besar
dalam transformasi berkat pendidikan, hal tersebut dikarenakan Amerika menganggap
bahwa cara untuk melakukan perubahan yang efektif adalah melalui pendidikan tidak
terkecuali pendidikan multikulturalnya. Amerika yang sejak keberadaannya telah
memiliki masyarakat yang mempunyai kebudayaan yang beragam yang dimana
berbagai budaya telah bersatu melalui perjuangan, interaksi serta kerja sama.
d. Bill Martin
Dalam tulisannya yang berjudul Multiculturalism: Consumerist or
Transformational?, Bill Martin menulis, bahwa keseluruhan isu tentang
multikulturalisme memunculkan pertanyaan tentang "perbedaan" yang nampak sudah
dilakukan berbagai teori filsafat atau teori sosial. Sebagai agenda sosial dan politik, jika
multikulturalisme lebih dari sekedar tempat bernaung berbagai kelompok yang
berbeda, maka harus benar-benar menjadi 'pertemuan' dari berbagai kelompok itu yang
tujuannya untuk membawa pengaruh radikal bagi semua umat manusia lewat
pembuatan perbedaan yang radikal (Martin, 1998: 128)
Seperti halnya Banks, Martin menentang tekanan dari Afrosentris dan
tradisionalis Barat. Martin menyebut Afrosentris dan tradisional Barat itu sebagai
"consumerist multiculturalism". Selanjutnya, Martin mengusulkan sesuatu yang baru.
Multikulturalisme bukan “konsumeris” tetapi “transformational”, yang memerlukan
kerangka kerja. Martin mengatakan bahwa di samping isu tentang kelas sosial, ras, etnis
dan pandangan lain yang berbeda, diperlukan komunikasi tentang berbagai segi
pandangan yang berbeda. Masyarakat harus memiliki visi kolektif tipe baru dari
perubahan sosial menuju multikulturalisme yaitu visi yang muncul lewat transformasi.
Martin memandang perlu adanya perubahan yang mendasar di antara
kelompok-kelompok budaya itu sampai diketemukan adanya visi baru yang dimiliki
dan dikembangkan bersama. Untuk mencapai tujuan itu sangatlah dibutuhkan adanya
3
komunikasi antar berbagai segi pandang yang berbeda. Mengapa ini penting? Karena
selama ini masing-masing kelompok bersikap tertutup terhadap kelompok yang lain
dan tidak ada komunikasi tanpa prasangka di antara kelompok-kelompok yang ada.
e. Martin J. Beck Mastutik
Martin J. Beck Matustik berpendapat bahwa perdebatan tentang masyarakat
multikultural di masyarakat Barat berkaitan dengan norma/tatanan. Matustík
mengatakan "Semua segi dalam pembicaraan budaya saat ini mengarah pada pemikiran
kembali norma barat (the western canon) yang mengakui bahwa dunia multikultural
adalah benar-benar nyata adanya " (Matustík, 1998). Dalam artikelnya, "Ludic,
Corporate and Imperial Multiculturalism: Impostors of Democracy and Cartographers
of the New World Order," Matustik menulis, "perang budaya, politik dan ekonomi
menyerang pada segi yang mana, bagaimana dan lewat siapa sejarah multikultural
dijelaskan."
Matustík mengatakan bahwa teori multikulturalisme meliputi berbagai hal yang
semuanya mengarah kembali ke liberalisasi pendidikan dan politik Plato, filsuf Yunani.
Sebuah karya Plato yang berjudul Republik, bukan hanya memberi norma politik dan
akademis klasik bagi pemimpin dari negara ideal yang dia cita-citakan, namun juga
menjadi petunjuk dalam pembahasan bersama tentang pendidikani bagi yang tertindas
(Matustík, 1998). Ia yakin bahwa kita harus menciptakan pencerahan multikultural baru
(a new multicultural enlightenment) yaitu "multikulturalisme lokal yang saling
berkaitan, secara global sebagai lawan dari monokultur nasional" (Matustík, 1998).
2.2 Pendidikan Multikultural dari Tinjauan Didaktik dan Metodik
Metode atau metoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu metha dan hodos. Metha
berarti melalui atau melewati dan hodos berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan
atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam bahasa Arab,
metode disebut thariqah. Mengajar berarti menyajikan atau menyampaikan pelajaran.
Jadi, metode mengajar berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan
pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran. (Ghunaimah, 1952: 177)
Metodik dapat pula dibagi kepada dua macam yaitu: (1) metodik umum, dan (2)
metodik khusus. Metodik umum membicarakan cara mengajar pada setiap mata
pelajaran pada umumnya, seperti: cara mengajar Agama, Bahasa, Sejarah, Ilmu
Pengetahuan Alam dan sebagainya. Di dalam ilmu itu dibicarakan juga berbagai
metode mengajar yang dapat digunakan pendidik dalam kegiatan pembelajaran.
Metodik Khusus, membicarakan bagaimana menyajikan bahan pelajaran tertentu
4
kepada peserta didik tertentu. Misalnya; metodik khusus mengajarkan Agama di SD,
berbeda dengan di SLTP, berbeda pula dengan SMA, dan berbeda lagi dengan di
Perguruan Tinggi.
Sedangkan istilah Didaktik berasal dari bahasa Yunani yaitu: didastikas yang
berarti pandai mengajar atau didascein yang berarti mengajar. Dari kata didascein
diistilahkan didaktike techne yang berarti teknik mengajar. Dengan demikian yang
dimaksud dengan didaktik, yaitu ilmu yang membicarakan atau memberikan prinsip
tentang cara-cara menyampaikan bahan pelajaran, sehingga dikuasai dan dimiliki oleh
peserta didik. Dengan perkataan lain; ilmu tentang mengajar dan belajar, tegasnya,
suatu ilmu tentang pendidik mengajar dan peserta didik belajar. Jadi dalam didaktik
terkandung dua kegiatan yaitu: kegiatan “mengajar” dan “belajar". Kegiatan mengajar
dipihak pendidik sedangkan kegiatan belajar dipihak peserta didik. Dengan kegiatan
mengajar pendidik yang aktif, sedangkan kegiatan belajar peserta didik yang aktif.
Didaktik pada umumnya dibedakan menjadi dua macam, ' yaitu (1) Didaktik
Umum, dan (2) Didaktik Khusus. Didaktik umum memberikan prinsip-prinsip umum
yang berhubungan dengan penyajian bahan pelajaran yakni motivasi, peragaan-
peragaan, minat dan lain-lain agar anak menguasainya. Prinsip-prinsip itu berlaku bagi
semua mata pelajaran, apakah biologi, Pendidikan Agama Islam, psikologi geograh dan
sebagainya. Jadi Didaktrk Umum ialah ilmu yang membicarakan tentang bagaimana
proses pembelajaran pada umumnya yang berlaku untuk tiap-tiap mata pelajaran dan
bahan pelajaran. Didaktik Umum ini sering juga disebut “Ilmu Pengajaran Umum" atau
“Ilmu Mengajar secara Umum". Didaktik Khusus membicarakan tentang cara mengajar
bidang studi tertentu di mana prinsip Didaktik Umum digunakan. Didaktik Khusus
perlu sebab setiap mata pelajaran mempunyai ciri-ciri khas yang berlainan dengan mata
pelajaran lainnya. Didaktik Khusus disebut juga Metodik.
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan berfungsi menanamkan
kesadaran di kalangan generasi muda akan identitas dirinya, identitas kolektifnya, serta
menumbuhkan calon warga negara yang baik dan terpelajar dalam masyarakat yang
homogen ataupun yang majemuk. Sementara itu, guru berfungsi untuk melatih dan
mendisiplinkan pikiran peserta didik, memberikan pendidikan moral dan agama,
menanamkan kesadaran nasionalisme dan patriotisme, menjadi warga negara yang
baik. Namun, dalam perannya guru dihadapkan pada berbagai kesulitan untuk
memprediksi karakteristik masyarakat yang akan datang. Hal ini disebabkan pada era
global ini perkembangan masyarakat tidak linier lagi sehingga memerlukan lembaga
5
pendidikan dan guru yang memiliki peran dan kesadaran multikultural, yaitu kesadaran
untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada orang-orang yang memiliki
kebutuhan berbeda. Untuk itu, peran guru dan pihak sekolah diperlukan memenuhi
berbagai kebutuhan peserta didik, antara lain sebagai berikut.
1. Membangun Paradigma Keberagamaan
9
memberikan perhatian yang sama terhadap peserta didiknya tanpa harus
membedakan anak yang lebih tua dengan yang lebih muda.
Untuk tercapainya tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh beberapa
komponen, seperti tujuan, kurikulum, pendidik, sarana dan prasarana dan
sebagainya. Komponen pendidik misalnya sangat menentukan kualitas hasil dari
proses pembelajaran. Begitu juga dengan komponen kurikulum, kurikulum
menempati peran penting dan sangat strategis, karena bagaimanapun tercapai
tidak tujuan pendidikan, sangat ditentukan oleh kurikulumnya. Menurut Ronald
C. Doll, kurikulum merupakan pengalaman yang ditawarkan kepada peserta didik
di bawah bimbingan dan arahan lembaga pendidikan.
Sebagai bagian dari perencanaan pembelajaran, kurikulum berisi tujuan
yang ingin dicapai, bahkan yang akan disajikan, alat-alat pengajaran, dan jadwal
waktu pembelajaran. Sebagai suatu system, kurikulum merupakan subsistem dari
keseluruhan kerangka organisasi pendidik dan system sekolah yang mencakup
penentuan kebijakan tentang kurikulum, susunan personalia, dan prosedur
pengembangan kurikulum, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya. Dalam
kaitannya dengan pelaksanaan pendidikan, implementasi kurikulum diarahkan
kepada pencapaian tujuan. Tujuan dan materi yang hendak dicapai dalam
pendidikan disusun dalam kurikulum.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang membahas mengenai perbedaan
budaya dan etnis secara mengglobal sehingga pembelajarannya cukup rumit karena tidak
membahas hanya etnis dan budaya saja, tetapi juga membahas emic.Didaktik dan metodik
pendidikan multicultural yaitu bagai mana metode kusus dan umum untuk meninjau bagai
mana pendidikan multicultural dilaksanakan. Peran guru sebagai motivator para peserta
didik juga sangat berpengaruh besar bagi pendidikan di Indonesia.Pendekatan pendidikan
multicultural di Indonesia sangat banyak, Pendekatan Historis, Pendekatan Sosiologis,
Pendekatan Kultural, Pendekatan Psikologis, Pendekatan Estetik, dan Pendekatan
Berprespektif Gender
3.2 Saran
Pendidikan multikultural akan lebih bermakna dan melekat pada peserta didik ketika
peserta didik terlibat langsung dalam pembelajaran serta memiliki gambaran konkrit terkait
apa yang mereka pelajari. Kita sebagai pendidik harus mampu medengan rancang sebuah
pembelajaran yang memberikan pengalaman kepada peserta didik secara langsung,
sehingga apa yang kita sampaikan tersebut akan tetap melekat pada ingatan peserta didik.
11
DAFTAR PUSTAKA
12